Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius yang biasanya menyerang
parenkim paru. Tuberkulosis dapat menyerang organ lain seperti meninges,
ginjal, tulang, dan nodus limfe. Penyebab TB Paru itu adalah mycobacterium
Tuberkulosis, bakteri yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas
dan sinar ultraviolet (Smeltzer & Bare, 2013).
Penyakit TB Paru merupakan penyakit menular yang dapat
disembuhkan. Penderita TB Paru berrisiko tinggi dalam menularkan penyakit ini
ke orang lain melalui droplet yang secara tidak sengaja terhirup oleh orang yang
sehat. Biasanya yang rentan menghirup atau yang terpajan droplet dari penderita
adalah mereka yang dekat dengan penderita terutama keluarga dan petugas
pelayanan kesehatan. Menurut Crofton (2002) seorang penderita tuberkulosis
dewasa dapat menularkan pada 10-15 orang. Sekali batuk penderita dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak (droplet).
Tingginya kasus penularan TBC dibuktikan dengan bertambahnya
jumlah penderita TB. Menurut WHO (2015) pada tahun 2013 terdapat 9 juta
penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB Paru dan pada tahun 2014 meningkat
menjadi 9,6 juta penduduk dunia terinfeksi kuman TB Paru.
Kurangnya sikap dan perilaku klien TBC dalam pencegahan penularan
infeksi tersebut sesuai dengan penelitian dari Nurhayati (2015) yang berjudul
“Perilaku Pencegahan dan Faktor – Faktor yang Melatarbelakanginya pada
Klien Tuberkulosis Multidrugs Resistance ( TB MDR )” yang mengindikasikan
bahwa kebanyakan penderita masih mempunyai kebiasaan sering tidak menutup
mulut ketika batuk dan tidak menggunakan masker. Peningkatan kejadian
penularan TB Paru juga disebabkan oleh ketidakpatuhan penderita TB Paru
terhadap pengobatan yang dapat menyebabkan penderita menjadi resisten
terhadap pengobatan dan dapat menambah penderita TB Paru baru akibat dari
penularan kuman TB Paru tersebut (Rizana, 2016).
Menurut Long (1996) untuk mencegah penularan infeksi TB Paru adalah
dengan mengobati klien – klien dengan obat Tuberkulosis dan mencegah
kontaminasi udara oleh bakteri.
Cara yang paling efektif untuk Kurangnya sikap dan perilaku klien TB
Paru dalam pencegahan penularan infeksi tersebut sesuai dengan penelitian dari
Nurhayati (2015) yang berjudul “Perilaku Pencegahan dan Faktor – Faktor yang
2

melatarbelakanginya pada Klien Tuberkulosis Multidrugs Resistance ( TB MDR


)” yang mengindikasikan bahwa kebanyakan penderita masih mempunyai
kebiasaan sering tidak menutup mulut ketika batuk dan tidak menggunakan
masker. Peningkatan kejadian penularan TBC juga disebabkan oleh
ketidakpatuhan penderita TBC terhadap pengobatan yang dapat menyebabkan
penderita menjadi resisten terhadap pengobatan dan dapat menambah penderita
TB Paru baru akibat dari penularan kuman TBC tersebut (Rizana, 2016).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada TB Paru dengan fokus studi
Pencegahan Penularan Infeksi Pada Klien TB Paru di RST DR.Soedjono
Magelang ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menggambarkan asuhan keperawatan pada klien TB Paru di RS Islam
Siti Hajar Mataram
1.3.2 Tujuan Khusu
a Menggambarkan kemampuan dalam mengkaji klien TBC
b Menggambarkan perumusan masalah keperawatan yang ditemukan
pada klien TBC
c Menggambarkan perencanaan pada klien TBC
d Menggambarkan pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien TBC
e Menggambarkan evaluasi pada klien TBC
1.4 Manfaat
Diharapkan dapat memberikan informasi dan memperluas ilmu
khususnya mengenai TBC. Dan diharapkan dapat dijadikan wawasan dan bahan
bacaan bagi siswa keperawatan, khususnya keperawatan SMK Yarsi mataram.
3

BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
bakteri microbacterium tuberkulosis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernafasan bagian bawah yang sebagian besar bakteri tuberkulosis masuk
kedalam jaringan paru melalui udara.
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang biasanya menyerang parenkim
paru, TB dapat mengenai hampir kesemua bagian tubuh, termasuk meninges,
ginjal, tulang, dan nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi dalam 2 sampai10
minggu setelah ajanan. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang dapat
disembuhkan dengan pengobatan yang tepat dan teratur.
Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada
orang lain (Manurung,2013).
2.2 Anatomi Fisiologi
Sistem pernapasan pada manusia di bagi menjadi beberapa bagian
salauran penghantar udara dari hidung hingga mencapai paru-parusendiri
meliputidua bagian yaitu saluran pernapasan bagian atas dan bagian bawah
(Muhamad Ardiansyah,2012 : 291).
1. Saluran Pernapasan Bagian Atas (Upper Respiratory Airway)
Saluran umum, fungsi utama dan saluran pernapasan atas adalah
saluran udara (air circulation) menuju saluran napas bagian bawah untuk
pertukaran gas, melindungi (protecting) saluran napas bagian bawah dari
benda asing, dan sebgai penghangat, penyaring, serta pelembab (warning
fibriation amd humidifiation) dari udara yang dihirup hidung. Saluran
pernapasan atas ini terdiri dari organ organ berikut:
a. Hidung (cavum nasalis)
Rongga hidung di lapisi sejenis selaput lender yang sangat kaya
akan pembuluh darah. Rongga inibersambung dengan lapisan faring dan
selaput lender sinus yang mempunyai lubang masuk kedalam rongga
hidung.
b. Sinus Paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang
kepala. Nama sinus paranasalis sendiri di sesuaikan dengan nama tulang
dimana organ itu berada. Organ ini terdiri dari sinus frotalis, sinus
etmoidalis, sinus spenoidalis, dan sinus maksilaris. fungsi dari sinus adalah
4

untuk emmebantu menghangatkan dan melembabkanudara manusia


dengan ruang resonansi.
c. Faring (Tekak)
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tenglorak
sampai persambungannya dengan esophagus. Pada ketinggian tulang
rawan krikoid. Oleh karena itu letak faring di belakang laring (larynx
pharyngeal).
d. Laring (Tenggorokan)
Laring terletak di depan bagian terendahfaring yang memisahkan
faring dan columna vertebrata . laring merentang sebagai bagian atas
vetebrata servikals dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Laring terdiri
atas kepingan tulang rawan yang diikat/disatukan oleh ligament dan
membrane (Muhammad Ardiansyah, 2012: 291).
2. Saluran Pernapasan Bagian Bawah (Lower Airway)
Ditinjau dari fungsinya secara umuj saluran pernapasan bagian bawah
menjadi dua komponen. Pertama, saluran udara kondusif atau yang seiring di
sebut sebagai percabangan dari trakeobronkialis. Saluran ini terdiri atas
trakea. Bronki, dan bronkioli. Kedua saluran respiratorius terminal (kadang
kala disebut dengan acini) yang merupakan saluran udara konduktif dengan
fungsi utamanya sebagai penyalur (Konduksi) gas masuk dan keluar dari
saluran respiratorius terminal merupakan pertukaran gas yang sesunggahnya.
Alveoli sendiri merupakan bagian dari satuan respiratorius terminal.
a. Trakea
Trakea atau batang tenggoroakan memiliki panjang kira-kira 9 cm.
Organ ini merentang laring sampai kira-kira di bagian atas vetebrata
torakalis kelima. Dari tempat ini, trakea bercabang menjadi dua bronkus
(bronchi). Trakea tersusun atas 16-20 lingkaran tak lengkap, berupa
cincin-cincin tulang rawan yang disatukan bersama oleh jaringan fibrosa
dan melengkapi lingkaran sebelah belakang trakea. selain itu, trakea juga
memuat beberapa jaringan otot.
b. Bronkus dan Bronkeoli
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada
tingkatan vetebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan
trakea dan dilapisi oleh sejenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu
membentang kebawah dan kesamping, kea rah tampuk paru. Bronkus
kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebihtinggi
5

dari arteri pulmonalis dan mengeluarkansebuah cabang utamaleawat


dibawah arteri, yang disebut bronkus lobus bawah.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan
serta merentang di bawah arteri pulmonalis sebelum akhirnya terbelah
menjadi beberapa cabang menuju ke lobus atas dan bawah. Cabang utama
bronkus kanan dan kiri bercabanglagi menjadi bronkus lobaris dan
kemudian menjadi lobus sementalis. Percabangan ini merentang terus
menjadi bronkus yang ukuranya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi
bronkhiolis terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung
alveoli (kantong udara).
Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm.
Bronkeolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi di kelilingi
oleh otot polos sehingga ukuranya dapat berubah. Seluruh saluran udara
kebawah sampai tingkat bronkhiolus terminalis disebut saluran penghantar
udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
c. Alveolus
Alveolus (yaitu tempat pertukaran gas sinus) terdiri dari bronkiolus
dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil dan alveoli
pada dindingnya. Alveolus adalah kantung berdinding tipis yang
mengandung udara. Melalui seluruh dinding inilah terjadi pertukaran gas.
Setiap paru mengandung sekitar 300 juta alveoli. Lubang-lubang kecil
didalam dinding alveolar memungkinkan udara melewati satu alveolus
yang lain. Alveolus yang melapisi rongga toraks dipisahkan oleh dinding
yang dinamakan pori-pori kohn.
d. Paru-Paru
Bagian kiri dan kanan paru-paru terdapat rongga toraks. Paru- Paru
yang juga dilapisi pleura. Didalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan
yang berfungsi untuk lubrikn. Paru kanan dibagi atas tiga lobus, yaitu
lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Tiap lobus dibungkus
oleh jaringan elastic yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula,
bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar, dan alveoli.
Diperkirakan, setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli sehingga
organ ini mempunyai permukaan yang cukup luas sebagai tempat
permukaan/pertukaran gas.
6

e. Toraks, Diagfragma, dan Pleura


Rongga toraks berfungsi melindungi paru-paru, jantung dan
pembuluh darah besar. Bagian rongga toraks terdiri atas 12 iga costa. Pada
bagian atas toraks di daerah leher, terdapat dua otot tambahan untuk proses
inspirasi, yakni skaleneus dan stenokleidomastoideus. Otot sklaneuas
menaikan tulang iga pertama dan kedua selama inspirasi untuk
memperluas rongga dada atas dan menstabilkan dinding dada.
Otot sternokleidomastoideus berfungsi untuk mengangkat sternum.
Otot parasternal, trapezius, dan pektoralisjuga merupakan otot untuk
inspirasi tambahan yang berguna untuk meningkatkan kerja napas.
Diantara tulang iga terdapat ototinterkostal. Otot interkostal eksternum
adalah otot yang menggerakan tulang iga ke atas dan kedepan, sehingga
dapat meningkatkan diameter anteroposterior dari dinding dada.
Diagfragma terletak dibawah rongga toraks. Pada keadaan
relaksasi, diagfragma ini berbentuk kubah. Mekanisme pengaturan
ototdiagfragma (nervus frenikus) terdapat pada tulang belakang (spinal
cord) di servikal ke-3 (C3). Oleh karena itu jika terjadi kecelakaan pada
saraf C3, maka ini dapat menyebabkan gangguan ventilasi.
Pleura merupakan membrane serosa yang menyelimuti paru.
Terdapat dua macam pleura, yaitu pleura parietal yan melapisi rongga
toraks dan pleura visceral yang menutupi setiap,paru-paru. Di antar kedua
pleura tersebut terdapat cairan pleura menyerupai selaput tipis yang
memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan satu sama lain
selama respirasi, sekaligus mencegah pemisah toraks dan paru- paru.
Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer,
sehingga mencegah terjadinya kolaps paru. Jika pleura bermasalah,
misalnya mengalami peradangan, maka udara cairan dapt masuk kedalam
rongga pleura.
2.3 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis sejenis
kumanberbentuk batang tipis,lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak
mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal dan terdiri dari lipoid
(terutama asam mikolat) dengan ukuran panjang 0,5-4 mikron, dan tebal 0,3-
0,6mikron. Kuman terdiri dari asam lemak, sehingga kuman lebih tahan asam
dan tahan terhadap gangguan kimia dan fisis (Kunoli, 2012).
7

2.4 Klasifikasi
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA), Tb paru dibagi atas :
1. Tuberkulosis paru BTA(+)
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberculosis aktif.
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif.
2. Tuberkulosis paru BTA(-)
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinis dankelainan radiologi menunjukkan tuberculosis aktif.
2.5 Patofisiologi
Kuman tuberculosis masuk kedalam tubuh melalui udara pernafasan.
Bakteri yang terhirup akan dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli, tempat
dimana mereka berkumpul dan mulai untuk memper banyak diri. Selain itu
bakterijuga dapat di pindahkan melalui sistem limfe dan cairan darah ke bagian
tubuh yang lainnya.
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit
menekan banyak bakteri, limfosit spesifik tuberculosis menghancurkan bakteri
dan jaringan normal.
Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli
yang dapat menyebabkan bronchopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2
sampai 10 minggu setelah pemajaman.
Massa jaringan baru yang disebut granuloma merupakan gumpalan basil
yang masih hidup dan sudah mati dikelilingi oleh makrofag dan membentuk
dinding protektif granuloma diubah menjadi jaringan fibrosa bagian sentral
darifibrosa ini disebut tuberkel. Bakteri dan makrofag menjadi nekrotik
membentuk massa seperti keju.
Setelah pemajaman dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit
aktif karena penyakit tidak adekuatnya sistem imun tubuh. Penyakit aktif dapat
juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri. Turbekel memecah,
melepaskan bahan seperti keju kedalam bronchi. Tuberkel yang pecah
menyembuh dan membentuk jaringan parut paru yang terinfeksi menjadi lebih
membengkak dan mengakibatkan terjadinya bronchopneumonia lebih lanjut
(Manurung,2013).
8

2.5.1 Pathway

Invasi mycobacterium
Tuberculosis

Bakteri muncul beberapa


tahun kemudian

Reaksi infeksi / inflamasi dan merusak parenkim paru

Produksi sputum Kerusakan membran Perubahan cairan


meningkat dan alveolar-kapiler intrapleura
pecahnya pembuluh merusak pleura,
darah atelektasis
Sesak napas

Batuk produktif,
Sesak napas
batuk darah Pola napas tidak
efektif

Bersihan jalan napas Gangguan pertukaran


tidak efektif gas
9

2.6 Manifestasi Klinis


Keluhan yang timbul pada penderita TB Paru bermacam-macampada
setiap orang. Namun menurut Setiati (2014) yang sering timbuladalah gejala
sebagai berikut :
1. Demam : biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-
kadang panas badan dapat mencapai 40 - 410C. Serangan demam pertama
dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah
seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga klien merasa
tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh dayatahan tubuh klien dan berat ringan nyainfeksi kuman
tuberkulosis yang masuk.
2. Batuk/batuk berdarah : gejala ini banyak di temukan. Batuk terjadi karena
adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini di perlukan untuk membuang produk–
produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak
sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam
jaringan paru yakni setelah berminggu – minggu atau berbulan – bulan
peradanngan bermula. Sifat batuk bermula dari batuk kering (non-produktif)
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
3. (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batukdarah
karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada
tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat jugaterjadi padaulkus
dindingbronkus.
4. Sesak napas : pada penyakityang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan
sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
5. Nyeri dada : gejala ini agak jarang yang ditemukan. Nyeri dada timbul bila
infiltrasi radang sudah sampai kepleura sehingga menimbulkan pleuritis.
Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu klien menarik / melepaskan napasnya.
6. Malaise : penyakit tuberkulosi bersifat radang yang menahun. Gejala malai
sesering ditemukan berupa anoreksia tidak nafsu makan, badan makin kurus
(berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dll.
Gejala malaise ini makin lamamakin berat danterjadi hilang timbul secara
tidak teratur.
10

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Mansjoer, dkk (1999: 437), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan
pada klien dengan Tuberkulosis paru,yaitu :

1. Laboratorium darah rutin:LED normal/meningkat, limfositosis.


2. Pemeriksaan sputum BTA: hanya 30 – 70 % klien yang dapat didiagnosa
dengan pemeriksaan ini.
3. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase): uji serologi imunoperoksidase
memakai alat histogenstaining untuk menentukan adanya igG spesifik
terhadap basil TB.
4. Tes Mantoux / Tuber kulin: suatu cara untuk mendiagnosis TBC.
5. Tehnik Polymerase Chain Reaction: deteksi DNA kuman secra spesifik
melaluI aplifikasi dalam meskipun hanya satu mikroorganisme dalam
spesimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
6. Becton Dickinson diagnostic instrumen sistem (BACTEC): detek sigrowth
indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh
mikrobakterium Tuberkulosis.
7. MYCODOT: deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang
direkatkan pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastic, kemudian di
celupkan dalam jumlah memadai memakai warna sisir akan berubah.
8. Pemeriksaan Radiology: rontgen thorax PA dan lateral, gambaran foto thorax
yang menunjang diagnosis TB, yaitu:
1. Bayangan lesi terletak dilapangan paru atas atau segmen tapikallobus bawah.
2. Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular).
3. Adanya kavitas, tunggal atau ganda
4. Kelainan bilateral terutama dilapangan atas paru.
5. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
6. Bayangan millie (Nurarif,2015).

2.8 Penatalaksanaan
1. Tahap diberikan setiap hari selama 2 (dua) bulan (2HRZE): INH (H)
300mg-1 tablet, Rifanspisin (R): 450 mg – 1 kaplet, Pirazinamid (Z) :
1500mg – 3 kaplet@500mg, Etambutol (E) : 750-3 kaplet @250mg. Obat
tersebut diminum setiap hari secara intensif sebanyak 60 kali. Regimen ini
disebut KOMBIPAK II.
11

2. Tahap lanjutan diberikan 3 (tiga) kali dalam seminggu selama 4 bulan


(4H3R3) : INH (H) : 600mg – 2 tablet @300mg, Rifampisin (R) : 450mg – 1
kaplet. Obat tersebut diminum 3 (tiga) kali dalam seminggu (intermitten) sebanyak
54 kali. Regimen ini disebut KOMBIPAK III. (Kunoli, 2012).
2.9 Komplikasi
Apabila TB Paru tidak ditangani dengan benar maka akan menimbulkan
komplikasi. Ada dua komplikasi, yaitu komplikasi dini dan komplikasi lanjut :
a. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empisema, laringitis, usus, poncet’s
orthropathy
b. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas -> SOPT (sindrom obstruksi pasca
tuberkulosis ), kerusakan parenkim berat -> fibrosis paru, kor pulmonal,
amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering
terjadi pada TB milier dan kavitas TB (Setiati, 2014).
12

BAB III
KONSEP ASUAHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
a) Identitas Pasien
Meliputi nama pasien, tempat tanggal lahir, usia, status perkawinan,
pekerjaan, jumlah anak, agama, alamat, jenis kelamin, pendidikan
terakhir, asal suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, nomor rekam
medik, nama orang tua dan pekerjaan orang tua.
b) Identitas Penanggung Jawab
Meliputi nama, umur, alamat, pekerjaan, hubungan dengan pasien.
3.1.2 Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus TB Paru adalah batuk, batuk
berdarah, sesak napas, nyeri dada bisa juga di sertai dengan demam.
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, sebagai reaksi
tubuh untuk membuang/mengeluarkan produksi radang, dimulai dari
batuk kering sampai dengan batuk purulen timbul dalam jangka waktu
lama yaitu selama tiga minggu atau lebih.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian yang dilakukan dimulai dengan perawat menanyakan
tentang perjalanan penyakit sejak timbul keluhan hingga alasan dibawa
ke rumah sakit, seperti sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan
berapa kali keluhan dirasakan, bagamana sifat dan hebatnya keluhan
yang dirasakan, dimana pertama kali keluhan di rasakan, apa yang
dilakukan ketika keluhan tersebut timbul, keadaan apa yang
memperberat atau memperingan keluhan, usaha apa yang dilakukan
untuk mengurangi keluhan tersebut apakah usaha yang dilakukan
berhasil.
c. Riwayat Penyakit Terdahulu
Tanyakan klien tentang pengobatan masalah pernapasan sebelumnya.
Kaji pula kapan kapan penyakit terjadi dan waktu perawatannya.
Tanyakan apakah klien pernah melakukan pemeriksaan rongten dan
kapan terakhir dilakukan.
13

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Perlu dicari apakah riwayat keluarga memberikan faktor predisposisi
seperti adanya riwayat sesak napas, batuk lama, batuk darah dari
anggota keluarga yang lain. Adanya penyakit darah tinggi dan kencing
manis dapat memperberat keluhan penderita.
e. Riwayat Alergi
Tanya klien tentang riwayat alergi makanan, obat obatan, atau zat
lainnya.
f. Genogram

Keterangan :
: Laki-laki : Keturunan

: Perempuan : Menikah

: Pasien ---- : Tinggal serumah


Narasi :
Keluarga Ny. A memiliki 1 orang anak, dalam keluarga Tn. A terdapat
Ny. A yang saat ini sedang menderita penyakit TB, penyakit tersebut
tidak berhubungan dengan riwayat keluarga, karna tiidak ada yang
terkena penyakit TB, Ny. A dan Tn. A tinggal serumah dengan
anaknya.
3.1.3 Pengkajian bio-psiko-sosial-spiritual (Gordon)
1) Pola persepsi-menejemen kesehatan
Mengambarkan penjelasan pribadi klien mengenai kesehatan dan
kesejahteraan ; bagaimana klien mengelola kesehatannya ( seperti
frekuensi kunjungan ke penyedia layanan kesehatan dan kepatuhan
terapi di rumah ); pengetahuan tentang praktik pencegahan.
2) Pola metabolisme- nutrisi
Mengambarkan bagaiman pola makan dan minum klien seperti nafsu
makan, porsi, pilihan makanan, diet tertentu, hilang atau bertambahnya
berat badan.
14

3) Pola eliminasi
Mengambarkan bagaimana pola BAB dan BAK klien, seperti frekuensi
sehari, banyaknya, warna, bau dan lain sebagainya.
4) Pola aktivitas-latihan
Mengambarkan pola latihan, aktivitas, hiburan, dan rekreasi;
kemampuan untuk dapat menjalankan aktivitas sehari-hari.

5) Pola istirahat – tidur


Menggambarkan bagaiman pola tidur klien, istirahat dan juga
relaksasi.
6) Pola kognitif-persepsi
Mengambarkan pola persepsi sensorik; kemampuan berbahasa, ingatan
dan pembuatan keputusan.
7) Pola persepsi diri – konsep diri
Menggambarkan pola konsep dan persepsi diri klien (seperti konsep
diri / penghargaan, pola emosional, gambaran diri).
8) Pola aturan – hubungan
Mengambarkan pola klien yang berhubungan dengan ikatan atau
hubungan.
9) Pola seksual-reproduksi
Mengambarkan pola kepuasan dan ketidakpuasan seksual klien; pola
reproduksi klien; masalah pre dan postmenoupause.
10) Pola koping – toleransi
Mengambarkan pola koping klien dalam menangani stress, sumber
dukungan, efektivitas pola koping yang klien miliki dalam menoleransi
stress.
11) Pola nilai kepercayaan
Mengambarkan pola nilai, kepercayaan dan tujuan yangmempengaruhi
pilihan dan keputusan klien.
3.1.4 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Biasanya sedang
2. Kesadaran
Biasanya Compos Mentis
Biasanya E4M6V5
15

3. Tanda – Tanda Vital


Biasanya TD : 130/80 mmHg
Biasanya nadi : 84 kali/menit
Biasanya RR : 30 kali/menit
Biasanya temp : 36,5 o
4. Status Fungsional Barthel Indeks
Biasanya Total skor 18
Biasanya Dengan kategori tingkat ketergantungan pasien adalah
ketergantungan ringan.
5. Kepala
1. Rambut
Inspeksi :Biasanya rambut tampak bersih
Palpasi :Biasanya tidak ada benjolan di kepala, tidak ada nyeri
tekan di kepala.
2. Wajah
Inspeksi :Biasanya tampak simestris, tidak ada lesi, tidak ada
kemerahan, tampak pucat
Palpasi :Biasanya tidak ada nyeri tekan, tidak ada
benjolan/masa
3. Mata
Inspeksi :Biasanya pupil isokor, konjungtiva non anemis, bersih
tidak ada secret.
4. Hidung
Inspeksi :Biasanya bentuk simetris, tidak ada polip, lubang
hidung bersih, tidak ada lesi
Palpasi :Biasanya tidak ada nyeri, tidak ada bengkak/masa
5. Telinga
Inspeksi :Biasanya simetris, tidak ada penumpukan serumen,
tidak ada lesi
Palpasi :Biasanya tidak ada nyeri, tidak ada bengkak/masa
6. Mulut
Inspeksi :Biasanya mukosa mulut kering, bibir kering, gigi
bersih, lidah putih, tidak ada lesi/luka.
6. Leher
Inspeksi :Biasanya tidak tampak pembekakan kelenjar tiroid,
simetris, tidak ada lesi
16

Palpasi :Biasanya tidak teraba adanya


benjolan/masa dan nyeri tekan
7. Thorax
Inspeksi : Bentuk dada dan gerakan pernafasan. Tampak
kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi
diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan
proporsi diameter lateral, adanya ketidakseimbangan
rongga dada, pelebaran intercostal space karena adanya
efusi pleura masif atau penyempitan intercostal space
karen atelektasis paru. Mengalami sesak nafas,
peningkatan frekuensi nafas, menggunakan otot bantu
nafas dan juga gerakan pernafasan menjadi tidak
simetris.

Palpasi : Adanya pergeseran trakhea, adanya penurunan

gerakan dinding pernafasan, adanya penurunan taktif

fremitus pada klien dengan TB paru, biasanya

ditemukan pada klien yang disertai komplikasi efusi

pleura masif.

Perkusi : TB paru tanpa komplikasi ditemukan bunyi resonan

atau sonor pada seluruh lapang paru, sedangkan TB

paru dengan komplikasi didapatkan bunyi redup sampai

pekak pada sisi yang sakit. Dan apabila disertai

pneumotoraks didapatkan bunyi hiperresonan .

Auskultasi : Akan didapatkan bunyi paru tambahan (ronkhi) pada


sisi yang sakit. Apabila dengan komplikasi akan
ditemukan penurunan resonan vokal pada sisi yang
sakit.
8. Abdomen
Inspeksi :Biasanya perut datar simetris tidak ada benjolan, tidak
ada lesi
Auskultasi :Biasanya bising usus normal 12 /menit
Palpasi :Biasanya tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada
bengkak/masa
17

Perkusi :Biasanya bunyi tympani


9. Integumen
Inspeksi :Biasanya tugor kulit pucat, tidak ada lesi, tidak ada
kemerahan
Palpasi :Biasanya tidak ada nyeri tekan,tugor kulit dingin
10. Genitalia
Inspeksi :Biasanya tidak ada lesi,Tidak ada kelainan bentuk
Palpasi :Biasanya tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada
bengkak.
11. Ekstermitas Atas
Inspeksi :Biasanya terpasang infus 20 tpm pada tangan kiri,
tidak ada luka, tidak ada fraktur, tidak ada edema
Palpasi :Biasanya tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan,
turgor kulit baik, tidak ada bengkak/masa
12. Ekstermitas Bawah
Inspeksi :Biasanya tidak ada luka, tidak ada fraktur, tidak ada
deformitas
Palpasi :Biasanya akral dingin, tidak ada nyeri tekan, tidak
ada, benjolan, tidak ada bengkak/masa
13. Rektum
Inspeksi :Biasanya tidak terpasang kateter, tidak ada lesi,
bentuk simetris
Palpasi :Biasanya tidak ada nyeri tekan, tidak ada
bengkak/masa
3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang biasanya muncul pada kasus TBC

1. Pola napas tidak efektif berhungan dengan hambatan upaya napas di tamdai
dengan dispnea, penggunaan otot bantu, pola napas abnormal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan
ventilasi perfusi di tandai dengan dispnea, bunyi napas tambahan, PO2
menurun, pola napas abnormal, kesadaran menurun, sianosis
3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi di
tandai dengan dispnea, sulit bicara, sianosis, frekuensi napas berubah, pola
napas berubah.
18

3.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi yang biasanya muncul pada kasus TBC

NO Dx Tujuan & Intervensi Rasionalisasi


Kriteria Hasil
1 Pola napasSetelah dilakukan 1. Monitor pola1. Mengetahui
tidak tindakan napas pola napas
efektif keperawatan 2. Monitor adanya2. Mengetahui
berhungan selama 3 x 24jam produksi adanya
dengan diharapkan pola sputum produksi
hambatan napas membaik 3. Auskultasi sputum
upaya dengan kriteria bunyi napas 3. Mengetahui
napas dihasil 4. Monitor saturasi bunyi napas
tamdai 1. Dispnea cukup oksigen 4. Mengetahui
dengan menurun 5. Monitor hasil x- saturasi
dispnea, 2. Penggunaan ray toraks oksigen
penggunaa otot bantu 6. Dokumentasi 5. Mengetahui
n otot napas cukup hasil keadaan
bantu, pola menurun pemantauan toraks
napas 3. Frekuensi napas 7. Jelaskan tujuan6. Sebagai bukti
abnormal. cukup membaik dan prosedur pemantauan
pemantauan 7. Klien
8. Informasikan mengerti
hasil tujuan dan
pemantauan jika prosedur
perlu pemantauan
8. Klien
mengetahui
hasil
pemantauan
2 Gangguan Setelah dilakukan 1. Monitor 1. Mengetahui
pertukaran tindakan kecepatan terapi kecepatan
gas keperawatan oksigen terapi
berhubungaselama 3 x 24jam 2. Monitor posisi oksigen
n dengandiharapkan alat terapi2. Mengetahui
ketidak pertukaran gas oksigen posisi alat
seimbanga meningkat dengan 3. Monitor terapi oksigen
19

n ventilasikriteria hasil : kemampuan 3. Mengetahui


perfusi di1. Bunyi napas melepas kemampuan
tandai tambahan oksigen saat melepas
dengan cukup menurun makan oksigen saat
dispnea, 2. PO2 cukup 4. Monitor makan
bunyi membaik integritas 4. Mengetahui
napas 3. Pola napas mukosa hidung integritas
tambahan, cukup membaik akibat mukosa
PO2 4. Tingkat pemasangan hidung akibat
menurun, kesdaran cukup oksigen pemasangan
pola napas meningkat 5. Siapkan dan oksigen
abnormal, atur peralatan5. Bisa
kesadaran pemberian melakukan
menurun, oksigen tindakan
sianosis 6. Kolaborasi sesegera
penentuan dosis mungkin
oksigen 6. Memberikan
7. Kolaboraso dosis yang
penggunaan sesuai
oksigen saat7. Mencegah
aktivitas dispnea pada
dan/atau tidur klien dan
memberikan
kenyamanan
3 Bersihan Setelah dilakukan 1. Monitor punyi1. Mengetahui
jalan napastindakan napas tambahan punyi napas
tidak keperawatan 2. Posisikan semi tambahan
efektif selama 3 x 24jam fowler atau2. Mencegah
berhubungadiharapkan fowler dispnea
n denganbersihan jalan 3. Berikan oksigen3. Memenuhi
proses napas meningkat jika perlu kebutuhan O2
infeksi dideanga kriteria 4. Anjurkan dalam tubuh
tandai hasil : asupan cairan4. Memenuhi
dengan 1. Sulit bicara 200ml/hari O2 dalam
dispnea, cukup menurun 5. Kolaborasi tubuh
sulit bicara,2. Sianosi cukup pemberian 5. Mencegah
20

sianosis, menurun brpnkodilator, dispnea dan


frekuensi 3. Pola napas ekspektoran, memberi rasa
napas cukup membaik mukolitik, jika nyaman
berubah, perlu
pola napas
berubah.

3.4 Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan
disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai
tujuan yang diharapkan.
Ada 3 tahap implementasi :
1. Fase orentasi
2. Fase kerja.
3. Fase terminasi
3.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai hasil akhir dari semua tindakan keperawatan yang telah
diberikan dengan menggunakan SOAP (subyektif, obyektif, analisa, dan
perencanaan).
21

BAB V
BAB VIPENUTUP
6.1 Kesimpulan
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
bakteri microbacterium tuberkulosis yang merupakan salah satu penyakit
saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar bakteri tuberkulosis
masuk kedalam jaringan paru melalui udara.
Pengobatan yang diberikan pada penderita penyakit TB paru yaitu :
1. Tahap diberikan setiap hari selama 2 (dua) bulan (2HRZE): INH (H)
300mg-1 tablet, Rifanspisin (R): 450 mg – 1 kaplet, Pirazinamid (Z) :
1500mg – 3 kaplet@500mg, Etambutol (E) : 750-3 kaplet @250mg. Obat
tersebut diminum setiap hari secara intensif sebanyak 60 kali. Regimen ini
disebut KOMBIPAK II.
2. Tahap lanjutan diberikan 3 (tiga) kali dalam seminggu selama 4 bulan
(4H3R3) : INH (H) : 600mg – 2 tablet @300mg, Rifampisin (R) : 450mg – 1
kaplet. Obat tersebut diminum 3 (tiga) kali dalam seminggu (intermitten) sebanyak
54 kali. Regimen ini disebut KOMBIPAK III. (Kunoli, 2012).
Apabila TB Paru tidak ditangani dengan benar maka akan
menimbulkan komplikasi. Ada dua komplikasi, yaitu komplikasi dini dan
komplikasi lanjut :
a. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empisema, laringitis, usus, poncet’s
orthropathy
b. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas -> SOPT (sindrom obstruksi pasca
tuberkulosis ), kerusakan parenkim berat -> fibrosis paru, kor pulmonal,
amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering
terjadi pada TB milier dan kavitas TB (Setiati, 2014).
6.2 Saran
Studi kasus ini tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan TB
Paru di ruang Jabal Rahmah No 13, di harapkan laporan ini dapat menjadi
acuan bagi tenaga medis dalam memberikan asuhan keperawatan secara
profesional dan komprehensif. Peneliti juga memberikan saran agar perawat
ruangan memberikan promosi kesehatan tentang TB Paru pada pasien dan
keluarga agar dampak dari penyakit ini bisa di cegah lebih lanjut. Sehingga
masyarakat sekita mengetahui informasi tentang TBC dan dapat
mengaplikasika apa yang harus dilakukan.
22

DAFTAR PUSTAKA
https://repository.poltekkes-smg.ac.id/repository/089_Wendi%20Farista.pdf
https://id.scribd.com/document/541828739/LP-Askep-TB-PARU
https://www.academia.edu/44850564/LP_LK_TUBERCULLOSIS_TBC_
https://snars.web.id/sdki/d0005-pola-napas-tidak-efektif/
https://www.google.com/imgres?imgurl=https://perawatngaskeponline.files.wordpre
ss.com/2020/07/sdki-slki-siki-pola-nafas-tidak-
efektif.png?w%3D640&imgrefurl=https://perawatngaskeponline.wordpress.com/20
20/07/05/diagnosa-sdki-pola-nafas-tidak-efektif-siki-pola-nafas-tidak-efektif-slki-
pola-nafas-tidak-
efektif/&h=385&w=639&tbnid=qKYzC6MMRl1__M&q=pola+nafas+tidak+efektif
+sdki&tbnh=83&tbnw=137&usg=AI4_-
kT4gxwaGCoFsDlfjjGsRDpGD6jolA&vet=1&docid=_2JpUkE2Yim0LM&hl=in-
ID&client=ms-android-oppo-rvo2&kgs=c84308e42b5379db&shndl=-
1&shem=mslc&source=sh/x/srp/img/m1/4
https://id.scribd.com/doc/257625473/Bio-Psiko-Spiritual

Anda mungkin juga menyukai