Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP LANSIA
A. Konsep Dasar Lansia
1. Pengertian Lansia
Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik,
yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai
mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai
kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup
berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki
selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal,
siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase
hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya
(Darmojo, 2004).
2. Proses menua
Menurut Constantindes (1994) dalam Nugroho (2000) mengatakan
bahwa proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaikinya kerusakan yang diderita. Proses
menua merupakan proses yang terus-menerus secara alamiah dimulai sejak
lahir dan setiap individu tidak sama cepatnya. Menua bukan status
penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh. Dengan
begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap
infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan
stuktural yang disebut sebagai penyakit degenerative seperti, hipertensi,
aterosklerosis, diabetes militus dan kanker yang akan menyebabkan kita
menghadapi akhir hidup dengan episode terminal yang dramatik seperti
strok, infark miokard, koma asidosis, metastasis kanker dan sebagainya (
Martono & Darmojo,edisi ke-3 2004).
3. Batasan Lanjut Usia
Menurut Organiai Kesehatan Dunia (WHO), Batasan lanut usia
meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun
b. Lanjut usia (elderly) usia antara 60 sampai 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) usia antara 75 sampai 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) usia di atas 90 tahun (Mubarak dkk, 2006).
4. Teori Penuaan
Para perencana dan pengambil keputusan menaruh perhatian pada
aspek lanjut usia yang sehat dan sakit-sakitan mengingat usia yang
panjang, tetapi sakit-sakitan akan menguras banyak sumber daya dan akan
menggangu aktifitas sehari-hari lansia. Dengan indeks aktifitas sehari-hari
menurut Katz, dapat diprediksi berapa usia harapan hidup aktif pada suatu
masyarakat. Dari berbagai studi disimpulkan bahwa dari status fungsional
aktifitas sehari-hari terkait erat bukan hanya dengan usia, tetapi juga
dengan penyakit. Keterbatasan gerak merupakan penyebab utama
gangguan aktifitas hidup keseharian (activity of daily living – ADL) dan
IADL (ADL Instrumen) (Guraalnik, dkk dalam Tamher, 2009).
5. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
Menurut Maryam Siti, R. dkk, (2008), perubahan yang terjadi pada
lanjut usia adalah :
a. Perubahan fisik
1) Sel
Lebih sedikit jumlahnya, lebih besar ukuranya,
berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan tubuh
dan berkurangnya cairan intraseluler, menurunnya proporsi protein
di otak, otot ginjal darah, dan hati, jumlah sel otak menurun,
terganggunya mekanisme perbaikan sel, otak menjadi atrofi,
beratnya berkurang 5 – 10%.
2) Sistem persarafan
Berat otak menurun 10 – 20% (setiap orang berkurang sel
saraf otaknya dalam setiap harinya), cepatnya menurun hubungan
persyarafan, lambat dalam responden waktu untuk bereaksi,
khususnya dengan stres, mengecilnya syaraf panca indra
(berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya
saraf pencium dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu
dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin), kurang sensitive
terhadap sentuhan.
3) Presbiakusis (gangguan pada pendengaran)
Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga
dalam terutama terhadap bunyi suara atau nada–nada yang tinggi,
suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata–kata, 50% terjadi pada
usia diatas umur 65 tahun, membrane timpani menjadi atrofi
menyebabkan otot seklerosis, terjadinya pengumpulan serumen
dapat mengeras karena meningkatnya keratin, pendengaran
bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan
jiwa atau stres.
4) Sistem penglihatan
Sfingter pupil timbul sclerosis dan hilangnya respon
terhadap sinar kornea lebih terbentuk sferis (bola), lensa lebih
suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak menyebabkan
gangguan penglihatan, meningkatnya ambang pengamatan sinar,
daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, dan susah melihat
dalam cahaya gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya
lapang pandang (berkurang luas pandang), menurunya daya
membedakan warna biru atau hijau pada skala.
5) Sistem kardiovaskuler
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jatung menebal
dan menjadi kaku kemampuan jantung memompa darah menurun
1% setiap tahun seudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan
merunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan elastisitas
pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke
berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi
65mmHg (mengakibatkan pusing mendadak ± 170 mmHg,
diastolis normal ± 90 mmHg).
6) Sistem pengaturan temperatur tubuh
Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja
sebagai suatu thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu,
kemunduran terjadi berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Sebagai akibat sering ditemui temperatur tubuh menurun
(hipotermia) secara fisiologik ± 35°C ini akibat metabolisme yang
menurun, keterbatasan refleks menggigil dan tidak memproduksi
panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
7) Sistem respirasi
Otot–otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi
kaku menurunya aktifitas dari sillia, paru–paru kehilangan
elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat,
kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas
menurun, alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya
berkurang, O² pada arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO² pada
arteri tidak terganti, kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan
otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia.
8) Sistem gastrointestinal
Kehilangan gigi penyebab utama adanya periodontal diase
yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi
kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk, indera pengecap
menurun adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi indra
pengecap (±80%) hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap dilidah
terutama rasa manis dan asin, hiangnya sensitifitas dari saraf
pengecap tentang rasa asin, asam dan pahit, esophagus melebar,
rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun), asam lambung
menurun, waktu mengosongkan menurun, peristaltik lemah dan
biasanya timbul konstipasi, fungsi absorpsi melemah (daya
absorpsi terganggu), liver (hati) makin mengecil dan merunnya
tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah.
9) Sistem reproduksi
Menciutnya ovari dan uterus, atrovi payudara, pada laki–
laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun
adanya penurunan secara berangsur–angsur, dorongan seksual
menetap sampai usia diatas 70 tahun (asal kondisi kesehatan baik)
yaitu kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia,
hubungan seksual secara teratur membantu mempertahankan
kemampuan seksual, tidak perlu cemas karena merupakan
perubahan alami, selaput lendir vagina menurun, permukaan
menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya menjadi
alkali dan terjadi perubahan–perubahan warna.
10) Sistem gastourinaria
Ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa
metabolisme tubuh, melalui urine darah ke ginjal, disaring oleh
satuan (unit) terkecil dari ginjal yang disebut nefron (tepatnya di
glomerulus), kemudian mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran
darah ke ginjal menurun sampai 50%, fungsi tubulus akibatnya
berkurannya kemampuan mengkonsentrasikan urin, berat jenis urin
menurun proteinuria (biasanya +1), BUN (Blood Urea Nitrogen)
meningkatkan sampai 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap
glukosa meningkat, vesika urinaria (kandung kemih) ototnya
menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau
menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat, vesika urinaria
sudah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga mengakibatkan
meningkatkan retensi urin, pembesaran prostat ±75 % dialami oleh
pria usia di atas 65 tahun, atrovi vulva dan vagina, orang–orang
yang makin menua sexual intercourse cenderung secara bertahap
tiap tahun tetapi kapasitas untuk melakukan dan menikmati
berjalan terus sampai tua.
11) Sistem endokrin
Produksi dari hampir semua hormon menurun, fungsi
paratiroid dan sekresinya tidak berubah, pertumbuhan hormone ada
tetapi tidak rendah dan hanya ada didalam pembuluh darah,
berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH, dan LH,
menurunya aktifitas tiroid, menurunnya BMR (basal metabolic
rate), dan menurunnya daya pertukaran zat, menurunnya produksi
aldosteron, menurunnya sekresi hormon kelamin, misalnya
progesteron, estrogen, dan testeron.
12) Sistem kulit (integumentary system)
Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan
lemak, permukaan kulit kasar dan bersisik (karena kehilangan
proses kratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk–bentuk sel
epidermis), menurunya respon terhadap trauma, mekanisme
proteksi kulit menurun yaitu produksi serum menurun, gangguan
pegmentasi kulit, kulit kepala dan rambut menipis berwarna
kelabu, rambut dalam hidung dan telingga menebal, bekurangnya
elastisitas akibat dari menurunnya cairan dan vaskularisasi,
pertumbuha kuku lebih lambat, kuku jari menjadi lebiih keras dan
rapuh, kuku kaki bertumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk,
kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya, kuku menjadi
pudar, kurang bercahaya.
13) Sistem muskuluskeletal (musculoskeletal system)
Dewasa lansia yang melakukan aktifitas secara teratur tidak
kehilangan massa atau tonus otot dan tulang sebanyak lansia yang
tidak aktif. Serat otot berkurang ukuranya. Dan kekuatan otot
berkurang sebanding penurunan massa otot. Penurunan massa dan
kekuatan otot, demeneralisasi tulang, pemendekan fosa akibat
penyempitan rongga intravertebral, penurunan mobilitas sendi,
tonjolan tulang lebih meninggi (terlihat). Tulang kehilangan
density (cairan) dan makin rapuh, kifosis pinggang, pergerakan
lutut dan jari–jari pergelangan terbatas, discus intervertebralis
menipis dan menjadi pendek (tingginya berkurang), persendian
membesar dan menjadi rapuh, tendon mengerut dan mengalami
sclerosis, atrofin serabut otot sehingga seseorang bergerak menjadi
lamban, otot–otot kram menjadi tremor, otot–otot polos tidak
begitu berpengaruh.
b. Perubahan mental
Faktor–faktor yang mempengaruhi perubahan mental yaitu
perubahan fisik khususnya organ perasa kesehatan umum, tingkat
pendidikan, keturunan (hereditas), dan lingkungan. Kenangan
(memory) terdiri dari kenangan jangka panjang (berjam–jam sampai
berhari–hari yang lalu mencakup beberapa perubahan),dan kenangan
jangka pendek atau seketika (0-10 menit, kenangan buruk).
I.Q. (Intellegentian Quantion ) tidak berubah dengan informasi
matematika dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan, persepsi
dan ketrampilan psikomotor (terjadinya perubahan pada daya
membayangkan karena tekanan–teanan dari faktor waktu).
Semua organ pada proses menua akan mengalami perubahan
struktural dan fisiologis, begitu juga otak. Perubahan ini disebabkan
karena fungsi neuron di otak secara progresif. Kehilangan fungsi ini
akibat menurunnya aliran darah ke otak, lapisan otak terlihat berkabut
dan metabolisme di otak lambat. Selanjutnya sangat sedikit yang di
ketahui tentang pengaruhnya terhadap perubahan fungsi kognitif pada
lanjut usia. Perubahan kognitif yang di alami lanjut usia adalah
demensia, dan delirium.
c. Perubahan psikologis
Lanjut usia akan mengalami perubahan–perubahan psikososial
seperti :
1) Pensiun, nilai seseorang sering diukur produktifitasnya, identitas
dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Lansia yang
mengalami pensiun akan mengalami rangkaian kehilangan yaitu
finansial (income berkurang), status (dulu mempunyai jabatan
posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan segala faselitasnya),
teman/kenalan atau relasi, dan pekerjaan atau kegiatan.
a) Merasakan atau sadar akan kematian (sence of awareness of
mortality)
b) Perubahan dalam cara hidup yaitu memasuki rumah perawatan,
bergerak lebih sempit.
c) Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic
derivation) meningkatkan biaya hidup pada penghasilan yang
sulit, bertambahnya biaya pengobatan.
d) Penyakit kronis dan ketidak mampuan.
e) Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan social.
f) Gangguan saraf panca indra, timbul kebutaan dan ketulian.
g) Gangguan gizi akibat kehilangan penghasila atau jabatan.
h) Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan
teman teman dan famili serta pasangan.
i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri.
6. Permasalahan dari Aspek Fisiologis Yang Terjadi Pada Lanjut Usia
Persepsi kesehatan dapat menentukan kualitas hidup. Pemahaman
persepsi lansia tentang status kesehatan esensial untuk pengkajian yang
akurat dan untuk pengembangan intervensi yang relevan secara klinis.
Konsep lansia tentang kesehatan umumnya bergantung pada persepsi
pribadi terhadap kemampuan fungsional. Karna itu, lansia yang terlibat
dalam aktifitas kehidupan sehari-hari biasanya menganggap dirinya sehat,
sedangkan mereka yang aktifitasnya terbatas karena kerusakan fisik,
emosional atau sosial mungkin merasa dirinya sakit (Potter, 2005).
Perubahan fisiologis bervariasi pada setiap lansia, perubahan
fisiologis umum yang diantisipasi pada lansia. Perubahan fisiologis ini
bukan proses patologi. Perubahan ini terjadi pada semua orang tetapi pada
kecepatan yang berbeda dan bergantung keadaan dalam kehidupan.
Terjadinya perubahan normal pada fisik lansia yang dipengaruhi oleh
faktor kejiwaan sosial, ekonomi dan medik. Perubahan tersebut akan
terlihat dalam jaringan dan organ tubuh seperti kulit menjadi kering dan
keriput, rambut beruban dan rontok, penglihatan menurun sebagian atau
menyeluruh, pendengaran berkurang, indra perasa menurun, daya
penciuman berkurang, tinggi badan menyusut karena proses osteoporosis
yang berakibat badan menjadi bungkuk, tulang keropos, masanya dan
kekuatannya berkurang dan mudah patah, elastisitas paru berkurang, nafas
menjadi pendek, terjadi pengurangan fungsi organ didalam perut,dinding
pembuluh darah menebal dan menjadi tekanan darah tinggi otot jantung
bekerja tidak efisien, adanya penurunan organ reproduksi, terutama pada
wanita, otak menyusut dan reaksi menjadi lambat terutama pada pria, serta
seksualitas tidak terlalu menurun.

7. Kebutuhan Hidup Lanjut Usia


Seseorang memiliki kebutuhan hidup. Orang lanjut usia juga
memiliki kebutuhan hidup yang sama agar dapat hidup sejahtera.
Kebutuhan hidup orang lanjut usia antara lain kebutuhan akan makanan
bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, perumahan yang
sehat dan kondisi rumah yang tentram dan aman, kebutuhan–kebutuhan
sosial seperti bersosialisasi dengan semua orang dalam segala usia,
sehingga mereka mempunyai banyak teman yang dapat diajak
berkomunikasi, membagi pengalaman, memberikan pengarahan untuk
kehidupan yang baik. Kebutuhan tersebut diperlukan oleh lanjut usia agar
dapat mandiri. Kebutuhan manusia meliputi 1) kebutuhan fisik
(physiological needs ) adalah kebutuhan fisik atau biologis seperti pangan,
sandang, papan, dan seks. 2) kebutuhan ketentraman (safety needs) adalah
kebutuhan akan rasa keamanan dan ketentraman, baik lahiriah maupun
batiniah seperti kebutuhan akan jaminan hari tua, kebebasan, dan
kemandirian. 3) kebutuhan sosial (social needs) adalah kebutuhan untuk
bermasyarakat atau berkomunikasi dengan manusia lain melalui
panuyuban, organisasi profesi, kesenian, olah raga, dan kesamaan hobi. 4)
kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan akan harga diri
untuk diakui akan keberadaannya. 5) kebutuhan aktualisasi diri (self
actualization needs) adalah kebutuhan untuk untuk mengungkapkan
kemampuan fisik rohani maupun daya pikir berdasar pengalaman masing-
masing bersemangat untuk hidup, dan berperan dalam kehidupan.
8. Kemampuan Aktifitas Sehari-hari Pada lansia
a. Pengertian Kemampuan Aktifitas
Menurut kamus bahasa Indonesia kemampuan adalah
kesanggupan untuk melakukan sesuatu. Aktifitas adalah suatu usaha
energi atau keadaan bergerak dimana manusia memerlukan untuk
dapat memenuhi kebutuhan hidup, Aktifitas didefinisikan suatu aksi
energetic atau keadaan bergerak semua manusia memerlukan
kemampuan untuk bergerak (Potter, 2005).
Penilaian aktifitas sehari-hari sangat penting dalam
menentukan tingkat bantuan yang diperlukan setiap hari, dan penilaian
ini sangat membantu dalam perencanaan perawatan jangka panjang
untuk lansia. Demikian pula, evaluasi aktifitas sehari-hari penting
dalam menentukan tingkat bantuan yang dibutuhkan oleh orang-orang
di independen dari bantuan yang dibutuhkan oleh orang-orang dalam
pengaturan independen atau semi-independen (Miller, 1995)
Aktifitas kehidupan sehari-hari (AKS) adalah aktifitas yang
biasanya dilakukan dalam sepanjang hari normal. Aktifitas tersebut
mencakup ambulasi, makan, berpakaian, mandi, menyikat gigi dan
berhias (Potter, 2005). Salah satu tujuan dari penilaian dalam situasi
penyalahgunaan adalah untuk menentukan perlunya intervensi hukum
ketika selansia beresiko. Oleh karena itu, potensi penilaian seorang
perawat kepada orang tersebut berfungsi baik dan sangat penting
dalam aktifitas hidup sehari-hari .
Aktifitas merupakan salah satu penilaian dalam kehidupan
sehari-hari orang tua dalam melakukan tindakan yang perlu dilakukan
secara benar. Aktifitas dan kegiatan produktif dapat meningkatkan
kualitas dan usia hidup seseorang. Mereka yang lebih aktif secara
social ternyata lebih sedikit yang meninggal lebih dini ketimbang
mereka yang kurang aktif .
1) Manfaat Kemampuan Aktifitas Sehari-hari Pada Lansia
a) Meningkatkan kemampuan dan kemauan seksual lansia
b) Kulit tidak cepat keriput atau menghambat proses penuaan
c) Meningkatkan keelastisan tulang sehingga tulang tidak mudah
patah
d) Menghambat pengecilan otot dan mempertahankan atau
mengurangi kecepatan penurunan kekuatan otot
2) Macam-macam Aktifitas Sehari-hari Pada Lansia
Menurut Leukenotte (1998), aktifitas sehari-hari terdiri
dari:
a) Mandi (spon, pancuran, atau bak)
Tidak menerima bantuan (masuk dan keluar bak mandi
sendiri jika mandi dengan menjadi kebiasaan), menerima
bantuan untuk mandi hanya satu bagian tubuh (seperti
punggung atau kaki), menerima bantuan mandi lebih dari satu
bagian tubuh (atau tidak dimandikan)
b) Berpakaian
Mengambil baju dan memakai baju dengan lengkap tanpa
bantuan, mengambil baju dan memakai baju dengan lengkap
tanpa bantuan kecuali mengikat sepatu, menerima bantuan
dalam memakai baju, atau membiarkan sebagian tetap tidak
berpakaian.
c) Ke kamar kecil
Pergi kekamar kecil membersihkan diri, dan merapikan
baju tanpa bantuan (dapat mengunakan objek untuk
menyokong seperti tongkat, walker, atau kursi roda, dan dapat
mengatur bedpan malam hari atau bedpan pengosongan pada
pagi hari, menerima bantuan kekamar kecil membersihkan diri,
atau dalam merapikan pakaian setelah eliminasi, atau
mengunakan bedpan atau pispot pada malam hari, tidak ke
kamar kecil untuk proses eliminasi.
d) Berpindah
Berpindah ke dan dari tempat tidur seperti berpindah ked an
dari kursi tanpa bantuan (mungkin mengunakan alat/objek
untuk mendukung seperti tempat atau alat bantu jalan),
berpindah ke dan dari tempat tidur atau kursi dengan bantuan,
bergerak naik atau turun dari tempat tidur.
e) Kontinen
Mengontrol perkemihan dan defekasi dengan komplit oleh
diri sendiri, kadang-kadang mengalami ketidak mampuan
untuk mengontrol perkemihan dan defekasi, pengawasan
membantu mempertahankan control urin atau defekasi, kateter
digunakan atau kontinensa.
f) Makan
Makan sendiri tanpa bantuan, Makan sendiri kecuali
mendapatkan bantuan dalam mengambil makanan sendiri,
menerima bantuan dalam makan sebagian atau sepenuhnya
dengan menggunakan selang atau cairan intravena.
II. KONSEP TEORI VERTIGO
A. Pengertian
Vertigo adalah gejala klasik yang dialami ketika terjadi disfungsi yang cukup
cepat dan asimetris system vestibuler perifer (telinga dalam) (Smeltzer &
Bare, 2002).

B. Anatomi dan Fisiologi

1. Jaringan Saraf
a. Neuron
Neuron adalah suatu sel saraf dan merupakn unut anatimi dan
fungsional sistem persarafan. Nuron terdiri dari:
1) Badan sel
Secara relatif badan sel lebih besar dan mengelilingi
nukleus yang di dalamnya terdapat nukleolus. Di sekelilingnya
terdapat perikarion yang berisi neurofilamen yang
berkelompok yang disebut neurofibril. Di luarnya
berhubungan dengan dendrit dan akson yang memberikan
dukungan terhadap proses-proses fisiologis.
2) Dendrit
Dendrit adalah tonjolan yang menghantarkan informasi
menuju badan sel. Merupakn bagian yang menjulur keluar dari
badan sel dan menjalar ke segala arah. Khususnya di korteks
serebri dan serebellum, dendrit mempunyai tonjolan-tonjolan
kecil bulat, yang disebut tonjolan dendrit.
3) Akson
tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan
informasi keluar dari badan sel disebut akson.
Dendrit dan akson secara kolektif sering disebut sebagai
serabut saraf atau tonjolan saraf. Kemampuan untuk
menerima, menyampaikan dan meneruskan pesan-pesan neural
disebabkan sifat khusus membran sel neuron yang mudah
dirangsang dan dapat menghantarkan pesan elektrokimia.
Klasifikasi sruktural neuron
Klasifikasi sruktural neuron berdasarkan pada hubungan antara
dendrit, badan sel dan akson mencakup:
a. Neiron tanpa akson
Secara struktur lebih kecil dan tidak mempunyai akson. Neuron
ini belokasi pada otak dan beberapa organ perasa khusus
b. Neuron bipolar
Ukuran dari neuron bipolar lebih kecil dibandingkan dengan
neuron unipolar dan multipolar. Neuron bipilar sangat jarang
ada, tetapi meraka ada di dalam rongga perasa khusus, neuron
ini menyiarkan ulang informasi tentang penglihatan,
penciuman dan pendengaran dari sel-sel yang peka terhadap
rangsang ke neuron-neuron lainnya.

c. Neuron unipolar
Di dalam suatu neuron unipolar, dendrit dan akson melakukan
proses secara berlanjutan. Dalam suatu neuron, segmen awal
dari cabang dendrit membawa aksi potensial dan neuron ini
memiliki akson. Beberapa neuron sensorik dari saraf tepi
merupakn neuron unipolar dan sinaps neuron berakhir di sistem
saraf pusat (SSP).
d. Neuron multipolar
Neuron multipolar lebih banyak memiliki dendrit dan dengan
satu akson. Neuron ini merupakan tipe neuron yang sebagian
besar berada di SSP. Contoh tipe neuron ini adalah seluruh
neuron motorik yang mengendalikan otot rangka.

Klasifikasi fungsional
a. Neuron sensorik
Neuron sensorik merupakan neuron unipolar atau disebut juga
dengan serabut aferen yang menghubungkan antara reseptor
sensorik dan batang otak atau otak. Neuron ini mengumpulkan
informasi dengan memperhatikan lingkungan luar tubuh.
Tubuh manusia memiliki sekitar 10 juta neuron sensorik.
Neuron sensorik somatis melakukan pengawasan di luar tubuh
dan neuron sensorik viseral memonitor kondisi di dalam tubuh.
Reseptor sensoorik yang lebih spesifik meliputi:
1) Eksteroseptor, menyediakan informasi tentang kondisi
lingkungan luar dan lingkunagan yang didapat dari indera
seperti penglihatan, penciuman, pendengaran dan peraba.
2) Proprioseptor, memonitor keadaan posisi dan pergerakan
otot rangka dan sendi.
3) Interoseptor, memonitor kondisi sistem pencernaan,
pernapasan, kardiovaskuler, perkemihan, reproduksi, serta
beberapa sensasi perasa dan rasa nyeri.
b. Neuron motorik
Neuron motorik atau neuron eferen membawa instruksi-
instruksi dari SSP menuju efektor perifer. Tubuh manusia
memiliki sekitar 500 ribu neuron motorik. Akson-akson
pembawa pesan dari SSP yang disebut dengan serabut
eferen, terdiri atas sistem saraf somatis (SSS) dan sistem
saraf otonom (SSO).
c. Interneuron
Interneuron atau neuron eferen berada di antara neuron
sensorik dan motorik. Interneuron terdapat di seluruh otak
dan batang otak. Tubuh manusia memiliki 20 juta
interneuron dan berespons untuk mendistribusikan setiap
informasi dari neuron sensorik dan mengkoordinasikan
aktivitas motorik.

Neuroglia
Neuroglia adalah Penyokong, pelindung neuron-neuron SSP
dan sebagai sumber nutrisi bagi neuron-neuron otak dan medula
spinalis. Ada empat sel neuroglia yaitu:
a) Mikroglia, sel ini ditemukan di seluruh SSP dan dianggap
berperan penting dalam proses melawan infeksi.
b) Ependimal, berperan dalam produksi cairan serebrospinal
(CSS).
c) Astroglia, berperan sebagai barier darah-otak, memperbaiki
kerusakan jaringan neuron dan menjaga perubahan interstisial.
d) Oligodendroglia, berperan dalam menghasilkan mielin.
b. Sel Schwann
Sel schwann membentuk mielin maupun neurolema saraf tepi.
Membren plasma sel schwann secara konsentris mengelilingi
tonjolan neuron sistem saraf tepi (SST).

c. Mielin
Mielin merupakan suatu kompleks protein yang mengisolasi
tonjolan saraf. Mielin menghalangi aliran ion natrium dan kalium
melintasi membran neuronal dengan hampir sempurna. Selubung
meilin tidak kontinu di sepanjang tonjolan saraf, dan terdapat
celah-celah yang tidak memiliki mielin, yang disebut nodus
Renvier.
d. Transmisi sinaps
Neuron menyalurkan sinyal-sinyal saraf ke seluruh tubuh.
Kejadian listrik ini yang kita kenal dengan impuls saraf. Impuls
saraf bersifat listrik di sepanjang neuron dan bersifat kimia di
antara neuron.
Neuron tidak bersambung satu sama lain. Tempat dimana
neuron mengadakan kontak dengan neuron lain atau dengan organ
efektor disebut sinaps. Sinaps merupakan satu-satunya tempat
dimana suatu impuls dapat lewat dari suatu neuron ke neuron
lainnya atau efektor. Agar proses ini menjadi efektif, maka sebuah
pesan tidak selalu harus melalui perjalanan melalui akson, tetapi
bisa ditransmisikan melalui jalan lain untuk menuju sel lainnya.
Sinaps bisa bersifat elektrik untuk melakukan kontak antarsel
atau bersifat kimia dengan melibatkan neurotransmiter.
a) Sinaps listrik
Sinaps-sinaps listrik terletak di SSP dan SST, tetapi sinaps-
sinaps tersebut jarang ada. Sinaps ini sering ada di pusat otak,
termasuk di vestibular nuklei, dan juga ditemukan di mata dan
sekitar di ganglia SSP.
b) Sinaps kimia
Situasi dari sinaps kimia jauh lebih dinamis dibandingkan
dengan sinaps listrik, karena sel-sel tidak berpasangan. Pada
sinaps kimia, suatu potensial aksi dapat muncul dengan atau
melepaskan sejumlah neurotransmiter menuju neuron
postsinaps. Kondisi ini akan mengintervensi sel-sel postsinaps
sehingga lebih sensitif terhadap stimulus yang muncul.
e. Neurotransmiter
Neurotransmiter merupakan zat kimia yang disintesis dalam
neuron dan disimpan dalam gelembung sinaptik pada ujung akson.
Zat kimia ini dilepaskan dari akson terminal melalui eksositosis
dan juga direabsorpsi untuk daur ulang.
Neurotransmiter merupakan cara komunikasi antarneuron.
Setiap neuron melepaskan satu transmiter. Zat-zat kimia ini
menyebabkan perubahan permeabilitas sel neuron, sehingga
dengan bantuan zat-zat kimia ini, neuron dapat lebih mudah dalam
menyalurkan impuls, tergantung dari jenis neuron dan trnsmiter
tersebut (Ganong, 1999).

2. Otak

Otak dilapisi oleh selaput otak yang disebut selaput meninges.


Selaput meninges terdiri dari 3 lapisan, yaitu lapisan durameter,
lapusan araknoid, dan lapisan piameter.
a. Lapisan durameter yaitu lapisan yang terdapat di paling luar dari
otak dan bersifat tidak kenyal. Lapisan ini melekat langsung
dengan tulang tengkorak. Berfungsi untuk melindungi jaringan-
jaringan yang halus dari otak dan medula spinalis.
b. Lapisan araknoid yaitu lapisan yang berada dibagian tengah dan
terdiri dari lapisan yang berbentuk jaring laba-laba. Ruangan dalam
lapisan ini disebut dengan ruang subaraknoid dan memiliki cairan
yang disebut cairan serebrospinal. Lapisan ini berfungsi untuk
melindungi otak dan medulla spinalis dari guncangan.
c. Lapisan piameter yaitu lapisan yang terdapat paling dalam dari otak
dan melekat langsung pada otak. Lapisan ini banyak memiliki
pembuluh darah. Berfungsi untuk melindungi otak secara langsung.

Otak dibagi menjadi 3 bagian besar : serebrum, serebellum dan


batang otak. Semua berada dalam satu bagian struktur tubuh yang
disebut tengkorak, yang melindungi otak dan cedera.
a. Serebrum
Cerebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Pada
cerebrum terletak pusat 2 saraf yang mengatur semua kegiatan
sensorik dan motorik juga mengatur proses penalaran intelegensia
dan ingatan.
a. Empat lobus
a) Frontalis (lobus terbesar), terletak pada fossa anterior. Area
ini mengontrol perilaku individu, membuat keputusan,
kepribadian dan menahan diri.
b) Parietalis (lobus sensorik). Area ini menginterpretasikan
sensasi kecuali sensasi baru. Lobus parietal mengatur
individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian
tubuhnya.
c) Temporalis, mengintegrasikan sensasi, kecap, bau dan
pendengaran, ingatan jangka pendek sangat berhubungan
dengan daerah ini.
d) Oksipital, terletak pada lobus posterior hemisfer serebri.
Bagian ini bertanggung jawab untuk menginterpretasikan
penglihatan.

b. Serebellum
Terletak pada fosa kranii posterior dan ditutupi oleh dura
meter yang menyerupai atap tenda, yaitu tentorium, yang
memisahkannya dari bagian posterior serebrum.
Fungsi serebellum yaitu:
(1) Mengatur otot-otot postural tubuh. Serebellum
mengkoordinasi penyesuaian secara cepat dan otomatis
dengan memelihara keseimbangan tubuh.
(2) Melakukan program akan gerakan-gerakan pada keadaan
sadar dan bawah sadar.

c. Batang otak
Ke arah kaudal batang otak berlanjut sebagai medula spinalis
dan kebagiab rostral berhubungan langsung dengan pusat-pusat
otak yang lebih tinggi. Bagian-bagian batang otak dari bawah
ke atas adalah medula oblongata, pons dan mensensefalon
(otak tengah). Di sepanjang batang otak banyak ditemukan
jaras-jaras yang berjalan naik dan turun. Batang otak merupakn
pusat transmiter dan refleks dari SSP.
a) Pons berbentuk jembatan serabut-serabut yang
menghubungkan kedua hemisfer hemisfer serebellum, serta
menghubungkan mensensefalon di sebalah atas dengan
medula oblongata di bawah. Pons merupakan mata rantai
penghubung yang penting pada jaras kortikoserebelaris
yang menyatukan hemisfer serebri dan sereblellum. Bagian
bawah pons berperan dalam pengaturan pernapasan.
b) Medulla oblongata merupak pusat reflek yang penting untuk
jantung, vasokonstriktor, pernapasan, bersin, batuk,
menelan, pengeluaran air liur dan muntah.
c) Mensensefalon (otak tengah) merupakan bagian pendek dari
batang otak yang letaknya di atas pons. Secara fisiologis
mensensefalon mempunyai peran yang penting dalam
pengaturan respons-respons tubuh.

d. Diensefalon memproses ransang sensori dan membantu


memulai atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap ransang-
ransang tersebut. Diensefalon dibagi menjadi empat bagian
yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus
Diencephalon sebagai pusat penyambung sensasi bau yang
diterima. Semua impuls memori sensasi dan nyeri melalui
bagian ini.
1) Talamus, talamus merupak stasiun transmiter yang penting
dalam otak dan juga merupakan pengintegrasi subkortikal
yang penting
2) Hipotalamus, hipotalamus terletak di bawah talamus yang
berfungsi pengendalian secara tidak sadar kontaksi otot-
otot skeletal, pengendalian fungsi otonom, koordinasi
aktivitas sistem persarafan dan endokrin, sekresi hormon
ADH dan hormon oksitosin, menghasilkan dorongan emosi
dan perilaku, koordinasi antara fungsi otonom dan volunter
dan mengatur suhu tubuh.
3) Subtalamus, fungsi belum jelas diketahui, tetapi lesi pada
subtalamus dapat menimbulkan diskinesia dramatis yang
disebut hemibalismus.
4) Epitalamus, berhubungan dengan sistem limbik dan sedikit
berperan pada beberapa dorongan emosi dasar dan
integritasi informasi olfaktorius. Epifisis menyekresi
malatonin dan membantu mengatur irama sirkadian tubih
serta menghambat hormon-hormon gonadotropin.

e. Saraf kranial
Saraf kranial Komponen Fungsi
I Olfaktorius Sensorik Penciuman
II Optikus Sensorik Penglihatan
 Mengangkat kelopak mata atas
 Konstraksi pupil
III Okulomotorius Motorik
Sebagian besar gerakan
ekstraokular.
Gerakan mata ke bawah dan ke
IV Troklearis Motorik
dalam
Otot temporalis dan maseter
Motorik (menutup rahang dan mengunyah)
gerakan rahang ke lateral
 Kulit wajah, dua pertiga depan
kulit kepala, mukosa mata,
mukusa hidung dan rongga
V Trigeminus
mulut, lidah dan gigi.
Sensorik  Refleks kornea atau refleks
mengedip, komponen sensorik
dibawa oleh saraf kranial V,
respons motorik melalui saraf
kranial VII
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateral
 Otot-otot dan ekspresi wajah
termasuk otot dahi, sekeliling
Motorik
mata serta mulut.
VII Fasialis
 Lakrimasi dan salivasi
Pengecapan dua pertiga depan
Sensorik
lidah (rasa manis, asam dan asin)
Cabang
VIII vestibularis Sensorik Keseimbangan
vestibulokoklearis
Cabang koklearis Sensorik pendengaran
 Faring: menelan, refleks muntah
IX Glosofaringeus Motorik
 Parotis: salivasi
 Faring, laring: menelan, refleks
Motorik
muntah; fonasi: visera abdomen
X Vagus  Faring, laring: menelan, refleks
Sensorik muntah; visera leher, thoraks
dan abdomen
Otot sternokleidomastoideus dan
XI Asesorius Motorik bagian atas dari otot trapazeus;
pergerakan kepala dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Pergerakan lidah

f. Sistem limbik
Sistem limbik berkaitan dengan:
1) Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan
pada tingkah laku individu.
2) Suatu respons sadar terhadap lingkungan.
3) Memberdayakan fungsi intelaktual darri korteks serebri
secara tidak sadar dan memfungsikan batang otak secara
otomatis untuk merespons keadaan.
4) Memfasilitasi penyimpanan suatu memori dan menggali
kembali simpanan memori yang diperlukan.
5) Merespons suatu pengalaman dan ekspresi suasana hati,
terutama reaksi takut, marah dan emosi yang berhubungan
dengan perilaku seksual.
3. ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA.
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan
kompleks (pendengaran dan keseimbanga Anatominya juga sangat rumit .
Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal
dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain
melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.

a. Anatomi Telinga Luar


Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis
auditorius eksternus, dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti
cakram yang dinamakan membrana timpani (gendang telinga). Telinga
terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata. Aurikulus
melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago,
kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus
membantu pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang
kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus
adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan
dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika
membuka dan menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya
sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago
dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun
atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir
pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar
khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin
yang disebut serumen. Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong
sel kulit tua dan serumen ke bagian luar tetinga. Serumen nampaknya
mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.
b. Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di


sebelah lateral dan kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah
terletak di antara kedua Membrana timpani terletak pada akhiran kanalis
aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga, Membran ini sekitar 1
cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan
translulen.Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah
bagi osikuli (tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke
nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid
tulang temporal.

Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus,


inkus stapes. Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan
ligamen, yang membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela
oval dan dinding medial telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah
dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di
mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke
getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan
dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk
cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah mengalami
robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke
telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.

Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm,


menghubngkan telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup,
namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan
manuver Valsalva atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai
drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah
dengan tekanan atmosfer.

c. Anatomi Telinga Dalam

Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ


untuk pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis),
begitu juga kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea
vestibularis) semuanya merupakan bagian dari komplek anatomi. Koklea
dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirint. Ketiga kanalis
semisi posterior, superior dan lateral erletak membentuk sudut 90 derajat
satu sama lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan
keseimbangan. Organ ahir reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan
dan arah gerakan seseorang.

Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm


dengan dua setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk
pendengaran, dinamakan organ Corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak
sem-purna mengisinya,Labirin membranosa terendam dalam cairan yang
dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan
serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis. Labirin
membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis,
duktus koklearis, dan organan Corti. Labirin membranosa memegang cairan
yang dina¬makan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang sangat tepat
antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam; banyak kelainan
telinga dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular
menyebabkan gerakan dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan
merang-sang sel-sel rambut labirin membranosa. Akibatnya terja¬di
aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang vesti-bular nervus
kranialis VIII ke otak. Perubahan posisi kepala dan percepatan linear
merangsang sel-sel rambut utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas
elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh nervus kranialis VIII. Di dalam
kanalis auditorius internus, nervus koklearis (akus-dk), yang muncul dari
koklea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis
semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus
kranialis VIII). Yang bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis
auditorius internus adalah nervus fasialis (nervus kranialis VII). Kanalis
auditorius internus mem-bawa nervus tersebut dan asupan darah ke batang
otak
4. FISIOLOGI KESEIMBANGAN

Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak di telinga dalam (labirin),


terlindung oleh tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin
secara umum adalah telinga dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan
sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin tulang dan labirin
membran. Labirin membran terletak dalam labirin tulang dan bentuknya
hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin membran dan labirin
tulang terdapat perilimfa, sedang endolimfa terdapat di dalam labirin
membran. Berat jenis cairan endolimfa lebih tinggi daripada cairan
perilimfa. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang
terapung dalam perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Setiap labirin
terdiri dari 3 kanalis semi-sirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral), kss
anterior (superior) dan kss posterior (inferior). Selain 3 kanalis ini terdapat
pula utrikulus dan sakulus.

Keseimbangan dan orientasi tubuh se¬seorang terhadap lingkungan di


sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vesti¬buler di
labirin, organ visual dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor
sensorik tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggam¬barkan keadaan
posisi tubuh pada saat itu.

Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang
merupakan pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum
labirin tulang. Pada tiap pelebarannya terdapat makula utrikulus yang di
dalamnya terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari
tiga kanalis semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang
ber¬hubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat
krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan se-
luruhnya tertutup oleh suatu substansi gelatin yang disebut kupula.

Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan


perpindahan cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut
akan menekuk. Tekukan silia menyebabkan permeabilitas membran sel
berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke dalam sel yang menyebabkan
terjadinya proses depolari-sasi dan akan merangsang pelepasan
neurotransmiter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris
melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia
terdorong ke arah berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi.

Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi


mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis
semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi
mengenai perubahan posisi tubuh akibat per-cepatan linier atau percepatan
sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak
tubuh yang sedang berlangsung.

Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain,


sehingga kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh
bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan
muntah. Pada jantung berupa bradikardi atau takikardi dan pada kulit
reaksinya berkeringat dingin.
Manusia, karena berjalan dengan kedua tungkainya, relatif kurang
stabil dibandingkan dengan makhluk lain yang berjalan dengan empat kaki,
sehingga lebih memerlukan informasi posisi tubuh relatif terhadap
lingkungan, selain itu diper-lukan juga informasi gerakan agar dapat terus
beradaptasi dengan perubahan sekelilingnya.
Informasi tersebut diperoleh dari sistim keseimbangan tubuh yang
melibatkan kanalis semisirkularis sebagai reseptor, serta sistim vestibuler
dan serebelum sebagai pengolah infor-masinya; selain itu fungsi penglihatan
dan proprioseptif juga berperan dalam memberikan informasi rasa sikap dan
gerak anggota tubuh.
Sistim tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi untuk
selanjutnya diolah di susunan saraf pusat

C. Etiologi
Vertigo merupakan suatu gejala, penyebabnya antara lain akibat kecelakaan,
stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu sedikit atau
banyak aliran darah ke otak, dll. Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan
keseimbangan melalui organ keseimbangan yang terdapat di telinga bagian
dalam. Organ ini memiliki saraf yang berhubungan dengan area tertentu di
otak. Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam saraf
yang menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya sendiri.
Penyebab umum dari vertigo:
1. Keadaan lingkungan :
mabuk darat, mabuk laut.
2. Obat-obatan :
alkohol.
3. Kelainan telinga :
Endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam telinga
bagian dalam yang menyebabkan benign paroxysmal positional vertigo
(jenis vertio yang menyerang dalam waktu yang singkat tetapi bisa cukup
berat yang terjadi secara berulang-ulang. Vertigo ini muncul setelah
terserang infeksi virus atau adanya peradangan dan kerusakan di daerah
telinga tengah. Saat menggerakkan kepala/ menoleh secara tiba-tiba maka
gejalanya akan muncul), infeksi telinga bagian dalam karena bakteri,
labirintis, penyakit maniere, peradangan saraf vestibuler, herpes zoster.
4. Kelainan Neurologis :
Tumor otak, tumor yang menekan saraf vestibularis, sklerosis multipel,
dan patah tulang otak yang disertai cedera pada labirin, persyarafannya
atau keduanya.
5. Kelainan sirkularis :
Gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya aliran darah ke
salah satu bagian otak ( transient ischemic attack ) pada arteri vertebral
dan arteri basiler.

D. Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang
disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem
ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus
menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan.
Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras
yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei N. III, IV dan VI,
susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh
reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan
kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual
dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik. Dalam kondisi
fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat keseimbangan
tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri
akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan
diproses lebih lanjut.
Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh
dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan
tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di
perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada
rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan
informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom;
di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga
muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia
saat berdiri/ berjalan dan gejala lainnya.

E. Manifestasi Klinis
Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai gejala sehubungan dengan
reak dan lembab yaitu mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun,
lelah, lidah pucat dengan selaput putih lengket, nadi lemah, puyeng
(dizziness), nyeri kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah,
mudah tersinggung, gelisah, lidah merah dengan selaput tipis.
Berdasarkan gejala klinisnya, vertigo dapat dibagi atas berberapa kelompok,
yaitu :
1. Vertogo Proximal
Yaitu vertigo yang searangannya datang mendadak berlangsung berberapa
menit atau hari, kmudian menghilang sempurna, tetapi suatu ketika
serangan tersebut dapat muncul lagi. Diantara serangan, penderita sama
sekali bebas keluhan. Vertigo jenis ini dibedakan menjadi :
a) Yang disertai keluhan telinga :
Termasuk dalam kelompok ini adalah Morbus meinere, Arakhnoiditis
pontosereblalis, syndrom lermoyes, syndrom congan, tumor fossa
dcranilli posterior, kelainan gigi/endotogen.
b) Tanpa disertai keluhan telinga :
Termasuk disini adalah : serangan iskemi sepintas arteria
vertebrobasilaris, epilepsi, migran equivalen, vertigo pada anak, labirin
picu.
c) Yang disebabkan leh perubahan posisi :
Termasuk disini adalah : vertigo posoisional proximal laten, vertigo
posisional paroximal benigna.

2. Vertigo Kronis
Yaitu vertigo yang menetap, keluhan konstan tanpa serangan akut,
dibedakan menjadi :
a) Yang disertai keluhan telinga :
Otitis media akut kronika, meningitis TB, labirinitis kronis, lues
serebri, lesi labirin akibat ahan ototoksik, tumor serebelopontin.
b) Tanpa keluhan telinga :
Konstusio serebri, ensefalitis pontis, syndrom pasca komosio, pelegra,
siringobubli, hipoglikemi, skelrosis multiple, kelainan okuler,
intoksikasi obat, kelainan psikis, kelainan kardiovaskular, kelainan
endokrin.
c) Vertigo yang dipengaruhi posisi :
Hipotensi ortostatik, vertigo servilais.
3. Vertigo yang serangannya mendadak / akut, kemudian berangsur – angsur
menghilang dibedakan menjadi :
d) Disertai keluhan telinga :
Trauma labirin, herpez zoozter otikus, labirinitis okuta, dan neuritis.
e) Tanpa keluhan telinga:
Neuritis vestibularis, syndrom arteria vestibularis anterior.
f) Adapula yang membagi vertigo menjadi :
Vertigo Vestibuler: akibat kelainan sistem vestibuler.
Vertigo Non Vestibuler: akibat kelainan sistem somatosensorik dan
visual.

F. Komplikasi
1. Cidera fisik
Pasien dengan vertigo ditandai dengan kehilangan keseimbangan akibat
terganggunya saraf VIII (Vestibularis), sehingga pasien tidak mampu
mempertahankan diri untuk tetap berdiri dan berjalan.

2. Kelemahan otot
Pasien yang mengalami vertigo seringkali tidak melakukan aktivitas.
Mereka lebih sering untuk berbaring atau tiduran, sehingga berbaring yang
terlalu lama dan gerak yang terbatas dapat menyebabkan kelemahan otot.

G. Test Diagnostik
1. Pendengaran (garpu tala)
2. Otoscopic: untuk memasukkan gerakan luar mata, pemeriksaan untuk
nystagmus, dan retinoscopy
3. Tengkorak saraf, dengan perhatian khusus pada saraf 3,4,5 (cabang
terutama kornea), 6,7,9, dan l0
4. Pemeriksaan leher (untuk mengenali penyakit arteri karotid) dan rentang
gerak.
5. Tekanan darah (untuk mempertimbangkan perubahan hipertensi dan
ortostatik)
6. Neurologis (untuk mengecualikan penyakit neurologis, terutama sclerosis
ganda dan kecelakaan serebrovaskular)
7. Pemeriksaan Laboratorium :
Darah lengkap jumlah sel (untuk menyingkirkan anemia)
Elektrolit (untuk mendeteksi ada ketidakseimbangan)
Kalsium (untuk mendeteksi hypercalcemia)
Tetraiodothyronine, T4 dan TSH (untuk mendeteksi hypothyroidism)
FTA-ABS atau TPA (untuk menyingkirkan sifilis tersier)
Kolesterol dan trigliserida (untuk mendeteksi hyperlipoproteinemia)
Pengujian untuk diabetes dan hipoglikemia reaktif
8. Elektrokardiogram dengan strip irama (untuk mendiagnosa penyakit
jantung pada pasien usia lanjut atau dengan sejarah sugestif disfungsi
jantung)
9. Audiogram dan tympanogram (untuk mengevaluasi pendengaran serta
mengevaluasi jenis kehilangan) dan BERA (untuk mengevaluasi gangguan
pendengaran sensorineural retrocochlear.
10. Electronystagmogram (untuk mengevaluasi fungsi labirin). Ini langkah-
langkah tes menatap nystagmus, nystagmus spontan, nistagmus posisional,
dan respon terhadap irigasi kalori. Hal ini sangat berguna untuk
mengidentifikasi penyakit labirin dan juga membantu melokalisasi lesi
baik dalam labirin, saraf akustik, atau sistem saraf pusat.
11. MRI scan dengan gadolinium dari internal auditory canal ditunjukkan
ketika neuroma akustik, tumor cerebellar-pontine sudut, multiple sclerosis
atau masalah sentral lainnya dicurigai.
12. X-ray dari tulang belakang leher. Tulang belakang leher sangat terkait
dengan labirin melalui busur refleks vestibulospinal. Penyakit tulang
belakang leher dapat menyebabkan vertigo dan karenanya ini harus
dievaluasi.

H. Penatalaksanaan
1. Mandiri
Langkah-langkah untuk meringankan atau mencegah gejala vertigo:
a. Tarik napas dalam-dalam dan pejamkan mata.
b. Tidur dengan posisi kepala yang agak tinggi.
c. Buka mata pelan-pelan, miringkan badan atau kepala ke kiri dan ke
kanan.
d. Bangun secara perlahan dan duduk dulu sebelum beranjak dari tempat
tidur.
e. Hindari posisi membungkuk bila mengangkat barang.
f. Gerakkan kepala secara hati-hati.
2. Obat-obatan
a. Tindakan pengobatan untuk vertigo terdiri atas antihistamin, seperti
meklizin (antivert), yang menekan sistem vestibuler. Tranquilizer
seperti diazepam (valium) dapat digunakan pada kasus akut untuk
membantu mengontrol vertigo, namun karena sifat adiktifnya tidak
digunakan sebagai pengobatan jangka panjang.
b. Antiemetik seperti supositoria prometazin (phenergan) tidak hanya
mengurangi mual dan muntah tapi juga vertigo karena efek
antihistaminnya. Diuretik seperti Dyazide atau hidroklortiazid kadang
dapat membantu mengurangi gejala penyakit Meniere dengan
menurunkan tekanan dalam sistem endolimfe.
c. Pasien harus diingatkan untuk makan-makanan yang mengandung
kalium, seperti pisang, tomat, dan jeruk ketika menggunakan diuretik
yang menyebabkan kehilangan kalium
III. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Keadaan Umum
Dikaji mengenai tingkat kesadaran. Klien dengan vertigo biasanya dalam
keadaan sadar, kadang tampak lemas.
Tingkat kesadaran: Compos mentis, Samnolen, Stupor, Apatis
Pemeriksaan tanda-tanda vital Tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu
2. Pemeriksaan head to toe
a. Kepala : bentuk kepala, adanya pembengkakkan atau tidak, adanya lesi
atau tidak, warna rambut, bentuk rambut, bersih atau tidak.
b. Wajah : adanya muka memerah atau tidak, adanya berjerawat dan
berminyak atau tidak.
c. Mata : simetris kiri dan kanan, tidak ada kotoran, Konjungtiva:
Anemis, Sklera anikterik, Pupil Tidakdilatasi (isokor).
d. Hidung : simetris kiri dan kanan, Sekret tidak ada, tidak ada polip,
tidak ada pernafasan cuping hidung.
e. Mulut : Membran mukosa pucat, bibir kering.
f. Telinga: simetris kiri dan kanan,lubang telinga ada, tidak ada
serumen.
g. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, vena jugularis
distensi, tidak ada pemberngkakkan kelenjer getah bening.
h. Integument : Turgor kulit baik, kulit kemerahan, terdapat bulu
halus.
i. Sistem pernafasan
1) Inspeksi : Tidak terlihat retraksi intercosta hidung,
pergerakan dada simetris
2) Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
3) Perkusi : Sonor
4) Auskultasi : Tidak ada suara tambahan
j. Sistem cardio
1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
2) Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 4 – 5 midclavicula
3) Perkusi : Pekak
4) Auskultasi : Irama teratur
k. Abdomen
1) Inspeksi : Tidak simetris, dan edema, striae
2) Palpasi : Nyeri tekan
3) Perkusi : Suara redup
4) Auskultasi : adanya Bising usus
l. Ekstremitas : adanya keterbatasan dalam beraktivitas atau tidak,
adanya kekakuan, adanya nyeri atau tidak pada seluruh bagian
ekstremitas. Pada klien dengan vertigo biasanya ditemukan terjadinya
gangguan fungsi motoris yang dapat berakibat terjadinya mobilisasi,
pusing atau kerusakan pada motor neuron mengakibatkan perubahan
pada kekuatan otot tonus otot dan aktifitas reflek .
m. Genitalia : genetalia lengkap, bersih tidak ada gangguan. Tidak
terpasang kateter, BAK dan BAB lancer.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko jatuh b.d kerusakan keseimbangan (N. VIII)
2. Intoleransi aktivitas b.d tirah baring
3. Resiko kurang nutrisi b.d tidak adekuatnya input makanan
4. Gangguan persepsi pendengaran b.d tinitus
5. Koping individu tidak efektif b.d metode koping tidak adekuat

C. Intervensi Keperawatan
1. Resiko jatuh b.d Kerusakan keseimbangan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
masalah risiko jatuh dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
Klien dapat mempertahankan keseimbangan tubuhnya.
Klien dapat mengantisipasi resiko terjadinya jatuh
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat energi yang dimiliki klien 1. Energi yang besar dapat memberikan
2. Berikan terapi ringan untuk keseimbangan pada tubuh saat istirahat
mempertahankan kesimbangan 2. Salah satu terapi ringan adalah
3. Ajarkan penggunaan alat-alat alternatif menggerakan bola mata, jika sudah
dan atau alat-alat bantu untuk aktivitas terbiasa dilakukan, pusing akan
klien. berkurang.
4. Berikan pengobatan nyeri (pusing) 3. Mengantisipasi dan meminimalkan
sebelum aktivitas resiko jatuh.
4. Nyeri yang berkurang dapat
meminimalisasi terjadinya jatuh.

2. Intoleransi aktivitas b.d tirah baring


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
masalah intoleransi aktivitas dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
a. Meyadari keterbatasan energi
b. Klien dapat termotivasi dalam melakukan aktivitas
c. Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat
d. Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktivitas
Intervensi Rasional
1. Kaji respon emosi, sosial, dan 1. Respon emosi, sosial, dan spiritual
spiritual terhadap aktivitas mempengaruhi kehendak klien dalam
2. Berikan motivasi pada klien melakukan aktivitas
untuk melakukan aktivitas 2. Klien dapat bersemangat untuk
3. Ajarkan tentang pengaturan melakukan aktivitas
aktivitas dan teknik manajemen3. Energi yang tidak stabil dapat
waktu untuk mencegah menghambat dalam melakukan
kelelahan. aktivitas, sehingga perlu dilakukan
4. Kolaborasi dengan ahli terapi manajemen waktu
okupasi 4. Terapi okupasi dapat menentukan
tindakan alternatif dalam melakukan
aktivitas.

3. Risiko kurang nutrisi b.d tidak adekuatnya input makanan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam maslah
kurang nutrisi dapat sedikit teratasi.
Kriteria Hasil :
a. Klien tidak merasa mual muntah
b. Nafsu makan meningkat
c. BB stabil atau bertahan
Intervensi Rasional
1. Kaji kebiasaan makan yang 1. Kebiasaan makan yang disukai dapat
disukai klien meningkatkan nafsu makan
2. Pantau input dan output pada 2. Untuk memantau status nutrisi pada
klien klien
3. Ajarkan untuk makan sedikit 3. Mempertahankan status nutisi pada
tapi sering klien agar dapat meningkat atau stabil.
4. Kolaborasi dengan ahli gizi 4. Ahli gizi dapat menentukan makanan
yang tepat untuk meningkatkan
kebutuhan nutrisi pada klien.

4. Gangguan persepsi pendengaran b.d tinitus


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam maslah
gangguan perepsi sensori pendengaran dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
a. Klien dapat memfokuskan pendengaran
b. Tidak terjadi tinitus yang berkelanjutan
c. Pendengaran adekuat
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat pendengaran pada1. Mengetahui tingkat kemaksimalan
klien pendengaran pada klien untuk
2. Lakukan tes rinne, weber, atau menentukan terapi yang tepat.
swabah untuk mengetahui 2. Mengetahui keabnormalan yang terjadi
keseimbangan pendengaran akibat tinitus
saat terjadi tinitus 3. Mempertahankan keadekuatan
3. Ajarkan untuk memfokuskan pendengaran
pendengaran saat terjadi tinitus4. Memaksimalkan pendengaran pada
4. Kolaborasi penggunaan alat klien
bantu pendengaran

5. Koping individu tidak efektif b.d metode koping tidak adekuat


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
masalah koping individu tidak efektif dapat teratsi.
Kriteria Hasil :
a. Klien dapat menyadari bahwa dirinya mengalami gangguan
pendengaran
b. Klien dapat mengatasi dengan tindakan mandiri
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan klien dalam 1. Mengetahui batas maksimal
mempertahankan keadekuatan kemampuan pendengaran klien
pendengaran 2. Klien tidak mengalami depresi
2. Berikan motivasi dalam menerima akibat keadaan fisiknya
keadaan fisiknya 3. Pusing yang terjadi dapat
3. Ajarkan cara mengatasi masalah memunculkan tinitus
pendengaran akibat pusing yang diderita
4. Obat untuk mengatasi tinitus.
4. Kolaborasi pemberian antidepresan
sedatif, neurotonik, atau transquilizer
serta vitamin dan mineral.

Anda mungkin juga menyukai