Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA PADA ANAK

Untuk Memenuhi Tugas Preklinik Keperawatan Anak III

OLEH :
ANANDA PRASTUTI SUTRISNO
1611313004

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit pneumonia merupakan salah satu penyakit yang dianggap serius di
Indonesia. Sebab, dari tahun ke tahun penyakit pneumonia selalu berada di
peringkat atas dalam daftar penyakit penyebab kematian bayi dan balita. Bahkan
berdasarkan hasil Riskesdas 2007, pneumonia menduduki peringkat kedua pada
proporsi penyebab kematian anak umur 1-4 tahun dan berada di bawah penyakit
diare yang menempati peringkat pertama. Oleh karena itu terlihat bahwa penyakit
pneumonia menjadi masalah kesehatan yang utama di Indonesia (Kemenkes RI,
2014).
Menurut hasil Riskesdas 2014, diketahui bahwa jumlah kasus pneumonia
pada balita (< 5 tahun) lebih tinggi dibandingkan dengan usia ≥ 5 tahun. Pada
tahun 2007 dan 2008, perbandingan kasus pneumonia pada dua kelompok umur
tersebut yaitu 7:3. Artinya bila terdapat 7 kasus pneumonia pada anak umur < 5
tahun, maka akan terdapat 3 kasus pneumonia pada anak ≥ 5 tahun. Pada tahun
2009 perbandingan tersebut berubah menjadi 6:4. Walaupun demikian tetap dapat
disimpulkan bahwa proporsi kasus pneumonia pada kelompok umur balita
menjadi yang terbesar.
Ada beberapa faktor risiko yang meningkatkan angka kejadian pneumonia di
negara berkembang yaitu: kurangnya pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif,
gizi buruk, polusi udara dalam ruangan, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan
kurangnya imunisasi campak.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui asuhan keperawatan apa yang diberikan pada anak
penderita pneumonia.

1.3 Manfaat
Dapat mengetahui asuhan keperawatan apa yang diberikan pada anak
penderita pneumonia.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Penyakit


2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Pernapasan

A. Hidung, merupakan saluran pernafasan teratas. Ditempat ini udara


pernafasan mengalami proses yaitu penyaringan (filtrasi),
penghangatan dan pelembaban (humidifikasi). Proses tersebut
merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari
epitel thoraks bertingkat, bersilia, dan bersel goblet. Bagian belakang
hidung berhubungan dengan faring disebut nasofaring.
B. Faring, berada di belakang mulut dan rongga nasal. Terbagi menjadi
tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Faring
merupakan saluran penghubung antara saluran pernafasan dan
saluran pencernaan. Bila makanan masuk melalui orofaring,
epiglotis akan menutup secara otomatis sehingga aspirasi tidak
terjadi.
C. Laring, berada di atas trakea di bawah faring. Sering disebut sebagai
kotak suara karena udara yang melewati daerah itu akan membentuk
bunyi. Laring ditunjang oleh tulang-tulang rawan, salah satunya
adalah tulang rawan tiroid (Adam Apple) yang khas pada pria,
namun kurang jelas pada wanita. Di bawah tulang rawan (kartilago)
tiroid terdapat tulang rawan (kartilago) krikoid yang berhubungan
dengan trakea.
D. Trakea, terletak di bagian depan esofagus, dan mulai bagian bawah
krikoid kartilago laring dan berakhir setinggi vertebra torakal 4 atau
5. Trakea bercabang menjadi bronkus kanan dan kiri. Tempat
percabangannya disebut karina yang terdiri dari 6 – 10 cincin
kartilago.
E. Paru-paru, merupakan jaringan elastis yang dibungkus (dilapisi)
oleh pleura. Pleura terdiri dari pleura viseral yang langsung
membungkus/ melapisi paru dan pleura parietal pada bagian luarnya.
Pleura menghasilkan cairan jernih (serosa) yang berfungsi sebagai
lubrikasi. Banyaknya cairan ini lebih kurang 10 – 15 cc. Lubrikasi
dimaksudkan untuk mencegah iritasi selama respirasi. Peredaran
darah ke paru-paru melalui dua pembuluh darah yaitu arteri
pulmonalis dan arteri bronkialis.
1. Bronkus, dimulai dari karina, dilapisi oleh silia yang berfungsi
menangkap partikel-partikel dan mendorong sekret ke atas untuk
selanjutnya dikeluarkan melalui batuk atau ditelan. Bronkus
kanan lebih gemuk dan pendek serta lebih vertikal dibanding
dengan bronkus kiri.
2. Bronkiolus, merupakan cabang dari bronkus yang dibagi ke
dalam saluran-saluran kecil yaitu bronkiolus terminal dan
bronkiolus respirasi. Keduanya berdiameter ≤ 1 mm. Bronkiolus
terminalis dilapisi silia dan tidak terjadi difusi di tempat ini.
Sebagian kecil hanya terjadi pada bronkiolus respirasi.
3. Alveolus, merupakan cabang dari bronkiolus respirasi yang
menyerupai buah anggur. Sakus alveolus mengandung alveolus
yang merupakan unit fungsional paru sebagai tempat pertukaran
gas. Dalam paru-paru diperkirakan mengandung ± 300 juta
alveolus (luas permukaan ± 100 m2) yang dikelilingi oleh kapiler
darah. Dinding alveolus menghasilkan surfaktan (terbuat dari
lesitin) sejenis fosfolipid yang sangat penting dalam
mempertahankan ekspansi dan rekoil paru. Surfaktan ini
berfungsi menurunkan ketegangan permukaan dinding alveoli.
Tanpa surfaktan yang adekuat maka alveolus akan mengalami
kolaps.
Sistem Pernapasan meliputi saluran sebagai berikut:
Rongga Hidung →Faring → Laring →Trakhea→ Bronkus→
Bronkiolus→ Alveolus (Paru-paru)
Proses bernafas terdiri dari menarik dan mengeluarkan nafas. Satu kali
bernafas adalah satu kali inspirasi dan satu kali ekspirasi. Bernafas
diatur oleh otot-otot pernafasan yang terletak pada sumsum
penyambung (medulla oblongata). Inspirasi terjadi bila muskulus
diafragma telah dapat rangsangan dari nervus prenikus lalu mengkerut
datar. Ekspirasi terjadi pada saat otot-otot mengendor dan rongga dada
mengecil. Proses pernafasan ini terjadi karena adanya perbedaan
tekanan antara rongga pleura dan paru-paru.
Proses fisiologis pernafasan dimana oksigen dipindahkan dari udara ke
dalam jaringan-jaringan dan karbondioksida dikeluarkan ke udara
ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah
ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan ke luar paru-
paru. Stadium kedua adalah transportasi yang terdiri dari beberapa aspek
yaitu difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi
eksterna) dan antara darah sistemik dengan sel-sel jaringan, distribusi
darah dalam sirkulasi pulmonar dan penyesuaiannya dengan distribusi
udara dalam alveolus-alveolus dan reaksi kimia, fisik dari oksigen dan
karbondioksida dengan darah. Stadium akhir yaitu respirasi sel dimana
metabolit dioksida untuk mendapatkan energi dan karbon dioksida yang
terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel akan dikeluarkan oleh
paru-paru (Price, 2005).

2.1.2 Definisi
Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru,merupakan penyakit yang
sering terjadi pada bayi dan masa kanak-kanak awal (Wong, 2008).
Pneumonia adalah inflamasi atau infeksi pada parenkim paru.
Pneumonia disebabkan oleh satu atau lebih agens berikut : virus, bakteri
(mikoplasma), fungi, parasit, atau aspirasi zat asing (Betz & Sowden,
2009).
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan
bawah akut (ISNBA) dengan batuk dan disertai dengan sesak nafas
disebabkan aden infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi),
dan aspirasi substansi asing, berupa radang paru-paru yang disertai
eksudasi dan konsolidasi (Nurarif & Kusuma, 2013).
Berdasarkan pengertian dari beberpa ahli diatas dapat disimpulkan
bahwa pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan
bawah akut atau inflamasi pada parenkim paru dengan gejala batuk dan
disertai dengan sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti
virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa
radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi.

