Disusun oleh:
Kelompok 5
Muhhidin 2114901055
Amelia Putryanti S 2114901031
Tasya Febriyani P 2114901029
Shintia Gita R 2114901030
Sutini 2114901017
2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
2.1.2. Etiologi
Mycobacterium Tuberkulosis merupakan kuman berbentuk batang
yang berukuran dengan panjang 1-4 mm dan dengan tebal 0,3-0,6 mm.
sebagian besar komponen M. tuberculosis adalah berupa lemak atau lipid
sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan dengan zat
kimia dan factor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yaitu
menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, M. tuberculosis
senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang dimana terdapat kandungan
oksigen yang tinggi. Daerah tersebut menjadi daerah yang kondusif untuk
penyakit Tuberkulosis.
Kuman ini tahan pada udara kering maupun dalam keadaan dingin
(dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman
pada saat itu berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat
bangkit dari tidurnya dan menjadikan tuberculosis aktif kembali. Tuberculosis
paru merupakan penyakit infeksi pada saluran pernapasan. Basil
mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran nafas
(droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon)
selanjutnya menyerang kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah
primer kompleks (ranke), keduanya ini dinamakan tuberculosis primer, yang
dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan.
Tuberculosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai
kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberculosis yang
kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut
tuberculosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh
karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan
spesifik terhadap basil tersebut.
2.1.3. Patofisiologi
Penyakit tuberculosis paru ditularkan melalui udara secara langsung
dari penderita penyakit tuberculosis kepada orang lain. Dengan demikian,
penularan penyakit tuberculosis terjadi melalui hubungan dekat antara
penderita dan orang yang tertular (terinfeksi), misalnya berada di dalam
ruangan tidur atau ruang kerja yang sama. Penyebaran penyakit tuberculosis
sering tidak mengetahui bahwa ia menderita sakit tuberculosis. Droplet yang
mengandung basil tuberculosis yang dihasilkan dari batuk dapat melayang di
udara sehingga kurang lebih 1 - 2 jam tergantung ada atau tidaknya sinar
matahari serta kualitas ventilasi ruangan dan kelembaban. Dalam suasana yang
gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari-hari bahkan berbulan-
bulan. Jika droplet terhirup oleh orang lain yang sehat, maka droplet akan
masuk ke system pernapasan dan terdampar pada dinding system pernapasan.
Droplet besar akan terdampar pada saluran pernapasan bagian atas, sedangkan
droplet kecil akan masuk ke dalam alveoli di lobus manapun, tidak ada
predileksi lokasi terdamparnya droplet kecil. Pada tempat terdamparnya, basil
tuberculosis akan membentuk suatu focus infeksi primer berupa tempat
pembiakan basil tuberculosis tersebut dan tubuh penderita akan memberikan
reaksi inflamasi. Setelah itu infeksi tersebut akan menyebar melalui sirkulasi,
yang pertama terangsang adalah limfokinase yaitu akan dibentuk lebih banyak
untuk merangsang macrofage, sehingga berkurang atau tidaknya jumlah
kuman tergantung pada jumlah macrophage. Karena fungsi dari macrofage
adalah membunuh kuman atau basil apabila prosesini berhasil dan macrofage
lebih banyak maka klien akan sembuh dan daya tahan tubuhnya akan
meningkat. Apabila kekebalan tubuhnya menurun pada saat itu maka kuman
tersebut akan bersarang di dalam jaringan paru- paru dengan membentuk
tuberkel (biji-biji kecil sebesar kepala jarum). Tuberkel lama-kelamaan akan
bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-lama akan timbul
perkejuan di tempat tersebut. Apabila jaringan yang nekrosis tersebut
dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah pecah,
maka klien akan batuk darah (hemaptoe).
2.1.4. Manifestasi Klinis
Tuberculosis sering dijuluki “the great imitator” yang artinya suatu
penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga
memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita
gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang
asimtomatik (Muttaqin, 2012).
