Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA
A. Konsep Teoritis
1. Pengertian
Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi paru-paru yang
disebabkan oleh bakteria, virus atau fungi. Ia juga dikenali sebagai pneumonitis,
bronchopneumonia dan community-acquired pneumonia (Mansjoer, 2010).
Menurut Price (2015) pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
biasanya berasal dari suatu infeksi.
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2017).
Jadi pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh
bakteri, virus atau fungi yang menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat.
Berdasarkan tempat letak anatomisnya, pneumonia dapat diklasifikasikan
menjadi empat, yaitu (Price, 2015):
a. Pneumonia lobaris
Seluruh lobus mengalami konsolidasi, eksudat terutama terdapat intra
alveolar. Pneumococcus dan Klebsiella merupakan organism penyebab
tersering.
b. Pneumonia nekrotisasi
Disebabkan oleh jamur dan infeksi tuberkel. Granuloma dapat mengalami
nekrosis kaseosa dan membentuk kavitas.
c. Pneumonia lobular/bronkopneumonia
Adanya penyebaran daerah infeksi yang bebercak dengan diameter sekitar
3 sampai 4 cm yang mengelilingi. Staphylococcus dan Streptococcus
adalah penyebab infeksi tersering.
d. Pneumona interstitial
Adanya peradangan interstitial yang disertai penimbunan infiltrate dalam
dinding alveolus, walaupun rongga alveolar bebas dari eksudat dan tidak
ada konsolidasi. disebabkan oleh virus atau mikoplasma.
Menurut Depkes RI (2012) klasifikasi pneumonia menurut program P2
ISPA antara lain :
1. Pneumonia sangat berat
Ditandai dengan sianosis sentral dan tidak dapat minum, harus dirawat di
rumah sakit.
2. Pneumonia berat
Ditandai dengan penarikan dinding dada, tanpa sianosis dan dapat minum,
di rawat rumah sakit dan diberi antibiotic.
3. Pneumonia sedang
Ditandai dengan tidak ada penarikan dinding dada dan pernafasan cepat,
tidak perlu dirawat, cukup diberi antibiotik oral.
4. Bukan pneumonia
Hanya batuk tanpa tanda dan gejala seperti di atas, tidak perlu dirawat,
tidak perlu antibiotik.
2. Anatomi Fisiologi Pernafasan
a. Hidung
Nares Anterior  Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam lubang
hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal
sebagai vestibulum (rongga) Hidung. Vestibulum ini dilapisi epitelium
bergaris yang bersambung dengan kulit. Lapisan nares anterior memuat
sejumlah kelenjar sebaseus yang ditutupi bulu kasar. Kelenjar-kelenjar itu
bermuara ke dalam rongga hidung.
b. Rongga Hidung
Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh
darah, bersambung dengan lapisan faring dan selaput lendir semua sinus
yang mempunyai lubang yang masuk ke dalam rongga hidung. Hidung
Berfungsi: penyaring, pelembab, dan penghangat udara yang dihirup.
Septum nasi memisahkan kedua cavum nasi. Struktur ini tipis terdiri dari
tulang dan tulang rawan, sering membengkok kesatu sisi atau sisi yang
lain, dan dilapisi oleh kedua sisinya dengan membran mukosa. Dinding
lateral cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla, palatinus, dan os.
Sphenoidale. Tulang lengkung yang halus dan melekat pada dinding lateral
dan menonjol ke cavum nasi adalah : conchae superior, media, dan
inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh membrane mukosa.
Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale dan os palatinus sedangkan
atap cavum nasi adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os
sphenoidale. Membrana mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian
cavum nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang
mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina cribriformis os
frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I olfaktorius.
Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang berhubungan melalui
lubang kedalam cavum nasi, sinus ini berfungsi: memperingan tulang
tengkorak, memproduksi mukosa serosa dan memberikan resonansi suara.
Sinus ini juga dilapisi oleh membrana mukosa yang  bersambungan dengan
cavum nasi. Lubang yang membuka kedalam cavum nasi:
1) Lubang hidung
2) Sinus Sphenoidalis, diatas concha superior
3) Sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara concha superior dan
media dan diantara concha media dan inferior
4) Sinus frontalis, diantara concha media dan superior
5) Ductus nasolacrimalis, dibawah concha inferior. Pada bagian
belakang, cavum nasi membuka kedalam nasofaring melalui appertura
nasalis posterior.
Saluran Pernapasan
1) Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesofagus pada ketinggian tulang rawan
krikoid. Maka letaknya dibelakang hidung (nasofaring), dibelakang
mulut (orofaring) dan dibelakang laring (faring-laringeal).
2) Laring (tenggorokan) terletak didepan bagian terendah faring yang
memisahkannya dari kolumna vertebra. Berjalan dari faring sampai
ketinggian vertebrae servikalis dan masuk ke dalam trakea
dibawahnya. Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat
bersama oleh ligamen dan membran. Yang terbesar diantaranya ialah
tulang rawan tiroid, dan disebelah depannya terdapat benjolan
subkutaneas yang dikenal sebagai jakun, yaitu disebelah depan leher.
Laring terdiri atas dua lempeng atau lamina yang bersambung di garis
tengah. Di tepi atas terdapat lekukan berupa V.
Tulang rawan krikoid terletak dibawah tiroid, berbentuk seperti cincin
mohor dengan mohor cincinnya disebelah  belakang (ini adalah tulang
rawan satu-satunya yang berbentuk lingkaran lengkap). Tulang rawan
lainnya ialah kedua tulang rawan aritenoid yang menjulang disebelah
belakang krikoid., kanan dan kiri tulang rawan kuneiform, dan tulang
rawan kornikulata yang sangat kecil. Terkait di puncak tulang rawan
tiroid terdapat epiglotis, yang berupa katup tulang rawan dan
membantu menutup laring sewaktu menelan. Laring dilapisi jenis
selaput lendir yang sama dengan yang di trakea, kecuali pita suara dan
bagian epiglotis yang dilapisi sel epitelium berlapis.
Pita Suara terletak disebelah dalam laring, berjakan dari tulang rawan
tiroid di sebelah depan sampai dikedua tulang rawan aritenoid.
Dengan gerakan dari tulang rawan aritenoid yang ditimbulkan oleh
berbagai otot laringeal, pita suara ditegangkan atau dikendurkan.
Dengan demikian lebar sela-sela anatara pita-pita atau rima glotis
berubah-ubah sewaktu bernapas dan berbicara. Suara dihasilkan
karena getaran pita yang disebabkan udara yang melalui glotis.
Berbagai otot yang terkait pada laring mengendalikan suara, dan juga
menutup lubang atas laring sewaktu menelan.
3) Trakea atau batang teggorokan kira-kira 9 cm panjangnya. Trakea
berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis
kelima dan ditempat ini bercabanf menjadi dua bronkus (bronki).
Trakea tersusun atas 16 sampai 20 lingkaran tak sempurna lengkap
berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa
dan yang melengkapi lingkaran di sebelah belakang trakea; selain itu
juga memuat beberapa  jaringan otot. Trakea dilapisi selaput lendir
yang terdiri atas epitelium bersilia dan sel cangkir. Silia ini bergerak
menuju keatas ke arah laring, maka dengan gerakan ini debu dan
butir-butir halus lainnya yang turut masuk bersama dengan
pernapasan dapat dikeluarkan. Tulang rawan berfungsi
mempertahankan agar trakea tetap terbuka; karena itu, disebelah
belakngnya tidak bersambung, yyaitu di tempat trakea menempel pada
esofagus, yang memisahkannya dari tulang belakang. Trakea
servikalis yang berjalan melalui leher disilang oleh istmus kelenjar
tiroid, yaitu belahan kelenjar yang melingkari sisi-sisi trakea. Trakea
torasika berjalan melintasi mediastenum, di belakang sternum,
menyentuh arteri inominata dan arkus aorta. Usofagus terletak
dibelakang trakea.
4) Dua buah bronkus, yang terbentuk dari belahan dua trakea pada
ketinggian kira-kira vertebra torakalis kelima mempunyai struktur
serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus
bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampak  paru
paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar dari pada yang kiri;
sedikit lebih tinggi daripada arteri pulmonalis dan mengeluarkan
sebuah cabang yang disebut bronkus lobus atas; cabang kedua timbul
setelah cabang utama lewat dibawah arteri, disebut  bronkus lobus
bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing daripada yang
kanan, dan berjalan dibawah arteri pulmonalis sebelum dibelah
menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah.
5) Rongga Toraks, batas-batas yang membentuk rongga di dalam toraks:
a) Sternum dan tulang rawan iga-iga (poste) di depan.
b) Kedua belas ruas tulang punggung beserta cakram antar ruas
(diskus intervertebralis) yang terbuat dari tulang rawan di
belakang.
c) Iga-Iga (poste) beserta otot interkostal disamping.
d) Diafragma di bawah.
e) Dasar leher di atas. Isi : Sebelah kanan dan kiri rongga dada terisi
penuh oleh paru-paru beserta  pembungkus pleuranya. Pleura ini
membungkus setiap belah, dan memebentuk batas lateral  pada
mediastinum. Mediastinum adalah ruang di dalam rongga dada
diantara kedua paru- paru. Isinya jantung dan pembuluh-
pembuluh dara besar, usofagus, duktus torasika, aorta
descendens, vena kava superior, saraf vagus dan frenikus dan
sejumlah besar kelenjar limfe.
6) Dua pasang paru-paru, merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru
mengisi rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan tengah
dipisahkan oleh jantung beserta  pembuluh darah besarnya dan
struktur lainnya yang terletak didalam mediastinum . Paru- paru
adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) diatas
dan muncul sedikit lebih tinggi daripada klavikula di dalam dasar
leher. Pangkal paru-paru duduk di atas landai rongga toraks, diatas
diafragma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh
iga-iga, permukaan dalam yang memuat tampak paru-paru, sisi
belakang yang menyentuh tulang belakang, dan sisi depan yang
menutupi sebagian sisi depan jantung.
7) Lobus paru-paru (belahan paru-paru). Paru-paru dibagi menjadi
beberapa belahan atau lobus oleh fisura. Paru-paru kanan mempunyai
tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Setiap lobus tersusun atas
lobula. Sebuah pipa bronkial kecil masuk ke dalam setiap lobula dan
semakin bercabang. Semakin menjadi tipis dan akhirnya berakhir
menjadi kantong kecil-kecil, elastis,  berpori, dan seperti spons. Di
dalam air, paru-paru mengapung karena udara yang ada di dalamnya.
8) Bronkus Pulmonaris Trakea terbelah mejadi dua bronkus utama.
Bronkus ini bercabang lagi sebelum masuk  paru-paru. Dalam
perjalanannya menjelajahi paru-paru, bronkus-bronkus pulmonaris
bercabang dan beranting banyak. Saluran besar yang mempertahankan
struktur serupa dengan yang dari trakea mempunyai dinding fibrosa
berotot yang mengandung bahan tulang rawan dan dilapisi epitelium
bersilia. Makin kecil salurannya, makin berkurang tulang rawannya
dan akhirnya tinggal dinding fibrosa berotot dan lapisan bersilia.
Bronkus Terminalis masuk ke dalam saluran yang disebut vestibula.
Dan disini membran  pelapisnya mulai berubah sifatnya; lapisan
epitelium bersilia diganti dengan sel epitelium yang pipih, dan
disinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan udara–suatu
jaringan pembuluh darah kepiler mengitari alveoli dan pertukaran gas
pun terjadi
9) Pembuluh darah dalam paru-paru.
Arteri Pulmonalis membawa darah yang sudah tidak mengandung
oksigen dari ventrikel kanan jantung ke paru-paru; cabang-cabangnya
menyentuh saluran-saluran bronkial,  bercabang dan bercabang lagi
sampai menjadi arteriol halus; arteriol itu membelah-belah dan
membentuk kapiler dan kapiler itu menyentuh dinding alveoli atau
gelembung udara. Kapiler halus itu hanya dapat memuat sedikit, maka
praktis dapat dikatakan sel-sel darah merah membuat baris tunggal.
Alirannya bergerak lambat dan dipisahkan dari udara dalam alveoli
hanya oleh dua membran yang sangat tipis, maka pertukaran gas
berlangsung dengan difusi, yang merupakan fungsi pernapasan.
Kapiler paru-paru bersatu lagi sampai menjadi pembuluh darah lebih
besar dan akhirnya dua vena pulminaris meninggalkan setiap paru-
paru membawa darah berisi oksigen ke atrium kiri jantung untuk
didistribusikan ke seluruh tubuh melalui aorta. Pembuluh darah yang
dilukis sebagai arteria bronkialis membawa darah berisi oksigen
langsung dari aorta toraksika ke  paru-paru guna memberi makan dan
menghantarkan oksigen ke dalam jaringan paru-paru sendiri. Cabang
akhir arteri-arteri ini membentuk pleksus kapiler yang tampak jelas
dan terpisah dari yang terbentuk oleh cabang akhir arteri pulmonaris,
tetapi beberapa dari kapiler ini akhirnya bersatu dalam vena
pulmonaris dan darahnya kemudian dibawa masuk ke dalam vena
pulmonaris. Sisa darah itudiantarkan dari setiap paru-paru oleh vena
bronkialis dan ada yang dapat mencapai vena kava superior. Maka
dengan demikian  paru-paru mempunyai persediaan darah ganda.
10) Hiilus (tampuk) paru-paru dibentuk struktur berikut
a) Arteri Pulmonalis, yang mengembalikan darah tanpa oksigen ke
dalam paru-paru untuk diisi oksigen.
b) Vena Pulmonalis yang mengembalikan darah berisi oksigen dari
paru-paru ke  jantung.
c) Bronkus yang bercabang dan beranting membentuk pohon
bronkial, merupakan  jalan udara utama.
d) Arteri bronkialis, keluar dari aorta dan menghantarkan darah
arteri ke jaringan paru-paru.
e) Vena bronkialis, mengembalikan sebagian darah dari paru-paru
ke vena kava superior.
f) Pembuluh limfe, yang masuk-keluar paru-paru, sangat banyak,
g) Persarafan. Paru- paru mendapat pelayanan dari saraf vagus dan
saraf simpati.
h) Kelenjar limfe semua pembuluh limfe yang menjelajahi struktur
paru-paru dapat menyalurkan ke dalam kelenjar yang ada di
tampak paru-paru.
i) Pleura. Setiap paru-paru dilapisi membran serosa rangkap dua,
yaitu pleura. Pleura viseralis erat melapisi paru-paru, masuk ke
dalam fisura, dan dengan demikian memisahkan lobus satu dari
yang lain. Membran ini kemudian dilipat kembali di sebelah
tampuk paru-paru dan membentuk pleura parietalis, dan melapisi
bagian dalam dinding dada. Pleura yang melapisi iga-iga ialah
pleura kostalis, bagian yang menutupi diafragma ialah pleura
diafragmatika, dan bagian yang terletak di leher ialah pleura
servikalis. Pleura ini diperkuat oleh membran yang kuat bernama
membran suprapleuralis (fasia Sibson) dan di atas membran ini
terletak arteri subklavia. Di antara kedua lapisan pleura itu
terdapat sedikit eksudat untuk meminyaki permukaannya dan
menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada yang
sewaktu bernapas bergerak. Dalam keadaan sehat kedua lapisan
itu satu dengan yang lain erat bersentuhan. Ruang atau rongga
pleura itu hanyalah ruang yang tidak nyata, tetapi dalam keadaan
tidak normal udara atau cairan memisahkan kedua pleura itu dan
ruang di antaranya menjadi jelas.
3. Etiologi
Menurut (Smeltzer and Bare, 2011) etiologi pneumonia, meliputi :
a. Pneumonia bacterial
Penyebab yang paling sering: Streptoccocus pneumonia Jenis yan lain :
1) Staphiloccocus aureus menyebakan pneumonia stapilokokus
2) Klebsiella pnemoniae menyebabkan pneumonia klebsiella
3) Pseudomonas aerugilnosa menyebabkan pneumonia pseudomonas
4) Haemophilus influenzae menyebabkan haemophilus influenza
b. Pneumonia atipikal
Penyebab paling sering :
Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
Jenis lain :
1) Legionella pneumophila menyebakan penyakit legionnaires
2) Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
3) Virus influenza tipe A, B, C menyebakan pneumonia virus
4) Penumocyctis carini menyebakan pneumonia pnemosistis carinii
(PCP)
5) Aspergillus fumigates menyebakan pneumonia fungi
6) Cipittaci menyebabkan pneumonia klamidia (pneumonia TWAR)
7) Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberculosis
c. Pneumonia juga disebabkan oleh terapi radiasi (terapi radisasi untuk
kanker payudara/paru) biasanya 6 minggu atau lebih setelah pengobatan
selesai ini menyebabkan pneumonia radiasi. Bahan kimia biasanya karena
mencerna kerosin atau inhalasi gas menyebabkan pneumonitis kimiawi.
Karena aspirasi/inhalasi (kandungan lambung) terjadi ketika refleks jalan
nafas protektif hilang seperti yang terjadi pada pasien yang tidak sadar
akibat obat-obatan, alkohol, stroke, henti jantung atau pada keadaan selang
nasogastrik tidak berfungsi yang menyebabkan kandungan lambung
mengalir di sekitar selang yang menyebabkan aspirasi tersembunyi.
4. Patofisiologi
Agent penyebab pneumonia masuk ke paru–paru melalui inhalasi ataupun
aliran darah. Diawali dari saluran pernafasan dan akhirnya masuk ke saluran
pernapasan bawah. Reaksi peradangan timbul pada dinding bronkhus
menyebabkan sel berisi eksudat dan sel epitel menjadi rusak. Kondisitersebut
berlansung lama sehingga dapat menyebabkan etelektasis (Suratun & Santa,
2013). Reaksi inflamasi dapat terjadi di alveoli, yang menghasilkan eksudat
yang mengganggu jalan napas, bronkospasme dapat terjadi apabila pasien
menderita penyakit jalan napas reaktif (Smeltzer & Bare, 2013). Gejala umum
yang biasanya terjadi pada pneumonia yaitu demam, batuk, dan sesak napas
(Djojodibroto, 2014).
5. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pneumonia menurut Mansjoer (2010):
a. Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala,
iritabel, gelisah, malaise, anoreksia, keluhan gastrointestinal.
b. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipneu,
ekspektorasi sputum, cuping hidung, sesak napas, merintih, dan sianosis.
Anak yang lebih besar lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan
lutut tertekuk karena nyeri dada.
c. Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah
ke dalam saat bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas),
perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, dan ronkhi.
d. Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak dada tertinggal di daerah
efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, friction rub,
nyeri dada karena iritasi pleura, kaku kuduk/meningismus (iritasi meningen
tanpa inflamasi), nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi mengenai
diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah).
Sedangkan menurut (Price,2016), yaitu:
a. Pneumonia bacterial
Tanda dan gejala awitan pneumonia pneumococus bersifat mendadak,
disertai menggigil, demam, nyeri pleuritik, batuk, dan sputum yang
berwarna seperti karat. Ronki basah dan gesekan pleura dapat terdengar
diatas jaringan yang terserang, pernafasan cuping hidung, penggunaan
otot-otot aksesoris pernafasan
b. Pneumonia virus
Tanda dan gejala sama seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk kering,
sakit kepala, nyeri otot dan kelemahan, nadi cepat, dan bersambungan
(bounding)
c. Pneumonia aspirasi
Tanda dan gejala adalah produksi sputum berbau busuk, dispneu berat,
hipoksemia, takikardi, demam, tanda infeksi sekunder
d. Pneumonia mikoplasma
Tanda dan gejala adalah nadi meningkat, sakit kepala, demam, faringitis.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar x : Mengidentifikasikan distribusi structural (misal: labor, bronchial),
dapat juga meyatakan abses
b. Biopsy paru : Untuk menetapkan diagnosis.
c. Pemeriksaan gram atau kultur, sputum dan darah : untuk dapat
mengidentifikasi semua organisme yang ada
d. Pemeriksaan serologi : Membantu dalam membedakan diagnosis
organisme khusus
e. Pemeriksaan fungsi paru : Untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas
berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
f. Spirometrik static : Untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.
g. Bronkostopi : Untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.
(Nurarif & Kusuma, 2015).
Pneumonia didiagnosis berdasarkan tanda klinik dan gejala, hasil pemeriksaan
laboratorium dan mikrobiologis, evaluasi foto x-ray dada. Berikut untuk
pemeriksaan penunjang pada pneumonia :
1) Pemeriksaan Radiologi
Foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrate sampai
konsolidasi dengan air broncogram, penyebab bronkogenik dan interstisial
serta gambar kaviti. Gambar adanya infiltrate dari foto x-ray merupakan
standar yang memastikan diagnosis. Foto thoraks saja tidak dapat secara
khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan28 petunjuk
kearah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering
disebabkanoleh Steptococcus pneumonia, pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrate bilateral atau gambaran bronkopneumonia
sedangkan klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang
terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
2) Pemeriksaan Laboratorium. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat
peningkatan jumlah leukosit biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang
mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran
ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etilogi
diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah
positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati, analisis gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi
asidosis respiratorik.
7. Penatalaksanaan Medis
Menurut Misnadiarly (2018) penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung
pada penyebab, sesuai yang ditentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup:
a. Oksigen 1 – 2 L/menit
b. IVFD dekstrose 10% : NaCl 0,9% = 3:1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan
c. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikkan suhu, dan status hidrasi
d. Jika sesak tidak terlalu berat dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip
e. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier
f. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
Antibiotik sesuai hasil biakan atau diberikan untuk kasus pneumonia
community base:
g. Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
h. Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base:
i. Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
j. Amikasin 10 – 15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
8. Komplikasi
Menurut Betz dan Sowden (2012) komplikasi yang sering terjadi menyertai
pneumonia adalah:
a. abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang,
b. efusi pleural adalah terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura,
c. empiema adalah efusi pleura yang berisi nanah,
d. gagal nafas,
e. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial,
f. meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak,
g. pneumonia interstitial menahun,
h. atelektasis adalah (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi
karena obstruksi bronkus oleh penumukan sekresi
i. rusaknya jalan nafas,
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah tahap pertama dalam proses keperawatan
dan merupakan suatu proses yang sitematis dalam mengumpulkan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien. Pengkajian keperawatan ditunjukan pada respon klien terhadap
masalah kesehatan yang berhubungan dengan kebutuhan dasar manusia
(Nursalam, 2001).
a) Identitas Klien.
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan
terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat. Pada
kasus pneumonia banyak terjadi pada :

1) Jenis kelamin : Paling banyak menderita pneumonia yaitu laki- laki

tapi tidak menutup kemungkinan perempuan.

2) Umur : Usia yang paling rentang terkena pneumonia yaitu usia tua

(lanjut usia) dan anak-anak.

b) Riwayat Kesehatan.

1) Riwayat Kesehatan Sekarang.

Gejala saat ini dan durasinya : adanya sesak nafas atau kesulitan
bernafas, nyeri dada dan kaitan nyeri dengan pernapasan: batuk,
produktif atau tidak produktif, warna, konsistensi sputum,: gejala lain:
kesakitan pernapasan atas saat ini atau kesakitan akut lain; penyakit
kronik seperti DM, PPOK, atau penyakit jantung; medikasi saat ini;
alergi obat.
2) Riwayat kesehatan dahulu.
Dengan riwayat penyakit yang diderita klien yang berhubungan dengan
penyakit saat ini atau penyakit yang mungkin dapat dipengaruhi atau
memengaruhi penyakit yang diderita klien saat ini Riwayat Kesehatan
keluarga.
3) Riwayat kesehatan keluarga dihubungkan dengan kemungkinan adanya
penyakit keturunan,kecenderungan alergi dalam satu keluarga,penyakit
yang menular akibat kontak langsung antara anggota keluarga
c) Pemeriksaan fisik :
Tampilan, distress nyata, tingkat kesadaran : tanda-tanda vital, antara lain
suhu; warna aksesorius, pernapasan; suara paru. Pemeriksaan fisik dengan
pendekatan persistem dimulai dari kepala Sampai ujung kaki dapat lebih
mudah. Dalam melakukan pemeriksaan fisik perlu dibekali kemampuan
dalam melakukan pemeriksaan fisik secara sistematis dan rasional. Teknik
pemeriksaan fisik perlu modalitas dasar yang digunakan meliputi: inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi.
1) Penampilan umum
Yaitu penampilan klien dimulai pada saat mempersiapkan klien untuk
pemeriksaan.
2) Kesadaran
Status kesadaran dilakukan dengan dua penilaian yaitu kualitatif dan
kuantitatif, secara kualitatif dapat dinilai antara lain yaitu composmentis
mempunyai arti mengalami kesadaran penuh dengan memberikan respon
yang cukup terhadap stimulus yang diberikan, apatis yaitu mengalami
acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitarnya, samnolen yaitu
mengalami kesadaran yang lebih rendah dengan ditandai tampak
mengantuk bahwa untuk, sopor mempunyai arti bahwa klien
memberikan respon dengan rangsangan yang kuat dan refleks pupil
terhadap cahaya tidak ada. sedangkan penilaian kesadaran terhadap
kuantitatif dapat diukur melalui penilaian (GCS) Glasgow Coma Scale
dengan aspek membuka mata yaitu, 4 respon verbal yaitu 5 dan respons
motorik yaitu nilai 6 (Aziz alimul, 2009).
3) Tanda-Tanda Vital
Tanda-tanda vital merupakan pemeriksaan fisik yang rutin dilakukan
dalam berbagai kondisi klien. Pengukuran yang paling sering dilakukan
adalah pengukuran suhu,dan frekuensi pernafasan (Mutaqqin, 2010).
Pada pasien pneumonia biasanya mengalami demam suhu diatas
370c, pernapasan cepat (Tachypnea).
a) Kepala
1. Rambut
Kulit kepala tampak bersih, tidak ada luka, ketombe tidak ada,
pertumbuhan rambut jarang, warna rambut hitam, kekuatan
rambut: mudah dicabu atau tidak, dan tidak ada pembengkakan
atau tidak ada nyeri tekan.
2. Mata
Kebersihan mata: mata tanpak bersih, gangguan pada mata: mata
berfungsi dengan baik, pemeriksaan konjungtiva: anemis atau
ananemis, sclera biasanya putih, pupil: isokor atau anisokor dan
kesimetrisan mata: mata simetris kiri dan kanan dan ada atau
tidaknya massa atau nyeri tekan pada mata.
3. Teling
Fungsi pendengaran: biasanya berfungsi dengan baik, bentuk
telinga simetris kiri dan kanan, kebersihan telinga.
4. Hidung
5. Kesimetrisan hidung: biasnya simetris, kebersihan hidung, nyeri
sinus, polip, fungsi pembauan dan apakah menggunakan otot
bantu pernapasan.
6. Mulut dan Gigi
Kemampuan bicara, adanya batuk atau tidak, adanya sputum saat
batuk atau tidak, keadaan bibir, keadaan platum, kelengkapan
gigi, dan kebersihan gigi.
b) Leher.
Biasanya simetris kiri dan kanan, gerakan leher; terbatas atau tidak,
ada atau tidak pembesaran kelenjer thyroid, ada atau tidaknya
pembesaran vena juguralis dan kelenjer getah bening.
c) Thorak
Paru-paru
Inspeksi : Perhatikan kesimetrisan gerakan dada, frekuensi napas
cepat (tachipnea), irama, kedalamannya pernapasan cuping hidung,
Palpasi : Adanya nyeri tekan, fremitus traktil bergetar kiri dan
kanan.
Auskultasi : Suara napas ronchi (nada rendah dan sangat kasar
terdengar baik saat inspirasi maupun saat ekspirasi).
Perkusi : Terdengar bunyi redup (Dullnes) adanya jaringan yang
lebih padat atau konsolidasi paru- paru seperti pneumonia.
d) Jantung
Inspeksi : Perhatikan kesimetrisan dada, Ictus cordis tampak atau
tidak.
Palpasi : Ictus cordis teraba, tidak ada massa (pembengkakan) dan
ada atau tidaknya nyeri tekan. Perkusi : Perkusi jantung pekak
(adanya suara perkusi jaringan yang padat seperti pada daerah
jantung).
Auskultasi : Terdengan Suara jantung I dan suara jantung II
(terdengar bunyi lub dub lub dub) dalam rentang normal.
e) Abdomen
Inspeksi : Bentuk abdomen, kesimetrisan abdomen, ada atau
tidaknya lesi, ada atau tidaknya stretch mark.
Auskultasi : Mendengarkan bising usus (normal 5- 30 x/ menit).
Perkusi : Terdengar suara tympany (suara berisi cairan).
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pemberasan hepar.
f) Punggung
Tidak ada kelaina bentuk punggung, tidak ada terdapat luka pada
punggung.
g) Estremitas
Atas : terpasang infuse, apa ada kelemahan atau tidak pada
ekstremitas atas.
Bawah: ada atau tidaknya gangguna terhadap ekstremitas bawah
seperti : kelemahan.
Penilaian Kekuatan Otot mempunyai skala ukur yang umumnya
dipakai untuk memeriksa penderita yang mengalami kelumpuhan
selain mendiagnosa status kelumpuhan juga dipakai untuk
melihat apakah ada kemajuan yang diperoleh selama menjalani
perawatan atau sebaliknya apakah terjadiperburukan pada
penderita. (Suratun, dkk, 2008). Penilaian tersebut meliputi :

1) Nilai 0: Paralisis total atau tidak ditemukan adanya kontraksi


pada otot,
2) Nilai 1: Kontaksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan
dari tonus otot, dapat diketahui dengan palpasi dan tidak
dapat menggerakan sendi,
3) Nilai 2: O tot hanya mampu mengerakkan persendian tetapi
kekuatannya tidak dapat melawan pengaruh gravitasi,
4) Nilai 3: Dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat
melawan pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat terhadap
tahanan yang diberikan pemeriksa,
5) Nilai 4: Kekuatan otot seperti pada derajat 3 disertai dengan
kemampuan otot terhadap tahanan yang ringan,
6) Nilai 5: Kekuatan otot normal.
h) Genetalia
Terpasang kateter atau tidak.
i) Integument.
Turgor kulit baik atau tidak, kulit kering.
j) Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang ditulis tanggal pemeriksaan, jenis
pemeriksaan, hasil dan satuanya. Pemeriksaan penunjang
diantaranya: pemeriksaan laboratorium, foto rotgen, rekam
kardiografi, dan lain-lain (Rohman & Walid, 2010).
k) Therapy
Pada therapy tulis nama obat lengkap, dosis, frekuensi pemberian
dan cara pemberian, secara oral, parental dan lain-lain (Rohman &
Walid, 2010).
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah : pernyataan yang jelas singkat dan pasti
tentang masalah pasien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah
melalui tindakan keperawatan. Menurut (Dianosa Medis & Nanda, 2015).
Kemungkinan Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
a) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan

nafas: spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan

nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda

asing di jalan nafas

b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas

pembawa oksigen darah.

c) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan isolasi respiratory: tirah baring


atau imobilisasi, kelemahan menyeluruh, ketidak seimbangan suplai O2

dengan kebutuhan.

d) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, akibat

toksin bakteri dan rasa sputum.

e) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

f) Resiko kekurangan volume cairan dengan intake oral tidak adekuat,

takipneu, demam, kehilangan volume cairan secara aktif, kegagalan

mekanisme pengaturan.

g) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan apnea: ansietas, posisi

tubuh, deformitas dinding dada, gangguan koknitif, keletihan hiperventilasi,

sindrom hipovnetilasi, obesitas, keletihan otot spinal.


4. Implementasi
Pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan (intervensi).Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan
klien,faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan, strategi implementasi keperawatan dan kegiatan
komunikasi.
Tujuan implementasi adalahmelaksanakan hasil dari rencana
keperawatan untuk selanjutnya di evaluasi untuk mengetahui kondisi
kesehatan pasien dalam periode yang singkat, mempertahankan daya
tahan tubuh, mencegah komplikasi, dan menemukan perubahan
sistem tubuh.
5. Evaluasi
Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan
yang sistematik pada status kesehatan klien. Evaluasi adalah proses
penilaian, pencapaian, tujuan serta pengkajian ulang rencana
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2017.
Jakarta: Depkes RI
Barbara Engram (2015), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah Jilid I,
Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Bare Brenda G & Smeltzer Suzan C. (2010). Keperawatan Medikal Bedah, Edisi
8, Vol. 1, EGC, Jakarta.
Betz, C. L., & Sowden, L. A 2012, Buku saku keperawatan pediatri, RGC,
Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall.2011.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik
Klinis.Jakarta : EGC
Dahlan, Zul. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Depkes RI 2012, Pedoman penanggulangan P2 ISPA, Depkes RI, Jakarta
Doenges, Marilynn, E. dkk (2010). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,
EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arief dkk. (2010). Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius
FKUI Jakarta
Misnadiarly. 2018. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang
Dewasa, Usia Lanjut, Pneumonia Atipik & Pneumonia Atypik
Mycobacterium. Jakarta: Pustaka Obor Populer.
Nanda. 2011. Diagnostik keperawatan. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC
Prize, Sylvia dan Wilson Lorraine. 2016. Infeksi Pada Parenkim Paru:
Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-proses Penyakit volume 2 edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai