Anda di halaman 1dari 25

BAB 2

TINJAUAN TEORI

Pada bab ini menjelaskan tentang : 1) Konsep Anatomi Fisiologi Sistem

Respirasi, 2) Konsep Tuberculosis Paru, 3) Konsep Bersihan Jalan Nafas Tidak

Efektif, 4) Konsep Batuk Efektif, 5) Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien

Tuberculosis Paru.

2.1 Konsep Anatomi Fisiologi Sistem Respirasi

2.1.1 Definisi Sistem Respirasi

Pernapasan atau respirasi adalah kegiatan pertukaran udara

(karbondioksida dan oksigen) dari dalam tubuh keluar tubuh/paru paru.

Oksigen yang berada di luar tubuh dihirup (inspirasi) melalui organ-organ

pernapasan. Pada keadaan tertentu, bila tubuh kelebihan karbondioksida,

maka tubuh berusaha untuk mengeluarkan karbondioksida yang ada didalam

tubuh tersebut dengan jalan menghembuskan napas (ekspirasi) sehingga

terjadi suatu keseimbangan antara oksigen dan karbondioksida di dalam

tubuh. (Dwisang, 2018)

2.1.2 Anatomi Sistem Respirasi

1. Hidung

Hidung merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat

pernapasan dan indra penciuman. Bentuk dan struktur hidung

menyerupai piramida atau kerucut dengan alasnya pada prosessus

palatinosis maksilaris dan pars horizontalis palatum. Dalam keadaan

normal, udara masuk dalam sistem pernapasan, melalui rongga hidung.


Vestibulum rongga hidung berisi serabut-serabut halus. Epitel

vestibulum berisi rambut-rambut halus yang mencegah masuknya benda-

benda asing yang mengganggu proses pernapasan. (Dwisang, 2018)

2. Faring

Faring adalah suatu saluran otot selaput kedudukannya tegak

lurus antara basis cranii dan vertebra servikalis VI. Di antara basis cranii

dan esofagus berisi jaringan ikat digunakan untuk tempat lewat alat-alat

di daerah faring. Faring (tekak) adalah pipa berotot yang bermula dari

dasar tenggorokan dan berakhir sampai persambungannya dengan

esofagus dan batas tulang rawan krikoid. Faring terdiri atas tiga bagian

yang dinamai berdasarkan letaknya, yakni nasofaring (di belakang

hidung), orofaring (dibelakang mulut), dan laringofaring (di belakang

laring). (Dwisang, 2018).

3. Laring

Laring atau pangkal tenggorokan merupakan jaringan tulang

rawan yang dilengkapi dengan otot, membran, jaringan ikat, dan

ligamentum. Sebelah atas pintu masuk laring membentuk tepi epiglotis,

lipatan dari epiglotis aritenoid dan pita interaritenoid, dan sebelah bawah

tepi bawah kartilago krikoid. Tepi tulang dari pita suara asli kiri dan

kanan membatasi daerah epiglotis. Bagian atas disebut supraglotis dan

bagian bawah disebut subglotis. (Dwisang, 2018)


4. Trakea

Trakea (batang tenggorokan) adalah tabung berbentuk pipa seperti

huruf C yang dibentuk oleh tulang-tulang rawan yang disempurnakan

oleh selaput, terletak diantara vertebra servikalis VI sampai tepi bawah

kartilago krikoid vertebrata torakalis V. Panjangnya sekitar 13 cm dan

diameter 2,5 cm, dilapisi oleh otot polos, mempunyai dinding fibroelastis

yang tertanam dalam balok-balok hialin yang mempertahankan trakea

tetap terbuka. (Dwisang, 2018).

