PENDAHULUAN
TINJAUAN TEORITIS
2.1.5 Patofisiologi
Penyakit tuberkulosis paru ditularkan melalui udara secara langsung dari
penderita penyakit tuberkulosis kepada orang lain. Dengan demikian, penularan penyakit
tuberkulosis terjadi melalui hubungan dekat antara penderita dan orang yang tertular
(terinfeksi), misalnya berada di dalam ruangan tidur atau ruang kerja yang sama.
Penyebaran penyakit tuberkulosis sering tidak mengetahui bahwa ia menderita sakit
tuberkulosis. Droplet yang mengandung basil tuberkulosis yang dihasilkan dari batuk
dapat melayang di udara sehingga kurang lebih 1 - 2 jam tergantung ada atau tidaknya
sinar matahari serta kualitas ventilasi ruangan dan kelembaban.
Dalam suasana yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai 9 berhari-
hari bahkan berbulan-bulan. Jika droplet terhirup oleh orang lain yang sehat, maka
droplet akan masuk ke system pernapasan dan terdampar pada dinding system
pernapasan. Droplet besar akan terdampar pada saluran pernapasan bagian atas,
sedangkan droplet kecil akan masuk ke dalam alveoli di lobus manapun, tidak ada
predileksi lokasi terdamparnya droplet kecil. Pada tempat terdamparnya, basil
tuberkulosis akan membentuk suatu focus infeksi primer berupa tempat pembiakan basil
tuberkulosis tersebut dan tubuh penderita akan memberikan reaksi inflamasi.
Setelah itu infeksi tersebut akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama
terangsang adalah limfokinase yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang
macrofage, sehingga berkurang atau tidaknya jumlah kuman tergantung pada jumlah
macropag. Karena fungsi dari macrofag adalah membunuh kuman atau basil apabila
prosesini berhasil dan macrofag lebih banyak maka klien akan sembuh dan daya tahan
tubuhnya akan meningkat. Apabila kekebalan tubuhnya menurun pada saat itu maka
kuman tersebut akan bersarang di dalam jaringan paru-paru dengan membentuk tuberkel
(biji-biji kecil sebesar kepala jarum). Tuberkel lama-kelamaan akan bertambah besar dan
bergabung menjadi satu dan lama-lama akan timbul perkejuan di tempat tersebut. Apabila
jaringan yang nekrosis tersebut dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan
pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah (hemaptoe) (Djojodibroto, 2016)
2.1.6 Patoflow penyakit
Alveolus
Respon geram
Leukosit Digantikan
Trakeobronkial,
Oleh Makrofag
Ketidakefektifan Bersihan
Makrofag mengadakan Jalan Napas PenimbunanSekret
infiltrasi
Intoleransi aktivitas
2.1.7 Macam Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan (Puspasari, 2019) :
a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit
1. Tuberculosis paru adalah TB yang menyerang jaringan (parenkim) paru dan tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberculosis ekstra paru adalah TB yang menyerang organ tubuh selain paru
seperti pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
1. Klien baru TB, yakni klien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan (< dari 28 dosis).
2. Klien yang pernah diobati TB, yakni klien yang sebelumnya pernah menelan OAT
selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis).
3. Klien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir :
a) Klien kambuh, yaitu klien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis TB
berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologi atau klinis.
b) Klien yang diobati kembali setelah gagal, yaitu klien TB yang pernah diobati
dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
c) Klien yang diobati kembali setelah putus obat, yakni klien yang telah berobat
dan putus obat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
d) Lain-lain, yaitu klien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan
sebelumnya tidak diketahui.
c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
1. Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja.
2. Poli resistan (TB RR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama
selain Insoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
3. Multidrug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R)
secara bersamaan.
4. Extensive drug resistan (TB XDR): TB MDR yang sekaligus juga resistan terhadap
salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini
kedua jenis suntikan.
5. Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa
resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotype atau
metode fenotipe.
d. Klasifikasi klien TB berdasarkan status HIV
1. Klien TB dengan HIV positif
2. Klien TB dengan HIV negative
3. Klien TB dengan status HIV tidak diketahui.
3. Pirazinamid
Obat ini digunakan pada saat faseintensif 25mg/kg berat badan, 35mg/kg berat
badan 3x/semingggunya, 50 mg/kg berat badan 2 x/satu mingggu atau: berat badan
lebih 60 kg :1500 mg, berat badan 40-60 kg:1000mg, berat badan kurang
40kg :750mg. Efek samping pertamanya hepatitis dampak obat jika
penatalaksanaan menurut arahan tuberkulosis disuasana privat. Nyeri persendian
dirasakan bisa diberikan aspirin dan kadang kala dapat mengakibatkan serbuan
arthritis Gout, hal itu barang kali diakibatkan oleh terbatasnya ekskresi dan
pengumpulan asam urat. Kadang kala timbul reaksi seperti: panas dingin, meluah,
kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
4. Streptomisin
Pada obat streptomisin ini diberikan dosis 15mg/kg berat badan /(BB lebih 60 kg
sampai 1000 mg, BB nya 40-60 kg= 750 mg, BB kurang 40 kg = sesuai berat
badan). Efek samping yang pertama dapat terjadi keburukan pada syaraf kedelapan
yang berangkaian pada kesepadanan dan pendengaran. Efek lainya ini akan
melonjak seiring dengan tingkat dosis yang digunakan dan berdasarkan usia
pengidap.
5. Etambutol
Untuk obat ini diberikan fase intensif dengan dosis 20mg/kg BB, fase lanjut
15mg/kg berat badan, 30mg/kg berat badan 3x/seminggunya, 45 mg/kg berat badan
2x/seminggu atau : (BB lebih 60kg : 1500 mg, berat badan 40-60 kg : 1000 mg,
berat badan kurang 40kg : 750 mg, Dosis intermiten 40 mg/kg BB/ kali). Etambutol
juga mengakibatkan terganggunya pandangan berupa kurangnya ketajaman
penglihatan, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian
keracunan okuler tersebut tergantung dosis yang digunakan, ronggang terjadi bila
dosisnya 15-25mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB diberikan 3 x/seminggu.
Gangguan pendangan bisa normal lagi setelah seputar minggu obat diperhentikan.
Dianjurkan etambutol tak dikasihkan untuk anak-anak akibat risiko keburukan
okuler dan sulit dideteksi (Guyton & Hall, 2016).
2.1.10 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penyakit TB paru, menurut (Puspasari, 2019) antara lain :
1. Nyeri tulang belakang.
Nyeri punggung dan kekakuan adalah komplikasi tuberculosis yang umum.
2. Kerusakan sendi.
Atritis tuberculosis biasanya menyerang pinggul dan lutut.
3. Infeksi pada meningen (meningitis).
Hal tersebut dapat menyebabkan sakit kepala yang berlangsung lama atau intermiten
yang terjadi selam berminggu-minggu.
4. Masalah hati atau ginjal.
Hati dan ginjal memiliki fungsi membantu menyaring limbah dan kotoran dari aliran
darah. Apabila terkena tuberkulosis maka hati dan ginjal akan terganggu.
5. Gangguan jantung.
Hal tersebut bisa jarang terjadi, tuberculosis dapat menginfeksi jaringan yang
mengelilingi jantung, menyebabkan pembengkakan dan tumpukan cairan yang dapat
mengganggu kemampuan jantung untuk memompa secara efektif.
2.2.2 Anamnesa
Data-data yang telah dikumpulkan tersebut harus bisa menggambarkan dua hal
yaitu status kesehatan pasien, kekuatan pasien dan masalah kesehatan yang
dialaminya. Untuk bisa mlakukan pengkajian diperlukan sebuah keahlian-keahlian
(skill) seperti wawancara, pemeriksaan fisik dan observasi. Hasil pengumpulan data
kemudian diklarifikasikan dalam data subjektif dan observatif. Data subjektif adalah
data yang didapatkan dari keterangan-keterangan pasien, yang berupa ungkapan atau
persepsi dari pasien. Sedangkan data objektif merupakan data yang didapatkan dari
hasil observasi, pengukuran dan pemeriksaan fisik.
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang
diharapkan. Setiap intervensi keperawatan pada standar terdiri dari 3 komponen yaitu
label, definisi, dan tindakan (observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi) (PPNI,
2018).
2.2.9 Evaluasi
Evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan terarah ketika pasien
dan professional kesehatan menentukan kemajuan pasien menuju pencapaian tujuan atau
hasil keefektifan rencana asuhan keperawatan dengan tindakan intelektual dalam
melengkapi proses keperawatan yang menandakan keberhasilan untuk diagnosis
keperawatan, rencana intervensi dan implementasinya. (Adinda, 2019).
a. Evaluasi formatif (proses) adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil
kualitas pelayanan asuhan keperawatan.
b. Evaluasi sumatif (hasil) rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa
status kesehatan sesuai waktu pada tujuan. (Adinda, 2019).
Penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi adalah dengan cara
membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.