DEFENISI
B. ETIOLOGI
Penyebaran melalui aliran darah ini dapat menyebarkan bakteri pada organ lain
dimana infeksi laten dapat bertahan sampai bertahun-tahun,( Patrick davey)
C. KLASIFIKASI
Tuberkulosis pada manusia dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu tuberkulosis
primer dan tuberkulosis sekunder.
1. Tuberkulosis primer
Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum mempunyai
reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila bakteri terhirup di udara dan masuk ke saluran
pernapasan sehingga mencapai alveoli maka bakteri akan ditangkap dan dihancurkan oleh
makrofag yang berada di alveoli. Jika pada proses ini bakteri ditangkap oleh makrofag yang
lemah, maka bakteri akan berkembang biak dalam tubuh makrofag yang lemah itu dan
menghancurkan makrofag. Dari proses ini, dihasilkan bahan kemotaksis yang menarik
monosit (makrofag) dari aliran darah dan membentuk tuberkel. Sebelum menghancurkan
bakteri, makrofag harus diaktifkan terlebebih dahulu oleh limfokin yang dihasilkan oleh
limfosit T.
Tudak semua makrofag pada granula TB mempunyai fungsi yang sama. Ada makrofag
yang berfungsi pembunuh, mencerna bakteri, dan merangsang limfosit. Beberapa makrofag
menghasilkan protease elastase, kolagenase, serta factor penstimulasi koloni untuk
merangsang produksi monosit dan granulosit pada sumsum tulang. Bakteri TB menyebar ke
saluran pernapasan melalui getah bening regional dan membentuk epitiolit granuloma.
Granuloma mengalami nekrosis sentral sebagai akibat dari timbulnya hipersensitifitas selular
(delayed hipersensitifity) terhadap bakteri TB. Hal ini terjadi sekitar 2-4minggu dan akan
terlihat pada tes tuberculin. Hipersensitifitas selular terlihat sebagai akumulasi local dari
lifosit dan makrofag. Bakteri TB yang berada dalam alveoli akan membentuk fokus local
(fokus ghon), sedangkan focus inisial bersama-sama dengan limfa denopati bertempat di hilus
(kompleks primer ranks) dan disebut juga TB primer. Focus primer paru biasanya bersifat
unilateral dengan subpleura terletak diatas atau bawah sifura interlobaris, atau dibagian basal
dari lobus interior. Bakteri ini menyebar lebih lanjut melalui saluran limfe atau aliran darah,
dan tersangkut pada berbagai organ. Jadi, TB primer merupakan infeksi yang bersifat
sistematis.
2. Tuberkulosis sekunder
Tuberkulosis sekunder adalah suatu kondisi dimana telah terjadi resolusi dari infeksi
primer dimana sejumlah bakteri TB masih dapat hidup dalam keadaan dormal di jaringan
parut. Sebanyak 90% di antaranya tidak mengalami kekambuhan. Reaktifasi penyakit TB
(TB pascaprimer/TB sekunder) terjadi bila daya tahan tubuh menurun, pecandu alcohol akut,
silicosis, dan pada penderita diabetes mellitus serta AIDS.berbeda dengan TB primer, pada
TB Sekunder, kelenjar limfe sekunder dan organ lainnya jarang terkena, lesi lebih terbatas,
dan terlokalisir. Reaksi imunologis terjadi dengan adanya pembentukkan granuloma, mirip
dengan yang terjadi pada TB primer. Tetapi, nekrosis jaringan lebih mencolok dan
menghasilkan lesi kaseosa (perkejuan) yang luas dan disebut tuborkulena. Plotease yang
dikeluarkan oleh makrofag aktif akan menyebabkan pelunakkan bahan kaseosar. Secara
umum, dapat dikatak bahwa terbentuknya kafisatas dan manifestasi lainnya dari TB sekunder
adalah akibat dari reaksi nekrotik yang dikenal sebagai hipersensitifitas.
TB paru pascaprimer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber eksogen,
terutama pada usia tua dengan riwayat masa muda pernah terinfeksi bakteri TB. Biasanya, hal
ini terjadi pada daerah artikel atau segmen posterior lobus superior, 10-20 mm dari pleura dan
segmen apikel lobus interior. Hal ini mungkin disebabkan kadar oksigen yang tinggi,
sehingga menguntungkan untuk pertumbuhan panyakit TB.
Lesi sekunder berkaitan dengan kerusakan paru yang disebabkan oleh produksi sitokin
yang berlebihan. Kavitas kemudian diliputi oleh jaringan fibrotic yang tebal dan berisi
pembuluh darah vulmonal. Kavitas yang kronis diliputi oleh jaringan fibrotic yang tebal.
Masalah lainnya pada kavitas kronis adalah kolonisasi jamur, seperti aspergilus yang
menumbuhkan micotema (Isa, 2001)
Sistem pernapasan pada manusia dibagi menjadi beberapa bagian. Saluran penghantar
udara dari hidung hingga mencapai paru-paru sendiri meliputi dua bagian, yaitu saluran
pernapasan bagian atas dan bawah.
1. Saluran pernapasan bagian atas (Upper Respiratory Airway)
Fungsi utama dari saluran pernapasan atas adalah sebagai saluran udara menuju
saluran napas bagian bawah untuk pertukaran gas, melindungi saluran napas bagian bawah
dari benda asing dan sebagai penghangat, penyaring, serta pelembab.
Rongga hidung dilapisi sejenis selaput lender yang sangat kaya akan pembuluh darah.
Rongga ini bersambung dengan lapisan faring dan selaput lender sinus yang
mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung.
Faring (Tekak)
Faring adalah pipa beroto yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan esophagus, pada ketinggia tulang rawan krikoid. Oleh
karena itu, letak faring dibelakan laring.
Laring (Tenggorokkan)
Laring terletak di depan bagian terendah faring yang memisahkan faring dari columna
vertebrata. Laring merentang sampai bagian atas vertebrata servikal dan masuk ke
dalam trakea di bawahnya. Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang
diikat/disatukan oleh ligament dan membran.
Pertama, saluran udara kondusif atau disebut sebagai percabanga daro trakeo-
bronkialis. Saluran ini terdiri atas trakea, bronki,bronkialis.
Kedua, saluran respiratorius terminal yang merupakan saluran udara konduktif
sengan fungsi utamanya sebagai penyalur (konduksi) gas masuk dan keluar dari
satuan respiratorius terminal merupakan tempat pertukaran gas yang
sesungguhnya. Alveoli sendiri merupakan bagian dari satuan respiratirius
terminal.
Trakea
Trakea atau batang tenggorokan memiliki panjang kira-kira 9 cm.
Bronkus dan Bronkeoli
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea ada tingkatan vertebrata torakalis ke
5, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh sejenis sel yang sama.
Alveolus
Alveolus adalah kantong berdinding tipis yang mengandung udara.
Paru-paru
Bagian kiri dan kanan paru-paru terdapat dalam rongga toraks. Paru-paru juga dilapisi
pleura yaitu parietal pleura dan viskelar pleura.
Toraks Diafragma, dan Pleura
Rongga toraks berfungsi melindungi paru-paru, jantung dan pembuluh darah besar.
E. PATOFISIOLOGI
Pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi terjadi melalui udara (air bone),
yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai alveolus dan diinhalasi biasanya terdiri atas satu sampai
tuga gumpalan. Basil yang lebih besar cenderung bertahan disaluran hidung dan cabang besar
bronkus, sehingga tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus, kuman
akan mulai mengakibatkan peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak memfagosit
bakteri ditempat ini, namun tidak membunuh organisme tersebut.
Sesudah hari pertama, maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang
akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia selular ini dapat
sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau proses dapat berjalan
terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar
melalui getah bening menuju getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu, sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit yang
dikelilingi oleh foist. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10-20 jam.
Menurut Widagdo (2011), setelah infeksi awaljika respons sistem imun tidak adekuat
maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat
infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif, Pada kasus ini,
ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam
bronkus.Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan
parut.Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya
bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat sembuh
dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di
dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari).
Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan
fibroblas akan memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk suatu
kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.
F. MANIFESTASI KLINIK
Tanda
Anoreksia
Dyspnea
Gejala
Demam
Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya
tahan tubuh penderita dengan berat ringannya infeksi kuman TBC yang masuk
Batuk
Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering
kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan sputum).
Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Kebanyakan batuk darah pada ulkus dinding bronkus
Sesak napas
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya
sudah setengah bagian paru
Nyeri dada
Malaise
Dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit kepal,
meriang, nyeri otot, keringat malam.
G. KOMPLIKASI
Bila hati dan ginjal terinfikasi bakteri mycrobaterium tuberculosis maka fungsi untuk
menyaring kotoran dalam darah akan mengalami gangguan.
Kerusakan jantung
Bila jantung terinfeksi oleh bakteri mycrobaterium tuberculosis maka dapat terjadi
penumpukan cairan yang disebut cardiac tamponade yang jika tidak diatasi akan
berakibat fatal dan berujung pada kematian.
Kerusakan otak
Di otak dapat terjadi radang selaput otak atau meningitis akibat dari terinfeksi
mycrobaterium tuberculosis dimana itu dapat menyebabkan pembengkakan pada
membran di otak yang membawah akibat fatal sampai kematian.
Nyeri pada tulang punggung dan sendi dapat terjadi ketika bakteri mycrobaterium
tuberculosis menyebar dari paru ke jaringan tulang. (tulang iga)
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan rontgen toraks , pada hasil pemeriksaan ini sering ditemukan adanya
suatu lesi sebelum ditemukan gejala subjetif awal.
Pemeriksaan CT-scan, pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi adanya
pembentukan kavitas dan lebih dapat diandalkan dari pemeriksaan rontgen toraks.
Radiologis TB paru milier , dilakukan karena pada kasus pasien TB milier tidak ada
lesi yang terlihat pada hasil rontgen toraks tetapi nanti berkembang seiring dengan
perjalanan penyakit.
Pemeriksaan laboratorium, dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dengan bahan
septum, urine dan cairan kumbah lambung.
I. PENATALAKSANAAN
Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberculosis paru menjadi tiga bagian, yaitu
pencegahan, pengobatan dan penemuan penderita.