5. Bronkus

Bronkus (cabang tenggorokan) merupakan lanjutan dari trakea,

terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V. Bronkus

mempunyai struktur sama dengan trakea dan dilapisi oleh sejenis sel

yang sama dengan trakea dan berjalan ke bawah ke arah tampuk paru-

paru. Bronkus mengadakan pendekatan pada lobus pernafasan, struktur

dalam bronkus berbeda dengan di luar bronkus. Seluruh gabungan otot

menekan bagian yang melaui cabangcabang tulang rawan yang makin

sempit dan semakin kecil yang disebut bronkiolus. Dari tiap-tiap

bronkiolus masuk ke dalam lobus dan bercabang lebih banyak dengan

diameter 0,5mm, bronkus yanng terakhir membangkitkan pernapasan

bronkiolus membuka dengan cara melepaskan udara ke permukaan

pernapasan paru-paru. (Dwisang, 2018).


6. Bronkiolus

Cabang ke 12 – 15 bronkus. Tidak mengandung lempeng tulang

rawan, tidak mengandung kelenjar submukosa. Otot polos bercampur

dengan jaringan ikat Rongga. (Dwisang, 2018)

7. Alveolus

Kantong berdinding sangat tipis pada bronkiolus terminalis.

Tempat terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida antara darah

dan udara yang dihirup. Jumlahnya 200 - 500 juta. Bentuknya bulat

polygonal, septa antar alveoli disokong oleh serabut kolagen, dan elastis.

(Dwisang, 2018)

8. Pulmonal

Paru-paru merupakan organ utama sistem pernapasan yang

berada di dalam rongga dada, terdiri atas paru kanan dan paru kiri. Paru-

paru dibungkus kantong yang dibentuk oleh pleura parietalis dan pleura

viseralis. Di antara paru kanan dan paru kiri terdapat mediastinum yang

berisi jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena besara,

trakea. (Dwisang, 2018)

2.1.3 Fisiologi Sistem Respirasi

1. Ventilasi

Ventilasi adalah gerakan udara masuk dan keluar dari paru- paru.

Gerakan dalam pernafasan adalah inspirasi dan ekspirasi. Pada inspirasi

otot diafragma berkontraksi dari diafragma menurun, pada waktu yang

bersamaan otot-otot interkostal internal berkontraksi dan mendorong


dinding dada sedikit ke arah luar. Dengan gerakan seperti ini ruang

didalam dada meluas, tekanan dalam alveoli menurun dan udara memasuki

paru-paru. Pada ekspirasi diafragma dan otot-otot interkosta eksterna

relaksasi. Diafragma naik, dinding-dinding dada jatuh kedalam dan ruang

di dalam dada hilang. Pada pernapasan normal yang tenang terjadi sekitar

16 kali permenit. Ekspirasi diikuti dengan terhentinya sejenak. Kedalaman

dan jumlah dari gerakan pernapasan sebagian besar dikendalikan secara

biokimiawi. (Dwisang, 2018)

2. Difusi

Difusi adalah gerakan di antara udara dan karbondioksida di dalam

alveoli dan darah di dalam kapiler sekitarnya. Gas-gas melewati hampir

secara seketika diantara alveoli dan darah dengan cara difusi. Dalam cara

difusi ini gas mengalir dari tempat yang tinggi tekanan parsialnya ke

tempat lain yang lebih rendah tekanan parsialnya. (Dwisang, 2018)

3. Transportasi

Transportasi : pengangkutan oksigen dan karbondioksida oleh

darah. Oksigen di trasportasi dalam darah: dalam sel-sel darah merah;

oksigen bergabung dengan hemoglobin untuk membentuk

oksihemoglobin, yang berwarna merah terang. Dalam plasma: sebagian

oksigen terlarut dalam plasma. (Dwisang, 2018)


4. Pertukaran Gas Dalam Jaringan

Metabolisme jaringan meliputi pertukaran oksigen dan

karbondioksida di antara darah dan jaringan. (Dwisang, 2018)

2.2 Konsep Tuberculosis Paru

2.2.1 Definisi Tuberculosis Paru

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang menular yang

disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru yang

secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosi

jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita

kepada orang lain. (Nurarif, 2016)

2.2.2 Klasifikasi Tuberculosis Paru

1. Klasifikasi menurut American Thoracic Society (Nurarif, 2016)

a. Kategori 0 : Tidak pernah terpajan, dan terinfeksi, riwayat kontak

negative, tes tubekculin negative

b. Kategori 1 : Terpajan tuberculosis, tapi tidak terbukti ada infeksi.

Riwayat kontak positive, tes tuberculin negative

c. Kategori 2 : Terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin

positive, radiologi dan sputum negative

d. Kategori 3 : Terinfeksi Tuberculosis dan sakit

2. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)

a. Tuberkulosis paru BTA (+)

- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif

dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberculosis aktif.


- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif

dan biakan positif.

b. Tuberkulosis paru BTA (-)

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran

klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberculosis aktif.

2.2.3 Etiologi Tuberculosis Paru

Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis. Basil ini

tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan sinar matahari, pemanasan

dan sinar ultraviolet. Terdapat 2 macam mycobacterium tuberculosis yaitu

tipe human dan bovin. Basil tipe human berada di bercak ludah (droplet) di

udara yang berasal dari penderita TB paru dan orang yang rentan terinfeksi

bila menghirup bercak ludah. (Nurarif, 2016)

Faktor resiko TB paru sebagai berikut:

1. Kontak dekat dengan seseorang yang memiliki TB aktif.

2. Status immunocompromised (penurunan imunitas) misalnya kanker,

lansia, HIV

3. Penggunaan narkoba suntikan dan alkoholisme.

4. Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, termasuk diabetes,

kekurangan gizi, gagal ginjal kronis.

5. Migran dari negara-negara dengan tingkat tuberkulosis yang tinggi misal

Asia Tenggara.

6. Tingkat di perumahan yang padat dan tidak sesuai standar.

7. Pekerjaan misalnya petugas pelayanan kesehatan.


8. Orang yang kurang mendapat perawatan kesehatan yang memadai

misalnya tunawisma atau miskin

2.2.4 Manifestasi Klinis Tuberculosis Paru

1. Demam dengan Suhu di atas 40 ⁰C, disertai batuk/batuk darah

2. Sesak nafas dan nyeri dada

3. Malaise, keringat di malam hari

4. Suara khas pada perkusi dada bunyi nafas ronkhi, wheezing, mengi

5. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit

2.2.5 Patofisiologi Tuberculosis Paru

Penyakit tuberculosis paru ditularkan melalui udara secara langsung

dari penderita penyakit tuberculosis kepada orang lain. Dengan demikian,

penularan penyakit tuberculosis terjadi melalui hubungan dekat antara

penderita dan orang yang tertular (terinfeksi), misalnya berada di dalam

ruangan tidur atau ruang kerja yang sama. Penyebaran penyakit tuberculosis

sering tidak mengetahui bahwa ia menderita sakit tuberculosis. Droplet yang

mengandung basil tuberculosis yang dihasilkan dari batuk dapat melayang di

udara sehingga kurang lebih 1 - 2 jam tergantung ada atau tidaknya sinar

matahari serta kualitas ventilasi ruangan dan kelembaban. Dalam suasana

yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari-hari bahkan

berbulan-bulan. Jika droplet terhirup oleh orang lain yang sehat, maka droplet

akan masuk ke system pernapasan dan terdampar pada dinding system

pernapasan. Droplet besar akan terdampar pada saluran pernapasan bagian

atas, sedangkan droplet kecil akan masuk ke dalam alveoli di lobus manapun,
tidak ada predileksi lokasi terdamparnya droplet kecil. Pada tempat

terdamparnya, basil tuberculosis akan membentuk suatu focus infeksi primer

berupa tempat pembiakan basil tuberculosis tersebut dan tubuh penderita

akan memberikan reaksi inflamasi. Setelah itu infeksi tersebut akan menyebar

melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah limfokinase yaitu akan

dibentuk lebih banyak untuk merangsang macrofage, sehingga berkurang

atau tidaknya jumlah kuman tergantung pada jumlah macrophage. Karena

fungsi dari macrofage adalah membunuh kuman atau basil apabila prosesini

berhasil dan macrofage lebih banyak maka klien akan sembuh dan daya tahan

tubuhnya akan meningkat. Apabila kekebalan tubuhnya menurun pada saat

itu maka kuman tersebut akan bersarang di dalam jaringan paru paru dengan

membentuk tuberkel (biji-biji kecil sebesar kepala jarum). Tuberkel lama-

kelamaan akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-lama

akan timbul perkejuan di tempat tersebut. Apabila jaringan yang nekrosis

tersebut dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah

pecah, maka klien akan batuk darah (hemaptoe) (Nurarif, 2016).


2.2.6 Pathway Tuberculosis Paru

Micobacterium Tuberculosis

Alveolus

Micobacterium Tuberculosis
Respon Radang

Demam
Pelepasan bahan tubercle
Leukosit memfagosit Bacteri
dari dinding kavitas
Hipertermi
Leukosit Diganti oleh Makrofag
Trakeabronkial

Makrofag mengadakan infiltrasi


Batuk

Terbentuk sel tubercle epitel


MK : Bersihan
Jalan Nafas Tidak
Efektif
Nekrosis Kaseosa

Granulasi

Kerusakan membrane alveolus

MK : Gangguan Pertukaran Gas Sesak Nafas MK : Pola Nafas Tidak


Efektif

Gambar 2.1 Patway Tuberculosis Pary (Dwisang, 2018)


2.2.7 Komplikasi Tuberculosis Paru

Apabila TB Paru tidak ditangani dengan benar maka akan

menimbulkan komplikasi. Ada dua komplikasi, yaitu komplikasi dini dan

komplikasi lanjut :

1. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empisema, laringitis, usus,

poncet’s arthropathy

2. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas -> SOPT (sindrom obstruksi

pasca tuberkulosis ), kerusakan parenkim berat -> fibrosis paru, kor

pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa

(ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB. (Nurarif, 2016)

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang Tuberculosis Paru

1. Laboratorium darah rutin : LED normal/limfositosis

2. Pemeriksaan sputum BTA : untuk memastikan diagnostik Tb paru, namun

pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30-70% pasien yang dapat di

diagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.

3. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase) : Merupakan uji serologi

imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk menentukan

adanya IgG spesifik terhadap basil TB

4. Teknik Polymerase Chain Reaction : Deteksi DNA kuman secara spesifik

melalui amplifikasi dalam meskipun hanya satu mikroorganisme dalam

spesimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi.


5. Becton Dickinson diagnostik instrumen sistem (BACTEC) : Deteksi

growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam

lemak oleh mikrobakterium tuberculosis.

6. MYCODOT : Deteksi antibodi memakai antigen liporabinomannan yang

direkatkan pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastik,kemudian

dicelupkan dalam jumlah memadai memakai warna sisir akan berubah.

7. Pemeriksaan radiologi: Rontgen thorax PA dan lateral. (Nurarif, 2016)

2.2.9 Penatalaksanaan Tuberculosis Paru

a. Pengobatan Farmakologis

1. Kategori I :

Kasus baru dengan sputum positif dengan meningitis, TB Millier,

perikarditis, peritonitis, pleuritis masif atau bilateral, spondilitis

dengan gangguan neurologis dan penderita dengan sputum negatif

tetapi kelainan parunya luas, TB usus, TB saluran perkemihan dan

sebagainya. Menggunakan fase 2HRZS(E) setiap hari selama 2 bulan

, bila sputum negatif maka diberikan fase lanjutan, namun jika sputum

tetap positif maka fase intensif diperpanjang menjadi 2-4 minggu lagi.

Kemudian dilanjutkan fase lanjutan yaitu 4 HR atau 4H3R3. Sebagai

panduan alternatif pada fase lanjutan ialah 6 HE.

2. Kategori II :

Kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap positif. Fase intensif

dalam bentuk 2HRZES-1HRZE, bila sputum negatif dilanjutkan ke

fase lanjutan, jika selama 3 bulan sputum masih positif maka


pengobatan diperpanjang 1 bulan, namun apabila setelah 4 bulan

sputum masih positif maka pengobatan dihentikan 2-3 hari dan

dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi kemudian dilanjutkan

fase lanjutan.

3. Kategori III :

Sputum negatif namun kelainan paru tidak luas dan kasus TB di luar

paru. Pengobatan yang diberikan adalah 2HRZ/6HE, 2HRZ/4HR,

2HRZ/4H3R3.

4. Kategori IV

Penderita TB kronis. Untuk negara maju atau pengobatan secara

individu, dapat dicoba dengan pemberian obat kuinolon, Ethiomide,

Sikloserin, Amikasin, Kanamisin dan sebagainya.

Dasar pemberian obat yang direkomendasikan oleh WHO

sebagaimana yang tertulis pada tabel di bawah :

Tabel 2. 1 Pengobatan OAT Sesuai Dosis


Obat anti- aksi Potensi Rekomendasi (dosis
TB esensial mg/kgBB)
Per Perminggu
hari
3x 2x
Isoniazid Bakterisidal Tinggi 5 10 15
(INH)
Rifampisin Bakterisidal Tinggi 10 10 10
(R)

Pirazinamid Bakterisidal Rendah 25 35 50


(Z)
Streptomisin Bakterisidal Rendah 15 15 15
(S)
Etambutol Bakteriostatik Rendah 15 30 45
b. Pengobatan Non-Farmakologis

Pengelolaan Non- Farmakologi dilakukan dengan cara melakukan

pendidikan penderita dan peran serta keluarga. Banyak penderita TB Paru

yang mengalami kegagalan dalam pengobatannya, ini dikarenakan kasus

putus obat yang sering terjadi. Hal ini dipicu oleh beberapa sebab

diantaranya, kurangnya penjelasan dari dokter seberapa pentingnya

berobat secara teratur dalam jangka waktu tertentu, kurangnya kesadaran

klien sendiri, biaya pengobatan yang mahal, masalah masalah sosial dan

budaya juga berpengaruh Cara paling efektif yang digunakan untuk

mencegah penularan adalah dengan penyuluhan kepada klien mengenai

bagaimana cara mengurangi risiko penularan yaitu dengan menutup

hidung dan mulut ketika batuk atau bersin sehingga inti droplet tidak

menyebar di udara Perawat juga harus menginstruksikan kepada klien dan

keluarganya tentang prosedur pencegahan penularan infeksi dengan

membuang tisu basah dengan baik, mencuci tangan dan Penggunaan

masker. (Nurarif, 2016)

2.3 Konsep Bersihan jalan Nafas Tidak Efektif

2.3.1 Definisi Bersihan jalan Nafas Tidak Efektif

Menurut (PPNI, 2017) Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah

ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk

mempertahankan jalan nafas tetap paten.


2.3.2 Etiologi Bersihan jalan Nafas Tidak Efektif

Menurut (PPNI, 2017) penyebab bersihan jalan nafas tidak efektif

terbagi menjadi dua yaitu :

1. Fisiologi

- Spasme jalan nafas

- Hipersekresi jalan nafas

- Disfungsi neuromuskular

- Benda asing dalam jalan nafas

- Adanya jalan nafas buatan

- Sekresi yang tertahan

- Hiperplasia dinding jalan nafas

- Respon alergi

- Efek agen farmakologi

2. Situational

- Merokok aktif

- Merokok pasif

- Terpajan polutan

2.3.3 Manifestasi Klinis Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif

Tabel 2. 2 Gejala dan tanda mayor dan minor bersihan jalan nafas
tidak efektif
Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Objektif Subjektif Objektif
(tidak 1. Batuk tidak 1. Dispnea 1. Gelisah
tersedia) efektif 2. Sulit 2. Sianosis
2. Tidak bicara 3. Bunyi
mampu 3. Ortopnea nafas
batuk menurun
3. Sputum 4. Frekuensi
berlebih nafas
4. Mengi, berubah
wheezing, 5. Pola nafas
dan/ronki berubah
kering
5. Mekonium
pada jalan
nafas (pada
neonatus)

2.4 Konsep Batuk Efektif

2.4.1 Definisi Batuk Efektif

Batuk efektif merupakan cara untuk melatih pasien yang tidak

memiliki kemampuan batuk secara efektif dengan tujuan untuk

membersihkan laring, trakea, dan bronkiolus dari secret atau benda asing pada

jalan nafas. Batuk efektif mengandung makna dengan batuk yang benar, akan

dapat mengeluarkan benda asing, seperti secret semaksimal mungkin. Bila

pasien mengalami gangguan pernafasan karena akumulasi secret, maka

sangat dianjurkan untuk melakukan latihan batuk efektif (Nasution, 2016).

2.4.2 Tujuan Batuk Efektif

1. Meningkatkan mobilisasi secret

2. Mencegah resiko tinggi retensi sekresi

3. Mengeluarkan sputum untuk pemeriksaan diagnostic

4. Membebaskan jalan napas dari akumulasi sekret

5. Mengurangi sesak nafas akibat akumulasi sekret


2.4.3 Indikasi Dan Kontra Indikasi batuk efektif

1. Indikasi Batuk Efektif

a. Pasien dengan tirah baring lama

b. Pasien dengan hipoventilasi

c. Pasien dengan peningkatan produksi sputum

d. Pasien dengan batuk tidak efektif

e. Pasien dengan mobilisasi sekret tertahan (atelektasis, abses paru,

pneumonia, postoperative)

f. Pasien neurologi dengan kelemahan umum dan gangguan menelan

atau batuk

2. Kontra Indikasi Batuk Efektif

a. Klien yang mengalami peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)

gangguan fungsi otak

b. Gangguan kardiovaskuler : Hipertensi berat, aneurisma, gagal

jantung, infrakmiocard.

c. Emphysema karena dapat menyebabkan ruptur dinding alveoli

2.4.4 Prosedur Pelaksanaan batuk Efektif

1. Meletakkan kedua tangan di atas abdomen bagian atas (dibawah mamae)

dan mempertemukan kedua ujung jari tengah kanan dan kiri di atas

processus xyphoideus.

2. Menarik nafas dalam melalui hidung sebanyak 3-4 kali, lalu hembuskan

melalui bibir yang terbuka sedikit (purs lip breathing).


3. Pada tarikan nafas dalam terkahir, nafas ditahan selama kurang lebih 2-3

detik.

4. Angkat bahu, dada dilonggarkan dan batuk dengan kuat.

5. Lakukanlah 4 kali setiap batuk efektif, frekuensi disesuaikan dengan

kebutuhan pasien.

2.5 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tuberculosis Paru

2.5.1 Pengkajian

1. Biodata klien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan) Umur klien dapat

menunjukan tahap perkembangan klien baik secara fisik maupun

psikologi, jenis kelamin dan pekerjaan juga berpengaruh terhadap

terjadinya penyakit yang diderita klien, dan tingkat pengetahuan klien

terhadap penyakit yang dideritanya.

2. Keluhan utama

Keluhan utama adalah keluhan yang paling mengganggu klien. Keluhan

utama digunakan untuk menentkan prioritas intervensi dan mengkaji

pengetahuan klien terhadap penyakitnya.

3. Riwayat penyakit sekarang

Pengkajian yang dilakukan dimulai dengan perawat menanyakan tentang

perjalanan penyakit sejak timbul keluhan hingga alasan dibawa ke rumah

sakit, seperti sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali

keluhan dirasakan, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan yang dirasakan,

dimana pertama kali keluhan dirasakan, apa yang dilakukan ketika keluhan

tersebut timbul, keadaan apa yang memperberat atau memperingan


keluhan, usaha apa yang dilakukan untuk mengurangi keluhan tersebut

apakah usaha yang dilakukan berhasil.

