S
DENGAN MASALAH RISIKO PERILAKU KEKERASAN
DI BANJAR JELEKUNGKANG, DESA TAMANBALI
PADA TANGGAL 17 OKTOBER 2023
Oleh :
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang, baik secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini, perilaku
kekerasan dapat di lakukan secara verbal di arahkan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan.
Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu perilaku kekerasan saat
sedang berlangsung atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
(Keliat, 2012).
Risiko perilaku kekerasan menurut SDKI DPP PPNI (2016) yaitu beresiko
membahayakan secara fisik, emosi dan/atau seksual pada diri sendiri atau orang lain.
2. Penyebab/Faktor Predisposisi
Proses terjadinya perilaku kekerasan itu dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
predisposisi dan faktor presipitasi.
a. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang merupakan faktor predisposisi,
artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor
berikut dialami oleh individu adalah:
1) Faktor Biologis
Dalam otak sistem limbik berfungsi sebagai regulator atau pengatur perilaku.
Adanya lesi pada hipotalamus dan amigdala dapat mengurangi dan
meningkatkan perilaku agresif. Perangsangan pada sistem neurofisiologis
dapat menimbulkan respon-respon emosional dan ledakan agresif. Penurunan
norepinefrin dapat menstimulasi perilaku agresif misalnya pada peningkatan
kadar hormon testosteron atau progesteron. Pengaturan perilakuagresif adalah
dengan mengatur jumlah metabolisme biogenik amino- norepinefrin
(Dalami, dkk, 2014). Berdasarkan faktor biologis, ada beberapa hal yang
dapat mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai
berikut (Direja, 2011) :
a) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem neurologis
mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls
agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku bermusuhan dan respon agresif.
b) Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam townsend (1996)
menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epineprin, norepineprin,
dopamine, asetilkolin dan serotonin) sangat berperan dalam
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Peningkatan hormone
androgen dan norepineprin serta penurunan serotonin dan GABA (6 dan
7) pada ciran serebrospinal merupakan penyebab timbulnya perilaku
agresif pada seseorang.
c) Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat
kaitanya dengan penghuni penjara tindak criminal (narapidana).
d) Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan dengan gangguan
serebral, tumor otak (khususnya pada limbic dan lobus temporal), trauma
otak, penyakit ensefalitis, epilepsy (lobus temporal) terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif atau kekerasan.
2) Faktor Psikologis
a) Psychoanalitytical Theory; Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa
perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama, insting hidup
yang diekspresikan dengan seksualitas dan kedua, insting kematian yang
diekspresikan dengan agresivitas.
b) Imitation, modeling, and information processing theory: Menurut teori
ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang
menolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru dari
madia atau lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku
tersebut. Dalam suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk
menonton tayangan pamukulan pada boneka dengan raward positif
(makin keras pukulanya akan diberi coklat), anak lain menonton
tayangan cara mengasihii dan mencium boneka tersebut dengan reward
positif pula (makin baik belainya mendapat hadiah coklat). Setelah anak-
anak keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku
sesuai dengan tontonan yang pernah dialaminya.
c) Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah saat
menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respons ibu saat
marah.Ia juga belajar bahwa dengan agresifitas lingkungan sekitar
menjadi peduli, bertanya, menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya
eksis dan patut untuk diperhitungkan. (Yosep, 2011) Menurut Fitria
(2009) faktor predisposisi berdasarkan faktor psikologis perilaku
kekerasan meliputi :
(1) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan
untuk maengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang
memotivasi PK.
(2) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa
kecil yang tidak menyanangkan.
(3) Frustasi
(4) Kekerasan dalam rumah atau keluarga.
3) Faktor Sosial Budaya
Seseorang akan berespon terhadap peningkatan emosionalnya secara agresif
sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Sesuai dengan teori menurut
Bandura bahwa agresif tidak berbeda dengan responsrespons yang lain.
Faktor ini dapat dipelajari melalui observasi dan semakin sering
mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya
juga dapat mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat
membantu mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan yang
tidak dapat diterima. Kontrol masyarakat yang rendah dan kecendrungan
menerima perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam
masyarakat
b. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa
injuri secara fisik, psikis atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor perilaku
kekerasan sebagai berikut:
1) Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan, kehidupan yang
penuh agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2) Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, merasa
terancam baik internal maupun eksternal.
3) Lingkungan : panas, padat, dan bising.
3. Pohon Masalah
4. Mekanisme Koping Perilaku Kekerasan
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri. Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas
yang timbul karena adanya ancaman.Beberapa mekanisme koping yang dipakai
pada klien marah untuk melindungi diri antara lain (Afnuhazi, 2015):
a. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluran secara normal.
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai kesukaran atau keinginan yang tidak baik.
c. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam
sadar.
d. Reaksi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebihlebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya
sebagai rintangan.
e. Displacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang
tidak begitu berbahaya.
c. Waham
5. Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi dalam proses keperawatanmenyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah
tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum, evaluasi membandingkan keadaan yang ada pada pasien dengan kriteria ha sil
pada perencanaan. Evaluasi menggunakan system SOAP (Subjektif, objektif, asessment, planning).
DAFTAR PUSTAKA
Clinical Teacher/CT