Gejala klinik Tuberkulosis paru dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu
gejala respiratorik dan gejala sistemik :
1. Gejala Respiratorik, meliputi :
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan gejala ini banyak
ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk
dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul
peradangan kemudian menjadi produktif (menghasilkan sputum) ini
terjadi lebih dari 3 minggu. Keadaan yang selanjutnya adalah batuk
darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
b. Batuk darah
Pada saat baruk darah yang dikeluarkan yaitu dahak bervariasi,
mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan
darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah
terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah
tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. Kita harus
memastikan bahwa perdarahan tersebut dari nasofaring dengan cara
membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
1) Batuk darah
a) Darah dibatukkan dengan rasa panas ditenggorokkan.
b) Darah berbuih bercampur udara.
c) Darah segar berwarna merah muda.
d) Darah bersifat alkalis.
e) Anemia kadang-kadang terjadi.
f) Benzidin test negative.
2) Muntah darah
a) Darah dimuntahkan dengan rasa mual.
b) Darah bercampur sisa makanan.
c) Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung.
d) Darah bersifat asam.
e) Anemia sering terjadi.
f) Benzidin test positif.
3) Epistaksis
a) Darah menetes dari hidung.
b) Batuk pelan kadang keluar.
c) Darah berwarna merah segar.
d) Darah bersifat alkalis.
e) Anemia jarang terjadi.
c. Sesak nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
dimana infiltrasinya sudah setengah bagian dari paru-paru. Gejala ini
ditemukan apabila terjadi kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothoraks,
anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada Tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritic
yang ringan. Gejala nyeri dada ini timbul apabila system persarafan di
pleura terkena.
2. Gejala Sistemik, meliputi :
a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Namun
kadang-kadang panas bahkan dapat mencapai 40-41ºC. Keadaan ini
sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat
ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk. Demam merupakan
gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore hari dan malam
hari mirip dengan deman influenza, hilang timbul dan semakin lama
semakin panjang serangannya sedangkan masa bebas serangan
semakin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lainnya adalah keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan serta malaise (gejala malaise sering ditemukan
berupa : tidak nafsu makan, sakit kepala, meriang, nyeri otot, dll).
Timbulnya gejala ini biasanya berangsur- angsur dalam beberapa
minggu sampai beberapa bulan, tetapi penampilan akut dengan batuk,
panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai
gejala pneumonia.
2.1.6. Penatalaksanaan
1. Tujuan Pengobatan
Tujuan pengobatan pada penderita Tuberkulosis paru selain untuk
menyembuhkan atau mengobati penderita juga dapat mencegah kematian,
mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan
mata rantai penularan.
2. Panduan Pengobatan
Panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk
paket yaitu dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan
menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu
paket obat untuk satu pasien dalam satu masa pengobatan. Kombinasi
Dosis Tetap (KDT) mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan
TB yaitu (Departemen Kesehatan, 2011):
a. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
b. Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan
resep.
c. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
Berikut ini obat yang digunakan dalam pengobatan pasien
Tuberkulosis, diantaranya:
a. Obat-obat primer
Obat-obatan ini paling efektif dan paling rendah toksisitasnya,
tetapi dapat menimbulkan resistensi dengan cepat bila digunakan
sebagai obat tunggal. Oleh karena itu, terapi ini selalu dilakukan
dengan kombinasi dari 2-4 macam obat untuk kuman tuberculosis yang
sensitif. Berikut obat anti tuberculosis yang termasuk obat-obat primer
adalah (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
(BPOM RI), 2017) :
1) Isoniazid
Isoniazid (INH) merupakan devirat asam isonikotinat yang
berkhasiat untuk obat tuberculosis yang paling kuat terhadap
Mycobacterium tuberculosis (dalam fase istirahat) dan bersifat
bakterisid terhadap basil yang tumbuh pesat. Efek samping dari
isoniazid adalah mual, muntah, demam, hiperglikemia, dan neuritis
optic.
2) Rifampisin
Rifampisin adalah sebuah golongan obat antibiotic yang
banyak dipakai untuk menanggulangi infeksi Mycobacterium
tuberculosis. Rifampisin menghambat pertumbuhan bakteri dengan
menghambat sistesis protein terutama pada tahap transkripsi. Efek
samping dari rifampisin adalah gangguang saluran cerna, terjadi
gangguan sindrim influenza, gangguan respirasi, warna kemerahan
pada urine, dan udem.
3) Pirazinamid
Pirazinamid adalah obat antibiotic yang digunakan untuk
mengobati infeksi bakteri Tuberkulosis dan bekerja dengan
menghentikan pertumbuhan bakteri. Indikasi dari pirazinamid
adalah tuberkulsis dalam kombinasi dengan obat lain. Efek
samping dari pirazinamid adalah anoreksia, icterus, anemia, mual,
muntah, dan gagal hati.
4) Etambutol
Etambutol adalah obat antibiotic yang dapat mencegah
pertumbuhan bakteri tuberculosis di dalam tubuh. Indikasi dari
etabutanol adalah tuberculosis dalam kombinasi dengan obat lain.
Efek samping penurunan tajam penglihatan pada kedua mata,
penurunan terhadap kontras sensitivitas warna serta gangguan
lapang pandang.
5) Streptomisin
Streptomisin adalah antibiotic yang dihasilkan oleh jamur tanah
disebut Streptomyces griseus yang dapat digunakan untuk
mengatasi sejumlah infeksi seperti tuberculosis untuk menghambat
pertumbuhan mikroba. Saat ini streptomisin semakin jarang
digunakan kecuali untuk kasus resistensi. Efek samping dari
streptomisin adalah gangguang fungsi ginjal, gangguan
pendengaran, dan kemerahan pada kulit.
b. Obat-obat sekunder
Obat-obatan sekunder diberikan untuk tuberculosis yang
disebabkan oleh kuman yang resisten atau bila obat primer
menimbulkan efek samping yang tidak dapat ditoleransi. Berikut yang
termasuk obat sekunder adalah kaproemisin, sikliserin, macrolide
generasi baru (asotromisin dan klaritromisin), quinolone dan
protionamid.
3. Pengobatan tuberculosis diberikan dalam 2 tahap, yaitu :
a. Tahap intensif (2-3 bulan)
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapatkan obat setiap
hari dan diawasi langsung unutuk mencegah terjadinya kekebalan
terhadap semua OAT, terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap
intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita yang
menularkan penyakit menjadi tidak menularkan penyakit dalam kurun
waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita Tuberkulosis BTA positif
menjadi BTA negative (konversi) pada akhir pengobatan intensif.
Pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah
terjadinya kekebalan obat.
b. Tahap lanjutan (4-7 bulan)
Pada tahap lanjutan penderita mendapatkan jenis obat lebih
sedikit namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan ini
penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga dapat
mencegah terjadinya kekambuhan. Panduan obat yang digunakan
terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang
digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisipn, INH,
Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat
tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolode, dan Amoksisilin +
Asan Klavulanat, derivate Rifampisin/INH.
4. Terapi Komplementer
Terapi komplementer adalah cara penanggulangan penyakit yang
dilakukan sebagai pendukung kepada pengobatan medis konvensional atau
sebagai pengobatan pilihan lain diluar pengobatan medis (Budhi Purwanto,
2013). Modalitas penyembuhan adalah metode penyembuhan yang
digunakan bersama dengan pengibatan berbasis obat dan tindakan
pembedahan sebagai upaya pemenuhan pelayanan holistic. Titik akupresur
ini dilakukan pemijatan setiap titiknya minimal 3 menit. Berikut yaitu titik
akupresur untuk mengurangi batuk berdahak pada penderita penyakit
tuberculosis sebagai berikut :
a. Titik refleksi paru-paru ditemukan pada telapak kaki 3 jari di bawah
jari kaki, di sela-sela antara jari tengah dan jari manis
b. Titik refleksi paru-paru ditemukan pada telapak kaki 2 jari di bawah
jari-jari kaki, di sela-sela antara ibu jari dan jari telunjuk
c. Titik refleksi tenggorokkan pada punggung kaki di antara sela-sela ibu
jari dan jari telujuk
d. Titik refleksi tenggorokan ditemukan pada telapak tangan di sela-sela
jari telunjuk dan jari tengah
e. Titik refleksi untuk meredakan batuk yang berada di telapak tangan
bagian 2 jari dibawah ibu jari
f. Titik refleksi untuk meredakan batuk pada dibawah tulang tengkorak
kepala, tulang tengah punggung leher kiri dan kanan, dan di sebelah
tulang belikat atas sebelah kanan dan kiri.
2.2. Konsep Teoritis Asuhan Keperawatan Pada Pasien TB Paru
2.2.1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Pengkajian merupakan pengumpulan data yang dilaksanakan dengan beberapa
cara (wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic, dll).
Untuk mendapatkan informasi tentang kondisi kesehatan klien, yang berfokus
pada pemenuhan kebutuhan dasar (Suarni & Apriyani, 2017). Untuk mengkaji
klien dengan TB Paru,di perlukan data-data sebagai berikut:
1. Data Pasien
Penyakit tuberculosis (TB) dapat menyerang manusia mulai dari usia
anak sampai dewasa dengan perbandingan hampir sama anatar laki-laki
dengan perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien
yang tinggal di daerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga masuknya
cahaya matahari ke dalam rumah sangat minim. Tuberculosis pada anak
dapat terjadi di usia berapapun, namun usia yang paling umum apada usia
dalah antara 1-4 tahun. Anak-anak lebih sering mengalami TB luar paru-
paru (extrapulmonary) disbanding TB paru-paru yaitu dengan
perbandingan 3:1. Tuberculosis luar paru-paru adalah tuberculosis berat
yang terutama ditemukan pada usia < 3 tahun. Angka kejadian atau
prevalensi TB paru-paru pada usia 5-12 tahun ckup rendah, kemudian
meningkat setelah usia remaja dimana TB paru-paru menyerupai kasus
pada pasien dewasa.
2. Riwayat kesehatan
Keluhan yang sering muncul antara lain :
a. Demam : subfebris, febris (40-41ºC) biasanya hilang timbul.
b. Batuk : biasanya terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk ini
terjadi untuk membuang atau mengeluarkan produksi radang yang
dimulai dari batuk kering sampai dengan batuk purulent (menghasilkan
sputum).
c. Sesak nafas : terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru-paru.
d. Nyeri dada : jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritic.
e. Malaise : ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, sakit
kepala, nyeri otot, dan keringat malam.
f. Sianosis, sesak nafas, kolaps : merupakan gejala atelectasis. Bagian
dada pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong ke
sisi yang sakit. Pada foto thoraks, pada sisi yang sakit tampak
bayangan hitam dan diafragma menunjol ke atas.
g. Perlu ditanya dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini
muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan namun merupakan
penyakit infeksi menular.
3. Riwayat penyakit sebelumnya :
a. Pernah menderita batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
c. Pernah berobat namun tidak teratur.
d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
e. Daya tahan tubuh yang menurun.
f. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.
4. Riwayat pengobatan sebelumnya :
a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.
b. Jenis, warna, dosis obat yang diminum
c. Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan
penyakit.
d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.
5. Riwayat Sosial Ekonomi :
a. Riwayat pekerjaan, jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja dan
jumlah penghasilan.
b. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikasi
dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang
mampu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh
perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa
depan atau pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.
6. Factor pendukung
a. Riwayat lingkungan.
b. Pola hidup : nutrisi, kebiasaan merokok, minum alcohol, pola istirahat
dan tidur, kebersihan diri.
c. Tingkat pengetahuan atau pendidikan pasien dan keluarga tentang
penyakit TBC, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kultur sputum : mikobakterium tuberculosis positif pada tahap akhir
penyakit.
b. Tes tuberculin : Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm
terjadi dalam 48-72 jam).
c. Foto thorax : infiltrasi lesi awal pada area paru atas. Pada tahap ini
tampak gambaran bercak-bercak-bercak seperti awan dengan batas
tidak jelas. Dapat kavitasi bayangan, berupa cincin. Pada klasifikasi
tampak bayangan bercak- bercak padat dengan densitas tinggi.
d. Bronchografi : untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru
karena TB paru.
e. Darah : peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
f. Spirometry : penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.
8. Pemeriksaan fisik
a. Pada tahap dini sulit diketahui.
b. Ronchi basah, kasar, nyaring.
c. Hipersonor/tympani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada
auskultasi memberikan suara umforik.
d. Pada keadaan lanjut terjadi atropi, retraksi intercostal, dan fibrosis.
e. Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara
pekak).
9. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. Sesak nafas
(nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam
hari.
Objektif : takikardi, takipnea/dyspnea saat kerja, irritable, sesak (tahap
lanjut ; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40-
41 ºC) yang terjadi hilang timbul.
b. Pola nutrisi
Subjektif :anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub
kutan.
c. Respirasi
Subjektif : batuk produktif/non produktif, sesak nafas, sakit dada.
Objektif : mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mucoid kuning atau bercak darah, pembengkakan
kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks
paru, takipnea (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru pleural),
sesak nafas, pengembangan pernafasan tidak simetris (effusi pleura),
perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal
(penyebaran bronkogenik).
d. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Objektif : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah,
nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga
timbul pleuritis.
e. Integritas ego
Subjektif : faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan.
Objektif : menyangkal (selama tahan dini), ansietas, ketakutan, mudah
tersinggung.
Ketidakefektifan pola nafas b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas
hiperventilasi. keperawatan diharapkan status a) Bersihkan jalan nafas dengan teknik chin
Definisi: Inspirasi dan ekspirasi yang tidak pernafasan: ventilasi dengan lift atau jaw thrust sebagai mana
memberikan ventilasi yang adekuat. kriteria hasil: mestinya
Batasan karakteristik : a) Frekuensi pernafasan tidak ada b) Posisikan pasien untuk memaksimalkan
1. Bradipnea deviasi dari kisaran normal ventilasi
2. Dyspnea b) Irama pernafasan tidak ada deviasi c) Identifikasi kebutuhan aktual/potensial
3. Penggunaan otot bantu pernafasan dari kisaran normal pasien untuk memasukkan alat membuka
4. Penurunan kapasitas vital c) Suara perkusi nafas tidak ada jalan nafas
5. Penurunan tekanan ekspirasi deviasi dari kisaran normal d) Lakukan fisioterapi dada sebagai mana
6. Penurunan tekanan inspirasi d) Kapasitas vital tidak ada deviasi Mestinya
7. Pernafasan bibir dari dari kisaran normal e) Buang secret dengan memotivasi pasien
8. Pernafasan cuping hidung untuk melakukan batuk atau menyedot
9. Takipnea lender
f) Instruksikan bagaimana agar bias
Factor yang berhubungan melakukan batuk efektif
1. Ansietas g) Auskultasi suara nafas
2. Cedera medulla spinalis h) Posisikan untuk meringankan sesak
3. Hiperventilasi nafas
4. Keletihan Terapi oksigen
5. Keletihan otot pernafasan a) Pertahankan kepatenan jalan nafas
6. Nyeri b) Siapkan peralatan oksigen dan berikan
7. Obesitas melalui system humidifier
8. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi c) Berikan oksigen tambahan seperti
paru yang diperintahkan
d) Monitor aliran oksigen
e) Monitor efektifitas terapi oksigen
f) Amati tanda-tanda hipoventialsi induksi
oksigen
g) Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain
mengenai penggunaan oksigen tambahan
selama kegiatan dan atau tidur
Gangguan pertukaran gas b.d perubahan Setelah dilakukan tindakan Terapi oksigen
membran alveolar-kapiler. keperawatan diharapkan status a) Pertahankan kepatenan jalan nafas
Definisi: Kelebihan atau deficit pada pernafasan: ventilasi dengan b) Siapkan peralatan oksigen dan berikan
oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida kriteria hasil: melalui system humidifier
pada membrane alveolar-kapiler. a) Frekuensi pernafasan tidak ada c) Berikan oksigen tambahan seperti
Batasan karakteristik: deviasi dari kisaran normal yang diperintahkan
1. pH darah arteri abnormal b) Irama pernafasan tidak ada deviasi d) Monitor aliran oksigen
2. pernafasan abnormal (mis: kecepatan, dari kisaran normal e) Monitor efektifitas terapi oksigen
irama, kedalaman) c) Suara perkusi nafas tidak ada f) Amati tanda-tanda hipoventialsi induksi
3. Gangguan penglihatan deviasi dari kisaran normal oksigen
4. Penurunan CO2 d) Kapasitas vital tidak ada deviasi g) Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain
5. Takikardi dari dari kisaran normal mengenai penggunaan oksigen tambahan
6. Hiperkapnia selama kegiatan dan atau tidur
7. samnolen Tanda-tanda vital dengan kriteria Monitor tanda-tanda vital
8. Iritabilitas hasil : a) Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan
9. Hipoksia a) Suhu tubuh tidak ada deviasi dari status pernafasan dengan tepat
10. kebingungan kisaran normal b) Monitor tekanan darah saat pasien
11. nasal faring b) Denyut nadi radial tidak ada berbaring, duduk dan berdiri sebelum
12. AGD Normal deviasi dari kisaran normal dan setelah perubahan posisi
13. Sianosis c) Tingkat pernafasan tidak ada c) Monitor dan laporkan tanda dan gejala
14. warna kulit abnormal (pucat, kehitaman) deviasi dari kisaran normal hipotermia dan hipertermia
15. Hipoksemia d) Irama pernafasan tidak ada deviasi d) Monitor keberadaan nadi dan kualitas
16. Sakit kepala saat bangun dari kisaran normal nadi
e) Tekanan darah sistolik tidak ada e) Monitor irama dan tekanan jantung
Faktor faktor yang berhubungan : deviasi dari kisaran normal f) Monitor suara paru-paru
1. ketidakseimbangan perfusi ventilasi f) Tekanan darah diastolik tidak g) Monitor warna kulit, suhu dan
2. perubahan membran kapiler-alveolar ada deviasi dari kisaran normal kelembaban
h) Identifikasi kemungkinan penyebab
perubahan tanda-tanda vital
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1. Pengkajian
A. IDENTITAS DIRI KLIEN DAN PENANGGUNG JAWAB
B. ANAMNESA
- Alasan masuk RS : Sesak sejak 3 hari yang lalu (23.12.21), batuk , demam naik
turun
- Masuk dari : IGD sendiri/ dibawa keluarga/ orang lain.
- Alat yang digunakan saat masuk : Brankar
C. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama saat pengkajian : Batuk - batuk
2. Riwayat Kesehatan Sekarang : Pasien mengatakan batuk, terkadang disertai sesak
3. Riwayat Kesehatan Lalu : Pasien mengatakan memang sering batuk-batuk tetapi
nanti hilang dengan sendirinya.
- Penyakit pada masa anak-anak dan penyakit infeksi yang pernah dialami :
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit infeksi, pada masa anak-anak klien
hanya pernah mengalami sakit bapil
- Imunisasi : Pasien belum di Vaksin Covid-19
- Kecelakaan yang pernah dialami : Tidak ada
- Prosedur operasi dan perawatan rumah sakit : Tidak pernah
- Alergi ( makanan, obat-obatan, zat/substansi, textil ) : Tidak ada alergi
- Pengobatan dini (konsumsi obat-obatan bebas), lamanya :
3. POLA ELIMINASI
− Kebiasaan pola buang air kecil : frekuensi >5x/hr, jumlah (cc), Kurang lebih
1000-1500 cc dalam 24 jam Warna: Kuning. nyeri/disuria (x) nokturia (x)
hematuria (x) kemampuan mengontrol BAK: Baik
− Kebiasaan pola buang air besar : frekuensi, 1 x sehari , Tidak ada nyeri, tidak
menggunakan obat pencahar, tidak ada konstipasi / diare, tidak menggunakan
obat pencahar, kemampuan mengontrol BAB baik.
4. POLA AKTIVITAS / OLAHRAGA
Aktivitas kehidupan sehari-hari : Pasien mengatakan jarang berolahraga
Olahraga : tipe, frekuensi, durasi dan intensitas : Tidak ada
Aktivitas menyenangkan : Kumpul Bersama keluarga
Keyakinan tentang latihan dan olahraga : Pasien meyakini jika berolahraga
menyehatkan
Kemampuan untuk merawat diri sendiri (berpakaian, mandi, makan, kamar
mandi) Penggunaan alat bantu : Sebelum masuk RS Pasien mengatakan
melakukan aktifitas merawat diri tanpa bantuan.
Data pemeriksaan fisik (pernapasan, kardiovaskular, muskuloskeletal,
neurologi) :
Sistem Kardiovaskular (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi):
TD : 145/83 mmHg, N : 84, S : 38.5 C, CRT : < 3 detik.
Sistem Respirasi (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi) :
RR : 23x/menit
SPO2 : 96%
Inspeksi : Tidak ada lesi di dada pasien, terdapat retraksi dinding dada,
pengembangan dada pasien tidak optimal, tidak ada otot bantu pernapasan,
pola napas dispnea
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, taktif fremitus sama kuat getaran
Auskultasi : ronkhi
5554 5554
Keluhan saat beraktivitas: Saat sakit pasien mengeluh lemas saat beraktivitas
Sistem Neurologi (saraf kranial, refleks, dll):
Reaksi cahaya miosis (NK II), kemampuan pergerakan bola mata normal
(NK III, IV dan VI), fungsi penciuman normal (NK I), kemampuan gerak
lidah simetris (NK XII), fungsi pengecapan normal (NK VIII, IX, X),
kekuatan otot wajah, sesasi dan berbicara baik (NK V, VII, IX, X), dan
kekuatan otot sternokleidomastoideus kuat (NK XI) dan refleks patella dan
achiles ekstremitas (+)
6. POLA KOGNITIF-PERSEPSI
− Status mental : (+) Sadar ( ) Afasia reseptif ( ) Mengingat cerita buruk
− Terorientasi (+) Kelam pikir ( ) Kombatif ( ) Tidak responsive
− Bicara: (+)Normal ( ) Tidak jelas ( ) Gagap ( ) Afasia ekspresif
− Bahasa sehari – hari : (+ ) Indonesia
− Kemampuan membaca Bahasa Indonesia : (+) Ya ( ) Tidak
− Kemampuan memahami : (+) Ya ( ) Tidak
− Tingkat ansietas : (+) Ringan ( ) Sedang ( ) Berat ( ) Panik ( )
− Pendengaran : Normal
− Penglihatan : (+) Dalam batas Normal ( ) Kacamata ( ) Lensa kontak ( )
− Kerusakan Kanan Kiri Buta Kanan kiri : Tidak
− Vertigo : tidak ada
− Ketidaknyamanan / nyeri : (+) Tidak ada ( ) Akut ( ) Kronik ( )
− Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (neurologis, ketidaknyamanan)
Tingkat kesadaran :CM GCS : 15 , Orientasi tempat dan waktu baik.
− Riwayat kejang : Tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala dan leher : Bentuk kepala masosepal, kulit kepala bersih, distribusi rambut
merata, warna rambut hitam, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan. Leher:
tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak terdapat nyeri, gerakan bebas.
Mata (bola mata, kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, pupil, lapang
pandang, ketajaman penglihatan) : bentuk mata simetris, konjungtiva ananemis,
sklera putih, kornea baik, pupil mengecil pada saat diberi cahaya, lapang pandang
normal, ketajaman penglihatan normal, distribusi bulu mata dan alis merata, kelopak
mata tidak cekung.
Telinga (daun telinga, lubang, saluran, membran tympani, fungsi
pendengaran): bentuk simetris kiri dan kanan, dapat mendengar saat perawat atau
keluarga memanggil, tes wiber dan rinne (+), tidak ada nyeri tekan, telinga bersih.
Hidung dan sinus : bentuk hidung simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
peradangan
Mulut, lidah, dan tonsil : bentuk bibir simetris, mukosa bibir lembab, lidah bersih
tidak kotor.
Abdomen (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi) : bentuk abdomen simetris, tidak
ada kembung, tidak terdapat nyeri tekan, kebersihat kulit terjaga, turgor kulit < 3
detik, bising usus 12x/ menit
Imunologi : Antigen SARS-CoV 2; hasil deteksi antigen negatif
Pemeriksaan penunjang dan diagnostik (tanggal, hasil, dan interpretasi)
Hipertermi
DS: TB Paru Intoleransi
− Pasien mengeluh mudah lelah aktivitas
− Pasien mengatakan untuk perawatan Produksi sekret yang meningkat
Kelemahan
Intoleransi aktivitas
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d sekresi yang tertahan dibuktikan dengan pasien
tidak mampu batuk. Batuk adalah salah satu gejala respiratorik yang timbul pada pasien
TB paru karena produksi sputum yang menghambat jalan napas. Gejala batuk timbul
paling dini dan gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk
dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan kemudian
menjadi produktif (menghasilkan sputum) ini terjadi lebih dari 3 minggu.
2. Hipertermia b/d proses infeksi dibuktikan dengan suhu diatas normal 38.5 oC. Hipertermi
merupakan salah satu gejala sistemik yang timbul pada pasien TB Paru. Keadaan ini
sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi bakteri
tuberculosis yang masuk. Demam merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya
timbul pada sore hari dan malam hari mirip dengan deman influenza, hilang timbul dan
semakin lama semakin panjang serangannya sedangkan masa bebas serangan semakin
pendek.
3. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ditandai
dengan dyspnea. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menyebabkan
pasien dengan TB Paru mudah merasa lelah saat beraktifitas dikarenakan sesak.
BABV
PENUTUP
1.
2.
3.
4.
5.
5.1 Kesimpulan
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius yang biasanya menyerang parenkim
paru. Tuberkulosis dapat menyerang organ lain seperti meninges, ginjal, tulang, dan
nodus limfe. Penyebab TB Paru itu adalah mycobacterium Tuberkulosis, bakteri yang
tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet Smeltzer & Bare
(2013). Terdapat beberapa faktor resiko yang mempengaruhi tingkat kejadian TB
meliputi BMI, tingkat pendidikan, riwayat imunisasi BCG, riwayat kontak dengan
penderita TB, ventilasi, kepadatan hunian, sumber air dan riwayat merokok.
Asuhan keperawatan pada pasien Tn. M dengan TB Paru terdiri dari pengkajian,
analisa data dan penentuan diagnosa, menetapkan intervensi, melakukan implementasi
keperawatan serta melakukan evaluasi. Diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn. M
meliputi bersihan jalan nafas tidak efektif, hipertermi, dan intoleransi aktivitas. Diagnosa
utama yang ditegakkan pada pasien Tn. M adalah bersihan jalan nafas tidak efektif, dan
salah satu intervensi yang dilakukan untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas adalah
teknik batuk efektif. Batuk memungkinkan pasien mengeluarkan secret dari jalan nafas
bagian atas dan jalan nafas bagian bawah. Peran perawat dapat meningkatkan bersihan
jalan nafas dan mempertahankan jalan nafas tetap paten.
Untuk diagnosa hipertermia, beberapa intervensi yang dapat dilakukan adalah
memonitor suhu tubuh untuk menghindari dehidrasi, membasahi permukaan tubuh,
menggunakan pakaian longgar, dan memberikan cairan oral. Peran perawat adalah
menurunkan suhu tubuh dan mempertahankan suhu tubuh berada pada suhu normal.
Untuk diagnosa intoleransi aktivitas, beberapa intervensi yang dapat dilakukan adalah
menyediakan lingkungan yang nyaman, mengajurkan tirah baring dan menganjurkan
melakukan aktivitas secara bertahap. Peran perawat dapat membantu melakukan aktivitas
secara bertahap agar pasien mampu beraktivitas seperti sedia kala secara perlahan.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Penulis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam
menerapkan asuhan keperawatn pada pasien tuberkulosis paru.
5.2.2 Bagi Instansi Pendidikan
Diharapkan makalah ini sebagai sumber informasi bagi institusi pendidikan
dalam meningkatkan dan mengembangkan mutu pendidikan di masa yang akan
datang.
5.2.3 Bagi Rumah Sakit
Diharapkan makalah ini dapat menjadi masukan bagi para perawat untuk
memberikan asuhan keperawatan dengan baik guna meningkatkan kualitas
pelayanan asuhan pada pasien tuberkulosis paru.
DAFTAR PUSTAKA
BPOM, R. (2017). Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI). Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta.
Dinas Kesehatan Provinsi Banten. (2017). Profil Kesehatan Provinsi Banten Tahun 2016,
Banten : Dinas Kesehatan Provinsi Banten.
KeMenKes, R. I. (2017). Profil kesehatan Indonesia tahun 2016. Jakarta Kementeri Kesehat
Republik Indones.
Muttaqin, A. (2012). Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Suarni, L., & Apriyani, H. (2017). Metodologi Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Panesa
World Health Organization. (2017). Global tuberculosis report 2017. World Health
Organization.