4. Riwayat penyakit dahulu

Tanyakan klien tentang pengobatan masalah pernapasan sebelumnya. Kaji

pula kapan kapan penyakit terjadi dan waktu perawatannya. Tanyakan

apakah klien pernah melakukan pemeriksaan rongten dan kapan terakhir

dilakukan.

5. Riwayat penyakit keluarga

Perlu dicari apakah riwayat keluarga memberikan faktor predisposisi

seperti adanya riwayat sesak napas, batuk lama, batuk darah dari anggota

keluarga yang lain. Adanya penyakit darah tinggi dan kencing manis dapat

memperberat keluhan penderita.

2.5.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik menggunakan pendekatan B1 – B6 yang dilakukan

dengan menggunakan teknik Inspeksi, Palpasi, Perkusi dan Auskultasi

(IPPA) (Djojodibroto, 2016).

1. B1 (Breathing)

Pemeriksaan fisik pada klien dengan TBB paru merupakan pemeriksaan

fokus yang terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

a) Inspeksi : bentuk dada dan pergerakan pernafasan, sekilas pandang

klien dengan TB paru biasanya terlihat kurus sehingga terlihat adanya

penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior

dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit dari TB


paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka akan terlihat

adanya ketidakseimetrisan rongga dada, pelebar intercostals space

(ICS) pada sisi yang sakit. TB paru yang tidak simetris, yang

membuat penderitanya mengalami penyempitan intercostals space

(ICS) pada sisi yang sakit. Pada klien dengan TB paru minmal dan

tanpa komlikasi, biasanya gerakan pernafasan tidak mengalami

perubahan.

b) Palpasi : gerakan dinding thoraks anterior / ekskrusi pernafasan. TB

paru tanpa komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat

bernafas biasanya normal seimbang antara bagian kanan dan kiri.

Adanya penurunan gerakan dinding pernafasan biasanya ditemukan

pada klien TB paru dengan karusakan parenkim paru yang luas.

Getaran suara (femitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat

meletakkan tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi

yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal

sepanjang.

c) Perkusi : pada klien dengan TB paru minimal tanpa komlikasi,

biasanya akan didapatkan resonan atau sonor pada seluruh lapang

paru. Pada klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti

efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi

yang sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila

disertai pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke sisi

yang sehat.
d) Auskultasi : ada klien dengan TB paru didapatkan bunyi nafas

tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat

pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah

mana didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui

stetoskop ketika klien berbicara disebut sebagai respon vokal. Klien

dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura dan

pneumothoraks akan didapatkan penurunan resonan vokal pada sisi

yang sakit.

2. B2 (Blood)

a) adanya jaringan parut dan keluhan kelemahan fisik dengan sianosis

kemungkinan mengalami syok.

b) perhitungan frekuensi denyut nadi meliputi irama dan kualitas denyut

nadi, denyut nadi perifer melemah.

c) batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi

pleura condong ke arah paru yang sehat.

d) tekanan darah biasanya normal atau mengalami peningkatan tetapi

jarang ditemukan, bunyi jantung tambahan tidak didapatkan.

3. B3 (Brain)

Kesadaran biasanya komposmentis, pada pengkajian objektif klien

tampak dengan wajah meringis, dann merintih.

4. B4 (Bladder)

a) Inspeksi : adanya oliguria menandakan syok hipovolemi. Urin

berwarna jingga pekat dan berbau menandakan fungsi ginjal normal


pada penderita TB paru sebagai eksresi dari OAT terutama

rimfamisin.

b) Palpasi : kemungkinan ada nyeri tekan pada kandung kemihkarena

distensi sebagai bentuk komplikasi.

5. B5 (Bowel)

a) Inspeksi : klien biasanya mengalami mual muntah, penurunan nafsu

makan dan penurunan berat badan

b) Palpasi : adakah nyeri tekan abdomen sebagai komplikasi

c) Perkusi : adanya distensi abdomen akibat batuk berulang

d) Auskultasi : terdengar bising usus menurun (normal 5-12x/menit)

6. B6 (Bone)

a) Inspeksi : kemungkinan adanya deformitas, aktivitas mandiri

terlambat, atau mobilitas dibantu sebagian akibat kelemahan otot

b) Palpasi : adakah nyeri tekan pada sendi atau tulang akibat dari

komplikasi infeksi TB pada tulang.

2.5.3 Diagnosa Keperawatan

SDKI D.0001 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan

spasme jalan nafas ditandai dengan batuk tidak efektif, tidak mampu batuk,

sputum berlebih, terdengar suara nafas tambahan (Mengi, wheezing dan/atau

ronki kering), Dispnea, Sulit bicara, Ortopnea, Gelisah , Sianosis, Bunyi nafas

menurun, Frekuensi nafas berubah dan Pola nafas berubah.


2.5.4 Intervensi keperawatan

Tabel 2. 3 Intervensi keperawatan Pada Pasien Tuberculosis Paru


Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi
Keperawatan Keperawatan keperawatan Indonesia
(SDKI) Indonesia (SIKI)
(SLKI)
Bersihan Jalan Tujuan : Manajemen Jalan Nafas
Nafas Tidak Setelah dilakukan (SIKI I.01011)
Efektif tindakan Observasi
berhubungan keperawatan 3x24 1. Monitor pola nafas
dengan sekret jam diharapkan 2. Monitor bunyi nafas
yang tertahan bersihan jalan tambahan
(SDKI D.0001) nafas efektif. 3. Monitor sputum
Kriteria Hasil : Terapeutik
Gejala dan Bersihan Jalan 4. Posisikan fowler/semi
Tanda Mayor Nafas fowler
Subjektif : (SLKI L.01001) 5. Berikan minum hangat
(Tidak tersedia) 1. Batuk efektif 6. Berikan oksigen (Jika
Objektif : meningkat Perlu)
1. Batuk (skala 5) Edukasi
tidak 2. Produksi 7. Ajarkan Terapi nafas
efektif sputum dalam dan batuk Efektif
2. Tidak menurun (skala 8. Kolaborasi Pemberian
mampu 5) bronkodilator,
batuk 3. Ronkhi ekspektoran dan
menurun (skala mukolitik
3. Sputum
5) Latihan Batuk Efektif
berlebih 4. Wheezing (SIKI 1.01006)
4. Mengi, menurun (skala Observasi
wheezing, 5) 1. Identifikasi kemampuan
dan/ronki 5. Sianosis batuk
kering menurun 2. Monitor adanya retensi
(skala 5) sputum
Gejala dan
6. Gelisah Terapeutik
Tanda Minor
menurun 3. Atur posisi semi-fowler
Subjektif :
(skala 5) atau fowler
1. Dispnea
7. Frekuensi nafas 4. Pasang perlak dan
2. Sulit membaik bengkok di pangkuan
bicara (skala 5) pasien
3. Ortopnea 8. Pola nafas 5. Buang secret pada
Objektif : membaik tempat sputum
(skala 5) Edukasi
1. Gelisah
6. Jelaskan tujuan dan
2. Sianosis
prosedur batuk efektif
3. Bunyi 7. Anjurkan tarik nafas
nafas dalam melalui hidung
menurun selama 4 detik, ditahan
4. Frekuensi selama 2 detik,
nafas kemudian keluarkan
berubah dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan)
5. Pola
selama 8 detik.
nafas 8. Anjurkan mengulangi
berubah tarik nafas dalam
hingga 3 kali
9. Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah
tarik nafas dalam yang
ke-3
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian
mukolitik atau
ekspektoran, (jika
perlu)

2.5.5 Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang

dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien

dalam proses penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang

dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan

(Purnomo, 2016).

Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu pasien dalam mencapai

tujuan yang ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan

penyakit dan pemulihan kesehatan. Dalam pelaksanaan penulis melakukan

tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah disusun.


2.5.6 Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan penilaian dengan cara

membandingkan perubahan keadaan klien (hasil yang diamati) dengan tujuan

dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Purnomo, 2016).

Anda mungkin juga menyukai