2.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko


Etiologi
Djojodibroto (2009), mengatakan pneumonia yang ada dikalangan
masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri, virus, mikroplasma (
bentuk peralihan bakteri dan virus) dan Protozoa.
a. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari
bayi sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia
yang paling umum adalah streptococcus pneumonia sudah ada di
kerongkong manusia yang sehat. Begitu pertahanan tubuh
menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera
memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang
terinfeksi dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi
pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah – engah
dan denyut jantungnya meningkat cepat.
b. Virus
Sebagian kasus pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.
Meskipun virus – virus ini kebanyakan menyerang saluran nafas
bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia.
Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak
berat dan dapat sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi
terjadi bersamaan dengan dengan virus influenza, gangguan bisa
berat dan kadang menyebabkan kematian.
c. Mikroplasma
Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan
tersebar luas. Mikroplasma menyerang segala jenis usia, tetapi
paling sering pada anak remaja dan usia muda. Angka kematian
sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati.
d. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut
pneumonia pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah
Pneumocystitis caranii pneumonia (PCP). Pneumonia
pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang premature.
Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu
sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan
hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Cranii pada
jaringan paru atau specimen yang berasal dari paru.
Faktor Risiko
Berdasarkan hasil penilitan oleh Depkes Direktorat Jendral P2PL
(2009), faktr risiko baik yang menongkatkan insiden maupun kematian,
antara lain :
a. Faktor resiko yang meningkatkan insiden pneumonia
Faktor resiko pasti (definite) : malnutrisi, BBLR, tidak ASI
Eksklusif, tidak dapat imunisasi campak, polusi udara dalam
rumah dan kepadatan penduduk, Faktor resiko hampir pasti
(likely) : asap rokok, defisiensi zinc, kemampuan ibu merawat,
penyakit penyerta (diare dan asma), Kemungkinan faktor resiko
(Possible): pendidikan ibu, kelembapan, udara dingin, defisiensi
vitamin A, Polusi udara luar, urutan kelahiran dalam keluarga,
kemiskinan.
b. Faktor resiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia.
Faktor resiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia ini
perlu mendapatkan perhatian kita semua agar upaya penurunan
kematian karena pneumonia dapat dicapai. Faktor resiko ini
merupakan gabungan faktor resiko insidens seperti tersebut diatas
ditambah dengan faktor tata laksana pelayanan kesehatan yaitu :
Ketersediaan pedoman tata laksana, Ketersediaan tenaga
kesehatan terlatih yang memadai, Kepatuhan tenaga kesehatan
terhadap pedoman, Ketersediaan fasilitas yang diperlukan untuk
tata laksanan pneumonia (obat, oksigen,perawatan intensif),
Prasarana dan sistem rujukan.

2.1.4 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)


Tanda –tanda klinis utama pneumonia menurut (Betz & Sowden, 2009)
sebagai berikut :
1. Batuk
2. Dispnea
3. Takipea
4. Pucat, tampilan kehitaman,atau sianosis (biasanya tanda lanjut)
5. Melemah atau kehilangan suara nafas
6. Retaksi dinding toraks: interkostal, substernal, diafragma, atau
supraklavikula
7. Napas cuping
8. Nyeri abdomen (disebabkan oleh iritasi diafragma oleh paru
terinfeksi didekatnya)
9. Batuk paroksismal mirip pertusis (sering terjadi pada anak yang
lebih kecil)
10. Anak-anak yang lebih besar tidak nampak sakit
11. Demam
12. Ronchi
13. Sakit kepala
14. Sesak nafas
15. Menggigil
16. Berkeringat

2.1.5 Klasifikasi
Berdasarkan hasil penilitan oleh Depkes Direktorat Jendral P2PL
(2009), pneumonia pada anak terbagi menjadi dua, antara lain :
Kelompok Umur Klasifikasi Tanda Penyerta selain
batuk atau sukar
bernapas
2 bulan - <5 tahun Pneumonia Berat Tarikan dinding dada
bagian bawah ke
dalam (Chest
indrawing)

Pneumonia Nafas cepat sesuai


dengan golongan
umur. ( 2 bulan - <1
tahun : 50 kali atau
lebih / menit, 1 - <5
tahun : 40 kali atau
lebih / menit

Bukan Pneumonia Tidak nafas cepat dan


tidak ada tarikan
dinding dada bagian
bawah ke dalam
<2 bulan Pneumonia Berat Nafas cepat >60 kali
atau lebih/menit, atau
tarikan kuat dinding
dada bagian bawah ke
dalam (Chest
indrawing)

Bukan Pneumonia Tidak ada nafas cepat


dan tidak ada tarikan
dinding dada bagian
bawah ke dalam.

