Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIK STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PADA PASIEN DENGAN PNEUMONIA


DI RUANGAN MELATI

OLEH
WALDETRUDIS WAHYUNI
20233033

UNIVERSITAS KSTOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
2023/2024
BAB 1

LAPORAN PENDAHUALUAN PNEUMONIA

A. Pengertian Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan yang biasanya mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiulus terminalis mencangkup bronkiolus respiratori, alveoli, dan menimbulakn
konsolidasi jaringan paru (Padila, 2013). Pneumonia adalah keadaan inflamasi akut
yang terdapat pada parenkim paru (bronkiolus dan alveoli paru), penyakit ini
merupakan penyakit infeksi karena ditimbulkan oleh bakteri, virus, atau jamur (Jonh
Daly, 2010).
B. Anatomi Dan Fisiology
Anatomi dan fisiologi menurut (Washudi & Hariyanto, 2016)
Struktur Pernapasan Manusia:
1. Hidung
Hidung bagian luar yang dapat terlihat dan rongga hidung bagian dalam yang
terletak di dalam. Septum nasi membagi rongga hidung kanan dan kiri. Udara
masuk melalui bagianbagian yang disebut meatus. Dinding dari meatus disebut
konka. Dinding tersebut dibentuk oleh tulang wajah (konka hidung bagian bawah
dan tulang ethmoid). Bulu hidung, lendir, pembuluh darah, dan silia yang melapisi
rongga hidung akan menyaring, melembabkan, menghangatkan, dan
menghilangkan kotoran dari udara. Di sekitar rongga hidung terdapat 4 pasang
sinus para nasalis yaitu:
a. sinus frontalis,
b. maxillaris,
c. spenoidalis dan
d. ethmoidalis.
Melalui sinus ethmoidalis inilah keluar serabut saraf pertama nervus olfactorius
atau saraf pembau. Hidung mempunyai hubungan dengan organ-organ di
sekitarnya di antaranya dengan rongga telinga tengah atau auris media melalui
celah sempit Tuba Auditiva Eustachius, sedangkan hidung dengan mata melalui
ductus Lacrimalis. Selama berada dalam rongga hidung, udara mengalami tiga
proses yaitu penyaringan oleh silia, pelembaban karena udara bersentuhan
langsung dengan lapisan mukosa dan terakhir pemanasan karena udara yang
masuk dalam tubuh bersentuhan dengan pembuluh darah yang berada di
submukosa.
2. Faring
Faring merupakan pipa berotot, berjalan dari dasar tengkorak sampai ketinggian
kartilago Krikoid. Hubungan faring dengan hidung melalui celah sempit yang
disebut Choana, dengan mulut melalui Isthmus Fausium. Ke bawah depan faring
berhubungan dengan laring dan belakang dengan esofagus. Faring terdiri dari tiga
bagian Nasofaring yaitu bagian faring yang letaknya sejajar hidung, Nasofaring
menerima udara yang masuk dari hidung. Terdapat saluran eusthacius yang
menyamakan tekanan udara di telinga tengah. Tonsil faring (adenoid) terletak di
belakang nasofaring. Orofaring bagian faring terletak di sejajar mulut, Orofaring
menerima udara dari nasofaring dan makanan dari rongga mulut. Palatine dan
lingual tonsil terletak di sini. Laringofaring merupakan bagian faring dan terletak
sejajar laring, menyalurkan makanan ke kerongkongan dan udara ke laring.
3. Laring
Laring menerima udara dari laringofaring. Laring terdiri dari sembilan keping
tulang rawan yang bergabung dengan membran dan ligamen. Epiglotis merupakan
bagian pertama dari tulang rawan laring. Saat menelan makanan, epiglottis
tersebut menutupi pangkal tenggorokkan untuk mencegah masuknya makanan dan
saat bernapas katup tersebut akan membuka Tulang rawan tiroid melindungi
bagian depan laring. Tulang rawan yang menonjol membentuk jakun.
Lipatan membran mukosa (Supraglottis) menghubungkan sepasang tulang
arytenoid yang berada di belakang dengan tulung rawan tiroid yang berada di
depan. Lipatan vestibular atas (pita suara palsu) mengandung serat otot yang
memungkinkan untuk bernafas dalam waktu tertentu saat ada tekanan pada otot
rongga dada (misalnya: tegang saat buang air besar atau mengangkat beban berat).
Lipatan vestibular bawah (kord vokalis superior) mengandung ligamen yang
elastis. Kord vokalis superior bergetar bila otot rangka menggerakkan mereka ke
jalur keluarnya udara. Hal tersebut mengakibatkan kita dapat berbicara dan
menghasilkan berbagai suara. Kartilago krikoid, kartilago cuneiform, dan kartilago
corniculate merupakan akhir dari laring.
4. Trakea
Trakea merupakan saluran fleksibel yang panjangnya 10 sampai 12 cm (4 inci) dan
berdiameter 2,5 cm (1 inci). Dindingnya terdiri dari empat lapisan yang terdiri
dari:
a. Mukosa merupakan lapisan terdalam trakea. Mukosa mengandung sel goblet
