Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Bronchopneumonia

1. Definisi

Bronchopneumonia adalah suatu peradangan alveoli atau

parenchyma paru yang terjadi pada anak.(Suriadi, 2012).

Bronchopneumonia adalah radang paremkim paru. Banyak macam

tentang pneumonia, tetapi klasifikasi ini dianggap kurang memuaskan.

Meskipun begitu, klasifikasi masih dianggap penting oleh para ahli.

Pada umumnya, klasifikasi atas dasar anatomi dan etuologi. Menurut

letak anatomi, pneumonia dibagi menjadi pneumonia lobaris,

pneumonia lobularis (bronchopneumonia), dan pneumonia interstisialis

(Nelson, 2003)

Bronchopneumonia adalah peradangan/inflamasi pada parenkim

paru yang terjadi pada ujung akir bronciolus yang tersumbat oleh

eksudat mokupurulent untuk membentuk bercak konsolidasi dalam

lobus yang berada didekatnya (Wong, 2004)

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan,

bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau

beberapa lobus paru-paru yang di tandai dengan adanya bercak-bercak

yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda asing.

7
8

2. Etiologi

Timbulnya bronchopneumonia di sebabkan oleh bakteri, virus, jamur

antara lain:

a. Bakteri: Diplococus pneumonia, pnemococus, hemoliticus aureus,

hameophilus influenza, bacillus frienlander, mycobacterium

tuberculosis.

b. Virus: Respiratori syntical virus, virus influenza.

c. Jamur: Cytoplasma capsulatum, criptococus nepromas, blastomisis

dermatides, cocederides immitis, aspergillus SP, candida albican,

micoplasma pneumonia.

d. Faktor lainnya yang mempengaruhi timbulnya bronchopneumonia

adalah daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi

energi protein (MEP), penyakit menahun pengobatan yang tidak

sempurna( Ngastiyah 2012).

3. Manifestasi Klinis

Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus

respiratorius bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik

sangat mendadak 39 - 40 0C dan disertai dengan kejang karena demam

yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan

dangkal disertai pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar hidung

dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya

tidak ditemukan pada permulaan penyakit, tetapi setelah beberapa hari

mula-mula kering kemudian menjadi produktif.


9

Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan

pemeriksaan fisik tetapi dengan adanya nafas dangkal dan cepat,

pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut dapat

diduga adanya pneumonia. Hasil pemeriksaan fisik tergantung dari

pada luas daerah auskultasi yang terkena; pada perkusi sering tidak

ditemukan kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya terdengar

ronkhi basah nyaring halus atau sedang. Bila sarang

bronkcopneumonia menjadi satu mungkin pada perkusi terdengar

keredupan dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras.

Pada stadium resolusi, ronkhi terdengar lagi (Ngastiyah, 2012)

4. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit bronchopneumonia

adalah otitis media akut. Mungkin juga komplikasi lain yang dekat

seperti atelektasis, emfisema/komplikasi jauh seperti meningitis.

Komplikasi tidak terjadi bila diberikan antibiotic secara tepat

(Ngastiayah, 2012)

a. Gangguan pertukaran gas

b. Obstruksi jalan napas

c. Gagal pernapasan Pleural effusion (bacterial pneumonia. (Suriadi.

2012)
10

5. Anatomi fisiologi

a. Anatomi

Gambar 2.1

Sistem Saluran Pernafasan

(Sumber Syarifuddin tahun 2006)

1) Saluran pernafasan atas

a) Hidung

Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang

pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi),

dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Didalam-

nya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring

udara, debu dan kotoran yang masuk kedalam lubang

hidung.
11

(1) Bagian luar dinding terdiri dari kulit.

(2) Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang

rawan.

(3) Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang

berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung (konka

nasalis)

Diantara konka ini terdiri dari 3 buah

lekukan meatus yaitu meatus superior (lekukan

bagian atas), meatus medialis (lekukan bagian

tengah), dan meatus inferior (lekukan bagian

bawah). Meatus-meatus inilah yang dilewati oleh

udara pernafasan, sebelah dalam terdapat lubang

yang berhubungan dengan tekak, lubang ini disebut

koana. Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh

tulang rahang atas, ke atas rongga hidung

berhubungan dengan beberapa rongga yang disebut

dengan sinus paranasalis, yaitu sinus maksilaris

pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada rongga

tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang

baji dan sinus etmoidalis pada rongga tulang tapis.

Pada sinus etmoidalis, keluar ujung-ujung

syaraf penciuman yang menuju ke konka nasalis.


12

Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman, sel

tersebut terutama terdapat dibagian atas. Pada

hidung dibagian mukosa terdapat serabut syaraf atau

reseptor dari syaraf penciuman (nervus olfaktorius).

Disebelah belakang konka bagian kiri kanan

dan sebelah atas dari langit-langit terdapat satu

lubang pembuluh yang menghubungkan rongga

tekak dengan rongga pendengaran tengah. Saluran

ini disebut tuba auditiva eustaki yang

menghubungkan telinga tengah dengan faring dan

laring. Hidung juga berhungan dengan saluran air

mata disebut tuba lakrimalis. (syarifudin, 2006

b) Faring

Tekak atau faring merupakan tempat persimpangan

antara jalan pernafasan dan jalan makanan, terdapat

dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung

dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan

faring dengan organ-organ lain: ke atas berhubungan

dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang

bernama koana; kedepan berhubungan dengan rongga

mulut, tempat ini bernama istimus fausium; kebawah

terdapat 2 lubang; kedepan lubang laring; kebelakang

lubang esofagus. Dibawah selaput lendir terdapat


13

jaringan ikat, juga dibeberapa tempat terdapat folikel

getah bening. Perkumpulan getah bening ini dinamakan

adenoid. Disebelahnya terdapat 2 buah tonsil kiri dan

kanan dari tekak. Disebelah belakang terdapat epiglotis

(empang tenggorok) yang berfungsi menutup laring

pada waktumenelan makanan.

Rongga tekak dibagi dalam 3 bagian:

(1) Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan

koana disebut nasofaring.

(2) Bagian tengah yang sama tingginya dengan istimus

fausium disebut orofaring.

(3) Bagian bawah dinamakan laringofaring

2) Saluran bawah pernafasan

a) Laring

Laring atau pangkal tenggorok merupakan saluran

udara dan bertindak sebagai pembentukan suara,

terletak didepan bagian faring sampai ketinggian

vertebra servikalis dan masuk kedalam trakea

dibawahnya. Pangkal tenggorok ini dapat ditutup oleh

sebuah empang tenggorok yang disebut epligotis, yang

terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada

waktu kita menelan makanan (syarifudin, 2006)


14

b) Trakea

Trakea atau batang tenggorok merupakan lanjutan

dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang

terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti

kuku kuda (huruf c) sebelah dalam diliputi oleh selaput

lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia,

hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9-11 cm

dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi

oleh otot polos. Sel-sel bersilia gunanya untuk

mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-

sama dengan udara pernafasan. Yang memisahkan

trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina

(syarifudin, 2006)

c) Bronkus

Bronkus atau cabang tenggorok merupakan

lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada

ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai

struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set

yang sama. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar

darpada brokus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai

3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping

dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai

dua cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang


15

lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada

bronkioli tak terdapat cincin lagi, dan pada ujung

bronkioli terdapat gelembung paru/gelembung alveoli

(syarifudin, 2006)

d) Bronchiolus

Bronchiolus membentuk percabangan menjadi

bronkiolus terminalis, yang tidak mempunyai kelenjar

lendir dan silia. Bronkiolus termininalis kemudian

menjadi bronkiolus respiratori, yang dianggap menjadi

saluran tradisional antara jalan udara konduksi dan jalan

udara pertukaran gas. Sampai pada titik ini, jalan udara

konduksi mengandung sekitar 150 ml udara dalam

percabangan trakeobronkial yang tidak ikut serta dalam

pertukaran gas. Ini dikenal sebagai ruang rugi fisiologik

e) Alveoli

Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang

tersusun dalam kluster antara 15 sampai 20 alveoli.

Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka

bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi

area 70 meter persegi (seukuran lapangan tenis).

b. Fisiologi pernafasan

Oksigen dalam tubuh dapat di atur menurut kebutuhan. Manusia

sangat membutuhkan oksigen dalam hidupnya, kalau tidak


16

mendapatkan oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan

keruksana pada otak yang tak dapat diperbaiki dan bisa

menimbulkan kematian. Kalau penyediaan oksigen berkurang akan

menimbulkan kacau pikiran dan anoreksia serebalis, misalnya

orang bekerja pada ruangan yang sempit, tertutup, ruangan kapal,

katel uap dan lain-lain. Bila oksigen tidak mencukupi maka warna

merah menghilangkan bergantian kebiru-biruan misal yang terjadi

pada bibir, telinga lengan, dan kaki (syarifudin, 2006).

6. Patofisiologi

Bronchopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya

disebabkan oleh virus penyebab bronchopneumonia yang masuk ke

saluran pernafasan sehingga terjadi perdangan bronkus dan alveolus.

Imflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga

terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila

penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang

terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, empisema dan atelektasis.

Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan nafas, sesak

nafas, dan nafas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi

paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumnas yang

berfungsi untuk melembabkan rongga pleura. Emfisema (tertimbunnya

cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari

pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi nafas,

hipoksemia, asidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea


17

dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal nafas (price

& Lorraine, 2006)


18

7. Pathway

Skema 2.1

(Nantogga, 2011)
19

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis yang dapat diberikan pada pasien

bronchopneumonia adalah:

a. Oksigen 2 liter/menit (sesuai kebutuhan pasien).

b. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal

bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.

c. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan

salin normal dan beta agonis untuk transpor muskusilier.

d. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.

Sedangkan penatalaksanaan keperawatan yang dapat diberikan

pada pasien bronchopneumonia adalah:

a. Menjaga kelancaran pernapasan.

b. Kebutuhan istirahat.

c. Kebutuhan nutrisi dan cairan.

d. Mengontrol suhu tubuh.

e. Mencegah komplikasi atau gangguan rasa nyaman dan nyaman

(Nyastiyah, 2012)

9. Pemeriksaan Penunjang

Foto toraks, pada foto thoraks bronchopneumonia terdapat

bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus. Jika pada

pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa

lobus. Laboratorium, gambaran darah tepi menunjukan leukositosis,

dapat mencapai 15.000 – 40.000 / mm3 dengan pergeseran ke kiri.


20

Kuman penyebab dapat dibiak dari usapan tengggorok, dan mungkin

juga dari darah. Urine biasanya berwarna lebih tua, mungkin terdapat

albuminuria ringan karena suhu yang naik dan sedikit torak hialin.

Analisa gas darah arteri dapat menunjukan asidosis metabolik dengan

atau tanpa retensi CO2. (Nyastiyah, 2012).

B. Konsep Tumbuh Kembang Anak

Tumbuh Kembang umur 3 – 6 bulan:

1. Mengangkat kepala 90 derajat dan mengangkat dada dengan bertopang

tangan.

2. Mulai belajar meraih benda-benda yang ada dalam jangkauannya atau

diluar jangkauannya.

3. Menaruh benda-benda dimulutnya.

4. Berusaha memperluas lapangan pandangan.

5. Tertawa dan menjerit karena gembira bisa diajak bermain.

6. Mulai berusaha mencari benda-benda yang hilang. (Soetjiningsih,

2006).

C. Konsep Hospitalisasi Pada Anak

1. Pengertian Hospitalisasi

Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak

sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak

berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu

rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi

anak baik terhadap anak maupun orang tua dan keluarga.


21

2. Reaksi Hospitalis Pada Anak Masa Bayi (0- 1 tahun)

Reaksi hospitalisasi pada anak dapat dibagi pada beberapa tahap yaitu:

a. Masa bayi (0-1 tahun)

Dampak perpisahan dan peembentukan rasa percaya diri dan

kasih sayang.

Usia anak > 6 bln terjadi stanger anxiety / cemas

b. Menangis keras.

c. Pergerakan tubuh yang banyak.

d. Ekspresi wajah yang tak menyenangkan.

D. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian terhadap pasien dengan gangguan sistem pernafasan

meliputi pengumpulan data dan analisa data. Dalam pengumpulan data,

sumber data pasien diperoleh dari keluarganya, perawat, dokter ataupun

dari catatan medis.

Pengumpulan data meliputi:

a. Biodata pasien, orang tua pasien dan saudara kandung

Biodata pasien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama,

alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor medical

record, dan diagnosa medis.


22

Biodata orang tua meliputi nama, umur, alamat, pendidikan,

pekerjaan, agama dan hubungan dengan pasien.

b. Keluhan utama

Merupakan keluhan pasien pada saat dikaji, keluhan utama yang

dialami pada pasien bronchopneumonia yaitu suhu tubuh meningkat

mendadak tinggi, sesak, gelisah, anoreksia, batuk, rongga mulut dan

hidung yang dipenuhi sekret, pernafasan cepat, pernafasan cuping

hidung, dan kadang disertai dengan diare.

c. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

Mengemukakan riwayat kesehatan tentang keadaan pasien

yang mengalami batuk dan sesak nafas berdasarkan:

P: Provokatif / paliatif (yang membuat dan perkuat masalah)

Q: Quality (seberapa berat keluhan yang dirasakan)

R: Region (lokasi keluhan)

S: Skala (tingkat keluhan)

T: Time (kapan keluhan yang dirasakan)

2) Riwayat kesehatan dahulu

a) Prenatal

Riwayat kehamilan ibu tentang pemeriksaan kehamilannya

apakah secara rutin atau tidak seperti suntik TT, ibu pegguna

obat-obatan atau perokok.