2.1.6 Patofisiologi
Pneumonia adalah hasil dari proliferasi patogen mikrobial di alveolar
dan respons tubuh terhadap patogen tersebut. Banyak cara
mikroorganisme memasuki saluran pernapasan bawah. Salah satunya
adalah melalui aspirasi orofaring. Aspirasi dapat terjadi pada kaum
geriatri saat tidur atau pada pasien dengan penurunan kesadaran. Melalui
droplet yang teraspirasi banyak patogen masuk. Pneumonia sangat
jarang tersebar secara hematogen. Faktor mekanis host seperti rambut
nares, turbinasi dan arsitektur trakeobronkial yang bercabang cabang
mencegah mikroorganisme dengan mudah memasuki saluran
pernapasan. Faktor lain yang berperan adalah refleks batuk dan refleks
tersedak yang mencegah aspirasi. Flora normal juga mencegah adhesi
mikroorganisme di orofaring. Saat mikroorganisme akhirnya berhasil
masuk ke alveolus, tubuh masih memiliki makrofag alveolar.
Pneumonia akan muncul saat kemampuan makrofag membunuh
mikroorganisme lebih rendah dari kemampuan mikroorganisme
bertahan hidup. Makrofag lalu akan menginisiasi repons inflamasi host.
Pada saat ini lah manifestasi klinis pneumonia akan muncul. Respons
inflamasi tubuh akan memicu penglepasan mediator inflamasi seperti IL
(interleukin) 1 dan TNF ( Tumor Necrosis Factor) yang akan
menghasilkan demam. Neutrofil akan bermigrasi ke paru paru dan
menyebabkan leukositosis perifer sehingga meningkatkaan sekresi
purulen. Mediator inflamasi dan neutrofil akan menyebabkan kebocoran
kapiler alveolar lokal. Bahkan eritrosit dapat keluar akibat kebocoran ini
dan menyebabkan hemoptisis. Kebocoran kapiler ini menyebabkan
penampakan infiltrat pada hasil radiografi dan rales pada auskultasi serta
hipoxemia akibat terisinya alveolar.
Pada keadaan tertentu bakteri patogen dapat menganggu
vasokonstriksi hipoksik yang biasanya muncul pada alveoli yang terisi
cairan hal ini akan menyebabkan hipoksemia berat. Jika proses ini
memberat dan menyebabkan perubahan mekanisme paru dan volume
paru dan shunting aliran darah sehingga berujung pada kematian.

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut (Misnadiarly, 2008) pemeriksaan diagnostik yang dapat
dilakukan antara lain :
1. Sinar X
Mengidenfikasi distribusi struktural (misal : lobar, bronchial), dapat
juga menyatakan abses luas/infiltrate, empiema (stapilococcus);
infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bacterial); atau
penyebaran/perluasan infiltrate nodul (lebih sering virus). Pada
pneumonia mikoplasma sinar X dada mungkin lebih bersih.
2. GDA
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang
terlibat dan penyakit paru yang ada.
3. JDL
Leukositosis Biasanya ditemukan, meskipun sel darah putih rendah
terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun.
4. LED Meningkat
5. Fungsi paru hipoksia, volume menurun, tekanan jalan napas
meningkat dan komplain menurun
6. Elektrolit Na dan CI mungkin rendah
7. Bilirubin meningkat
8. Aspirasi / biopsi jaringan paru

2.1.8 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan pada pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai
yang di tentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup :
1. Oksigen 1-2L/menit
2. IVFD dekstrose 10% :Nacl 0,9% = 3: 1,+ KCI10 mEq/500 ml cairan
3. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi
4. Jika sesak tidak terlalu berat dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
5. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberiikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
6. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
Anti biotik sesuai hasil biakan atau diberikan untuk kasus pneumonia
community base:
1. Ampisillin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
2. Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 hari pemberian.
Untuk kasus pneumonia hospital base:
1. Sefaktosin 100mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
2. Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian

2.1.9 Komplikasi
Menurut (Misnadiarly, 2008) komplikasi pada pneumonia yaitu :
1. Abses paru
2. Edusi pleural
3. Empisema
4. Gagal napas
5. Perikarditis
6. Meningitis
7. Atelektasis
8. Hipotensi
9. Delirium
10. Asidosis metabolic
11. Dehidrasi

2.1.10 Prognosis
Gejala pneumonia sukar dikenali oleh orang awam maupun tenaga
kesehatan yang tidak terlatih (Ditjen PP&PL, 2009). Anak dalam
keadaan malnutrisi energi dan protein, dan yang datang terlambat untuk
mendapatkan pertolongan menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
Tingginya mortalitas dipengaruhi oleh lamanya sakit yang dialami
sebelum penderita dirawat, umur penderita, pengobatan yang memadai
serta adanya penyakit lain atau penyulit lain yang memperberat penyakit
seperti asma bronkial, gangguan defisiensi imun, anomali kongenital
dan sindrom aspirasi. Dengan terapi antibiotik yang tepat yang diberikan
awal pada perjalanan penyakit, angka mortalitas dan morbiditas pada
bayi dan anak sekarang berkurang (Sectish, 2008; Ozdemir, 2010)

2.1.11 Web of Cautions (WOC)

2.2 Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
1. Identitas pasien
2. Riwayat pasien: Panas, batuk, nasal discharge, perubahan pola
makan, kelemahan, Penyakit respirasi sebelumnya, perawatan
dirumah, penyakit lain yang diderita anggota keluarga di rumah
3. Pemeriksaan Fisik: Demam, dispneu, takipneu, sianosis,
penggunaan otot pernapasn tambahan, suara nafas tambahan,
rales, menaikan sel darah putih (bakteri pneumonia), arterial blood
gas, X-Ray dada
4. Psikososial dan faktor perkembangan: Usia, tingkat
perkembangan, kemampuan memahami rasionalisasi intervensi,
pengalaman berpisah denganm orang tua, mekanisme koping yang
diapkai sebelumnya, kebiasaan (pengalaman yang tidak
menyenangkan, waktu tidur/rutinitas pemberian pola makan,
obyek favorit)
5. Pengetahuan pasien dan keluarga: Pengalaman dengan penyakit
pernafasan, pemahaman akan kebutuhan intervensi pada distress
pernafasan, tingkat pengetahuan kesiapan dan keinginan untuk
belajar.

2.2.2 Kemungkinan Dx yang Muncul (NANDA)


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
2. Hipertermi
3. Ketidakefektifan pola napas
4. Intoleransi aktivitas
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
6.
2.2.3 Label dan Indikator (NOC)
NANDA NOC
Ketidakefektifan bersihan Status Pernafasan: Kepatenan Jalan Napas
jalan napas Definisi : Saluran trakeobronkial yang terbuka
Definisi : Ketidakmampuan dan lancer untuk pertukaran udara
membersihkan sekresi atau Skala Target Outcome :
obstruksi dari saluran napas Dipertahankan pada___ Ditingkatkan ke___
untuk mempertahankan 1 : Deviasi berat dari kisaran normal ~ 5 :
bersihan jalan napas. Tidak ada deviasi dari kisaran normal
Frekuensi pernapasan
1 2 3 4 5
Irama pernapasan
1 2 3 4 5
Kedalaman inspirasi
1 2 3 4 5
Kemampuan untuk mengeluarkan secret
1 2 3 4 5

1 : Sangat berat ~ 5 : Tidak ada


Ansietas
1 2 3 4 5
Ketakutan
1 2 3 4 5
Tersedak
1 2 3 4 5
Suara nafas tambahan
1 2 3 4 5
Pernapasan cuping hidung
1 2 3 4 5
Mendesah
1 2 3 4 5
Dispnea saat istirahat
1 2 3 4 5
Dispnea dengan aktivitas ringan
1 2 3 4 5
Penggunaan otot bantu napas
1 2 3 4 5
Batuk
1 2 3 4 5
Akumulasi sputum
1 2 3 4 5
Respirasi agonal
1 2 3 4 5
Hipertermia Termoregulasi
Definisi : Suhu inti tubuh di Definisi : Keseimbangan antara produksi
atas kisaran normal diurnal panas, mendapatkan panas, dan kehilangan
karena kegagalan panas.
termoregulasi. Skala Target Outcome :
Dipertahankan pada___ Ditingkatkan ke___
1: Berat ~ 5: ada
Peningkatan suhu kulit
1 2 3 4 5
Penurunnan suhu kulit
1 2 3 4 5
Hipertermia
1 2 3 4 5
Hipotermia
1 2 3 4 5
Sakit kepala
1 2 3 4 5
Sakit otot
1 2 3 4 5
Sifat lekas marah
1 2 3 4 5
Mengantuk
1 2 3 4 5
Perubahan warna kulit
1 2 3 4 5
Otot berkedut
1 2 3 4 5
Dehidrasi
1 2 3 4 5
Kram panas
1 2 3 4 5
Stroke panas
1 2 3 4 5
Radang dingin
1 2 3 4 5
Ketidakefektifan pola Status Pernapasan: Ventilasi
napas Definisi : keluar masuknya udara dari dank e
Definisi : Inspirasi dan/atau dalam paru-paru
ekspirasi yang tidak Skala Target Outcome :
member ventilasi adekuat Dipertahankan pada___ Ditingkatkan ke___
1 : Deviasi berat dari kisaran normal ~ 5 :
Tidak ada deviasi dari kisaran normal
Frekuensi pernapasan
1 2 3 4 5
Irama pernapasan
1 2 3 4 5
Kedalaman pernapasan
1 2 3 4 5
Suara perkusi napas
1 2 3 4 5
Volume tidal
1 2 3 4 5
Kapasitas vital
1 2 3 4 5
Hasil rontgen dada
1 2 3 4 5
Tes faal paru
1 2 3 4 5

1 : Sangat berat ~ 5 : Tidak ada


Penggunaan otot bantu napas
1 2 3 4 5
Suara napas tambahan
1 2 3 4 5
Restraksi dinding dada
1 2 3 4 5
Pernapasan dengan bibir mengerucut
1 2 3 4 5
Dispnea saat istirahat
1 2 3 4 5
Dispnea saat latihan
1 2 3 4 5
Orthopnea
1 2 3 4 5
Akumulasi sputum
1 2 3 4 5
Gangguan ekspirasi
1 2 3 4 5
Gangguan suara saat auskultasi
1 2 3 4 5
Atelektasis
1 2 3 4 5
Intoleran Aktvitas Toleransi Terhadap Aktivitas
Definisi : Ktidakcukupan Definisi : Respon fisiologis terhadap
energy psikologis atau pergerakan yang memerlukan energy dalam
fisiologis untuk aktivitas sehari-hari
mempertahankan atau Skala Target Outcome :
menyelesaikan aktivitas Dipertahankan pada___ Ditingkatkan ke___
kehisupan sehari-hari yang 1: Sangat terganggu ~ 5: Tidak terganggu
harus atau yang ingin Saturasi oksigen ketika beraktivitas
dilakukan. 1 2 3 4 5
Frekuensi nadi ketika beraktivitas
1 2 3 4 5
Frekuensi pernapasan ketika beraktivitas
1 2 3 4 5
Kemudahan bernapas ketika beraktivitas
1 2 3 4 5
Kecepatan berjalan
1 2 3 4 5
Jarak berjalan
1 2 3 4 5
Toleransi dalam menaiki tangga
1 2 3 4 5
Kekuatan tubuh bagian atas
1 2 3 4 5
Kekuatan tubuh bagian bawah
1 2 3 4 5
Kemudahan dalam melakukan Aktivitas
Hidup Harian
1 2 3 4 5
Kemampuan untuk berbicara ketika
melakukan aktivitas fisik
1 2 3 4 5
Ketidakseimbangan Status Nutrisi
nutrisi kurang dari Definisi : Sejauh mana nutrisi dicerna dan
kebutuhan tubuh diserap untuk memenuhi kebutuhan metabolic
Definisi : Asupan nutrisi Skala Target Outcome :
tidak cukup untuk Dipertahankan pada___ Ditingkatkan ke___
memenuhi kebutuhan 1: Sangat menyimpang dari rentang normal ~
metabolic. 5: Tidak menyimpang dari rentang normal
Asupan gizi
1 2 3 4 5
Asupan makanan
1 2 3 4 5
Asupan cairan
1 2 3 4 5
Energi
1 2 3 4 5
Rasio berat bdan/tinggi badan
1 2 3 4 5
Hidrasi
1 2 3 4 5

2.2.4 Rumusan Perencanaan Keperawatan dan Aktivitasnya (NIC)


NANDA NIC
Ketidakefektifan bersihan Manajemen Jalan Napas
jalan napas Definisi : Fasilitasi kepatenan ajalan napas
Definisi : Ketidakmampuan  Buka jalan napad dengan teknik chin lift
membersihkan sekresi atau atau jaw thrust, sebagaimana mestinya
obstruksi dari saluran napas  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
untuk mempertahankan ventilasi
bersihan jalan napas.  Identifikasi kebutuhan actual/potensial
pasien untuk memasukkan alat membuka
jalan napas
 Masukkan alat nasopharyngeal airway
(NPA) atau oropharyngeal airway (OPA),
sebagaimana mestinya
 Lakukan fisioterapi dada
 Motivasi pasien untuk bernapas pelan,
dalam, berputar, dan batuk
 Buang secret dengan memotivasi pasien
untuk melakukan batuk atau menyedot
lendir
 Auskultasi suara napad, catat area yang
ventilasinya menurun atau tidak ada dan
adanya suara tambahan
Hipertermia Perawatan Demam
Definisi : Suhu inti tubuh di Definisi : Manajemen gejala dan kondisi
atas kisaran normal diurnal terkait yang berhubungan dengan peningkatan
karena kegagalan suhu tubuh dimediasi oleh pirogen endogen
termoregulasi. Aktivtas-aktvitas:
 Pantau suhu dan ttv lainnya
 Monitor warna kulit dan suhu
 Monitor asupan dan keluaran, sadari
perubahan kehilangan cairan yang tak
dirasakan
 Beri obat atau cairan IV
 Jangan beri aspirin untuk anak-anak
 Tutup pasien dengan selimut atau pakaian
ringan
 Dorong konsumsi cairan
 Tingkatkan sirukalsi udara
 Berikan oksigen, bila diperlukan
Ketidakefektifan pola Manajemen Jalan Napas
napas Definisi : Fasilitasi kepatenan ajalan napas
Definisi : Inspirasi dan/atau  Buka jalan napad dengan teknik chin lift
ekspirasi yang tidak atau jaw thrust, sebagaimana mestinya
member ventilasi adekuat  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
 Identifikasi kebutuhan actual/potensial
pasien untuk memasukkan alat membuka
jalan napas
 Masukkan alat nasopharyngeal airway
(NPA) atau oropharyngeal airway (OPA),
sebagaimana mestinya
 Lakukan fisioterapi dada
 Motivasi pasien untuk bernapas pelan,
dalam, berputar, dan batuk
 Buang secret dengan memotivasi pasien
untuk melakukan batuk atau menyedot
lendir
 Auskultasi suara napad, catat area yang
ventilasinya menurun atau tidak ada dan
adanya suara tambahan
Intoleran Aktvitas Manajemen Energi
Definisi : Ktidakcukupan Definisi : Pengaturan energy yang digunakan
energy psikologis atau untuk meanangani atau mencegah keleleahan
fisiologis untuk dan mengoptimalkan fungsi
mempertahankan atau Aktivitas-aktvitas :
menyelesaikan aktivitas  Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
kehisupan sehari-hari yang  Catat adanya dispnea, peningkatan
harus atau yang ingin kelelahan dan perubahan tanda vital
dilakukan. selama dan setelah aktivitas.
 Berikan kepada pasien aktivitas sesuai
kemampuannya
 Pertahankan obyek yang digunakan pasien
agar mudah terjangkau
 Bantu pasien melakukan aktivitas dengan
melibatkan keluarga
 Observasi vital sign
 Kaji tingkat cemas pasien(ringan ,sedang,
berat,panik)
 Bantu pasien menggunakan koping yang
efektif
 Berikan informasi tentang tindakan dan
prosedur therapy yang dilakukan
 Tetap disamping pasien selama fase akut
 Batasi pengunjung bila perlu
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Athena dan Ika Dharmayanti. 2014. Pneumonia pada Anak Balita di
Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 8(8):359-360.
http://jurnalkesmas.ui.ac.id/kesmas/article/view/405/402 . Diakses pada 6
November 2018, 01.21 WIB.
Efni, Yulia dkk. 2016. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian
Pneumonia pada Balita di Kelurahan Air Tawar Barat Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas 5(2):365-366.
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/523/428 . Diakses pada 6
November 2018, 01.24 WIB.
Kemenkes RI/ Pneumonia Balita, Buletin Jendela Epidemiologi, Volume 3.
http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/buletin/BULETIN%20PNEUMO
NIA.pdf . Diakses pada 6 November 2018, 01.12 WIB.
Mahalasri, Ni Nyoman. 2014. Hubungan antara Pencemaran Udara dalam Ruang
dengan Kejadian Pneumonia Balita. Jurnal Berkala Epiemologi 2(3):392-3
https://e-journal.unair.ac.id/JBE/article/viewFile/1305/1064 . Diakses pada 6
November 2018, 01.30 WIB.
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Nafas Pneumonia Pada Anak, Orang.
Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Obor Popular.
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10
editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta : EGC.
Price, S.A & Wilson, L.M. (2005). Patofisiologi. (Edisi 6). Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai