Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN PADA TN A DENGAN DIAGNOSA MEDIS

TUBERKOLOSIS PARU DI RUANG INFECTION CENTER


DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

OLEH

FENINDI MAHARDIKA PUTRI


23.04.013

CI INSTITUSI CI LAHAN

(…..……………………) (………………………..)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG
MAKASSAR
2023
LAPORAN PENDAHULUAN TUBERCOLOSIS PARU
1. Laporan pendahuluan
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh
infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis dapat
menyebar dari satu orang ke orang lain melalui transmisi udara (droplet dahak pasien
tuberkulosis). Pasien yang terinfeksi Tuberkulosis akan memproduksi droplet yang
mengandung sejumlah basil kuman TB ketika mereka batuk, bersin, atau berbicara.
Orang yang menghirup basil kuman TB tersebut dapat menjadi terinfeksi
Tuberkulosis. Tuberkulosis menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya
menjadi komitmen global dalam MDG’s (KEMENKES, 2015).
Penderita TB Paru perlu penanganan dan perawatan dari tenaga kesehatan
karena berbagai masalah keperawatan dapat muncul seperti Bersihan Jala Nafas Tidak
Efektif, Nyeri Akut, Hipertermia, Defisit Nutrisi, Ketidakstabilan Kadar Glukosa
Darah, dan ResikoSyok. TB Paru disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
Tuberculosis masuk dalam saluran pernafasan. TB Paru ditandai dengan gejala :
batuk berturut-turut selama 1 minggu, demam, penurunan berat badan, batuk
berdahak, sesak nafas, dan nyeri dada.
Pada penderita TB Paru apabila penanganannya kurang baik, maka akan
terjadi komplikasi seperti Hemoptipis (perdarahan dari saluran nafas bawah), kolaps
dari lobus akibat retraksi bronchial, Bronkietas (peleburan bronkus setempat),
pneumothorax, penyebaran infeksi keorang lain. Masyarakat yang didiagnosa TB
Paru akan muncul masalah keperawatan salah satunya yaitu Bersihan Jalan Nafas
Tidak Efektif yang disebabkan oleh penumpukan sekret, spasme pada jalan nafas.
Masalah keperawatan lain penderita TB Paru seperti Nyeri Akut berhubungan dengan
Agen PencederaFisik, Hipertermia berhubungan denganProses Penyakit (Infeksi),
Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah berhubungan dengan Disfungsi Pankreas.
Penyakit Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia. Hal
tersebut menyebabkan gangguan kesehatan jutaan orang pertahun penyebab utama
kematian penyakit menular di dunia.
Pada tahun 2014, diperkirakan 9,6 juta kasus TB baru yaitu 5,4 juta adalah
laki-laki, 3,2 juta di kalangan perempuan dan 1,0 juta anak-anak. Penyebab kematian
akibat TB Paru pada tahun 2014 sangat tinggi yaitu1,5 juta kematian , dimana sekitar
890.000 adalah laki-laki, 480.000 adalah perempuan dan 140.000 anak-anak ((WHO),
2015). Indikator yang digunakan dalam penanggulangan TB salah satunya Case
Detection Rate (CDR): yaitu jumlah proporsi pasien baru BTA positif yang
ditemukan dan pengobatan terhadap jumlah pasien baru BTA positif, yang
diperkirakan dalam wilayah tersebut (KEMENKES, 2015).
Pencapaian CDR (Case Detection Rate Angka Penemuan Kasus) TB di
Indonesia tiga tahun terakhir mengalami penurunan yaitu tahun 2012 sebesar 61%,
tahun 2013 sebesar 60%, dan tahun 2014 menjadi 46% (KEMENKES, 2015).
Laporan TB dunia oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 2015, masih
menempatkan Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor tiga di dunia
setelah India dan Cina, diperkirakan ada 1 juta kasus TB baru pertahun (399 per
100.000 penduduk) dengan 100.000 kematian pertahun (41 per 100.000). Penderita
TBC di Indonesia pada tahun 2016 mencapai 156.723 orang, Provinsi dengan
peringkat 5 tertinggi yaitu Jawa Barat sebanyak 23.774 orang, Jawa Timur sebanyak
21.606 orang, Jawa Tengah sebanyak 14.139 orang, Sumatera Utara sebanyak
11.771 orang, DKI Jakarta sebanyak 9.516 orang (Profil Kesehatan Indonesia,
2016).
Penyakit TB Paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dini antara lain pleuritis, efusi pleura empiema, laryngitis dan
TB Usus. Selain itu juga dapat menimbulkan komplikasi yang lebih lanjut seperti
obstruksi jalan napas dan penumpukan protein amiloid pada jantung, ginjal, hati, atau
organ lainnya (Amiloidosis).
Peran serta keluarga dalam penanggulangan TB Paru harus diimbangi dengan
pengetahuan yang baik, dengan pengetahuan yang dimiliki oleh keluarga dapat
meningkatkan status kesehatan klien sehingga bila ada anggota keluarga yang sakit
segera memeriksakan kondisi secara dini, memberikan OAT sesuai jangka waktu
tertentu untuk mengobati penyebab dasar dan dalam perawatan diri klien secara
optimal. Tuberkulosis Paru merupakan penyakit yang berdampak bukan hanya pada
kesehatan fisik, pasien akan mengalami batuk berdahak lama, dapat disertai batuk
darah, sesak nafas, penurunan berat badan, berkeringat pada malam hari, dan demam
meriang.
Dampak psikis dan sosial dirasakan pasien akibat adanya stigma terkait
tuberkulosis dan perubahan sikap orang disekitarnya. Dampak akibat tuberkulosis
paru dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan dan menyebabkan penurunan
kualitas hidup pasien. Lamanya pengobatan merupakan faktor yang paling dominan
mempengaruhi kualitas hidup pasien. Diharapkan kedepannya perawat mampu
memberikan asuhan keperawatan yang sifatnya komprehensifdan menyeluruh
meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, untuk mencapai kesembuhan
yang optimal dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Perawat dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang kepatuhan
pengobatan atau terapi kognitif behavior (Jannah, 2016).
2. Anatomi
Pernapasan merupakan kegiatan menghirup oksigen dari udara ke paru-paru
dan mengeluarkan karbondioksida dari paru-paru ke udara. Pernafasan merupakan
pertukaran O2 dan CO2 antara sel-sel tubuh serta lingkungan. Pernafasan juga
merupakan peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung O2 dan
mengeluarkan CO2 sebagai sisa dari oksidasi dari tubuh. Penghisapan udara ke dalam
tubuh disebut proses inspirasi dan menghembuskan udara keluar tubuh disebut proses
ekspirasi (Setiadi 2016).

Anatomi pernapasan

Paru-paru merupakan organ tubuh yang berada di rongga dada manusia. Paru-
paru memiliki bentuk kerucut dengan ujungnya berada diatas tulang iga pertama dan
dasarnya berada pada diagframa. Paru-paru berada dalam rongga torak, yang
terkandung dalam susunan tulang-tulang iga dan letaknya disisi kiri dan kanan
mediastinum yaitu struktur blok padat yang berada dibelakang tulang dada. Rongga
dada dan perut dibatasi oleh suatu sekat yang disebut diafragma. Kapasitas maksimal
paru-paru berkisar sekitar 3,5 liter. Paru-paru menutupi jantung, arteri, vena besar,
esophagus dan trakea. Paru-paru berbentuk seperti spons dan berisi udara dengan
pembagian ruang, paru kanan memiliki tiga lobus dan paru kiri memiliki dua lobus
(Setiadi 2016).
Anatomi paru yang dapat melindungi paru dibagi menjadi beberapa organ.
Pleura merupakan selaput tipis yang berlapis ganda yang melapisi paru-paru. Lapisan
ini mengeluarkan cairan (pleural fluid) yang disebut dengan cairan serous. Fungsinya
untuk melumasi bagian dalam rongga paru agar tidak mengiritasi paru saat
mengembang dan berkontraksi saat bernapas. Selaput pleura dibagi menjadi 2 yaitu,
pleura viseralis yaitu selaput tipis yang langsung membungkus paru, sedangkan pleura
parietal yaitu selaput yang menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura
terdapat rongga yang disebut cavum pleura (Fajarina Nurin 2021).
Bronkus merupakan saluran udara yang memastikan udara masuk dengan baik
dari trakea ke alveolus. Bronkus juga dapat berfungsi untuk mencegah infeksi.
Bronkus dilapisi oleh berbagai jenis sel, termasuk sel yang bersilia (berambut) dan
berlendir. Sel-sel inilah yang nantinya menjebak bakteri pembawa penyakit untuk
tidak masuk ke dalam paru-paru. Setiap bronkus utama membelah atau bercabang
menjadi brokiolus. Bronkiolus berfungsi menyalurkan udara dari bronkus ke alveoli.
Bronkiolus berfungsi untuk mengontrol jumlah udara yang masuk dan keluar saat
proses bernapas berlangsung. Kantong alveolus merupakan bagian dari anatomi paru
yang terkecil yang terdapat di ujung bronkiolus.
Campuran lemak dan protein dapat melapisi permukaan alveoli dan
membuatnya lebih mudah untuk mengembang dan mengempis pada setiap tarikan
napas. Alveoli (alveolus) berfungsi sebagai tempat pertukaran oksigen dan karbon
dioksida. Alveoli kemudian menyerap oksigen dari udara yang dibawa oleh
bronkiolus dan mengalirkannya ke dalam darah dan karbon dioksida yang merupakan
produk limbah dari sel-sel tubuh mengalir dari darah ke alveoli untuk diembuskan
keluar. Pertukaran gas ini terjadi melalui dinding alveoli dan kapiler yang sangat tipis
(Kemenkes RI 2018).

Gambar 2.2 Anatomi Paru


3. Definisi
Tuberkulosis Paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis, yakni kuman aerobyang dapat hidup terutama diparu atau diberbagai

organ tubuh yang lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi.

Kuman ini juga mempunyai kandungan lemak yang tinggi pada membrane selnya

sehingga menyebabkan bakteri ini menjadi tahan terhadap asam dan pertumbuhan

dari kumannya berlangsung dengan lambat. Bakteri ini tidak tahan terhadap

ultraviolet, karena itu penularannya terutama terjadi pada malam hari (Setiadi,

2017).

Tuberkulosis Paru atau TB adalah penyakit radang parenkim paru karena

infeksi kuman Mycobacterium Tuberculosis. Tuberkulosis Paru adalah suatu

penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobacterium tuberculosis masuk ke

dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses

yang dikenal sebagai focus primer dari ghon (Andra Saferi, 2014).

Penularan tuberkulosis yaitu pasien TB BTA (bakteri tahan asam) positif

melalui percik renik dahak yang dikeluarkan nya. TB dengan BTA negatif juga

masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB meskipun dengan tingkat

penularan yang kecil (KEMENKES, 2015).

4. Klasifikasi
Klasifikasi tuberculosis dapat dilihat berdasarkan kelainan klinis, radiologi, dan
makro biologis. Klasifikasi ini penting untuk menentukan strategi pengobatan yang
akan dilakukan.

a. Klasifikasi tuberculosis dari sistem lama :


1) Pembagian secara patologis
a) Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)
b) Tuberculosis post-primer (adult tuberculosis)
b. Pembagian secara aktivitas radiologis tuberculosis paru (Koch
pulmonum) aktif, non aktif dan quiescent ( bentuk aktif yang
menyembuh)
1) Pembagian secara radiologis (luas lesi)
a) Tuberkulosis minimal
b) Moderately advanced tuberkolusis
c) Far advanced tuberkolusis
c. Klasifikasi menurut American Thoracic Society
1) Kategori 0 : tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, tiwayat kontak
negative, tes tuberculin negative
2) Kategori 1 : terpajan tuberculosis, tapi tidak terbukti ada infeksi.
Riwayat kontak positif, tes tuberculin negative
3) Kategori 2 : terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit. tes tuberculin positif,
radiologi dan sputum negative
4) Kategori 3 : terinfeksi tuberculosis dan sakit
d. Klasifikasi yang diterapkan di Indonesia
1) Tuberculosis paru
2) Bekas tuberculosis paru
3) Tuberculosis paru tersangka, yang terbagi dalam
a) TB tersangka yang diobati : sputum BTA (-), tetapi tanda-tanda lain
positif
b) Tb tersangka yang tidak diobati : Sputum BTA (-) dan tanda- tanda lain
juga meragukan
e. Klasifikasi menurut WHO
1) Kategori 1, ditujukan terhadap :
a) Kasus baru dengan sputum positif
b) Kasus baru dengan bentuk TB berat
2) Kategori 2, ditujukan terhadap :
a) Kasus kambuh
b) Kasus gagal dengan sputum BTA positif
3) Kategori 3, ditujukan terhadap :
a) Kasus BTA negative dengan kelainan paru yang luas
b) Kasus BTA ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori
4) Kategori 4, ditujukan terhadap : TB kronik (Amin and Kusuma Hardhi 2015)

5. Etiologi
Penyebab Tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberculosis. Sejenis kuman

batang dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3–0,6/um, sebagian besar kuman

terdiri atas lemak (lipid), peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang

membuat kuman lebih tahan terhadap asam sehingga disebut Bakteri Tahan Asam

(BTA), kuman dapat bertahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan

dingin, hal ini karena kuman bersifat dormant, yaitu kuman dapataktif kembali dan

menjadikan tuberculosis ini aktif lagi. Sifat lain adalah aerob, yaitu kuman lebih

menyenangi jaringan yang tinggi oksigennya.

Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar

matahari, dan sinar ultraviolet. Ada dua macam miko bakteria tuberculosis yaitu

tipe human dan tipebovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita

mastitis tuberculosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah(droplet) di

udara yang berasal dari penderita TBC terbuka dan orang yang rentan terinfeksi

TBC ini bila menghirup bercak ini. Perjalanan TBC setelah infeksi melalui

udara(Suddarth, 2013).

6. Patofisiologi
Masuknya bakteri Mycrobacterium Tuberculosis dapat melalui saluran
pernapasan atau pencernaan yang kemudian dapat menyebar kebagian organ tubuh
manapun. Organ tubuh yang paling diserang adalah paru-paru, bakteri yang
mengandung basil tuberkul yang terinfeksi ini dapat menular melalui droplet ketika
penderita batuk. Basil tuberkul ini akan hinggap pada alveolus dan diinhalasi biasanya
terdiri atas satu sampai tiga gumpalan. Setelah masuk pada alveolus kuman akan
mulai mengakibatkan peradangan pada paru. Peradangan paru-paru yang terjadi
akibat hinggapnya kuman tuberkul dapat menyebabkan pneumonia akut. Pneumonia
seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus
difagosit atau berkembangbiak di dalam sel Makrofag yang mengadakan infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkelepiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10- 20 hari). Daerah yang mengalami
nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan
memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk suatu kapsul yang
dikelilingi oleh tuberkel. Bakteri tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan
masuk ke percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali pada bagian
lain dari paru atau basil dapat terbawa ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan sekalipun tanpa
pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen
bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan
perbatasan bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas.
Keadaan inidapat menimbulkan gejala dalam waktu yang lama atau membentuk lagi
hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan yang aktif. Penyakit dapat
menyebar melalui saluran limfe atau pembuluh darah (limfohematogen). Organisme
yang lolos dari kelenjar limfe akan mencapai aliran darah dalam jumlah yang lebih
kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain
(ekstrapulmoner). Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang
biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi bila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskuler dan
tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ-organ tubuh (Andra dan Yessie, 2013).

7. Tanda dan gejala


Keluhan yang dirasakan pasien tuberculosis dapat bermacam-macam atau
malah banyak ditemukan pasien TB Paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah :

a. Demam

Biasanya sub febris menyerupai demam influenza, tetapi kadang-kadang panas


badan dapat mencapai 40-41oC. serangan demam pertama dapat sembuh sebentar
tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya
demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan
demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien
dan berat ringannya infeksi tuberkulosis yang masuk.

b. Batuk/batuk berdahak

Batuk ini terjadi karena ada iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar, karena terlibatnya bronkus pada setiap
penyakit tidak sama. Mungkin saja batukbaru ada setelah penyakit berkembang
dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan
peradangan bermula. Sifat batuk ini dimulai dari batuk kering (non-produktif)
kemudian setelah timbulnya peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum). keadaan yang lanjutadalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah kebanyakan batuk darah tuberkulosis pada kavitas, tetapi dapat
juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

c. Sesak Napas

Pada penyakit ringan (baru kambuh) belum dirasaka sesak napas. Sesak napas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut yang infiltrasinyasudah meliputi
sebagian paru-paru.

d. Nyeri Dada

Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik melepaskan napasnya.

e. Malaise

Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering


ditemukan berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keluar keringat malam, dll. Gejala
malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

8. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan penunjang yang dapat mendukung ditentukan diagnose seseorang
menderita tuberculosis paru diantaranya adalah :
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk menemukan kuman BTA. Hasil sputum
tersebut akan terlihat ketika kuman ditemukan dibronkus yang terlibat proses
penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yangg mengandung kuman BTA
mudah ke luar. Rekomendasi WHO skala IUATLD:
1) Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang : negative
2) Ditemukan 1-9 BTA : tulis jumlah kuman
3) Ditemukan 10-99 BTA : 1+
4) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 2+
5) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 3+
b. Pemeriksaan mantoux
Tes mantoux merupakan salah satu cara pemeriksaan kuman mycobacterium
tuberculosis. Tetapi tes mantoux ini bukanlah pemeriksaan untuk menegakkan
diagnose TB. Karena tidak semua orang yang teinfeksi TB menderita penyakit
TB. Sistem imu tubuh mulai menyerang bakteri TB , kira-kira 2-8 minggu seelah
terinfeksi. Pada kurun waktu inilah tes Mantoux mulai beraksi. Ketika pada saat
terinfeksi daya tahan tubuh orang tersebut sangat baik, bakeri akanmati dan
tidak ada lagi infeksi dalam tubu. Namun pada orang lain, yang terjadi adalah
bakteri tidak aktif tetapi bertahan lama di dalam tubuh dan sama sekali tidak
menimbulkan gejala. Atau pada orang lainnya lagi, bakteri tetapi tetap atif da
orang tersebut menjadi sakit TB (Ardiansyah 2012).
c. Pemeriksaan rontgen thoraks
Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru, simpanan kalsium lesi
sembuh primer, efusi cairan, akumulasi udara, area cafitas, area fibrosa dan
penyimpangan struktur mediastinal (Andra and Yessie 2013).
d. Pemeriksaan laboratorium
Diagnosis terbaik dari penyakit diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi
melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies Mycrobacterium yang satu
dengan yang lain harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia
pada berbagai media, perbedaan kepekaan terhadap OAT dan kemoteraputik,
perbedaan kepekaan terhadap binatang percobaan dan perbedaan kepekaan kulit
terhadap berbagai jenis anti gen Mycrobacterium. Pemeriksaan darah yang dapat
menunjang diagosis TB Paru walaupun kurang sensitif adalah pemeriksaan laju
endap darah (LED). Adanya peningkatan laju endap darah (LED) biasanya
disebabkan peningkatan imunoglobulin terutama IgG dan IgA (Safira 2020).
9. Penatalaksanaan medis
Pencegahan dan pengobatan pada penderita TB Paru dibagi menjadi 2 menurut
(Ardiansyah 2012), diantaranya dalah :
a. Pencegahan tuberkulosis Paru
Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita Tuberculosis paru BTA positif.
1) Vaksinasi BCG: meninggikan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh hasil
tuberculosis yang virulen. Imunitas yang timbul 6-8 minggu seelah
pemberian BCG. Imunitas terjadi tidaklah lengkap sehingga masih mungkin
terjadi superinfeksi meskipun biasaya tidak progresif dan menimbulkan
komplikasi yang berat.
2) Kemoprokfilaksis, yaitu dengan menggunakan INH dan rifamisi diberikan
bersamaan, dosis maksimal perhari INH 10mg/kg BB dan rifampisisn 15
mg/kg BB
b. Pengobatan Tuberkolosis Paru
Prinsip pengobatan obat anti-tuberkulosis (OAT) terdiri dari dua fase, yaitu fase
intensif selama 2 sampai 3 bulan dan fase lanjutan selama 4 sampai 6 bulan,
terkadang sampai 12 bulan. Tujuan pengobatan pada penderita Tuberculosis
paru, selain untuk mengobati, juga untuk mencegah kematian, kekambuhan,
resistensi kuman terhadap OAT, serta memutuskan mata rantai penularan. Dosis
harian rifampisin adalah 8-12 mg/ kgBB/hari, maksimal 600 mg. Efek samping
rifampisin yang sering yaitu hepatitis imbas obat (HIO) termasuk mual dan
muntah, serta warna kemerahan pada urin, keringat, dan air mata (I. Wijaya
2015).
WOC (Web Of Caution) TB Paru
Droplet mengandung M.tuberculosis Terhirup lewat Masuk ke paru-paru Alveoli
Udara tercemar M.Tuberculosis
saluran nafas
Hipertermi Panas Proses peradangan Produksi secret berlebihan

Limfadintis Kelenjar Getah Bening Turberkel Sekret sukar dikeluarkan

Sembuh dengan sarang ghon TB Primer Disfungsi Bersihan Jalan Nafas


Pankreas Sembuh sempurna Tidak Efektif
Meluas Resistensi Insulin
Diabetes Melitus Type 2
Bronkogen Hematogen Glukosa darah tidak masuk
sel Bronkus bakterimia Hiperglikemia

Glikosuria
Jantung Pleura Peritonium Ketidakstabilan Kadar
Glukosa Darah Diuresis Osmotik meningkat
Perikarditis Pleuritis Asam lambung meningkat
Poliuria
Nyeri dada Mual, Muntah, Anoreksia

Nyeri Akut Defisit Nutrisi


Dehidrasi

polidipsi

Resiko syok
10. Pengkajian keperawatan
Adalah tahapan awal dari proses asuhan keperawatan dan merupakan suatu
proses sistematik dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengindentifikasi status kesehatan pasien, data yang di
kumpulkan ini meliputi biopsikososial dan spiritual. Dalam proses pengakajian
ada dua tahap yaitu pengumpulan data dan analisa data.

a. Pengumpulan Data

Pada tahap ini merupakan kegiatan dalam menghimpun data atau informasi
dari pasien yang meliputi bio-psiko-sosial serta spiritual yang secara
komprehensif secara lenngkap dan relevan untuk mengenal pasien terkait
status kesehatan sehingga dapat member arah untuk melaksanakan tindakan
keperawatan.

b. Identitas
Nama pasien, nama panggilan pasien, jenis kelamin pasien, jumlah
saudara, pekerjaan, alamat, pendidikan terakhir, umur.

c. Keluhan Utama
Keluhan yang sering dirasakan oleh pasien TB Paru biasanya nyeri pada
dada, dan mengalami kesulitan dalam bernapas, sesak napas, dan
meningkatnya suhu tubuh.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Hal ini meliputi penyakit yang pernah di alami, apakah pernah di rawat di
rumah sakit sebelumnya, pengobatan yang pernah di lakukan, alergi, pada
pasien dengan TB paru baisanya memiliki riawayat penyakit yang
berhubungan dengan sistem pernapasan.

e. Genogram

Hal ini adalah data yang meliputi grafik keluarga dan hubungan keluarga.

f. Pemeriksaan fisik

B1 (Sistem pernapasan) Pada pasien TB Paru akan didapatkan,


pernapasan yang dangkal, terjadinya cuping hidung, penggunaan otot bantu
napas, dan terdapat suara tambahan napas, penurunan suplai okigen dan
sesak napas, batuk dan skret kental.
B2 (Sistem kardiovaskuler) Pada pasien TB Paru tidak mengalami
masalah, CRT < 2 detik, bunyi jantung lup dup S1 S2 tunggal, irama jantung
reguler, dan hasil dari EKG tidak terjadi abnormal.
B3 (Sistem persyarafan) Pada sistem persyarafan pasien dengan TB Paru
pada umumnya tidak mengalami permasalahan yang menonjol, namun dapat
terjadi penurunan kesadaran yang diakibatkan oleh penurunan suplai
oksigen dalam darah berkurang ( Nanda 2016).

B4 (Sistem perkemihan) Pada pasien TB Paru dengan penurunan


kesadaran maka akan di lakukan pemasangan kateter untuk membantu
proses berkemih, namun tidak ada distensi dan nyeri tekan pada kandung
kemih.
B5 (Sistem pencernaan) Pada pasien TB Paru biasanya pasien mengalami
penurunan BB dikarenakan pasien mengalami penurunan napsu makan
sehingga intake dalam tubuh menurun.
B6 (Sistem musculoskeletal) Pada pasien TB paru akan mengalami
penurunan aktivitas karena pada pasien dengan TB paru jika melakukan
aktivitas berlebih akan mengalami sesak napas, pasien mobilasasi terbatas,
tidak mengalami penurunan kekuatan otot.

11. Diagnose keperawatan


a. Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisik Fisik (SDKI, D.0077 Hal-170)
b. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d Hipersekresi Jalan Nafas (SDKI,
D.0001 Hal-18)
c. DefisitNutrisib.d Faktor Psikologis (Stress) (SDKI, D.0019 Hal-56)
d. Hipertermia b.d Peningkatan Laju Metabolisme (SDKI, D.0130 Hal-284)
e. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah b.d Disfungsi Pankreas (SDKI,
D.0027 Hal-71)
f. Resiko Syok (SDKI, D.0039 Hal- 92)
12. Perencanaan
N Diagnose Luaran (tujuan dan kriteria Intervensi keperawatan
o keperawatan hasil)
1 Nyeri akut Tujuan : Observasi
b.d Agen Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
pencedera asuhan keperawatan selama 3x24 durasi, frekuensi, kualitas,
fisik jam diharapkan nyeri pada pasien intensitas nyeri
dapat berkurang Rasional : Untuk mengetahui
Kriteria Hasil : (SLKI , L.08066 lokasi, karakteristik, durasi,
Hal-145) frekuensi, kualitas, intensitas
- Keluhan nyeri menurun nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
- Meringis menurun Rasional: Untuk mengetahui
skala nyeri pada pasien
- Sikap protektif menurun 3. Identifikasi nyeri non-verbal
Rasional: Untuk mengetahui
respon nyeri non-verbal
4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
Rasional: Untuk mengetahui
faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
5. Kontrol lingkungan yang
memperberat kualitas nyeri
Rasional : Untuk mengetahui
lingkungan yang memperberat
kualitas nyeri
Terapeutik
1. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri Rasional :
Untuk mengetahui apakah
pasien mampu memonitor
nyeri secara mandiri
Kolaborasi
pemberian analgesik
Rasional : Pemberian obat anti nyeri
(SIKI, 1.08238 Hal-201)
Bersihan Tujuan : Setelah dilakukan Observasi
jalan nafas tindakan asuhan keperawatan 1. Monitor pola nafas
selama 3x24 jam diharapkan (frekuensi, kedalaman, usaha
bersihan jalan nafas pasien nafas)
normal Kriteria Hasil : (SLKI, Rasional : Agar mengetahui
L.01001 Hal-18) tanda dan gejala awal serta
 Batuk efektif menjadi perubahan pola nafas pada
meningkat pasien
 Terdapat ronchi menjadi 2. Monitor bunyi nafas
menurun tambahan (ronchi, wheezing,
 Produksi sputum menurun mengi)

 Frekuensi nafa menurun Rasional: Agar mengetahui


bunyi nafas pasien jika
mengalami gangguan
3. Monitor sputum (jumlah,
warna)
Rasional : Agar mengetahui
jumlah dan warna sputum
pasien
Terapeutik
1. Posisikan semi fowler–
fowler
Rasional: Agar pasien tidak
sesak nafas
2. Ajarkan batuk efektif
Rasional: Membantu pasien
mengeluarkan dahak secara
mandiri
3. Berikan Oksigen
Rasional Membantu pasien
dalam bernafas
Kolaborasi
pemberian obat
R/ Obat inhalasi untuk membantu
mengencerkan dahak (SIKI, 1.01011
Hal-186)
3 Deficit Tujuan : Setelah dilakukan Observasi
nutrisi tindakan asuhan keperawatan 1. Identifikasi status nutrisi
selama 3x24 jam diharapkan Rasional: Untuk
Defisit Nutrisi pada pasien dapat mengidentifikasi status
membaik nutrisi pada pasien
Kriteria Hasil : (SLKI, L.03030 2. Monitor asupan makanan
Hal-121) Rasional: Untuk memonitor
 Porsi makan yang asupan makanan yang
dihabiskan dari sedang dikonsumsi oleh pasien
menjadi meningkat 3. Monitor Berat badan
 Berat badan Rasional; Untuk memonitor
daricukupmemburukmenj berat badan pasien apakah
adimembaik mengalami perbaikan
 IMT 4. Lakukan oral hygiene
daricukupmemburukmenj sebelum makan
adimembaik Rasional; Untuk menjaga

 Serum Albumin dari kebersihan oral pasien guna

sedang menjadi meningkatkan asupan

meningkat makanan pada pasien

 Membran mukosa dari Terapeutik


sedang menjadi membaik 1. Ajarkan diet yang

 Nafsu makan sedang diprogramkan

menjadi membaik R/ Untuk membantu pasien


dan kelarga dalam
menentukan diit pasien
Kolaborasi
pemberian medikasi sebelum makan
R/ Pemberian obat untuk membantu
memperbaiki status nutrisi pasien
(SIKI, 1.03119 Hal-200)

4 Hipertermi Tujuan : Setelah dilakukan Observasi :


tindakan asuhan keperawatan 1. Identifikasi penyebeb
selama 3x24 jam diharapkan hipertermia (mis, dehidrasi,
Hipertermia pada pasien terpapar lingkungan panas,
menurun penggunaan inkubator)
Kriteria Hasil : (SLKI , L.14134 2. Monitor suhu tubuh
Hal-129) 3. Monitor haluaran urine
 Suhu tubuh menjadi 4. Monitor komplikasi akibat
menurun hipertermia
 Suhu kulit menjadi Terapeutik :
membaik 1. Sediakan lingkungan yang
 Takikardia menjadi dingin
menurun 2. Longgarkan atau lepaskan
pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
4. ganti linen hari atau sering
jika mengelami hiperhidrosis
(keringat berlebih)
5. Lakukan kompres hangat
6. Berikan oksigen jika perlu
Kolaborasi :
Pemberian cairan elektrolit dan
elektrolit intravena jika perlu

5 Tujuan : Setelah dilakukan Observasi


Ketidakstabil
tindakan asuhan keperawatan 1. Monitor Kadar Glukosa
an Kadar
selama 3x24 jam diharapkan Darah
Glukosa
Ketidakstabilan Kadar Glukosa R/ Untuk memonitor Kadar
Darah
Darah pada pasien dapat Glukosa Darah pasien apakah
membaik mengalami perbaikan
KriteriaHasil : 2. Monitor tanda dan gejala
Hiperglikemia
 Kadar Gluokosa Darah R/ Untuk mengetahui tanda
dari menjadi membaik dan gejala Hiperglikemia
 Jumlah urine dari menjadi apabila terjadi pada pasien
membaik 3. Berikan asupan cairan oral
 Rasah haus dari menjadi R/ Untuk membantu pasien
menurun memenuhi asupan cairan oral
 Lelah lesu menjadi Terapeutik
membaik (SLKI, L.03022 1. Anjurkan memonitor Kadar
Hal- 43) Glukosa Darah secara
mandiri
R/ Untuk membantu
mengetahui Kadar Glukosa
Darah pada pasien secara
mandiri
2. Anjurkan kepatuhan terhadap
diit dan olahraga
R/ Agar pasien patuh
terhadap diit dan olahraga
yang sudah dianjurkan

Kolaborasi
pemberian insulin
R/ Pemberian obat insulin guna
mengontrol Kadar Gula Darah pada
pasien
6 Resiko Syok Kriteria Hasil : Observasi
- Kekuatan nadi meningkat 1. Memonitor status
- Output urin meningkat kardiopulmonal (frekuensi
- Akral dingin menurun dan kekuatan nadi, frekuensi
- Pucat menurun nafas, TD)
- Tekanan nadi membaik R/ Untuk mengetahui apakah
- Frekuensi nafas membaik status kardiopulmonal pada
(SLKI, L.03032 Hal-148) pasien dalam batas normal
Monitor saturasi oksigen
2. R/ Untuk mengetahui
saturasi oksigen didalam
tubuh pasien
3. Monitor status cairan
R/ Untuk mengetahui status
cairan dalam tubuh pasien
apakah mengalami
perubahan
Terapeutik
1. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
R/ Untuk membantu pasie
dalam mempertahankan
pernafasan
2. Jelaskan faktor / penyebab
resiko syok
R/ Agar pasien dan keluarga
mengetahui faktor / penyebab
terjadinya syok pada pasien
3. Jelaskan tanda gejala awal
syok
R/ Untuk mengetahui tanda
dan gejala awal syok pada
pasien supaya mempermudah
melakukan tindakan
pencegahan
Kolaborasi : pemberian IV
R/ Untuk membantu pasien dalam
pemenuhan kebutuhan cairan (SIKI,
1.02068 Hal-285
DAFTAR PUSTAKA
Adi, WD., 2022. Asuhan keperawatan pada Tn D dengan diagnose medis tuberculosis
paru+diabtes melitus type 2 (internet)
Rachmawati, PA., 2021. Asuhan keperawatan pada Ny. M dengan diagnose medis
suspect tb paru+anemia+trombositopenia (internet)
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan
Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan
Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan
Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai