Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

TB PARU

A. Anatomi Fisiologi
Anatomi Saluran pernafasan
1) Saluran Nafas Bagian Atas
a. Rongga hidung
Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal:
 Dihangatkan
 Disaring
 Dilembabkan
b. Nasofaring, terdapat pharyngeal tonsil dan tuba eustachius
c. Orofaring, merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring, terdapat
pangkal lidah
d. Laringofaring, terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan
e. Laring, terdiri dari tiga struktur yaitu:
 Tulang rawan krikoid
 Selaput / pita suara
 Epiglotis
 Glotis
2) Saluran Nafas Bagian Bawah
a. Trakhea
Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm, berbentuk ¾ cincin tulang
rawan seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh membran
fibroelastic menempel pada dinding depan esophagus
b. Bronkhi
Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat percabangan ini
disebut carina. Brochus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat
dengan trachea. Bronchus kanan bercabang menjadi lobus superior, medius,
inferior. Brochus kiri terdiri dari lobus superior dan inferior
c. Paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping
dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang
berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo
dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang
terdiri atas 2 lobus.

Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput
bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura
dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang
bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).
Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang
berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah
yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel
terhadap air dan zat-zat lain.

Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh


darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah
permukaan dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas. Di dalam paru-paru,
bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter ± 1 mm, dindingnya
makin menipis jika dibanding dengan bronkus. Bronkiolus ini memiliki
gelembung-gelembung halus yang disebut alveolus. Bronkiolus memiliki
dinding yang tipis, tidak bertulang rawan, dan tidak bersilia.

Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang
salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon.
Oleh karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler
darah maka memungkinkan terjadinya difusi gas pernafasan.
d. Alveoli
Terdiri dari membran alveolar dan ruang interstisial. Membrane alveolar
terdiri dari:
 Small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmik ke arah rongga alveoli
 Large alveolar cell mengandungin clusion bodies yang menghasilkan
surfactant
 Anastomosing capillary merupakan system vena dan arteri yang saling
berhubungan langsung, ini terdiri dari sel endotel, aliran darah dalam
rongga endotel
 Interstitial space merupakan ruangan yang dibentuk oleh endotel kapiler,
epitel alveoli, saluran limfe, jaringan kolagen dan sedikit serum

Fisiologi Saluran Pernafasan


Proses respirasi berlangsung beberapa tahap yaitu:
1) Ventilasi, merupakan proses pergerakan udara kedalam dan keluar paru. Proses
ini terdiri atas inspirasi dan ekspirasi
a. Inspirasi
Yaitu pergerakan udara dari luar ke dalam paru. Inspirasi terjadi bila tekanan
intrapulmonal lebih rendah dari tekanan udara luar. Dan tekanan ini berkisar
antara -1 mmHg sampai dengan -3 mmHg. Proses ini diawali dengan kontraksi
otot diafragma dan interkostalis eksterna. Kontraksi otot-otot ini akan
menyebabkan rongga toraks mengembang dan volume rongga membesar.
Akibatnya, tekanan intra pleura menurun dan paru mengembang. Karena pada
inspirasi, terjadi penurunan tekanan intra alveol, maka udara di atmosfer akan
masuk ke dalam paru.
b. Ekspirasi
Yaitu pergerakan udara dari dalam ke luar paru. Ekspirasi terjadi bila tekanan
intra pulmonal lebih tinggi dari tekanan udara luar. Ekspirasi merupakan suatu
proses pasif yang disebabkan oleh sifat elastisitas dinding dada dan elastic coil
paru. Proses ini diawali dengan relaksasi otot diafragma dan kontraksi otot
interkostalis interna. Hal ini akan menyebabkan volume rongga toraks
mengecil. Akibatnya, tekanan intra pleura meningkat dan paru mengecil.
Karena pada ekspirasi, terjadi peningkatan tekanan intraalveol, maka udara
dalam paru bergerak keluar paru.
2) Pernapasan luar, merupakan proses pertukaran gas di dalam alveol dan darah
3) Transportasi gas dalam darah
4) Pernapasan dalam, merupakan proses pertukaran gas antara darah dengan sel-sel
jaringan
5) Pernapasan Seluler, merupakan proses metabolisme penggunaan oksigen di
dalam sel serta pembuatan karbondioksida

B. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis
yang hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tetapi yang paling banyak
adalah paru-paru.Tuberculosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-
paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan
nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita
kepada orang lain. (Santa, dkk, 2009).