yang dapat memproduksi lender dan epitel pseudostratified bersilia. Silia
menyapu kotoran menjauhi paru-paru dan menuju ke arah faring.
b. Submukosa merupakan lapisan jaringan ikat areolar yang mengelilingi
mukosa.
c. Tulang Rawan Hialin. 16-20 cincin tulang rawan hialin berbentuk C
membungkus sekitar submukosa tersebut. Cincin kartilago memberikan bentuk
kaku pada trekea, mencegahnya agar tidak kolaps dan membuka jalan udara.
d. Adventitia merupakan lapisan terluar dari trakea. Lapisan ini tersusun atas
jaringan ikat areolar (longgar). Pada ketinggian vertebra thorakalis ke-5, faring
bercabang menjadi 2 bronchus. Tempat percabangan trachea disebut Karina.
5. Bronkus
Bronkus merupakan cabang trachea dan terdiri dari dua buah yaitu bronchus kanan
dan bronchus kiri, masing-masing akan menuju ke paru-paru kanan dan paru-paru
kiri. Bronchus kanan lebih besar, pendek dan tegak dibandingkan dengan bronchus
kiri, terdiri dari 3 cabang dan tersusun atas 6-8 cincin rawan. Sedangkan bronchus
kiri lebih panjang dan langsing, terdiri dari 2 cabang dan tersusun atas 9- 12 cincin
rawan.
Di dalam paru-paru, masing-masing bronkus utama bercabang dengan diameter
yang lebih kecil, membentuk bronkus sekunder (lobar), bronkus tersier
(segmental), bronkiolus terminal (0.5 mm diameter) dan bronchioles pernapasan
mikroskopis. Dinding utama bronkus dibangun seperti trakea, tetapi cabang dari
pohon semakin 12 kecil, cincin tulang rawan dan mukosa yang digantikan oleh
otot polos.
6. Alveolus
Alveolus adalah cabang akhir dari pohon bronkial. Setiap saluran alveolar
diperbesar, seperti gelembung sepanjang panjangnya. Masing-masing pembesaan
disebut alveolus, dan sekelompok alveolar yang bersebelahan disebut kantung
alveolar. Beberapa alveoli yang berdekatan dihubungkan oleh alveolar pori-pori.
7. Membran pernapasan
Membran pernapasan terdiri dari dinding alveolar dan kapiler. Pertukaran gas
terjadi di membran ini. Karakteristik membran ini sebagai berikut:
a) Tipe I: sel tipis, sel-sel epitel skuamosa yang merupakan sel primer jenis
dinding alveolar. Difusi oksigen terjadi di sel-sel.
b) Tipe II: sel sel epitel kuboid yang diselingi antara sel tipe I.
sel Tipe II mensekresi surfaktan paru (fosfolipid terikat protein) yang
mengurangi tegangan permukaan kelembaban yang menutupi dinding alveolar.
Penurunan tegangan permukaan memungkinkan oksigen untuk lebih mudah
meredakan dalam kelembaban. Sebuah tegangan permukaan yang lebih rendah
juga mencegah kelembaban di dinding yang berlawanan dari duktus alveolus
atau alveolar dari inti dan menyebabkan saluran udara kecil runtuh.
8. Paru-paru
Jaringan paru-paru elastis, berpori dan seperti spons, seperti kerucut, berbentuk
badan yang menempati thorax. Mediastinum, rongga yang berisi jantung,
memisahkan kedua paru-paru. Paru-paru kiri terdiri dari 3 lobus, dan paru – paru
kanan terdiri dari 2 lobus. Setiap lobus paru-paru dibagi lagi ke segmen
bronkopulmonalis (masing-masing dengan bronkus tersier), yang dibagi lagi
menjadi lobulus (masing-masing dengan bronchiale terminal). Pembuluh darah,
pembuluh limfatik, dan saraf menembus masing-masing lobus. Setiap paru-paru
memiliki fitur sebagai berikut:
9. Pleura
Pleura adalah membran ganda yang terdiri dari pleura bagian dalam disebut pleura
viseral, yang mengelilingi setiap paru-paru, dan pleura parietal luar, melapisi
rongga dada. Ruang sempit antara dua membran, rongga pleura, diisi dengan
cairan pleura, pelumas disekresikan oleh pleura.
C. Etiologi
Penyebab (etiologi) pneumonia radang paru mungkin berkaitan dengan berbagai
mikroorganisme dan dapat menular dari komunitas atau dari rumah sakit
(nosokomial). Pasien dapat menghisap bakteri, virus, parasite, dan agen iritan (Mary
& Donna, 2014). Menurut (Padila, 2013) penyebab dari pneumonia yaitu;
1. Bakteri
Bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram positif seperti:
streptococcus pneumonia, Saerous, dan streptococcus pyogenesis.
2. Virus
Virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet citomegalo, virus ini
dikenal sebagai penyebab utama kejadian pneumonia virus.
3. Jamur
Jamur disebabkan oleh infeksi yang menyebar melalui penghirupan udara
mengandung spora biasanya ditemukan pada kotoran burung.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya pneumocystis carini pneumoni (PCP) biasanya
menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi.

D. Patofisiologi Dan Patoflodiogram


1. Patofisiologi
Patofisiologi pneumonia Agent penyebab pneumonia masuk ke paru – paru
melalui inhalasi atau pun aliran darah. Diawali dari saluran pernafasan dan
akhirnya masuk ke saluran pernapasan bawah. Reaksi peradangan timbul pada
dinding bronkhus menyebabkan sel berisi eksudat dan sel epitel menjadi rusak.
Kondisi tersebut berlansung lama sehingga dapat menyebabkan etelektasis
(Suratun & Santa, 2013). Reaksi inflamasi dapat terjadi di alveoli, yang
menghasilkan eksudat yang mengganggu jalan napas, bronkospasme dapat terjadi
apabila pasien menderita penyakit jalan napas reaktif (Smeltzer & Bare, 2013).
Gejala umum yang biasanya terjadi pada pneumonia yaitu demam, batuk, dan
sesak napas (Djojodibroto, 2014).
2. Patoflowdiagra

Organisme

Organisme Sel napas bagian Stapilokokus


bawah peneumokokus

Kuman patogen Eksud masuk ke trombus


mencapai bronkioli aleveoli
terminalis merusak sel
Toksin
cogualase
Cairan edema Sel darah merah,
leukosit ke alveoli leukosit, pneumokokus
mengisi alveoli Permukaan lapis
pleura tertutup tebal
Konsolidasi paru eksudat trombus vena
pulomonalis
Leukosit fibrin
Kapasitas vital mengalami konsolidasi
Nekrosis hemoragik

Intolenrasi aktifitas Suhu tubuh menigkat

Defisiensi
pengetahuan
Resiko kekurangan
cairan hipertermi

Produk sputum menigkat Abses pneumatocele


kerusakan jaringan paru

Bersihan jalan napas


tidak efektif Pola napas tidak efektif
E. Manifestasi Klinis
Usia merupakan faktor penentu dalam manifestasi klinis pneumonia. Neonatus dapat
menunjukkan hanya gejala demam tanpa ditemukannya gejala-gejala fisis pneumonia.
Pola klinis yang khas pada pasien pneumonia viral dan bakterial umumnya berbeda
antara bayi yang lebih tua dan anak, walaupun perbedaan tersebut tidak selalu jelas
pada pasien tertentu. Demam, menggigil, takipneu, batuk, malaise, nyeri dada akibat
pleuritis dan iritabilitas akibat sesak respiratori, sering terjadi pada bayi yang lebih tua
dan anak (Nelson, 2014).
Pneumonia virus lebih sering berasosiasi dengan batuk, mengi, atau stidor dan gejala
demam lebih tidak menonjol dibanding pneumonia bakterial. Pneumonia bakterial
secara tipikal berasosiasi dengan demam tinggi, menggigil, batul, dispneu dan pada
auskultasi ditemukan adanya tanda konsolidasi paru. Pneumonia atipikal pada bayi
kecil ditandai oleh gejala yang khas seperti takipneu, batuk, ronki kering (crackles)
pada pemeriksaan auskultasi dan seringkali ditemukan bersamaan dengan timbulnya
konjungtivitis chlamydial. Gejala klinis lainnya yang dapat ditemukan adalah distres
pernafasan termasuk nafas cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta, dan
merintih (grunting). Semua jenis pneumonia memiliki ronki kering yang terlokalisir
dan penurunan suara respiratori. Adanya efusi pleura dapat menyebabkan bunyi pekak
pada pemeriksaan perkusi (Nelson, 2014).
Tanda dan gejala yang mungkin terjadi menurut (Nurarif, 2016):
1. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Palimg sering terjadi
pada usia 6 tahun-3 tahun dengan suhu mencapai 39,5- 40,5⁰C bahkan dengan
infeksi ringan. Mungkin maals dan peka rangsang atau terkadang euphoria dan
lebih aktif dari normal, beberapa anak bicara dengan kecepatan yang tak biasa.
2. Meningismus, yaitu tanda-tanda meningeal tanpa infeksi meninges. Terjadi dengan
awitan demam yang tiba-tiba dengan disertai sakit 20 kepala, nyeri dan kekakuan
pada punggung dan leher, adanya tanda kernig dan brudzinki, dan akan berkurang
saat suhu turun.
3. Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit masa kanak-
kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap sampai derajat
yang lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap demam dari penyakit. Seringkali
memanjang sampai ke tahap pemulihan.
4. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang merupakan
petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangsung singkat, tetapi dapat menetap
selama sakit.
5. Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering
menyertai infeksi pernapasan. Khususnya karena virus.
6. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan dari
nyeri apendisitis.
7. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh pembengkakan
mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernapasan dan menyusu pada bayi.
8. Bunyi pernapasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi terdengar mengi,
krekels.
9. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang lebih
besar. Ditandai anak akan menolak untuk makan dan minum per-oral.
10. Keadaan berat pada bayi tidak dapat menyusu atau makan/minum, atau
memuntahkan semua, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distress
pernapasan berat.
11. Takipneu
F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang menurut (Nurarif, 2016):
1. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi structural (missal: lobar, bronchial, dapat
juga menyatakan abses)
2. Biopsy paru: untuk menetapkan diagnosis
3. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi semua
organisme yang ada
4. Pemeriksaan serologi: membentu dalam membedakan diagnosis organisme khusus
5. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat
penyakit dan membantu diagnosis keadaan
6. Spirometrik static: untuk mengkaji udara yang diaspirasi
7. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat diagnosis
G. Komplikasi
1. Gagal jantung
Bila pengidap memiliki penyakit tertentu yang sudah ada sebelumnya, pneumonia
dapat memperburuk kondisi penyakit tersebut. Pneumonia berpotensi
menyebabkan gagal jantung kongestif dan emfisema. Pada beberapa kasus,
pneumonia meningkatkan risiko pengidap terkena serangan jantung.
2. Bakterimia
Bakteri penyebab infeksi pneumonia juga dapat menyebar ke aliran darah
pengidap. Hal ini menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya, syok
septik, dan dalam beberapa kasus, kegagalan fungsi organ tertentu.
3. Abses paru
adalah komplikasi langka yang kebanyakan dialami oleh orang dengan penyakit
serius yang sudah ada sebelumnya atau orang yang memiliki riwayat
penyalahgunaan alkohol yang parah. Kondisi ini ditandai dengan terbentuknya
rongga di paru-paru yang mengandung nanah. Abses paru-paru sebenarnya dapat
diobati dengan pemberian antibiotik. Namun kadang-kadang, pengidap mungkin
perlu menjalani operasi atau drainase untuk mengeluarkan nanah pada paru-paru.
4. Radang selaput dada
merupakan kondisi di mana lapisan tipis di antara paru-paru dan tulang rusuk
(pleura) meradang yang dapat menyebabkan kegagalan pernapasan. Kondisi ini
termasuk kondisi gawat darurat yang perlu mendapatkan penanganan secepatnya.
5. Efusi pleura
Bila pneumonia tidak diobati, pengidap dapat mengembangkan cairan di sekitar
paru-paru di dalam pleura yang disebut juga efusi pleura. Pleura adalah selaput
tipis yang melapisi bagian luar paru-paru dan bagian dalam tulang rusuk. Cairan
ini bisa terinfeksi, sehingga perlu dikeringkan.
BAB II

TUJUAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Menurut Hidayat (2012), pengkajian adalah langkah awal dari tahapan proses
keperawatan, yang harus memperhatikan data dasar dari pasien untuk mendapatkan
informasi yang diharapkan. Pengkajian dilakukan pada (individu, keluarga,
komunitas) terdiri dari data objektif dari pemeriksaan diagnostic serta sumber lain.
Pengkajian individu terdiri dari riwayat kesehatan (data subyektif) dan pemeriksaan
fisik (data objektif). Terdapat dua jenis pengkajian yang dilakukan untuk
menghasilkan diagnosis keperawatan yang akurat: komprehensif dan fokus.
Pengkajian komprehensif mencangkup seluruh aspek kerangka pengkajian
keperawatan seperti 11 pola kesehatan fungsional Gordon dan pengkajian fokus
mencangkup pemeriksaan fisik.

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Keadaan umum umum klien dengan pneumonia dapat dilakukan dengan menilai
keadaan fisik bagian tubuh. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien
dengan pneumonia biasanya mengalami peningkatan suhu tubuh yaitu lebih dari
40°C, frekuensi napas meningkat.
2. Pola pernafasan
Inspeksi: bentuk dada dan gerak pernapasan. Pada klien dengan pneumonia sering
ditemukan peningkatan frekuensi napas cepat dan dangkal. Napas cuping hidung
dan sesak berat. Batuk produktif disertai dengan peningkatan produksi sekret yang
berlebih.
Perkusi: klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, didapatkan bunyi
resonan atau sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi: didapatkan bunyi napas melemah dan adanya suara napas tambahan
ronkhi basah pada sisi yang sakit. Peting bagi perawat untuk mendokumentasi
hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya ronkhi
3. Sistem neurologi: klien dengan pneumonia yang berat sering
4. terjadi penurunan kesadaran, Pada pengkajian objektif wajah
5. klien tampak meringis, menangis, merintih
C. ANALISIS DATA
Menurut (Setiadi, 2012) analisa data diperoleh dari:
1. Data subyektif
Pengumpulan data yang diperoleh dari deskripsi verbal pasien mengenai masalah
kesehatannya seperti riwayat keperawatan persepsi pasien. Perasaan dan ide
tentang status kesehatannya.Sumber data lain dapat diperoleh dari keluarga,
konsultan dan tenaga kesehatan lainnya.
2. Pengumpulan data melalui pengamatan sesuai dengan menggunakan panca indra.
Mencatat hasil observasi secara khusus tentang apa yang dilihat dirasa didengar.
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia terhadap
gangguan kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentangan respon dari seorang
individu, keluarga, kelompok, atau komunitas. Diagnosa keperawatan biasanya berisi
dua bagian yaitu deskription atau pengubah, fokus diagnosis, atau konsep kunci dari
diagnosis (Hermand dkk, 2015). Masalah keperawatan pada pasien Pneumonia yaitu
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi dan obstruksi
jalan nafas.
b. Pola napas tidak efektif .
c. Hipertermia
d. Gangguan pertukaran gas
e. Intoleransi aktivitas b.d isolasi respiratory

E. RENCANA TINDAKAN
Perencanaan keperawatan merupakan tahapan ketiga dalam proses keperawatan, dimana
perencanaan adalah fase dalam proses keperawatan yang melibatkan pengambilan keputusan
dan pemecahan masalah yang mengacu dari hasil pengkajian dan diagnosis keperawatan
(Siregar, 2021).
No Diagnosis Tujuan dan Intervensi
. Keperawatan Kriteria hasil
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan Latihan batuk efektif
nafas tidak tindakan Observasi
efektif keperwatan selama  Identifikasi kemampuan batuk
3 x 24 jam  Monitor adanya retensi sputum
diharapkan bersihan  Monitor tanda dan gejala infeksi saluran
jalan napas napas
meningkat dengan  Monitor input dan output cairan (misal:
Kriteria hasil: jumlah dan karakteristik)
1. Batuk efektif Terapeutik
meningkat  Atur posisi semi-fowler dan fowler
2. Produksi sputum  Pasang perlak dan bengkok di pangkuan
menurun pasien
3. Mengi menurun  Buang sekret pada tempat sputum
4. Wheezing Edukasi
menurun  Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
efektif
 Anjurkan Tarik napas dalam melalui
hidung selama 4 detik, ditahan selama 2
detik, kemudian keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
 Anjurkan mengulangi Tarik napas
dalam hingga 3 kali
 Anjutkan batuk dengan kuat langsung
setelah Tarik napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika
perlu.

2. Pola nafas Setelah dilakukan Manajemen jalan napas


tidak efektif tindakan Observasi
keperwatan selama  Monitor pola napas (frekuensi,
3 x 24 jam kedalaman, usaha napas)
diharapkan pola  Monitor bunyi napas tambahan
napas membaik (misalnya: gurgling, mengi, wheezing,
dengan ronchi kering)
Kriteria hasil:  Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
1. Dispnea menurun Terapeutik
2. Penggunaan otot  Pertahankan kepatenan jalan napas
bantu napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw thrust
menurun jika curiga trauma fraktur servikal)
3. Pemanjangan  Posisikan semi-fowler atau fowler
fase ekspirasi  Berikan minum hangat
menurun  Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
4. Frekuensi napas  Lakukan penghisapan lendir kurang dari
membaik 15 detik
5. Kedalaman napas  Lakukan hiperoksigenasi sebelum
membaik penghisapan endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
jika tidak ada kontraindikasi
 Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
3 Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen hipertermia
tindakan Observasi
keperwatan selama  Identifikasi penyebab hipertermia (mis:
3 x 24 jam dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
diharapkan penggunaan inkubator)
termoregulasi  Monitor suhu tubuh
membaik dengan  Monitor kadar elektrolit
Kriteria hasil:  Monitor haluaran urin
1. Menggigil  Monitor komplikasi akibat hipertermia
menurun Terapeutik
2. Suhu tubuh  Sediakan lingkungan yang dingin
membaik  Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Suhu kulit  Basahi dan kipasi permukaan tubuh
membaik  Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau lebih sering
jika mengalami hyperhidrosis (keringat
berlebih)
 Lakukan pendinginan eksternal (mis:
selimut hipotermia atau kompres dingin
pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
 Hindari pemberian antipiretik atau
aspirin
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
5. Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan respirasi
pertukaran tindakan Observasi
gas keperwatan selama  Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
3 x 24 jam upaya napas
diharapkan  Monitor pola napas (seperti bradypnea,
pertukaran gas takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
meningkat dengan, Cheyne-stokes, biot, ataksik)
Kriteria hasil:  Monitor kemampuan batuk efektif
1. Dispnea menurun  Monitor adanya produksi sputum
2. Bunyi napas  Monitor adanya sumbatan jalan napas
tambahan  Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
menurun
 Auskultasi bunyi napas
3. Takikardia
 Monitor saturasi oksigen
menurun
4. PCO2 membaik  Monitor nilai analisa gas darah
5. PO2 membaik  Monitor hasil x-ray thoraks
6. pH arteri Terapeutik
membaik  Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu.
6. Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen energi
aktivitas tindakan Observasi
keperwatan selama  Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
3 x 24 jam mengakibatkan kelelahan
diharapkan toleransi  Monitor kelelahan fisik dan emosional
aktivitas meningkat  Monitor pola dan jam tidur
dengan,  Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
Kriteria hasil: selama melakukan aktivitas
1. Keluhan Lelah Terapeutik
menurun  Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
2. Dispnea saat stimulus (mis: cahaya, suara, kunjungan)
aktivitas  Lakukan latihan rentang gerak pasif
menurun dan/atau aktif
3. Dispnea setelah  Berikan aktivitas distraksi yang
aktivitas menenangkan
menurun  Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika
4. Frekuensi nadi tidak dapat berpindah atau berjalan
membaik Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika
tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan

F. IMPLEMENTASI
Menurut Sireger (2021), implementasi merupakan pelaksanaan rencana asuhan
keperawatan yang dikembangkan selama tahap perencanaan. Implementasi mencakup
penyelesaian tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya dan menilai pencapaian atau kemajuan dari kriteria hasil pada diagnosa
keperawatan. Implementasi bertujuan untuk membantu pasien mencapai kesehatan,
dan memfasilitasi pasien mengatasi fungsi tubuh yang berubah dalam berbagai
fasilitas kesehatan seperti pelayanan kesehatan di rumah, klinik, rumah sakit, dan
lainnya. Implementasi juga mencakup pendelegasian tugas dan pendokumentasian
tindakan keperawatan.

G. EVALUASI
Menurut Sireger (2021), evaluasi adalah penilaian hasil dan proses seberapa jauh
keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Evaluasi dilakukan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perencanaan,
membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektifitas proses keperawatan mulai
dari tahap pengkajian, perencanaan, pelaksanaan.
Evaluasi disusun menggunakan SOAP yang berarti:
1) S: keluhan yang dikekuhkan secara subjektif oleh keluarga atau pasien setelah
diberikan implementasi keperawatan.
2) O: keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif.
3) A: analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif meliputi
masalah teratasi (perubahan tingkah laku dan perkembangan kesehatan sesuai
dengan kriteria pencapaian yang sudah ditetapkan), masalah teratasi sebagian
(perubahan dan perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria
pencapaian yang sudah ditetapkan), masalah belum teratasi (sama sekali tidak
menunjukan perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan
muncul masalah baru).
4) P: perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
DAFTAR PUSTAKA

Daud, D.2013.Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.Dept.Ilmu Kesehatan Anak


FKUNHAS: Makassar. Nursalam, A.H.2015.

Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis& NANDA NIC-NOC jilid 1.


Media Action: Jakarta.Setyawati, A.2018.

Tata Laksana Kasus Batuk dan atau Kesulitan Bernafas: Literature Review.Jurnal
IlmiahKesehatan.Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2018.

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan Keperawatan.


Dewan Pengurus Pusat PersatuanPerawat Nasional Indonesia: Jakarta Selatan.Tim Pokja
SDKI DPP PPNI.2017.

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik.Dewan


Pengurus Pusat PersatuanPerawat Nasional Indonesia: Jakarta Selatan

https://www.academia.edu/40183132/LAPORAN_PENDAHULUAN_PNEUMONIA

https://repository.poltekkeskaltim.ac.id/1478/1/11.BUNGA%20TANG
%20(P07220118071)%20KTI%20PDF.pdfhttps://www.alodokter.com/pneumonia/
komplikasi

Anda mungkin juga menyukai