23

b) Natal

Tempat persalinan, jenis persalinan, ditolong oleh, tinggi

dan berat bayi saat lahir.

c) Post Natal

Kondisi bayi saat dilahirkan: segera menangis atau tidak,

nilai apgar skor dilakukan pada menit pertama setelah lahir

dengan penilaian 7-10 (beradaptasi baik), 4-6 (asfiksia ringan

hingga sedang), dan 0-3 (asfiksia berat). Kemudian penilaian

selanjutnya dilakukan setelah 5 menit, adakah pengeluaran

mekonium pada saat dilahirkan.

d) Infant

Pemberian ASI segera setelah lahir merupakan hal yang

sangat dianjurkan, ASI mengandung sel-sel imun dan faktor

inti infeksi.

3) Riwayat kesehatan keluarga.

Perlu dikaji untuk menentukan apakah dalam keluarga ada

penyakit keturunan atau penyakit keluarga yang ada hubungannya

dengan penyakit pasien pada saat ini.

4) Riwayat imunisasi

Kaji pasien apakah mendapatkan imunisasi atau tidak

sesuai dengan program pemerintah seperti: BCG, DPT, Polio,

Hepatitis, Campak
24

d. Riwayat tumbuh kembang

1) Pertumbuhan fisik

Perlu dikaji pertumbuhan fisik pada pertambahan berat badan

dan tinggi badan sesuai usia anak:

a) Berat badan

(1) Bayi lahir – 6 bulan: pertambahan per minggu 140-200

gram. Berat badan lahir menjadi dua kali pada akhir 4-7

bulan pertama.

(2) 6 bulan – 12 bulan: penambahan berat badan 85-140 gram.

Berat badan lahir menjadi tiga kali pada akhir tahun

pertama.

(3) Todler: empat kali berat badan lahir pada usia 2,5 tahun.

(4) Pra sekolah: Penambahan setiap tahun 2-3 kg.

(5) Pra pubertas:

(6) Wanita (10-14 tahun): penambahan berat badan 7-25 kg,

rata-rata 17,5 kg.

(7) Laki-laki (11-16 tahun): penambahan berat badan 7-30 kg,

rata-rata 23,7 kg.

b) Tinggi badan

(1) Bayi lahir – 6 bulan: penambahan setiap bulan 1,25 cm.

(2) 6 – 12 bulan: penambahan setiap bulan 1,25 cm. panjang

lahir meningkat 50% pada akhir tahun pertama.


25

(3) Todler: tinggi badan anak usia 2 tahun sekitar 50% dari

tinggi badan orang dewasa. Penambahan pada tahun kedua

sekitar 12 cm, penambahan pada tahun ketiga sekitar 6-8

cm.

(4) Pra sekolah: dua kali panjang lahir pada usia 2 tahun,

penambahan setiap 5-7,5 cm.

(5) Pra pubertas:

(a) Wanita (10-14 tahun): penambahan tinggi badan 5-25

cm sekitar 95% tinggi badan matur dicapai pada usia

menarke atau usia rangka 13 tahun. rata rata 13,5 cm.

(b) Laki-laki (11-16 tahun): penambahan tinggi badan 10-

30 cm sekitar 95% tinggi badan matur dicapai pada usia

rangka 15 tahun Rata-rata 27,5 cm.

2) Perkembangan

Tahap perkembangan yang harus dicapai bayi usia 0-6 bulan

sebagai berikut:

a) Fisik

Gigi geligi mulai dengan pertumbuhan 2 gigi insisi sentral

bawah, mengunyah dan menggigit mulai terjadi.

b) Motorik kasar

Bila telungkup dapat mengangkat dada dan abdomen

bagian atas, membebankan berat badan pada tangan, bila akan

menarik untuk posisi duduk mengangkat kepala, duduk pada


26

kursi tinggi dengan punggung tegak, berguling dari telungkup

ke telentang. Bila di gendong dalam posisi berdiri.

c) Motorik halus

Mengamankan objek yang jatuh, menjatuhkan satu kotak

bila kotak lainnya diberikan, menggenggam dan memanipulasi

objek kecil, memegang botol, menggenggam kaki dan menarik

kemulut

e. Pola aktivitas sehari-hari

1) Nutrisi

Pada usia 0-6 bulan kebutuhan nutrisi hanya diberikan ASI

saja tanpa nutri makanan yang lain. kemudian ASI + makanan

tambahan lainnya bisa diberikan mulai usia 6 bulan keatas dengan

pemberian susu formula atau yang lainnya.

2) Eliminasi

BAB: frekuensi dalam sehari, konsistensi warna, ada tidaknya

penyulit saat BAB atau tidak.

BAK: frekuensi dalam sehari, konsistensi warna, ada tidaknya

penyulit saat BAK atau tidak.

3) Istirahat tidur

Dikaji bagaimana pola tidur siang dan malam, gangguan saat

mau tidur ada atau tidak.

4) Personal hygiene
27

Mengalami gangguan perubahan pada perawatan personal

hygiene karena adanya kelemahan fisik, disamping itu karena

kurangnya pengetahuan orang tua mengenal perawatan personal

hygiene anak dan keluarga merasa takut.

f. Riwayat Psikososial

Pengkajian yang dilakukan pada keluarga pasien

bronchopneumonia pada dasarnya sama dengan pengkajian psikososial

pada gangguan sistem lainnya yaitu mengenai konsep diri, gambaran

diri, ideal diri, peran diri dan identitas diri, serta hubungan atau

interaksi pasien dengan anggota keluarganya maupun dengan

lingkungan dimana ia berada.

g. Riwayat Spiritual

Perlu dikaji tentang support sistem dalam keluarga dan kegiatan

keagamaan.

h. Reaksi hospitalisasi

1) Pemahaman keluarga tentang sakit dan rawat inap

Tanyakan pada orang tua alasan membawa anaknya ke RS,

kondisi anak, perasaan orang tua, kehadiran orang tua dalam

mengunjungi anaknya dan orang yang tinggal dengan anak.

2) Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap

Tanyakan pada anak alasan keluarga/orang tua membawa

anak ke RS, keadaan/kondisi anak, apakah dokter menceritakan

tentang penyakitnya dan perasaan di rawat di RS.


28

i. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum

a) Kesadaran: Compos mentis, terkadang terjadi penurunan

kesadaran karena adanya komplikasi seperti meningitis.

b) Penampilan: Biasanya akan nampak aktif sedang, nampak

gelisah dan pucat.

2) Head to toe

a) Kepala

Kaji kesimetrisan kepala, bentuk kepala, serta keadaan

kebersihan kepala, kebersihan rambut.

b) Mata

Kaji kesimetrisan mata, tanda-tanda pembengkakan pada

kelopak mata, refleks pupil terhadap rangsang cahaya,

ketajaman penglihatan.

c) Hidung

Kaji bentuk hidung, kesimetrisan hidung, kebersihan

hidung, terdapat pernafasan cuping hidung atau tidak.

d) Telinga

Kaji bentuk telinga, kebersihan telinga, ada atau tidaknya

serumen.
29

e) Mulut

Kaji bentuk bibir apakah terdapat pendarahan pada gigi dan

gusi atau tidak, kebersihan mulut, warna lidah, apakah ada

pembesaran pada tonsil atau tidak.

f) Leher

Bentuk leher simetris atau tidak, pergerakan menelan

bagaimana, apakah terdapat nyeri tekan atau tidak.

g) Dada

Bentuk dada, kesimetrisan bentuk dada, terdapat nyeri

tekan atau tidak, bunyi jantung, irama pernafasan, irama

jantung, apakah terdengar suara ronkhi atau tidak.

h) Abdomen

Bentuk abdomen, ukuran, nyeri tekan ada atau tidak, bising

usus.

i) Genetalia dan anus

Kebersihan dan perhatikan bentuk dan ukuran apakah ada

kelainan atau tidak.

j) Ekstermitas

Kaji apakah ada tidaknya kelemahan otot dan sendi,

pergerakan, kekuatan otot serta mobiltas fisik.

k) Kulit dan kuku

Kaji bentuk, warna kulit, suhu kulit, apakah ada oedema

atau tidak, warna kuku, Capillary Refill Time <2 detik.


30

3) Pemeriksaan Penunjang

a) Foto thorak: dapat ditemukan pada pasien bronchopneumonia

dengan adanya bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa

lobus.

b) Laboraturium: Ditemukan adanya leukositosis yaitu dapat

mecapai 15.000-40.000 u/L dengan pergeseran LED meninggi,

natrium dan klorida mungkin rendah.

c) Pemeriksaan fungsi paru.(Ngastiyah, 2012)

2. Diagnosa Keperawatan

a. Analisa Data

Setelah dilakukan pengkajian secara lengkap, maka tahapan

selanjutnya adalah menganalisa data untuk menetukan diagnosa

keperawatan. Di bawah ini adalah bagan perjalanan penyakit dan

implikasinya terhadap keperawatan.

Tabel 2.1

Data Analisa Data

No Intrepestasi Data Masalah

1 Invasi kuman/benda asing Inefektif bersihan


jalan nafas

Peradangan pada bronkus

Pelepasan zat mediator histamine


prostaglandin


31

Permeabilitas kapiler

Terbentuknya eksudat

Akumulasi sekret

Inefektif bersihan jalan nafas

2 Infeksi saluran pernafasan bawah Gangguan pertukaran


gas

Dilatasi pembuluh darah

Eksudat plasma masuk alveoli

Gangguan difusi dalam plasma

Gangguan pertukarana gas

3 Kuman terbawa di saluran pencernaan Gangguan



keseimbangan cairan
Infeksi saluran pencernaan
dan elektrolit

Peningkatan flora normal dalam usus

Peningkatan peristaltik usus

Melabsorbsi
32

Diare

Gangguan keseimbangan cairan dan


elektrolit

4 Infeksi virus/bakteri/parasit Resiko tinggi

 perubahan suhu tubuh


Reaksi imflamasi

Resiko tinggi perubahan suhu tubuh

5 Mukosa bronkus meningkat Perubahan nutrisi

 kurang dari
Bau mulut tidak sedap kebutuhan tubuh

Anoreksia

Intake kurang

Perubahan nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh

6 Suplai O2 menurun Intoleransi Aktifitas

Hipoksia

Metabolisme anaerob meningkat


33

Akumulasi asam laktat

Fatigue

Intoleransi Aktifitas

7 Kurang pengetahuan Cemas

Koping individu tidak efektif

Cemas

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang sering muncul pada pasien bronchopneumonia

adalah:

1) ketidakefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya

penumpukan sekret.

2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan

membran kapiler alveolus.

3) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kehilangan cairan berlebihan, penurunan pemasukan oral

4) Resiko tinggi perubahan suhu tubuh: hipertermia berhubungan

dengan proses infeksi.


34

5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan tidak adekuatnya intake makan.

6) Aktifitas intoleransi berhubungan dengan ketidak sinambungan

antara suplai dan kebutuhan oksigen

7) Cemas pada orang tua berhubungan dengan kurang

pengetahuan tentang kondisi anak

3. Perencanaan Keperawatan

a. ketidakefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya

penumpukan sekret.

Tujuan: Jalan nafas anak efektif.

Kriteria hasil:

1) Frekuensi nafas dalam batas normal

2) Bunyi nafas bersih

3) Tidak ada batuk

4) Anak nampak tenang

Tabel 2.2

Data Intervensi Ketidakefektifnya bersihan jalan nafas

INTERVENSI RASIONAL

1. Jelaskan prosedur tindakan yang 1. Melakukan prosedur untuk melakuakn


akan dilakukan tindakan
2. Kaji tanda-tanda vital 2. Mengetahui perubahan tanda-tanda vital

3. Kaji status pernafasan 3. Pernafasan yang cepat dan dangkal


menunjukan gejala bronchopneumonia
4. Auskultasi bunyi nafas 4. Bunyi nafas ronchi menunjukan inefektif
bersihan jalan nafas
35

5. Atur posisi miring kiri dan


miring kanan 5. mencegah terjadinya aspirasi
6. Bimbing keluarga tentang 6. membantu keluarga dalam melakukan
tindakan yang mempermudah tindakan yang tepat
upaya pernafasan seperti
pengaturan posisi yang tepat
7. Berikan inhalasi dengan larutan 7. Inhalasi dapat mengencerkan dahak agar
dan alat-alat yang tepat sesuai mudah dikeluarkan
indikasi
8. Berikan therapy oksigen sesuai 8. Membantu memennhi kebutuhan oksigen
indikasi

9. Berikan therapy antibiotik sesuai 9. Antibiotik membunuh mikroorganisme


indikasi penyebab bronchopneumonia

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan

membran kapiler alveolus.

Tujuan: Pertukaran gas adekuat yang ditandai dengan anak tidak

gelisah dan tidak ada sianosis.

Kriteria hasil:

1) Tidak ada distrees pernafasan

2) Tidak ada sianosis

Tabel 2.3

Data Intervensi Gangguan Pertukaran Gas

INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji frekuensi, kedalaman dan 1. Manifestasi distress pernafasan tegantung


kemudahan bernafas pada derajat keterlibatan paru dan status
kesehatan umum

2. Kaji status normal 2. Gelisah, mudah terangsang, bingung dan


somnolen dapat menunjukan hipoksemia
cerebral
3. Awasi frekuensi jantung
3. Tachicardi biasanya ada sebagai akibat
demam/dehidrasi tetapi dapat sebagai
36

respon terhadap hipoksemia

4. Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi.


Bantu tindakan kenyamanan untuk 4. Demam tinggi sangat meningkatkan
menurunkan demam kebutuhan metabolik dan kebutuhan
oksigen dan mengganggu oksigen seluler
5. Mencegah terlalu lelah dan menurunkan
5. Meminimalkan aktivitas anak kebutuhan/konsumsi oksigen untuk
perbaikan infeksi

6. Tindakan ini meningkatkan inspirasi


6. Tinggikan kepala dan dorong, maksimal, meningkatkan pengeluaran
sering mengubah posisi, nafas sekret untuk memperbaiki ventilasi
dalam dan batuk efektif.Berikan
drainage postural, perkusi dan
penghisapan sesuai dengan
pesanan
7. Berikan terapi oksigen dengan 7. Tujuan terapi oksigen mempertahankan
benar PcO2 diatas 60 mmHg. Oksigen diberikan
dengan metode yang memeberikan
pengiriman tepat dalam toleransi pasien

8. Mengevaluasi proses penyakit dan


8. Awasi analisa gas darah, nadi, memudahkan terapi paru
oksimetri

c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kehilangan cairan berlebih, penurunan pemasukan oral.

Tujuan: Menunju keseimbangan cairan dibuktikan dengan

parameter individual yang tepat, misalnya membrane mukosa,

turgor kulit baik, pengisisan kapiler cepat, tanda vital stabil.

Tabel 2.4

Data Intervensi Resiko Tinggi Kekurangan Volume Cairan

INTERVENSI RASIONAL

1. Pantau masukan dan 1. Memberikan iformasi tentang


keluaran, catat warna dan keadekuatan volumi cairan dan kebutuhan
karakter urine. Hitung penggantian
keseimbangan cairan.
37

Waspadai kehilangan yang


tidak tampak. Ukur berat
badan sesuai dengan indikasi
2. Kaji perubahan tanda vital,
contoh peningkatan 2. Peningkatan suhu / memanjangnya
suhu/demam memanjang, demam meningkatkan laju metabolik dan
tachicardi, hipotensi kehilangan cairan melauli evaporasi.
ortostatik Tekanan darah ostotik berubah dan
peningkatan tachicardia menunjukan
3. Kaji status hidrasi yang kekurangan cairan sistemik
meliputi turgor kulit, 3. Indikator langsung keadekuatan volume
kelembaban membrane urine
mukosa
4. Catat laporan mual/muntah
4. Adanya gejala ini menunjukan masukan
oral
5. Anjurkan pemberian cairan
sesuai toleransi 5. Pemenuhan kebutuhan dasar cairan
6. Beri obat sesuai indikasi menunkan resiko dehidrasi
misalnya antipiretik 6. Berguna menurunkan kehilangan cairan
7. Berikan cairan parenteral 7. Pemberian cairan parenteral dapat
sesuai kebutuhan mengganti cairan tubuh yang hilang
akibat output yang berlebihan

d. Resiko tinggi perubahan suhu tubuh: hipertermia berhubungan

dengan proses infeksi.

Tujuan: pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan suhu

Kriteria hasil:

1) Suhu tubuh dalam batas nomal

2) Nadi dalam batas normal

3) Tidak terdapat kemerahan dan menggigil


38

Tabel 2.5

Data Intervensi Resiko Tinggi Perubahan Suhu Tubuh

INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji tanda-tanda vital 1. Perubahan tanda-tanda vital merupakan


indikator terjadiya infeksi/peradangan

2. Berikan dorongan untuk minum 2. Pemberian cairan dapat mengganti cairan


sesuai pesanan yang hilang dan mempertahankan perfusi
jarigan yang dibutuhkan untukmendukung
volume sirkulasi
3. Berikan antipiretik dan 3. Antipiretik digunakan untuk menurunkan
antibiotik sesuai indikasi demam dengan aksi sentralnya bekerja
dihipotalamus. Antibiotik berfungsi untuk
membunuh microorganisme terjadinya
infeksi
4. Beri kompres hangat pada dahi 4. Memungkinkan terjadinya vasolidatasi
pembuluh darah sehingga mempercepat
terjadinya evaporasi sehingga suhu tubuh
menurun

e. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan peningkatan metabolisme.

Tujuan: Kebutuhan nutrisi dan cairan tubuh pasien terpenuhi.

Kriteria hasil:

1) Nafsu makan meingkat

2) Turgor kulit baik

3) Membrane mukosa lembab

4) BB sesuai dengan usia


39

Tabel 2.6

Data Intervensi Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan

INTERVENSI RASIONAL

1. Timbang BB tiap hari 1. Berat badan adalah merupakan indikator


terpenuhi atau tidaknya nutrisi

2. Kaji tingkat dehidrasi, turgor 2. Indikator terhadap kekurangan


kulit, membrane mukosa

3. Monitor intake dan output


3. Untuk lebih mengetahui keseimbangan antara
pemasukan dan pengeluaran, untuk deteksi
dini terhadap kekurangan cairan
4. Berikan makanan dengan porsi 4. Untuk membantu intake dan memi
kecil tetapi sering nimalkan rasa mual
5. Jaga kebersihan mulut pasien 5. Mengurangi rasa tidak nyaman pada mulut
6. Kolaborasi untuk pemberian dan menghindari mual
cairan parenteral NaCL 0,9% 6. Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan yang
dan Dekstrose 5% tidak terpenuhi

f. Aktifitas intoleransi berhubungan dengan ketidak sinambungan

antara suplai dan kebutuhan oksigen.

Tujuan: Pasien menunjukan peningkatan toleransi terhadap

aktivitas yang dapat diukur dengan tidak adanya dysphnea,

kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal

Kriteria hasil:

1) Pasien dapat melakuakan aktifitas tanpa dibantu


40

Tabel 2.7

Data Intervensi Intoleransi Aktifitas

INTERVENSI RASIONAL

1. Evaluasi respon anak terhadap 1. Menetapkan kemampuan / kebutuhan anak


aktifitas dan memudahkan pilihan intervensi
2. Berikan lingkungan tenang dan 2. Menurunkan strees dan tegangan
batasi pengunjung selama fase berlebihan, menigkatkan istirahat
akut sesuai indikasi
3. Jelaskan pentingnya istirahat 3. Baring dipertahankan selama fase akut
dalam rencana pengobatan dan untuk menurunkan kebutuhan metabolik,
perlunya keseimbangan menghemat energi untuk penyembuhan
aktifitas dan istirahat
4. Bantu aktifitas perawatan diri 4. Meminimalkan kelelahandan membantu
yang diperlukan. Berikan keseimbangan suplai dan keseimbangan
kemajuan peningkatan aktifitas kebutuhan oksigen
selama fase penyembuhan

g. Cemas pada orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan

tentang kondisi anak.

Tujuan: Orang tua tidak cemas lagi

Kriteria hasil:

1) Orang tua nampak tenang dan sabar

2) Pengetahuan orang tua terhadap penyakit anaknya bertambah


41

Tabel 2.8

Data Intervensi Cemas

INTERVENSI RASIONAL

1. Berikan penjelasan tentang 1. Pengetahuan orang tua bertambah


penyakit anaknya sehingga mengurangi tingkat kecemasan
keluarga

2. Jelaskan tentang prosedure dan 2. Memberikan pengetahuan bahwa tindakan


tujuan dari setiap tindakan yang diberikan untuk kesembuhan klien
3. Memberikan kesempatan pada 3. Memberikan kemudahan untuk keluarga
keluarga bertanya bertanya

4. Pelaksanaan Keperawatan

Dilaksanakan sesuai dengan rencana tindakan yang telah disusun.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dan

diarahkan untuk menentukan respon pasien terhadap intervensi

keperawatan dan sebatas mana tujuan-tujuan sudah tercapai. Evaluasi

ada 2 macam yaitu:

a. Evaluasi Formatif adalah observasi dan analisa perawat terhadap

respon pada saat atau setelah melakukan intervensi keperawatan.

b. Evaluasi Sumatif adalah kesimpulan dari hasil observasi dan

analisa data kesehatan pasien sesuai dengan kerangka waktu yang

telah ditetapkan pada tujuan.

Anda mungkin juga menyukai