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium


Tuberculosis. Kuman batang tahan asam ini dapat merupakan organisme pathogen
maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria pathogen, tetapi hanya strain bovin dan
human patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm,
ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah. (Bararah & M. Jauhar, 2013).

C. Etiologi
Mycobacterium tuberkulosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran
panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. sebagian besar komponen M.
tuberkulosis adalah berupa lemak atau lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap
asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini
adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. oleh karena itu, M.
tuberkulosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya
tinggi. daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis.
Faktor Pencetus atau Resiko TB Paru:
1) Kontak dekat dengan seseorang yang menderita TB aktif
2) Riwayat terpajan TB sebelumnya
3) Status gangguan imun (missal: lansia, kanker, HIV)
4) Penggunaan obat injeksi dan alkoholisme
5) Masyarakat yang kurang mendapat pelayanan kesehatan yang memadai (missal:
gelandangan, penduduk miskin, minoritas, dll)
6) Kondisi medis yang sudah ada, termasuk diabetes, gagal ginjal kronis, silicosis,
dan malnutrisi)
7) Imigran dari Negara dengan insidensi TB yang tinggi (misal:Asia Tenggara)
8) Institusionalisasi (misal: penjara)
9) Tinggal di lingkungan padat penduduk bawah standar.
10) Pekerjaan

D. Klasifikasi
1) Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
a. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)
paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus
b. Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain
2) Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB
Paru:
a. Tuberkulosis paru BTA positif
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberculosis
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif
 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT (obat anti TBC)
b. Tuberkulosis paru BTA negative
 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT
 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan
3) Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto
toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses
“far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk
b. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
 TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal
 TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran
kemih dan alat kelamin
4) Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe pasien yaitu:
a. Kasus baru: Pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu)
b. Kasus kambuh (Relaps): Pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau
kultur)
c. Kasus setelah putus berobat (Default): Pasien yang telah berobat dan putus
berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif
d. Kasus setelah gagal (Failure): Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan
e. Kasus pindahan (Transfer In): Pasien yang dipindahkan dari UPK yang
memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya
f. Kasus lain: Semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan
masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan

E. Patofisiologi
Tempat masuk kuman M. Tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan,
dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi melalui udara
(airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil
tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan
tempat masuk utama jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu yang
terkontaminasi.

Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel.
Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah sel
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag
yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut
sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat).

Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju,
lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa
dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast,
menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk
jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi
tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya
kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn respon
lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair
lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan
dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini
dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa
sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup
sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda
lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat
perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat
mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan
perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini dapat
menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan
bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah
bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan
mencapai aliran darah dalam jumlah kecil dapat menimbulkan lesi pada berbagai
organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang
biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut
yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik
merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular
dan tersebar ke organ-organ tubuh.

F. Manifestasi Klinis
1) Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang dapat
mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali.
2) Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap penyakit tidaklah
sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam
jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan
bermula. Keadaan yang parah adalah berupa batuk darah karena terdapat
pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi
pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3) Sesak Nafas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak
nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.
4) Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5) Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia, berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot,
dan keringat pada malam hari tanpa aktivitas.

G. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah tepi pada umumnya akan memperlihatkan adanya :
a. Anemia, terutama bila penyakit berjalan menahun
b. Leukositosis ringan dengan predominasi limfosit
c. Laju Endap Darah (LED) meningkat terutama pada fase akut, tetapi pada
umumnya nilai-nilai tersebut normal pada tahap penyembuhan
2) Pemeriksaan radiologi
a. Bayangan lesi radiologik yang terletak di lapangan atas paru
b. Bayangan yang berawan atau berbecak
c. Adanya kavitas tunggal atau ganda
d. Adanya kalsifikasi
e. Kelainan bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
f. Bayangan yang menetap atau relatif setelah beberapa minggu
3) Pemeriksaan bakteriologik (sputum)
Ditemukan kuman mikobakterium tuberkulosis dari dahak penderita, memastikan
diagnosis TB paru pada pemeriksaan dahak
4) Uji tuberculin
Sangat penting bagi diagnosis tersebut pada anak. Hal positif pada orang dewasa
kurang bernilai
H. Penatalaksanaan
1) Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
a. Isoniazid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Sangat efektif terhadap
kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang berkembang.
Dosis harian 5 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3
kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg berat badan
b. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat dibunuh
oleh isoniasid. Dosis 10 mg/kg berat badan. Dosis sama untuk pengobatan
harian maupun intermiten 3 kali seminggu
c. Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana
asam. Dosis harian 25 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg berat badan
d. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama
e. Etambutol (E)
Bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Dosis harian 15
mg/kg berat badan, sedangkan untuk intermiten 3 kali seminggu diberikan
dengan 30 mg/kg berat badan
2) Tahap Pengobatan
Pengobatan Tuberculosis diberikan dalam 2 tahap yaitu:
a. Tahap Intensif
Penderita mendapat obat setiap hari. Pengawasan berat/ketat untuk mencegah
terjadinya kekebalan terhadap semua Obat Anti Tuberculosis (OAT)
b. Tahap Lanjutan
Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dalam jangka waktu yang lebih
lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistem (dormant)
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
3) Kategori Pemberian Obat Anti Tuberculosis
a. Kategori 1 (211RZE/4113R3)
Tahap intensif terdiri dari isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan
Etambutol(E). Obat-obatan tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2
HRZE), kemudian teruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniasid
(H) dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan
(4H3R3). Obat ini diberikan untuk :
 Penderita baru TBC paru BTA positif
 Penderita TBC paru BTA negatif, rontgen positif
 Penderita TBC ekstra paru berat
b. Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3RE3)
Tahap intensif diberikan selama 3 (tiga) bulan, yang terdiri dari 2 bulan
dengan isoniasid (H), Rifampisn, Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari.
Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan Isoniasid
(H),Rifampisin (R), Etambutol (E) yang diberikan 3 kali dalam seminggu.
Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita
selesai menelan obat. Obat ini diberikan untuk penderita kambuh, penderita
gagal, penderita dengan pengobatan setelah lalai
c. Kategori 3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z)
diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ) diteruskan dengan tahap lanjutan
terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R) selama 4 bulan diberikan 3 kali
seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan untuk :
 Penderita baru BTA negatif dan roentgen positif sakit ringan
 Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis),
pleuritis aksudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang
belakang) sendi dan kelenjar adrenal
d. OAT Sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan
kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2,
hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan Isoniasid
(H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari selama 1 bulan.

I. Komplikasi
1) Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas
2) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial
3) Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru
4) Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru
5) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya
6) Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1) Identitas klien
2) Riwayat penyakit sekarang
3) Riwayat penyakit dahulu
4) Riwayat penyakit keluarga
5) Riwayat psikososial
6) Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak – desakan,
kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang
sumpek
b. Pola nutrisi dan metabolic
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan
menurun
c. Pola eliminasi
Pada klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi
maupun defekasi
d. Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas
e. Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat
f. Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan isolasi karena penyakit
menular
g. Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran)
tidak ada gangguan
h. Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa
kawatir klien tentang penyakitnya
i. Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena
kelemahan dan nyeri dada
j. Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress
pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas
ibadah klien
7) Pemeriksaan fisik
a. Sistem integument: Sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
b. Sistem pernapasan: Adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah, fremitus suara
meningkat, saat perkusi ditemukan suara redup, suara nafas brokial dengan
atau tanpa ronki basah, kasar dan yang nyaring
c. Sistem pengindraan: Tidak ada kelainan
d. Sistem kordiovaskuler: Takipnea, takikardia, sianosis
e. Sistem gastrointestinal: Nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun
f. Sistem musculoskeletal: Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan,
kurang tidur dan keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan
g. Sistem neurologis: Kesadaran penderita yaitu compos mentis dengan GCS : E4,
M6, V5
h. Sistem genetalia: Tidak ada kelainan

B. Diagnose Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi secret kental atau secret
darah
2) Gangguan pertukaran gas b/d penurunan jaringan efektif paru, ateletaksis,
kerusakan membrane alveolar-kapiler, dan edema bronchial
3) Gangguan keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual muntah,
intake tidak adekuat

