Disusun oleh
TRI WULANDARI
S17208
1. DEFINISI
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku kekerasan
dapat dilakukakn secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku
kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang berlangsung kekerasan atau perilaku
kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan
yang dirasakan sebagai ancaman (Kartika Sari, 2015:137).
4. PATOFISIOLOGI
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor pengalaman yang dialami tiapmorang yang merupakan faktor predisposis, artinya
mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh
individu:
2) Faktor psikologi perilaku kekerasan meliputi:
- Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa
aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri
yang rendah. Agresif dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan
meningkatkan citra diri (Nuraenah, 2012: 30).
- Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang dipelajarai,
individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku kekerasan lebih
cenderung untuk dipengaruhioleh peran eksternal (Nuraenah, 2012: 31).
3) Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstiumulasi
individu mengadopsi perilaku kekerasan (Eko Prabowo, 2014: hal 142).
4) Sosial budaya, proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi memberikan
dampak terhadap nilai-niali sosial dan budaya pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua
orang mempunyai kemampuan yang sama untuk mnyesuaikan dengan berbagai perubahan,
serta mengelola konflik dan stress (Nuraenah, 2012: 31).
5) Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan
ketidak seimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan
(Eko Prabowo, 2014: hal 143).
b.Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa injury secara
fisik, psikis atau ancaman knsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut:
1) Konsis klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang
penuh dengan agresif dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2) Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang, merasa terancam baik internal
dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari lungkungan.
3) Lingkungan: panas, padat dan bising
Pohon masalah
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dapat berupa pemeriksaan darah dan urine di laboratorium atau
dengan pencitraan, misalnya CT scan dan MRI otak.
Selain menjalani pemeriksaan medis kejiwaan lewat wawancara dan observasi dengan psikiater,
pasien juga kemungkinan akan diminta untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut yaitu psikotes.
Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengevaluasi lebih dalam fungsi mental dan hal spesifik terkait
kejiwaan pasien, seperti tipe kepribadian, tingkat kecerdasan (IQ), dan kecerdasan emosional
(EQ) pasien.
6.PENGOBATAN
a. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan mempunyai dosis efektif tinggi
contohnya: clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat
bergunakan dosis efektif rendah. Contohnya trifluoperasineestelasine, bila tidak ada juga maka dapat
digunakan transquilizer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian
keduanya mempunyai efek anti tegang,anti cemas,dan anti agitasi (Eko Prabowo, 2014: hal 145).
b. Terapi okupasi Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini buka pemberian
pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan kemampuan
berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan
seperti membaca koran, main catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka melakukan
kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya.
Terapi ni merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah
dilakukannya seleksi dan ditentukan program kegiatannya (Eko Prabowo, 2014: hal 145).
c.Peran serta keluarga Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan
langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat membantu keluarga agar dapat melakukan
lima tugas kesehatan, yaitumengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan,
memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan
menggunakan sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengtasi
masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptif (pencegahan primer), menanggulangi perilaku
maladaptif (pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku maladaptif ke perilakuadaptif (pencegahan
tersier) sehinnga derajat kesehatan pasien dan keluarga dapat ditingkatkan secara optimal (Eko
Prabowo, 2014: hal 145).
d. Terapi somatik Menurut depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang
diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang mal adaftif
menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindakan yang ditunjukkan pada kondisi fisik pasien,terapi
adalah perilaku pasien (Eko Prabowo, 2014: hal 146).
e.Terapi kejang listrik Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi
kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui
elektroda yang menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah
setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali) (Eko Prabowo, 2014: hal 146).
B.ASUHAN KEPERAWATAN
1. Masalah keperawatan yang mungkin muncul
Perilaku kekerasan (D.0132)
Harga Diri Rendah Situasional(D.0087)
Koping Tidak Efektif(D. 0096)
2. Diagnosa keperawatan (berdasarkan SDKI)
Definisi :
Kemarahan yang di ekspresikan secara berlebihan dan tidak terkendali secara verbal sampai
dengan mencederai orang lain dan atau merusak lingkungan.
Subyektif :
Mengancam
Suara keras
Bicara ketus
Obyektif :
Merusak lingkungan
Perilaku agresif/amuk
Subyektif :
Tidak tersedia
Obyektif :
Tangan mengepal
Rahang mengatup
Wajah memerah
Definisi :
Evaluasi atau perasaan negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan klien sebagai respon
terhadap situasi saat ini.
Subyektif :
Obyektif :
Berjalan menunduk
Subyektif :
Sulit berkonsentrasi
Obyektif :
Pasif
Definisi :
Ketidak mampuan menilai dan merespon stressor dan atau ketidak mampuan
menggunakan sumber-sumber yang ada untuk mengatasi masalah.
Subyektif :
Mengungkapkan tidak mampu mengatasi masalah
Obyektif :
Subyektif :
Kekhawatiran kronis
Obyektif ;
Penyalahgunaan zat
3. Rencana asuhan keperawatan (Tujuan dan kriteria hasil menggunakan SLKI dan intervensi berdasarkan
SIKI)
a.Perilaku kekerasan (D.0132)
SLKI
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam control diri meningkat dengan
kriteria hasil :
Verbalisasi ancaman kepada orang lain dari skala 2 (cukup meningkat) menjadi skala
4 (cukup menurun)
Verbalisasi umpatan dari skala 2 (cukup meningkat) menjadi skala 4 (cukup menurun)
Perilakumenyerang dari skala 2 (cukup meningkat) menjadi skala 4 (cukup menurun)
Perilakumelukai diri sendiri atau orang lain dari skala 2 (cukup meningkat) menjadi
skala 4 (cukup menurun)
Perilaku merusak lingkungan sekitar dari skala 2 (cukup meningkat) menjadi skala 4
(cukup menurun)
Suara keras dari skala 2 (cukup meningkat) menjadi skala 4 (cukup menurun)
Bicara ketus dari skala 2 (cukup meningkat) menjadi skala 4 (cukup menurun)
SIKI
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
SLKI
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam masalah harga diri meningkat
dengan kriteria hasil :
- Harga Diri (L.09069)
Penilaian diri positif dari skala 2 (cukup menurun) mendjadi skala 4 (cukup meningkat)
Perasaan memiliki kelebihan atau kemampuan posotif dari skala 2 (cukup menurun)
mendjadi skala 4 (cukup meningkat)
Penerimaan penilaian positif terhadap diri sendiri dari skala 2 (cukup menurun)
mendjadi skala 4 (cukup meningkat)
Minat mencoba hal baru dari skala 2 (cukup menurun) mendjadi skala 4 (cukup
meningkat)
Berjalan menampakkan wajah dari skala 2 (cukup menurun) mendjadi skala 4 (cukup
meningkat)
Perilaku asertif dari skala 2 (cukup menurun) mendjadi skala 4 (cukup meningkat)
SIKI
- Manajemen Perilaku (I.12463)
Observasi
Identifikasi harapan untuk mengendalikan perilaku
Terapeutik
Bicara dengan nada rendah dan tenang
Edukasi
Informasikan keluarga bahwa keluarga sebagai dasar pembentukan kognitif
SLKI
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah status koping membaik
dengan kriteria hasil :
- Status Koping (L.09086)
Verbalisasi kemampuan mengatasi masalah dari skala 2 (cukup menurun) ke skala 4
(cukup meningkat)
Verbalisasi pengakuan masalah dari skala 2 (cukup menurun) ke skala 4 (cukup
meningkat)
Verbalisasi kelemahan diri dari skala 2 (cukup menurun) ke skala 4 (cukup meningkat)
Verbalisasi menyalahkan orang lain dari skala 2 (cukup meningkat) ke skala 4 (cukup
menurun)
Perilaku permusuhan dari skala 2 (cukup meningkat) ke skala 4 (cukup menurun)
SIKI
- Dukungan Pengambilan Keputusan (I.09265)
Observasi
Identifikasi persepsi mengenai masalah dan informasi yang memicu konflik
Terapeutik
Diskusikan kelebihan dan kekurangan setiap solusi
Edukasi
Berikan informasi yang diminta pasien
Kolaborasi
Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam memfasilitasi pengambilan keputusan
DAFTAR PUSTAKA
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. Yogyakarta: Nuha Medika.
Nuraenah. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga dalam Merawat Anggota dengan
Riwayat Perilaku Kekerasan di RS. Jiwa Islam Klender Jakarta Timur, 29-37.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatn Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnosis, Edisi 1. Jakarta:
DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi daan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan Keprawatan, Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI
Sari, K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans Info MEdia.