Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
S1 KEPERAWATAN
2021
A. KONSEP DASAR
1. Anatomi Fisiologi
Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung (oksigen)
serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa dari
oksidasi keluar dari tubuh. Pengisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan
disebut ekspirasi.
a. Organ pernafasan
Sumber: http://tonang.staff.uns.ac.id/files/2011/06/kuliah-sistem-respirasi.pdf
a) Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai
dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung. (septumnasi). Didalamnya
terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang
masuk kedalam lubang hidung. Bagian luar dinding terdiri dari kulit. Lapisan tengah
terdiri otot otot dan tulang rawan. Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang
berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung (konka nasalis), yang berjumlah 3
buah, Konka nasalis inferior (karang hidung bagianbawah). Konka nasalis media
(karang hidung bagian tengah). Konka nasalis superior (karang hidung bagian atas).
b) Faring
Tekak atau Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan
jalan makanan, terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan
mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain :
keatas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantara lobang yang
bernama koana. Kedepan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan
ini bernama istmus fausium, kebawah terdapat dua lubang kedepan lubang laring,
kebelakang lubang esophagus. Dibawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga
dibeberapa tempat terdapat folikel getah bening. Perkumpulan getah bening ini
dinamakan adenoid.
Rongga tekak dibagi 3 yaitu :
1. Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana disebut nasofaring.
2. Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium disebut orofaring.
3. Bagian bawah sekali dinamakan laringofaring
c) Laring
Laring atau pengkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentuk udara, terletak dibagian depan faring sampai ketinggian vertebra
servikalis dan masuk kedalam trakea dibawahnya .
d) Trakea
Trakea atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh
16 sampai 20 cincin yang terdiiri dari tulang tulang rawan yang berbentuk seperti
kuku kuda (huruf c). sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar
yang disebut sel bersilia, hanya bergerak kearah luar. panjang trakea 9-11 cm dan
dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos Selsel bersilia
gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama
dengan udara pernafasan. yang memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan
kanan disebut karina.
e) Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorok merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang
terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa
dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus itu berjalan kebawah
dan kesamping kearah tampuk paru-paru. bronkus kanan lebih pendek dan lebih
besar daripada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunuyai 3 cabang. bronkus
kiri lebih panjang dan lebih dari yang kanan, trdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2
cabang. Bronkus bercabang cabang, yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli).
Pada ujung bronkioli tak terdapat cincin lagi dan ujung bronkioli terdapat alveoli.
f) Paru-paru
Sumber:http://tonang.staff.uns.ac.id/
Paru- paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung (gelembung hawa, alveoli). Gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel
epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaanya lebih kurang dari 90 m2.
Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, o2 masuk kedalam darah dan CO2
dikeluarkan dari darah. banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih
700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan). Paru-paru dibagi dua paru-paru
kanan, terdiri dari pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap
lobus tersusun oleh lobules. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus
superior dan lobus inferior. tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil
bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada
lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus
inferior. Tiap tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan belahan yang
bernama lobulus. Kapasitas paru-paru yaitu jumlah udara yang dapat mengisi
paruparu pada inspirasi sedalam dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat
tergantung pada beberapa hal:kondisi paru-paru, umur, sikap, dan bentuk
seseorang yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal.
3. Fisiologi pernafasan
Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia sangat membutuhkan oksigen
dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan
kerusakan pada otak yang tak dapat diperbaiki dan bisa menimbulkan kematian. Kalau
penyediaan okssigen berkurang akan menimbulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis,
misalnya orang berkerja pada ruangan yang sempit, tertutup, ruangan kapal, ketel, uap, dan
lain lain. Bila oksigen tidak mencukupi maka warna darah merahnya hilang berganti kebiru
biruan misalnya yang terjadi pada bibir, telinga, lengan, dan kaki (disebut sinosis). Pernafasan
paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada paru-paru. Oksigen
diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernafas yang oksigen masuk melalui trakea
sampai alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonary. Alveoli memisahkan
oksigen dari darah, oksigen menembus membrane, diambil oleh sel darah merah dibawa
kejantung dan jantung dipompakan keseluruh tubuh. Didalam paru-paru karbondioksida
merupakan hasil buangan yang menembus membrane alveoli. Dari kapiler darah dikeluarkan
melalui pipa bronkus, berakhir sampai pada mulut dan hidung.
Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner.
a. Ventilasi pulmoner, gerakan pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara
luar.
b. Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk keseluruh tubuh,
karbon dioksida dari seluruh tubuh masuk keparu-paru.
c. Distribusi arus udara dan darah sedemikian rupa dengan jumlah yang tepat yang bisa
dicapai semua bagian.
d. Difusi gas yang menembus membrane alveoli dan kapiler karbondioksida lebih mudah
berdifusi daripada oksigen (Syaifuddin, 2006)
4. Pengertian asma
Asma adalah penyakit imflamasi kronik saluran napas yang disebabkan oleh reaksi
hipperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinophils, dan T-lymphocytes terhadap
stimulus tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea, whizzing, dan batuk akibat obstruksi
jalan napas yang bersifat reversibel dan terjadi secara episodik berulang (Brunner &
Suddarth, 2015).
Penyakit asma merupakan proses imflamasi kronik saluran pernafasan yang melibatkan
banyak sel dan elemennya (GINA, 2017). Asma merupakan suatu penyakit dengan adanya
penyempitan saluran pernapasan yang berhubungan dengan tanggap reaksi yang meningkat
dari trakea dan bronkus berupa hiperaktivitas otot polos dan inflamasi, hipersekresi mukus,
edema dinding saluran pernapasan dan inflamasi yang disebabkan berbagai macam
rangsangan (Alsagaff, 2017).
5. Etiologi asma
Menurut Smeltzer & Bare (2016), Ada beberapa yang merupakan faktor presdiposisi dan
presipitasi timbulnya serangan asma yaitu :
a. Faktor Presdisposisi
Berupa Genetik dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga yang menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat penyakit ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma jika terpapar
dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitifitas saluran pernapasan juga bisa
diturunkan.
b. Faktor Presipitasi
Fakor Pertama Alergen dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
a) Inhalan yaitu yang masuk melalui saluran pernapasan misalnya debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri, dan polusi
b) Ingesti yaitu yang masuk melalui mulut misalnya makananminuman dan obat-
obatan
c) Kontaktan yaitu yang masuk melalui kontak dengan kulit misalnya perhiasan,
logam dan jam tangan (Mansjoer, 2014).
Faktor Kedua Perubahan Cuaca, cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin
sering mempengaruhi asam. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,
seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah
angin serbuk bunga dan debu (Rachmawati, 2013).
Faktor Ketiga Stress, stress atau gangguan emosi menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang alami stres perlu diberi
nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya, jika stresnya belum diatasi maka
gejala asma belum bisa diobati (Smeltzer & Bare, 2016)
a) Lingkungan, yaitu berupa debu, asap kendaraan, asap pabrik dan asap rokok
b) Jalan napas, yaitu berupa spasme inhalasi asap, perokok aktif, perokok pasif,
sekresi yang tertahan, dan sekresi di bronkus
c) Fisiologi, yaitu berupa inhalasi dan penyakit paru obstruksi kronik
6. Klasifikasi asma
Menurut GINA, tahun 2017 Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahannya dibagi
menjadi empat yaitu :
a. Step 1 (Intermitten)
Gejala perhari ≤ 2X dalam seminggu. Nilai PEF normal dalam kondisi serangan asma.
Exacerbasi: Bisa berjalan ketika bernapas, bisa mengucapkan kalimat penuh.
Respiratory Rate (RR) meningkat. Biasanya tidak ada gejala retraksi dinding dada
ketika bernapas. Gejala malam ≤ 2X dalam sebulan. Fungsi paru PEF atau PEV 1
Variabel PEF ≥ 80% atau < 20%
b. Step 2 (Mild Intermitten)
Gejala perhari ≥ 2X dalam seminggu, tapi tidak 1X sehari. Serangan asma diakibatkan
oleh aktivitas. Exaserbasi: membaik ketika duduk, bisa mengucapkan kalimat frase, RR
meningkat, kadang-kadang menggunakan retraksi dinding dada ketika bernapas.
Gejala malam ≥ 2X dalam sebulan. Fungsi paru PEF tau PEV1 Variabel PEF ≥ 80% ATAU
20%-30%
c. Step 3 (Moderate Persistent)
Gejala perhari bisa setiap hari, serangan asma diakibatkan oleh aktivitas. Exaserbasi:
Duduk tegak ketika bernapas, hanya dapat mengucapkan kata per kata, RR 30x/menit,
biasanya menggunakan retraksi dinding dada ketika bernapas. Gejala malam ≥ 1X
dalam seminggu. Fungsi paru PEF atau PEV1 Variabel PEF 60%-80% atau > 30%
d. Step 4 (Severe Persistent)
Gejala perhari, sering dan aktivitas fisik terbatas. Eksacerbasi: Abnormal pergerakan
thoracoabdominal. Gejala malam sering muncul. Fungsi paru PEF atau PEV1 Variabel
PEF ≤60% atau >30%
Menurut Francis (2008), asma akut dapat diklarifikasikan kedalam tiga kelompok sebagai
berikut:
1) Ringan sampai sedang: mengi atau batuk tanpa distress berat, dapat berbicara atau
mengobrol secara normal, nilai aliran pendek lebih dari 50% nilai terbaik.
2) Sedang sampai berat: mengi atau batuk dengan distress, berbicara dalam kalimat atau
frasa pendek, nilai aliran puncak kurang dari 50% dan beberapa derajat saturasi
oksigen jika diukur dengan oksimetri nadi. Didapatkan nilai saturasi 90% - 95% jika
diukur dengan oksimetri nadi perifer.
3) Berat, mengancam nyawa: Distress pernapasan berat, kesulitan berbicara, sianosis,
lelah dan bingung, usaha respirasi buruk, sedikit mengi (silent chest) dan suara napas
lemah, takipnea, bradikardi, hipotensi, aliran puncak kurang dari 30% angka prediksi
atau angka terbaik, saturasi oksigen kurang dari 90%. Jika diukur dengan oksimetri
perifer.
7. Tipe asma
Menurut Somantri (2007), tipe asma berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi alergi,
idiopatik, dan nonalergik atau campuran (mixed) :
a. Asma Alergik atau ekstrinsik Merupakan suatu bentuk asma dengan alergen seperti
bulu binatang, debu, tepung sari, makanan, amarah dan jamur. Alergen terbanyak
adalah airbone dan musiman (seasonal). Pasien dengan asma alergik biasanya
mempunyai riwayat keluarga yang alergik dan riwayat masa lalu ekzema atau rhinitis
alergik, pejanan terhadap alergen pencetus asma.
b. Idiopatik atau nonalergik asma atau intrinsik Asma idiopatik atau nonalergik tidak
ada hubungan dengan alergen spesifik faktor-faktor, seperti common cold, infeksi
traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan yang dapat
mencetuskan rangsangan. Agen farmokologis seperti aspirin dan alergen anti
inflamasi non steroid lainnya, pewarna rambut dan agen sulfit (pengawet makanan
juga menjadi faktor). Serangan asma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat
dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dapat berkembang menjadi bronkitis
kronis dan empizema.
c. Asma Campuran (Mixxed Asma) Merupakan bentuk asma yang paling sering.
Dikarakteristikkan dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan idiopatik atau
nonalergi.
8. Patofisiologi asma
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alergen, virus,
dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut. Asma dapat terjadi dalam 2 jalur,
yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE,
merupakan reaksi hipersensitivitas tipe 1 (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase
lambat. Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma
alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel mast pada intestitial paru, yang
berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang menghirup
allergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini berdegenerasi mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa
mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrein, faktor kemotaktik eosinofil dan
bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil,
sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi
saluran napas. Pada alergi fase cepat, obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15
menit setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respon terhadap
mediator sel mast terutama histamin yang bekerja merupakan respon terhadap mediator
sel mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase
lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan alergen dan bertahan selama 16-24 jam,
bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel eosinofil, sel T, sel mast dan
Antigen Presenting Cell (APC) merupakan sel-sel kunci dalam patogenesis asma. Pada jalur
saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast dan makrofag alveolar, nervus
vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan reflek
bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan
membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam
submukosa, sehingga meningkatkan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast
misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2. Pada keadaan
tersebut reaksi asma terjadi melalui reflek saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang
terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P, neuropeptida A dan
Calcitomin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang dapat menyebabkan
terjadinya bronkokontriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan
aktivitas sel-sel inflamasi. Hiperaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya
hiperaktivitas bronkus tersebut dapat diukur secara tidak langsung, yang merupakan
parameter objektif beratnya hiperaktivitas bronkus. Berbagai cara digunakan untuk
mengukur hiperaktivitas bronkus tersebut, antara lain dengan uji provokasi beban kerja,
inhalasi udara dingin, maupun inhalasi zat non spesifik (Rengganis, 2008)
9. Pathway asma
10. Manifestasi klinik
Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari. Gejala yang ditimbulkan
berupa batuk-batuk pada pagi hari, siang hari, dan malam hari, sesak napas, saat bernapas
(whezzing atau mengi) rasa tertekan di dada, dan gangguan tidur karena batuk atau sesak
napas atau susah bernapas. Gejala ini terjadi secara reversibel dan episodik berulang
(Brunner & Suddarth, 2015). Gejala asma dapat diperburuk oleh keadaan lingkungan,
seperti berhadapan dengan bulu binatang, uap kimia, perubahan temperature, debu, obat
(aspirin, beta-blocker), olahraga berat, serbuk, infeksi sistem respirasi, asap rokok dan
stress.
Gejala asma dapat menjadi lebih buruk dengan terjadinya komplikasi terhadap asma dapat
menjadi lebih buruk dengan terjadinya komplikasi terhadap asma tersebut sehingga
bertambahnya gejala terhadap distress pernapasan yang biasa dikenal dengan Stautus
Asmaticus. Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan
whezzing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa
berlangsung menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), perbesaran vena leher,
hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis; dispnea dan kemudian berakhir dengan
tachpnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara whezzing dapat hilang
dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan. Begitu bahayanya gejala asma.
Gejala asma dapat mengantarkan penderitanya kepada kematian seketika, sehingga sangat
penting sekali penyakit ini dikontrol dan di kendalikan untuk kepentingan keselamatan jiwa
penderitanya (Brunner & Suddarth, 2015).
11. Komplikasi
Pneumothorax
Pneumomediastinum
Emfisema subkutis
Ateleltaksis
Aspergilosis
Gagal nafas
Bronchitis
A. IDENTITAS KLIEN
Nama Klien : An. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 25
Status Perkawinan :Belum menikah
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Pendidikan : S1
Bahasa yang digunakan : Indonesia
Pekerjaan : Belum bekerja
Alamat : Jl. Bumi Bahagia VIII No. 60
Sumber biaya : Pribadi dan orang tua
Sumber informasi : Pasien
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Keluhan utama : Sesak nafas suka kambuh, terlebih
ketika malam hari, batuk, kelelahan
b. Kronologis keluhan : Sesak nafas suka kambuh pada malam
hari jika pada pagi/siang hari memakan faktor pencetus yaitu micin, dan ac yang
terlalu dingin. Jika sudah kambuh terkadang susah untuk tidur dan lelah
Faktor pencetus : Makanan mengandung micin, ac terlalu
dingin, debu
Timbulnya keluhan : Mendadak
Lamanya : 3 – 4 jam
Upaya mengatasi : Menghirup udara luar dan meminum
obat salbutamol
Eliminasi
a.
Frekuensi / hari 2x/hari 1x/ hari
Waktu Pagi, siang Pagi
Warna Coklat Coklat
Konsistensi Padat Padat
Keluhan Tidak ada Tidak ada
Penggunaa Tidak Tidak
pencahar
b.
Frekuensi / hari 5x/ hari 4x/hari
Warna Kuning tidak terlalu pekat Kuning tidak terlalu pekat
Keluhan Tidak ada Tidak ada
Penggunaan Tidak Tidak
alat bantu
( kateter, dll )
Personal Hygiene
a.
Frekuen 2x/hari 2x/hari
si / hari Asepso Asepso
Penggu
naan sabun mandi Mandiri Mandiri
Cara
( dibantu / mandiri Pagi dan sore Pagi dan sore
)
Waktu 3x/hari 3x/hari
b. Pepsoden Pepsoden
Frekuensi / hari
Penggunaan Mandiri Mandiri
pasta gigi
Cara ( dibantu / Pagi, sore, dan pas mau tidur Pagi, sore, dan pas mau tidur
mandiri )
Waktu 1x/2 hari 1x/2 hari
c.
Frekuensi / Pantene Pantene
hari, atau / minggu
Penggunaan Mandiri Mandiri
sampo
Cara ( dibantu /
mandiri ) 2x/ 2 bulan 2x/ 2 bulan
d.
Frekuensi /
minggu, atau / Mandiri Mandiri
bulan
Cara ( dibantu / Gunting kuku Gunting kuku
mandiri )
Alat yang di
gunakan
( silet, gunting kuku,
dsb )
Istirahat dan tidur
a. Istirahat
Kegiata Bermain hp, nonton tv Bermain hp, nonton tv
n saat istirahat
( baca buku, nonton tv,
dsb )
Waktu Ketika tidak ada kerjaan Istirahat total
istirahat Keluarga, teman Keluarga, teman
Orang
yang menemani
waktu istirahat
b. Tidur 3 jam/hari 2 jam/hari
Lama tidur
siang ( jam / hari ) 8 Jam/hari 5 Jam/hari
Lama tidur
malam ( jam / hari Mendengarkan musik dan gosok Mendengarkan musik dan gosok
) gigi gigi
Kebiasaan Tidak ada Tidak ada
sebelum tidur
Gangguan tidur
Aktivitas dan latihan
Waktu bekerja - -
(pagi/siang/malam
)
Lama bekerja - -
( jam / hari )
Aktif Olahraga Ya Tidak
Jenis Olahraga Baadminton
Frekuensi 1x/minggu
Olahrag / minggu
Keluhan ketika Mudah lelah Mudah lelah
beraktifitas
Kegiatan yang
mempengaruhi
kesehatan
a. Merokok
Ya / Tidak Tidak
tidak
Jumlah
( batang/hari )
Lama
pemakaian ( ...
tahun / bulan /
minggu / hari yang
lalu )
b. Minuman keras Tidak Tidak
/ NAFZA
Ya /
tidak
Jenis
Frekuen
si ( / hari, atau /
minggu )
Lama
pemakaian ( ...
tahun / bulan /
minggu / hari yang
lalu )
C. PENGKAJIAN FISIK
1. Pemeriksaan Fisik Umum
a. Berat
: 70 kg
badan Sebelum sakit : 73kg
b. Tinggi
: 170 cm
badan
c. Tekanan
: 110/76darah
mmHg
d. Nadi
: 104 x/menit
e. Frekuensi
: 27 x/menit
nafas
f. Suhu
: 36,5°
tubuh
C
g. Keadaan
: Sakit Ringan
umum
h. Pembesaran
: Tidak kelenjar
betah bening
2. Sistem Penglihatan
a. P Simetris
osisi mata
b. K Normal
elopak mata
c. P Normal
ergerakan bola mata
d. K Merah muda
onjunctiva
e. K Normal
ornea
f. S Ikterik
klera
g. P Isokor
upil
h. O Tidak ada kelainan
tot – otot mata
i. F Baik
ungsi penglihatan
j. T : Tidak
anda – tanda radang
k. P : Tidak
emakaian kaca mata
l. P :Tidak
emakaian kontak lensa
m. R : Menyipitkan mata
eaksi terhadap cahaya
3. Sistem Pendengaran
a. Normal
b. Warna : Kuning Konsistensi : cair
Bau : Khas
c. Normal
d. Tidak
e. Tidak
f. Tidak
g. Normal
h. Tidak
i. Tidak
4. Sistem Wicara
Normal
5. Sistem Pernafasan
a. : Ada sumbatan; sekret
b. : Sesak
c. : Ya
d. : 27x/menit
e. : Teratur
f. : Biot
g. : Dangkal
h. : Ya
Produktif
i. : Ya, Putih
j. : Kental
k. : Tidak
l. : simetris
m. :
n. : Ronkhi
o. : Tidak
p. : Tidak
nafas
6. Sistem Cardiovaskuler
a. Sirkulasi perifer
: 104 x / menit
Irama : Teratur
Denyut : kuat
: 110/76mmHg
:
Kanan : Ya
Kiri : Tidak
: Hangat
: Kemerahan
: 2 detik
: Tidak
b. Sirkulasi jantung
: 90 x / menit
: Teratur
: Tidak ada
: Tidak
Timbulnya : Tidak
Karakteristik : Tidak
9. Sistem Pencernaan
a. Keadaan mulut
: Tidak
: Tidak
: Tidak
: Tidak
: Tidak
Normal
b. Muntah
Tidak
Isi :
Warna :
Frekuensi :
Jumlah :
Tidak
d. Skala nyeri : Tidak ada
e. Lokasi & karakter nyeri
Tidak
f. Bising usus : 15 x / menit
g. Diare
Tidak
Lamanya :tidak ada
Frekuensi : x / hari
h. Warna Feses
Coklat
i. Konsistensi Feses
Tidak ada kelainan
j. Konstipasi
Tidak
k. Hepar
Teraba
l. Abdomen
Tidak ada pembesaran abnormal
10. Sistem endokrin
Pembesaran kelenjar tiroid : tidak
Nafas bau keton : Tidak
Luka Gangren : Tidak
c. B.A.K
Warna
Kuning jernih
e. Sakit pinggang
Tidak
Kelainan kulit
Tidak
Kondisi kulit daerah pemasangan infus : Tidak ada pemasangan infus
Keadaan rambut
Tekstur : Baik
Kebersihan : Bersih
Keadaan kuku
Normal
13. Sistem Muskuloskeletal
Kesulitan dalam pergerakan : Tidak
Sakit pada tulang, sendi, kulit : Tidak
Fraktur : Tidak
Kelainan bentuk tulang sendi : Tidak
Kelainan struktur tulang belakang : Tidak
Keadaan tonus otot
Baik
Kekuatan otot
Kasus
An. A 25 tahun mengeluh sering sesak nafas pada malam hari, dikarenakan siang hari ia
memakan makanan bermicin, jika ac ruangan terlalu dingin klien mengeluh sering sesak
nafas, klien mengeluh jika beraktifitas sering merasa lelah, jika batuk keluar dahak. Riwayat
keluarga klien mengidap asma, setelah dilakukan pengkajian, didapatkan data : BB sekarang :
70 kg sebelum sakit : 73kg, tinggi badan : 170 cm, TD : 110/76 mmHg, nadi : 104
x/menit, frekuensi nafas : 27 x/menit, suhu tubuh : 36,5° C, terdengar ronkhi, penggunaan
otot bantu nafas
DATA FOKUS
Nama klien / Umur : An. A 25 thn
ANALISA DATA
Nama klien / Umur : An.A 25 thn
Do :
Riwayat keluarga klien
mengidap asma
Frekuensi nafas : 27 x/menit
Nadi : 104 x/menit
Terdengar ronkhi
Penggunaan otot bantu
nafas
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama klien / Umur : An. A 25 thn
No Diagnosa Keperawatan
( P&E)
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d Bronkospasme: peningkatan produksi sekret
Melakukan ulang fisioterapi
dada
10.30 – 12.00 Menginstruksikan klien batuk
efektif
Mengauskultasi suara nafas
EVALUASI (CATATAN PERKEMBANGAN)
Nama klien / Umur : Ny. A 25 thn
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 2.
Jakarta EGC
Rengganis, Iris. 2008. Diagnosis Dan Tatalaksana Asma Bronkhial. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta.
Somantri I. Keperawatan medikal bedah : Asuhan Keperawatan pada pasien gangguan
sistem pernafasan. Jakarta: Salemba Medika; 2007.
Francis, Caia.2008:Perawatan Respirasi. Jakarta:Erlangga.
Nugroho, T & Putri T.B (Eds). 2016. Teori Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta :
Nuha Medika.
GINA. 2017. Global Strategy for Asthma Management and Prevention.
Mansjoer, Arif. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3 Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapcus
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.
Alsagaff, Hood. 2017. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan kesepuluh, Airlangga
University Press. Surabaya.