C. Intervensi
No Dx Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Observasi TTV Mengetahui
bersihan jalan tindakan keadaan umum
nafas b/d keperawatan klien
akumulasi secret selama 1x24 jam 2. Kaji fungsi Mengidentifikasi
kental atau diharapkan pernafasan: bunyi kelainan
secret darah kebersihan jalan nafas, kecepatan, pernafasan
nafas efektif irama, kedalaman berhubungan
dengan kriteria dan penggunaan dengan obstruksi
hasil: otot bantu jalan nafas
 Klien dapat pernafasan
mendemonstra 3. Catat Ketidakmampuan
sikan batuk kemampuan mengeluarkan
efektif untuk secret menjadikan
 Suara nafas mengeluarkan timbulnya
bersih, tidak secret atau batuk penumpukan
ada sianosis efektif, catat berlebihan pada
dan dyspnea karakter, jumlah sluran pernafasan
 Irama nafas, sputum, adanya
frekuensi hemoptysis
pernafasan 4. Berikan posisi Meningkatkan
semi atau fowler, ekspansi paru,
dalam rentang bantu/ajarkan ventilasi maksimal
normal, tidak batuk efektif dan membuka area
ada suara latihan napas atelectasis dan
nafas dalam peningkatan
tambahan gerakan secret agar
 Klien mampu mudah dikeluarkan
mengidentifik 5. Lakukan suction Membantu dalam
asikan dan bila perlu pengeluaran secret
mencegah sehingga jalan
factor yang nafas kembali
dapat efektif
menghambat 6. Berikan oksigen Memenuhi
jalan nafas sesuai indikasi kebutuhan oksigen
7. Berikan obat Membantu
sesuai indikasi membebaskan jalan
misalnya nafas
bronkodilator,
mukolitik,
antibiotik, atau
steroid
2 Gangguan Setelah dilaukan 1. Kaji dispnea, TB paru
pertukaran gas tindakan takipnea, bunyi mengakibatkan
b/d penurunan keperawatan pernapasan efek luas pada paru
jaringan efektif selama 1x24 jam abnormal. dari bagian kecil
paru, ateletaksis, diharapkan Peningkatan bronchopneumonia
kerusakan gangguan upaya respirasi, sampai inflamasi
membrane pertukaran gas keterbatasan difus yang luas,
alveolar-kapiler, tidak terjadi ekspansi dada nekrosis, efusi
dan edema dengan kriteria dan kelemahan pleura, dan fibrosis
bronchial hasil: yang luas. Efeknya
 Klien terhadap
mengatakan pernapasan
sesak nafas bervariasi dari
berkurang atau gejala ringan,
hilang dispnea berat,
 Klien sampai distress
menunjukkan pernapasan
tidak ada 2. Evaluasi Akumulasi secret
gejala distress perubahan tingkat dapat mengganggu
pernafasan kesadaran, catat oksigenasi organ
tanda-tanda vital dan jaringan
sianosis dan tubuh
perubahan warna
kulit, membrane
mukosa, dan
warna kuku
3. Tingkatkan tirah Menurunkan
baring dan batasi konsumsi oksigen
aktivitas pada periode
respirasi
4. Monitor AGD Menurunnya
saturasi oksigen
(PaO2) atau
meningkatnya
PaCO2
menunjukkan
perlunya
penanganan yang
lebih adekuat atau
perubahan terapi
5. Berikan oksigen Membantu
sesuai indikasi mengoreksi
hipoksemia yang
terjadi sekunder
hipoventilasi dan
penurunan
permukaan alveolar
paru.
3 Gangguan Setelah dilakukan 1. Catat status Menjadi data focus
keseimbangan tindakan nutrisi klien: untuk menentukan
nutrisi kurang keperawatan turgor kulit, rencana tindakan
dari kebutuhan selama 1x24 jam timbang BB, selanjutnya
tubuh b/d mual diharapkan kemampuan
muntah, intake kebutuhan nutrisi menelan, adanya
tidak adekuat adekuat dengan bising usus,
kriteria hasil: riwayat
 Klien mual/muntah
mengatakan 2. Monitor intake Mengukur
mual/ muntah dan output secara keefektifan nutrisi
berkurang atau periodik dan cairan
hilang 3. Berikan oral care Meningkatkan
 Klien sebelum dan kenyamanan
mengatakan sesudah daerah mulut
nafsu makan penatalaksanaan sehingga
meningkat repiratory meningkatkan
 Tidak ada nafsu makan
tanda-tanda 4. Anjurkan klien Memaksimalkan
malnutrisi makan sedikit intake nutrisi
 Tidak terjadi tapi sering
penurunan 5. Monitor Nilai rendah
berat badan pemeriksaan menunjukkan
yang berarti laboratorium malnutrisi dan
(BUN, Protein perubahan program
serum, dan terapi
albumin)
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, S.C. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth, edisi 12.
Jakarta: EGC.
Somantri, Irman. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai