Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

S
DENGAN MASALAH RISIKO PERILAKU KEKERASAN
DI BANJAR JELEKUNGKANG, DESA TAMANBALI
PADA TANGGAL 17 OKTOBER 2023

Dosen Pembimbing : I Gusti Ayu Harini, S.Km., M.Kes

Oleh :

Nama : Pande Luh Putu Rani Agustini


NIM/Absen : P07120221026 / 26
Kelas : 3A
Prodi : STR Keperawatan

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2023/2024
LAPORAN PENDAHULUAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Konsep Perilaku Kekerasan

1. Definisi

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang individu mengalami


perilaku yang dapat melukai secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain
(Yosep 2011).

Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan


tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun
orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Wati, 2010).

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang, baik secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini, perilaku
kekerasan dapat di lakukan secara verbal di arahkan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan.

Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu perilaku kekerasan saat
sedang berlangsung atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
(Keliat, 2012).

Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang di hadapi oleh


seseorang yang di tunjukan dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, baik pada diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan secara verbal maupun nonverbal, bertujuan
untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Yosep 2011).

Risiko perilaku kekerasan menurut SDKI DPP PPNI (2016) yaitu beresiko
membahayakan secara fisik, emosi dan/atau seksual pada diri sendiri atau orang lain.

2. Penyebab/Faktor Predisposisi
Proses terjadinya perilaku kekerasan itu dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
predisposisi dan faktor presipitasi.
a. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang merupakan faktor predisposisi,
artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor
berikut dialami oleh individu adalah:
1) Faktor Biologis
Dalam otak sistem limbik berfungsi sebagai regulator atau pengatur perilaku.
Adanya lesi pada hipotalamus dan amigdala dapat mengurangi dan
meningkatkan perilaku agresif. Perangsangan pada sistem neurofisiologis
dapat menimbulkan respon-respon emosional dan ledakan agresif. Penurunan
norepinefrin dapat menstimulasi perilaku agresif misalnya pada peningkatan
kadar hormon testosteron atau progesteron. Pengaturan perilakuagresif adalah
dengan mengatur jumlah metabolisme biogenik amino- norepinefrin
(Dalami, dkk, 2014). Berdasarkan faktor biologis, ada beberapa hal yang
dapat mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai
berikut (Direja, 2011) :
a) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem neurologis
mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls
agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku bermusuhan dan respon agresif.
b) Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam townsend (1996)
menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epineprin, norepineprin,
dopamine, asetilkolin dan serotonin) sangat berperan dalam
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Peningkatan hormone
androgen dan norepineprin serta penurunan serotonin dan GABA (6 dan
7) pada ciran serebrospinal merupakan penyebab timbulnya perilaku
agresif pada seseorang.
c) Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat
kaitanya dengan penghuni penjara tindak criminal (narapidana).
d) Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan dengan gangguan
serebral, tumor otak (khususnya pada limbic dan lobus temporal), trauma
otak, penyakit ensefalitis, epilepsy (lobus temporal) terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif atau kekerasan.
2) Faktor Psikologis
a) Psychoanalitytical Theory; Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa
perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama, insting hidup
yang diekspresikan dengan seksualitas dan kedua, insting kematian yang
diekspresikan dengan agresivitas.
b) Imitation, modeling, and information processing theory: Menurut teori
ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang
menolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru dari
madia atau lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku
tersebut. Dalam suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk
menonton tayangan pamukulan pada boneka dengan raward positif
(makin keras pukulanya akan diberi coklat), anak lain menonton
tayangan cara mengasihii dan mencium boneka tersebut dengan reward
positif pula (makin baik belainya mendapat hadiah coklat). Setelah anak-
anak keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku
sesuai dengan tontonan yang pernah dialaminya.
c) Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah saat
menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respons ibu saat
marah.Ia juga belajar bahwa dengan agresifitas lingkungan sekitar
menjadi peduli, bertanya, menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya
eksis dan patut untuk diperhitungkan. (Yosep, 2011) Menurut Fitria
(2009) faktor predisposisi berdasarkan faktor psikologis perilaku
kekerasan meliputi :
(1) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan
untuk maengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang
memotivasi PK.
(2) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa
kecil yang tidak menyanangkan.
(3) Frustasi
(4) Kekerasan dalam rumah atau keluarga.
3) Faktor Sosial Budaya
Seseorang akan berespon terhadap peningkatan emosionalnya secara agresif
sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Sesuai dengan teori menurut
Bandura bahwa agresif tidak berbeda dengan responsrespons yang lain.
Faktor ini dapat dipelajari melalui observasi dan semakin sering
mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya
juga dapat mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat
membantu mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan yang
tidak dapat diterima. Kontrol masyarakat yang rendah dan kecendrungan
menerima perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam
masyarakat

b. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa
injuri secara fisik, psikis atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor perilaku
kekerasan sebagai berikut:
1) Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan, kehidupan yang
penuh agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2) Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, merasa
terancam baik internal maupun eksternal.
3) Lingkungan : panas, padat, dan bising.

3. Pohon Masalah
4. Mekanisme Koping Perilaku Kekerasan
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri. Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas
yang timbul karena adanya ancaman.Beberapa mekanisme koping yang dipakai
pada klien marah untuk melindungi diri antara lain (Afnuhazi, 2015):
a. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluran secara normal.
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai kesukaran atau keinginan yang tidak baik.
c. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam
sadar.
d. Reaksi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebihlebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya
sebagai rintangan.
e. Displacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang
tidak begitu berbahaya.

5. Rentang Respon Perilaku Kekerasan


Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang
dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk
komunikasi dan proses penyampaian pesan dari indivuidu. Rentang respons kemarahan
individu dimulai dari respons normal (asertif) sampai pada respons sangat tidak normal
(maladaptif) . Berikut rentang respon marah menurut (Direja, Ade Herman Surya,
2011).
Keterangan :
a. Asertif
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberi
ketenangan.
b. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan
alternatif.
c. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
d. Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut tetapi masih
terkonrol.
e. Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol.

6. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan


Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan: (Yosep, 2011)
a. Fisik: muka merah dan tegang, mata melotot atau pandangan tajam, tangan
mengepal, postur tubuh kaku, jalan mondar mandir.
b. Verbal: bicara kasar, suara tinggi, membentak atau berteriak, mengancam secara
fisik, mengumpat dengan kata-kata kotor.
c. Perilaku: melempar atau memukul benda pada orang lain, menyerang orang lain
atau melukai diri sendiri, merusak lingkungan, amuk atau agresif.
d. Emosi: tidak ade kuat, dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan,
mengamuk, menyalahkan dan menuntut.
e. Intelaktual: cerewet, kasar, berdebat, meremehkan.
f. Spiritual: merasa berkuasa, merasa benar sendiri, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasan orang lain, tidak peduli dan kasar.
g. Sosial: menarik diri, penolakan, ejekan, sindiran.

7. Penatalaksanaan Perilaku Kekerasan


Penatalaksanaan pada pasien perilaku kekerasan bukan hanya meliputi pengobatan dengan
farmakoterapi, tetapi juga pemberian psikoterapi, serta terapi modalitas yang sesuai dengan
gejala pada perilaku kekerasan. Pada terapi ini juga perlu dukungan keluarga dan sosial akan
memberikan peningkatan kesembuhan klien. Penatalaksanaan pada pasien perilaku kekerasan
terbagi dua yaitu :
a. Penatalaksanaan medik
1) Farmakoterapi
Salah satu farmakoterapi yang digunakan pada klien dengan perilaku kekerasan
biasanya diberikan antipsikotik. Obat antipsikotik pertama yaitu klorpromazin,
diperkenalkan tahun 1951 sebagai pramedikasi anestesi. Kemudian setelah itu, obat
itu diuji coba sebagai obat skizofrenia dan terbukti dapat mengurangi skizofrenia.
Antipsikotik terbagi atas dua yaitu antipsikotik tipikal dan antipsikotik atipikaldengan
perbedaan pada efek sampingnya. Antipsikotik tipikal terdiri dari (butirofenon,
Haloperidol/haldol, Fenotiazine, Chlorpromazine, perphenazine (Trilafon),
trifluoperazin (stelazine), sedangkan untuk antipsikotik atipikal terdiri dari(clozapine
(clozaril), risperidone (Risperidal). Efek samping yang ditimbulkan berupa rigiditas
otot kaku, lidah kaku atau tebal disertai kesulitan menelan. Biasanyasering digunakan
klien untuk mengatasi gejala-gejala psikotik (Perilaku kekersan, Halusinasi, Waham),
Skizofrenia, psikosis organik, psikotik akut dan memblokade dopamine pada
pascasinaptik neuron di otak (Katona, dkk, 2012).
2) Terapi Somatis
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa
dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif dengan
melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien. Walaupun yang diberi
perlakuan adalah fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien. Jenis terapi
somatis adalah meliputi pengikatan, ECT, isolasi dan fototerapi (Kusumawati &
Yudi, 2010).
a) Pengikatan
Merupakan terapi menggunakan alat mekanik atau manual untuk membatasi
mobilitas fisik klien yang bertujuan untuk melindungi cedera fisik pada klien
sendiri dan orang lain.
b) Terapi Kejang listrik
Terapi kejang listrik atau Electro Convulsif Therapi (ECT) adalah bentuk terapi
kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus
listrik melalui elektroda yang ditempatkan dipelipis pasien. Terapi ini ada
awalnya untuk menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya
dilaksanakan setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali) dengan kekuatan arus listrik
(2-3 joule).
c) Isolasi
Merupakan bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri diruang tersendiri
untuk mengendalikan perilakunya dan melindungi klien, orang lain dan
lingkungan. Akan tetapi tidak dianjurkan pada klien dengan risiko bunuh diri.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Strategi pelaksanaan pasien perilaku kekerasan
Startegi pelaksanaan dapat dilakukan berupa komunikasi terapeutik kepada pasien
perilaku kekerasan maupun pada keluarga. Tindakan keperawatan terhadap pasien
dapat dilakukan minimal empat kali pertemuan dan dilanjutkan sampai pasien dan
keluarga dapat mengontrol dan mengendalikan perilaku kekerasan. Pada
masingmasing pertemuan dilakukan tindakan keperawatan berdasarkan strategi
pelaksanaan (SP) sebagai berikut (Pusdiklatnakes, 2012) :
(1) Latihan strategi pelaksanaan 1 untuk pasien : latihan nafas dalamdan memukul
kasur atau bantal.
(2) Latihan strategi pelaksanaan 2 untuk pasien : latihan minum obat
(3) Latihan strategi pelaksanaam 3 untuk pasien : Latihan cara sosial atau verbal
(4) Latihan strategi pelaksanaan 4 untuk pasien : Latihan cara spiritual
Tindakan keperawatan berdasarkan strategi pelaksanaan (SP) sebagai berikut :
(1) Latihan strategi pelaksanaan 1 untuk keluarga : Cara merawat pasien dan melatih
latihan fisik
(2) Latihan strategi pelaksanaan 2 untuk keluarga : Cara memberi minum obat
(3) Latihan strategi pelaksanaan 3 untuk keluarga : Melatih keluarga cara
mengontrol marah dengan cara sosial atau verbal.
(4) Latihan strategi pelaksanaan 4 untuk keluarga : cara mengontrol rasa marah
dengan cara spiritual, latih cara spiritual, jelaskan follow up ke puskesmas, tanda
kambuh.
2) Terapi modalitas
Terapi modalitas keperawatan jiwa dilakukan untuk memperbaiki dan
mempertahankan sikap klien agar mampu bertahan dan bersosialisasi dengan
lingkungan masyarakat sekitar dengan harapan klien dapat terus bekerja dan tetap
berhubungan dengan keluarga, teman, dan sistem pendukung yang ada ketika
menjalani terapi (Nasir & Muhits dalam Direja, 2011). Jenis-jenis terapi modalitas
adalah :
a) Psikoterapi
Merupakan suatu cara pengobatan terhadap masalah emosional terhadap pasien
yang dilakukan oleh seseorang yang terlatih dan sukarela. Psikoterapi dilakukan
agar klien mengalami tingkah lakunya dan mengganti tingkah laku yang lebih
konstruktif melalui pamhaman- pemahaman selama ini kurang baik dan
cenderung merugikan baik diri sendiri , orang lain maupun lingkungan sekitar.
b) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terapi Aktivitas Kelompok sering digunakan dalam praktik kesehatan jiwa,
bahkan merupakan hal yang terpenting dari keterampilan terapeutik dalam ilmu
keperawatan. Pemimpin atau leader kelompok dapat menggunakan keunikan
individu untuk mendorong anggota kelompok untuk mengungkapkan masalah
dan mendapatkan bantuan penyelesaian masalahnya dari kelompok, perawat
juga adapatif menilai respon klien selamaberada dalam kelompok. Jenis Terapi
Aktivitas Kelompok yang digunakan pada klien dengan perilaku kekerasan
adalah Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi atau Kognitif. Terapi yang
bertujuan untuk membantu klien yang mengalami kemunduran orientasi,
menstimuli persepsi dalam upaya memotivasi proses berfikir dan afektif serta
mengurangi perilaku maladaptif. Karakteristiknya yaitu pada penderita
gangguan persepsi yang berhubungan dengan nilainilai, menarik diri dari realitas
dan inisiasi atau ide-ide negatif.
3) Terapi Keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien dengan
memberikan perhatian :
a) Bina hubungan saling percaya (BHSP)
b) Jangan memancing emosi klien
c) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
d) Memberikan kesempatanpada klien dalam mengemukakan pendapat
e) Anjurkan pada klien untuk mengemukakan maslah yang dialami
f) Mendengarkan keluhan klien
g) Membantu memecahkan masalah yang dialami oleh klien
h) Hindari penggunaan kata-kata yang menyinggung perasaan klien
i) Jika klien melakukan kesalahan jangan langsung memvonis
j) Jika terjadi perilaku kekerasan yang dilakukan adalah : bawa klien ketempat
yang tenang dan aman, hindari benda tajam, lakukan fiksasi sementara, rujuk ke
pelayanan kesehatan (Afnuhazi, 2015).
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul karena perilaku kekerasan yaitu:
a. Muncul perilaku untuk mencederai diri sendiri dan lingkungan, yang di akibatkan dari
persapsi sensori palsu tanpa adanya stimulis eksternal.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan dan
merupsksn proses yang sistematis dala pengumpulan data dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Iyer et.al dalam Muhith
2015). Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah pasien.
a) Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan status
mental, suku bangsa, tanggal masuk, tanggal pengkajian, ruang rawat dan
alamat.
b) Alasan Masuk
Alasan yang menyebabkan pasien atau keluarga datang atau dirawat di rumah
sakit. Faktor pencetus perilaku kekerasan meliputi ancaman terhadap fisik,
ancaman internal dan ancaman eksternal.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan saat ini pada pasien perilaku kekerasan, faktor yang memperberat
kejadian seperti putus pengobatan, melukai orang lain, diri sendiri maupun
lingkungan.
d) Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku kekerasan adalah
faktor biologi (biasanya klien mempunyai keluarga yang mempunyai riwayat
perilaku kekerasan, klien pernah mengalami gangguan jiwa) , psikologis (
harapan yang tidak sesuai, sering melihat perilaku kekerasan atau mengalami
perilaku kekerasan dan sosiokultural (Dermawan, 2013).
e) Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu yang
bersifat unik. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar (serangan fisik,
kehilangan, kematian dan lain-lain) maupun dalam (putus hubungan dengan
orang berarti, kehilangan rasa cinta, takut terhadap penyakit fisik dan lain-lain).
Selain itu lingkungan yang terlalu ribut, padat, kritikan yang mencegah pada
penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan.
f) Pemeriksaan Fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan dan tanyakan apakah
ada keluhan fisik yang dirasakan pasien.
g) Pengkajian Psikososial
1. Genogram Genogram menggambarkan pasien dengan tiga generasi
keluarga dilihat dari pola komunikasi, pengambilan keputusan dan pola
asuh.
2. Konsep diri
• Gambaran diri Menggambarkan persepsi pasien terhadap
tubuhnya, bagian tubuh yang tidak disukai, reaksi pasien
terhadap bagian tubuh yang tidak disukai dan bagian yang
disukai.
• Identitas diri Status dan posisi pasien sebelum pasien dirawat,
kepuasan pasien terhadap status dan posisinya, kepuasan pasien
sebagai laki-laki atau perempuan, keunikan yang dimiliki sesuai
dengan jenis kelaminnya dan posisinya.
• Fungsi peran Tugas atau peran pasien dalam keluarga atau
kelompok masyarakat, kemampuan pasien dalam melaksanakan
fungsi atau perannya, perubahan yang terjadi saat pasien sakit
dan dirawat, bagaimana perasaan pasien akibat perubahan
tersebut.
• Ideal diri Harapan pasien terhadap keadaan tubuh ideal, posisi,
tugas, peran dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan
pasien terhadap penyakitnya, bagaimana jika kenyataan tidak
sesuai dengan harapannya.
3. Harga diri Hubungan pasien dengan orang lain sesuai dengan kondisi,
dampak pada pasien dalam berhubungan dengan orang lain, harapan,
identitas diri tidak sesuai harapan, fungsi peran tidak sesuai harapan,
ideal diri tidak sesuai harapan, penilaian pasien terhadap pandangan atau
penghargaan orang lain. Hubungan Sosial Menggambarkan orang yang
paling berarti dalam hidup pasien, dan upaya yang biasa dilakukan bila
ada masalah, kelompok apa saja yang diikuti dalam masyarakat, peran
dalam kelompok, hambatan dalam berhubungan dengan orang lain.
4. Spiritual Nilai keyakinan, kegiatan ibadah atau menjalankan keyakinan,
kepuasan dalam menjalankan keyakinan.
h) Status Mental
1. Penampilan Melihat penampilan pasien dari ujung rambut sampai ujung
kaki apakah ada yang tidak rapi, penggunaan pakaian sesuai, cara
berpakaian.
2. Pembicaraan Biasanya pada klien perilaku kekerasan ketika bicara nada
suara keras, tinggi, menjerit atau berteriak.
3. Aktivitas motorik Agitasi (gerakan motorik yang menunjukan
kegelisahan), kompulsif (kegiatan berulang-ulang), grimasem (otot-otot
wajah yang berubah-ubah dan tidak terkontrol). Seperti menggepalkan
tangan, merusak barang atau benda, rahang mengatup.
4. Afek dan Emosi
• Afek Biasanya klien labil, emosi cepat berubah-rubah dan tidak
sesuai, emosi bertentangan dan berlawanan dengan stimulus
• Emosi Biasanya klien memiliki emosi yang tidak adekuat, tidak aman
dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, bermusuhan,
mengamuk serta menuntut.
5. Interaksi selama wawancara
• Kooperatif, berespon dengan baik terhadap pewawancara
• Tidak kooperatif, tidak dapat menjawab pertanyaan dengan spontan
• Mudah tersinggung
• Bermusuhan
• Kontak kurang, tidak menantap lawan bicara
• Curiga
6. Persepsi sensori Persepsi ini meliputi persepsi mengenai pendengaran,
penglihatan, pengecapan, penghidu.
7. Proses pikir
• Sirkumtansial, pembicaraan yang berbelit tapi sampai pada tujuan.
• Tangensial, pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai pada
tujuan.
• Kehilangan asosiasi, pembicaraan tidak ada hubungan antara satu
kalimat dengan kalimat yang lain.
8. Isi pikir Biasanya klien memiliki ambang isi fikir yang wajar, dimana ia
selalu menanyakan kapan ia akan pulang dan mengharapkan pertemuan
dengan keluarga dekatnya.
9. Tingkat kesadaran Biasanya klien tampak bingung dan kacau (perilaku
yang tidak mengarah pada tujuan).
10. Memori
• Gangguan mengingat jangka panjang, tidak dapat mengingat
kejadian.
• Gangguan mengingat jangka pendek, tidak dapat mengingat dalam
minggu terakhir.
11.Tingkat konsentrasi dan berhitung Menilai tingkat konsentrasi klien
apakah mudah beralih atau tidak mampu berkonsentrasi.
12.Kemampuan penilaian Menggambarkan kemampuan pasien dalam
melakukan penilaian terhadap situasi, kemudian dibandingkan dengan
yang seharusnya.
13. Daya litik diri
• Mengingkari penyakit yang diderita : pasien tidak menyadari gejala
penyakit (perubahan fisik dan emosi) pada dirinya dan pasien
menyangkal keadaan penyakitnya.
• Menyalahkan hal-hal diluar dirinya: menyalahkan orang lain atau
lingkungan yang menyebabkan timbulnya penyakit atau masalah
sekarang.
14. Kebutuhan persiapan pulang
• Makan Biasanya frekuensi makan, jumlah, variasi, macam dan cara
makan, observasi kemampuan pasien menyiapkan dan membersihkan
alat makan.
• Buang Air Besar dan Buang Air Kecil Observasi kemampuan pasien
untuk Buang Air Besar (BAB) dan BAK, pergi menggunakan WC.
• Mandi Observasi dan tanyakan tentang frekuensi, cara mandi,
menyikat gigi, cuci rambut, gunting kuku, observasi kebersihan
tubuh.
• Berpakaian Observasi kemampuan pasien dalam mengambil,
memilih dan mengenakan pakaian, observasi penampilan dadanan
pasien.
• Istirahat dan tidur Observasi dan tanyakan lama dan waktu tidur
siang,malam, persiapan sebelum tidur dan aktivitas sesudah tidur.
• Penggunaan obat Observasi penggunaan obat, frekuensi, jenis, dosis,
waktu, dan cara pemberian.
• Pemeliharaan kesehatan Biasanya tentang perawatan lanjut yang
dilakukan klien.
• Aktivitas di dalam rumah Observasi kemampuan pasien dalam
mengolah dan menyajikan makanan, merapikan rumah, mengatur
kebutuhan biaya sehari-hari.
• Aktivitas di luar rumah Biasanya menggambarkan kemampuan
pasien dalam belanja untuk keperluan sehari-hari.
i) Mekanisme Koping Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien
sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping
yang konstruktif dalam mengekspresikan marahnya. Mekanisme koping yang
umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement,
sublimasi, proyeksi, represi, dan resaksi formasi.
j) Masalah psikososial dan lingkungan Perlu dikaji tentang masalah dengan
dukungan kelompok, maslah berhubungan dengan lingkungan dan masalah
pendidikan, pekerjaan, perumahan ekonomi, pelayanan kesehatan.
k) Pengetahuan Biasanya pasien mempunyai masalah yang berkaitan dengan
pengetahuan yang kurang tentang penyakit atau gangguan jiwa.
l) Aspek medis Pada klien perilaku kekerasan biasanya mendapatkan obat untuk
klien skizofrenia seperti haloperidol, clorpromazine dan anti kolinergik.
2. Diagnosa Keperawatan

a. Risiko Perilaku Kekerasan

b. Gangguan Persepsi Sensori

c. Waham

d. Kesiapan Peningkatan Manajemen Kesehatan


3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan Rasional Paraf
Keperawatan Indonesia Indonesia (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1. Risiko perilaku Setelah di lakukan asuhan Pencegahan Perilaku Kekerasan Pencegahan Perilaku Kekerasan
kekerasan keperawatan selama ...x... jam (I.14544) (I.14544)
dibuktikan diharapkan, kontrol diri (L.09076) Observasi Observasi
halusinasi meningkat, dengan kriteria hasil: 1. Monitor adanya benda yang 1. Agar mengetahui adanya
1. Verbalisasi ancaman kepada orang berpotensi membahayakan benda yang berpontensi
lain menurun (mis. benda tajam, tali ) membahayakan diri
2. Verbalisasi umpatan menurun 2. Monitor keamanan barang 2. Agar mengetahui keamanan
3. Perilaku menyerang menurun yang dibawa oleh pengunjung barang yang dibawa oleh
4. Perilaku melukai diri sendiri/orang pengunjung
lain menurun 3. Monitor selama penggunaan 3. Agar mengetahui
5. Perilaku merusak lingkungan barang yang dapat penggunaan barang yang
sekitar membahayakan (mis.pisau dapat membahayakan diri
6. Perilaku agresif/amuk menurun cukur) Terapeutik
7. Suara keras menurun Terapeutik 1. Agar pasien aman
8. Bicara ketus menurun 1. Pertahankan lingkungan bebas
9. Verbalisasi keinginan bunuh diri dari bahaya secara rutin 2. Agar pasien mendapatkan
menurun dukungan dari keluarganya
10. Verbalisasi isyarat bunuh diri 2. Libatkan keluarga dalam Edukasi
menurun perawatan 1. Untuk mendukung pasien
11. Verbalisasi ancaman bunuh diri 2. Agar pasien mampu
menurun Edukasi mengungkapkan
12. Verbalisasi rencana bunuh diri 1. Anjurkan pengunjung dan perasaannya
menurun keluarga untuk mendukung 3. Agar pasien dapat
13. Verbalisasi kehilangan hubungan keselamatan pasien mengurangi rasa marahnya
yang penting menurun 2. Latih cara mengungkapkan
14. Perilaku merencanakan bunuh diri perasaan secara asertif
menurun 3. Latih mengurangi kemarahan
15. Euforia menurun secara verbal dan nonverbal
16. Alam perasaan depresi menurun (mis.relaksasi,bercerita)

Promosi Koping (I.09312) Promosi Koping (I.09312)


Observasi Observasi
1. Identifikasi kegiatan jangka 1. Mengetahui kegiatan jangka
pendek dan panjang sesuai tujuan pendek dan panjang sesuai tujuan
2. Identifikasi kemampuan yang 2. Mengetahui kemampuan yang
dimiliki dimiliki
3. Identifikasi sumber daya yang 3. Mengetahui sumber daya yang
tersedia untuk memenuhi tujuan tersedia untuk memenuhi tujuan
4. Identifikasi pemahaman proses 4. Mengetahui pemahaman proses
penyakit penyakit
5. Identifikasi dampak situasi 5. Mengetahui dampak situasi
terhadap peran dan hubungan terhadap peran dan hubungan
6. Identifikasi metode penyelesaian 6. Mengetahui metode penyelesaian
masalah masalah
7. Identifikasi kebutuhan dan 7. Mengetahui kebutuhan dan
keinginan terhadap dukungan keinginan terhadap dukungan
sosial social
Terapeutik Terapeutik
8. Diskusikan perubahan peran yang 8. Mendiskusikan perubahan peran
dialami yang dialami
9. Gunakan pendekatan yang tenang 9. Menggunakan pendekatan yang
dan meyakinkan tenang dan meyakinkan
10. Diskusikan alasan mengkritik dir 10. Mendiskusikan alas an
sendiri mengkritik diri sendiri
11. Diskusian untuk mengklarifikasi 11. Mendiskusikan untuk
kesalahpahaman dan mengklaridikasi kesalahpahaman
mengevaluasi perilaku sendiri dan mengevaluasi perilaku
sendiri
12. Diskusikan konsekuensi tidak 12. Mendiskusikan konsekuensi
menggunakan rasa bersalah dan tidak menggunakan rasa bersalah
rasa malu dan rasa malu
13. Diskusikan risiko yang 13. Mendiskusikan risiko yang
menimbulkan bahaya pada diri menimbulkan bahaya pada diri
sendiri sendiri
14. Fasilitasi dalam memperoleh 14. Memfasilitasi dalam memperoleh
informasi yang dibutuhkan informasi yang dibutuhkan
15. Berikan pilihan realistis 15. Memberikan pilihan realistis
mengenai aspek-aspek tertentu mengenai aspek-aspek tertentu
dalam perawatan dalam perawatan
16. Motivasi untuk menentukan 16. Memotivasi untuk menentukan
harapan yang realistis harapan yang realistis
17. Tinjau kembali kemampuan 17. Meninjau kembali kemampuan
dalam pengambilan keputusan dalam pengambilan keputusan
18. Hindari mengambil keputusan 18. Menghindari mengambil
saat pasien berada di bawah keputusan saat pasien berada
tekanan dibawah tekanan
19. Motivasi terlibat dalam kegiatan 19. Memotivasi mengidentifikasi
sosial sistem pendukung yang tersedia
20. Motivasi mengidentifikasi sistem 20. Memotivasi mengidentifikasi
pendukung yang tersedia sistem pendukung yang tersedia
21. Dampingi saat berduka (mis. 21. Mendampingi saat berduka (mis.
penyakit kronis, kecacatan) penyakit kronis, kecacatan)
22. Perkenalkan dengan orang atau 22. Memperkenalkan dengan orang
kelompok yang berhasil atau kelompok yang berhasil
mengalami pengalaman sama mengalami pengalaman sama
23. Dukung penggunaan mekanisme 23. Mendukung penggunaan
pertahanan yang tepat mekanisme pertahanan yang
24. Kurangi rangsangan lingkungan tepat
yang mengancaman 24. Mengurangi rangsangan
Edukasi lingkungan yang mengancam
25. Anjurkan menjalin hubungan Edukasi
yang memiliki kepentingan dan 25. Menganjurkan menjalin
tujuan sama hubungan yang memiliki
26. Anjurkan penggunaan sumber kepentingan dan tujuan sama
spiritual, jika perlu 26. Menganjurkan penggunaan
27. Anjurkan mengungkapkan sumber spiritual, jika perlu
perasaan dan persepsi 27. Menganjurkan mengungkapkan
28. Anjurkan keluarga terlibat perasaan dan persepsi
28. Menganjurkan keluarga terlibat
29. Anjurkan membuat tujuan yang 29. Menganjurkan membuat tujuan
lebih spesifik yang lebih spesifik
30. Ajarkan cara memecahkan 30. Mengajarkan cara memecahkan
masalah secara konstruktif masalah secara konstruktif
31. Latih penggunaan teknik 31. Melatih penggunaan teknik
relaksasi relaksasi
32. Latih keterampilan sosial, sesuai 32. Melatih ketrampilan social,
kebutuhan sesuai kebutuhan
33. Latih mengembangkan penilaian 33. Melatih mengembangkan
obyektif penilaian obyektif.

Dukungan Emosional (I.09256) Dukungan Emosional (I.09256)


Observasi Observasi
1. Identifikasi fungsi marah, 1. Mengetahui fungsi marah,
frustrasi, dan amuk bagi pasien frustasi, dan anak bagi pasien
2. Identifikasi hal yang telah 2. Mengetahui hal yang telah
memicu emosi memicu emosi
Terapeutik Terapeutik
3. Fasilitasi mengungkapkan 3. Memfasilitasi mengungkapkan
perasaan cemas, marah, atau sedih perasaan cemas, marah, atau
4. Buat pernyataan suportif atau sedih
empati selama fase berduka 4. Membuat pernyataan suportif
5. Lakukan sentuhan untuk atau empati selama fase berduka
memberikan dukungan (mis. 5. Melakukan sentuhan untuk
merangkul, menepuk-nepuk) memberikan dukungan (mis.
6. Tetap bersama pasien danpastikan merangkul, menepuk-nepuk)
keamanan selama ansietas, jika 6. Menjaga keamanan pasien
pertu selama ansietas
7. Kurangi tuntutan berpikir saat 7. Mengurangi tuntutan berpikir
sakit atau Lelah saat sakit atau Lelah
Edukasi Edukasi
8. Jelaskan konsekuensi tidak 8. Menjelaskan konsekuensi tidak
menghadapi rasa bersalah dan menghadapi rasa bersalah dan
malu malu
9. Anjurkan mengungkapkan 9. Menganjurkan mengungkapkan
perasaan yang dialami (mis. perasaan yang dialami (mis.
ansietas, marah, sedih) ansietas, marah, sedih)
10. Anjurkan mengungkapkan 10. Menganjurkan mengungkapkan
pengalaman emosional pengalaman emosional
sebelumnya dan pola respons sebelumnya dan pola respons
yang biasa digunakan yang biasa digunakan
11. Ajarkan penggunaan mekanisme
pertahanan yang tepat 11. Mengajarkan penggunaan
Kolaborasi mekanisme pertahanan yang
12. Rujuk untuk konseling, jika perlu tepat
Kolaborasi
12. Merujuk untuk konseling
2. Ganguan persepsi Setelah diberikan tindakan Manajemen Halusinasi Manajemen Halusinasi(I.09288)
sensori keperawatan …x… jam diharapkan (I.09288) 1. Untuk memonitor perilaku
Persepsi Sensori Membaik (L.09083), Observasi: yangmengindikasikan
dengan kriteria hasil: 1. Monitor perilaku yang halusinasi
1. Verbalisasi mendengar bisikan mengindikasikan halusinasi 2. Untuk memonitor dan
menurun (1) 2. Monitor dan sesuaikan menyesuaikantingkat
2. Verbalisasi melihat bayangan tingkat aktivitas dan aktivitas dan stimulasi
menurun (1) stimulasi lingkungan lingkungan
3. Verbalisasi merasakan sesuatu 3. Monitor isi halusinasi(mis. 3. Untuk memonitor isi
melalui indra perabaan Kekerasan atau halusinasi(mis. Kekerasan
menurun (1) membahayakan diri) atau membahayakan diri)
4. Verbalisasi merasakan sesuatu Terapeutik: 4. Untuk mempertahankan
melalui indra penciuman 4. Pertahankan lingkungan lingkungan yangaman
menurun (1) yangaman 5. Untuk melakukan
5. Verbalisasi merasakan sesuatu 5. Lakukan tindakan tindakan keselamatan
melalui indra pengecapan keselamatan ketikatidak ketikatidak dapat
menurun (1) dapat mengontrol perilaku mengontrol perilaku
6. Distorsi sensori menurun (1) (mis. Limit setting, (mis. Limit setting,
7. Perilaku halusinasi menurun pembatasan wilayah, pembatasan wilayah,
(1) pengekangan fisik,seklusi) pengekangan fisik,
8. Menarik diri menurun (1) 6. Diskusikan perasaandan seklusi)
9. Melamun menurun (1) respons terhadap 6. Untuk mendiskusikan
10. Curiga menurun (1) halusinasi perasaandan respons
11. Mondar-mandir menurun (1) 7. Hindari perdebatan terhadap halusinasi
12. Respons sesuai stimulus tentang validasi halusinasi 7. Untuk menghindari
membaik (5) Edukasi: perdebatan tentang
13. Konsentrasi membaik (5) validasihalusinasi
8. Anjurkan memonitor diri
Orientasi membaik (5) 8. Untuk menganjurkan
sendiri situasi terjadinya
memonitor diri sendiri
halusinasi
situasi terjadinya
9. Anjurkan bicara pada orang
halusinasi
yang dipercaya untuk
9. Untuk menganjurkan
memberi dukungan dan
bicara pada orang yang
umpan balik korektif
dipercaya untuk
terhadap halusinasi
memberidukungan dan
10. Anjurkan melakukan umpan balik korektif
distraksi(mis. Mendengarkan terhadap halusinasi
musik, melakukan aktivitas 10. Untuk menganjurkan
dan teknikrelaksasi) melakukan distraksi(mis.
Mendengarkanmusik,
11. Ajarkan pasien dankeluarga
melakukanaktivitas dan
caramengontrol halusinasi
teknikrelaksasi)
11. Untuk mengajarkan
Kolaborasi: pasien dankeluarga cara
Kolaborasi pemberian obat
mengontrol halusinasi
antipsikotik dan antiansietas, jika
12. Untuk mengkolaborasi
perlu
pemberian obat
antipsikotik dan
antiansietas, jikaperlu
3 Waham Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Waham (I.09295) 1. Agar mengetahui perilaku yang
keperawatan jiwa selama ...x... jam di Observasi mengindikasi halusinasi
harapkan status orientasi (L.09090) 1. Monitor perilaku yang mengindikasi 2. Untuk mempersiapkan rencana
membaik dengan kriteruia hasil : halusinasi pengobatan lanjutan
1. Produktivitas meningkat (5) 2. Monitor dan seuaikan tingkat 3. Agar pasien mau membuka diri dan
2. Verbalisasi waham menurun (5) aktivitas dan stimulasi lingkungan menceritakan apa yang dirasakan
3. Perilaku waham menurun (5) 3. Monitor isi halusinasi 4. Agar pasien merasa aman dan
4. Curiga menurun (5) Terapeutik nyaman
5. Menarik diri menurun (5) 4. Pertahankan lingkungan yang aman 5. Agar pasien bisa mempercayai
6. Perilaku sesuai realita membaik (5) 5. Diskusikan perasaan dan respon realita dan tidak terus menerus dalam
7. Isi piker sesuai realita membaik (5) terhadap halusinasi kedaan berhalusinasi
8. Pembicaraan membaik (5) Edukasi 6. Agar pasien bisa mengontrol
9. Konsentrasi membaik (5) 6. Anjurkan monitor sendiri situasi keadaannya sndiri
10. Kemampuan mengambil keputusan terjadinya halusinasi 7. Agar pasien merasa rileks dengan
membaik (5) 7. Anjurkan melakukan distraksi pengalihan yang dilakukan
11. Proses piker membaik (5) 8. Ajarkan pasien dan keluarga cara 8. Agar pasen dapat mengkontrol
mengontrol halusinasi dirinya
Kolaborasi 9. Untuk membantu menunjang
9. Kolaborasi pemberian obat kesehatan klien
antipsikotik
4 Kesiapan Peningkatan Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Perilaku (I.12463) Manajemen Perilaku (I.12463)
Manajemen Kesehatan keperawatan jiwa selama …x… jam Observasi Observasi
diharapkan Manajemen Kesehatan 1. Identifikasi harapan untuk 1. Mengidentifikasi harapan untuk
(L.12104) Meningkat dengan kriteria mengendalikan perilaku mengendalikan perilaku
hasil : Terapeutik Terapeutik
1. Melakukan tindakan untuk mengurangi 1. Diskusikan tanggung jawab terhadap 2. Mendiskusikan tanggung jawab
faktor resiko meningkat (5) perilaku terhadap perilaku
2. Menerapkan program perawatan 2. Jadwalkan kegiatan terstruktur 3. Menjadwalkan kegiatan terstruktur
meningkat (5) 3. Ciptakan dan pertahankan 4. Menciptakan dan pertahankan
3. Aktivitas hidup seharihari efektif lingkungan dan kegiatan perawatan lingkungan dan kegiatan perawatan
memenuhi tujuan Kesehatan meningkat konsisten setiapdinas konsisten setiap dinas
(5) 4. Tingkatkan aktivitas fisik sesuai 5. Meningkatkan aktivitas fisik sesuai
4. Verbalisasi kesulitan dalam menjalani kemampuan kemampuan
program perawatan/pengobatan 5. Batasi jumlah pengunjung 6. Membatasi jumlah pengunjung
meningkat (5) 6. Bicara dengan nada rendah dan tenang 7. Membicara dengan nada rendah dan
7. Lakukan kegiatan pengalihan terhadap tenang
sumber agitasi 8. Melakukan kegiatan pengalihan
8. Cegah perilaku pasif dan agresif terhadap sumber agitasi
9. Beri penguatan positif terhadap 9. Mencegah perilaku pasif dan agresif
keberhasilan mengendalikan perilaku 10.Memberi penguatan positif terhadap
10.Lakukan pengekangan fisik sesuai keberhasilan mengendalikan perilaku
indikasi 11.Melakukan pengekangan fisik
11.Hindari bersikap menyudut dan sesuai indikasi
menghentikan pembicaraan 12.Menghindari bersikap menyudut
12.Hindari sikap mengancam dan dan menghentikan pembicaraan
berdebat 13.Menghindari sikap mengancam dan
13.Hindari berdebat atau menawar batas berdebat
perilaku yang telah ditetapkan 14.Menghindari berdebat atau
Edukasi menawar batas perilaku yang telah
1. Informasikan keluarga bahwa keluarga ditetapkan
bahwa sebagai dasar pembentukan Edukasi
kognitif 1. Menginformasikan keluarga bahwa
keluarga bahwa sebagai dasar
pembentukan kognitif
4. Implementasi Keperawatan

Implementasi dilakukan berdasarkan intervensi yang telah dibuat.

5. Evaluasi Keperawatan

Tahap evaluasi dalam proses keperawatanmenyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah
tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum, evaluasi membandingkan keadaan yang ada pada pasien dengan kriteria ha sil
pada perencanaan. Evaluasi menggunakan system SOAP (Subjektif, objektif, asessment, planning).
DAFTAR PUSTAKA

Ade Herman Surya.2011. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:Nuha Medika.


Afnuhazi, Ridhyalla. 2015. Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Goysen Publishing.
ANDI. Prabowo, E. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta:Nuha
Medika.
Dalami, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. Jakarta:TIM. Direja,
Keliat, et al. 2016. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (BasicCourse). Jakarta:
EGC.
Kusumawati, farida dan Yudi . (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:Salemba Medika.
Muhith A. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa (Teori dan Aplikasi). Yogyakarta:Penerbit
Pusdiklatnakes. 2012. Modul Pelatihan Keperawatan Kesehatan Jiwa Masyarakat. Jakarta:
Badan PPSDM Kesehatan.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan ; DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawtaan Indonesia. Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan ; DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Kriteria Hasil. Jakarta Selatan ; DPP PPNI
LEMBAR PENGESAHAN

Bangli, 20 Oktober 2023


Clinical Instructure/CI Mahasiswa

Ns. I Wayan Pujana, S.Kep Pande Luh Putu Rani Agustini


NIP. 197508012005011012 NIM. P07120221026

Clinical Teacher/CT

I Gusti Ayu Harini S KM.,M.Kes


NIP. 196412311985032001

Anda mungkin juga menyukai