DISUSUN OLEH :
G3A020186
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberculosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ,
terutama paru-paru. Tetapi Tuberculosis juga sangat liar karena dapat
menyerang organ selain paru. TB bisa menyerang organ kelenjar getah bening,
usus, tulang, otak, dan selaputnya, laring, ginjal bahkan payudara. Tuberkulosis
bisa mengenai setiap organ pada tubuh manusia, walaupun sebagian besar
tuberkulosis mengenai paru, tapi kejadian ekstra paru atau penyakit TB di luar
Paru dilaporkan mencapai 5 hingga 30 %. Penyakit ini bila tidak diobati atau
pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga
kematian. Meskipun jumlah kematian akibat Tuberculosis menurun 22% antara
tahun antara tahun 2000-2015, namun tuberculosis masih menepati peringkat
ke-10 penyebab kematian tertinggi didunia pada tahun 2016. Oleh sebab itu
hingga saat ini. TBC masih menjadi prioritas utama di dunia dan menjadi salah
satu tujuan dalam SDGs (Sustainability Development Goals) (Susenes, 2017).
Secara global pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus insiden TBC (CI
8,8 juta – 12, juta) yang setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk. Lima
negara dengan insiden kasus tertinggi yaitu India, Indonesia, China, Philipina,
dan Pakistan, Indonesia bersama 4 negara lain, masuk dalam daftar peringkat
tertinggi dengan kasus TBC yang artinya Indonesia memiliki permasalahan
besar dalam menghadapi penyakit TBC sehingga besar dan luasnya
permasalahan akibat TBC mengharuskan semua pihak untuk dapat
berkomitmen dan berkerjasama dalam melakukan pencegahan dan
pengendalian TBC. Kerugian yang diakibatkannya sangat besar, bukan hanya
dari aspek kesehatan semata tetapi juga dari aspek sosial ancaman terhadap
cita-cita pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat secara
menyeluruh karenanya perang terhadap TBC berarti pula perang terhadap
kemiskinan, ketidakproduktifan, dan kelemahan akibat TBC (Kemenkes, 2018).
Presentasi jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus
pada tahun 2017 (dimana data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin,
jumlah kasus baru TBC tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar
dibandingkan pada perempuan. Bahkan berdasarkan Survei Prevalensi
Tuberkulosis prevalensi pada laki-laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan pada
perempuan. Begitu juga yang terjadi di negara-negara lain. Hal ini terjadi
kemungkinan karena laki-laki lebih terpapar pada fakto risiko TBC misalnya
merokok dan kurangnya ketidakpatuhan minum obat (Kemenkes, 2018).
Berdasarkan data Profil Kesehatan bahwa Provinsi Jawa Tengah menjadi
salah satu dari 3 provinsi di Indonesia dengan kasus TB tertinggi yaitu
sebanyak 45.527 kasus. Dimana TBC di Kota Semarang pada tahun 2017
menjadi salah satu daerah penyumbang terbanyak kasus TBC di Jawa Tengah
yaitu sebanyak 3.333 kasus. Dimana Penderita TB Paru di Kota Semarang
lebih banyak di sumbangkan jenis kelamin laki-laki yakni sebesar 58,2%.
Sehingga Laki-laki 2 kali lebih besar berisiko menderita TB Paru karena
mobilitasnya yang tinggi dibanding perempuan sehingga kemungkinan
terpaparnya lebih besar, ditambah kebiasaan merokok serta minum minuman
beralkohol dapat menyebabkan imunitas tubuh turun sehingga mudah terpapar
agen penyebab TB Paru (Dinkes kota semarang, 2018)
Tuberculosis (TB) Paru akan menimbulkan dampak secara langsung bagi
penderita yaitu kelemahan fisik, batuk terus menerus, sesak napas, nyeri dada,
nafsu makan menurun, berat badan menurun, keringat dimalam hari dan panas
tinggi sedangkan dampak bagi keluarga yaitu penderita TB Paru yang tidak
diobati akan menularkan kuman TB pada keluarganya, dan akan sangat sulit
jika penderita TB tinggal dalam satu rumah dengan banyak orang.
Upaya untuk mengatasi masalah Tuberculosis di Indonesia TOSS TBC
(Temukan Obati Sampai Sembuh) Adalah gerakan untuk menemukan pasien
sebanyak mungkin dan mengobati sampai sembuh sehingga rantai penularan di
masyarakat bisa dihentikan. Gerakan TOSS TBC sebagai upaya pencegahan
dan pengendalian TBC (Kemenkes, 2018).
Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun 1990-an WHO
dan IUATLD mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai
strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course). Strategi DOTS
terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu: Komitmen Politis dari para pengambil
keputusan termasuk dukungan dana, Diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak
secara mikroskopis langsung, Pengobatan dengan paduan OAT jangka pendek
dengan Pengawasan Menelan Obat (PMO), Kesinambungan persediaan Obat
Anti Tuberculosis (OAT) jangka pendek untuk pasien, Pencatatan dan
pelaporan yang baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program
TB.
Selain itu, Upaya untuk mengatasi masalah keperawatan bersihan jalan
nafas tidak efektif pada pasien TB yaitu dengan cara Postural Drainage atau
dengan cara batuk efektif, Gangguan pertukaran gas dengan memposisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi, hipertermi dengan memonitor jumlah
nutrisi dan kandungan kalori dan resiko infeksi dengan memonitor tanda dan
gejala infeksi sistemik dan local (NANDA, 2015).
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis merasa tertarik untuk
membuat Asuhan Keperawatan dengan judul “Asuhan Keperawatan Dengan
Tuberculosis Paru pada Tn. P.S Di Ruang Dahlia IV RSUD Tuguredjo Provinsi
Jawa Tengah”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tuberculosis Paru di
Ruang Dahlia IV RSUD Tuguredjo Provinsi Jawa Tengah.
C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk melaksanakan Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan
Tuberculosis Paru di Ruang Dahlia IV RSUD Tuguredjo Provinsi Jawa
Tengah.
b. Tujuan Khusus
a) Melakukan Pengkajian pada pasien TB paru di Ruang Dahlia IV RSUD
Tuguredjo Provinsi Jawa Tengah.
b) Merumuskan Masalah keperawatan pada pasien TB paru di Ruang
Dahlia IV RSUD Tuguredjo Provinsi Jawa Tengah.
c) Menyusun Rencana keperawatan pada pasien TB paru di Ruang Dahlia
IV RSUD Tuguredjo Provinsi Jawa Tengah.
d) Melaksanakan Tindakan keperawatan pada pasien TB paru di Ruang
Dahlia IV RSUD Tuguredjo Provinsi Jawa Tengah.
e) Melakukan Evaluasi keperawatan pada pasien TB paru di Ruang Dahlia
IV RSUD Tuguredjo Provinsi Jawa Tengah.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
B. Etiologi
Penyebab Tuberkolosis adalah mycobacterium tubercolosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan
sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakteria tuberculosis yaitu tipe
Human dan Tipe Bovil. Dimana tipe bovil berada dalam susu sapi yang
menderita mastitis tuberkolosis usus. Basil tipe human bisa berada
dibercak ludah (droplet) dan di udara yang berasal dari penderita TB Paru
(NANDA,2015)
C. Patofisiologi
a. Infeksi primer
Pertama kali klien terinfeksi oleh tuberkulosis disebut sebagai
“infeksi primer” dan biasanya terjadi pada apeks paru atau dekat pleura
lobus bawah. Infeksi primer mungkin hanya berukuran mikroskopis,
dan karenanya tidak tampak pada foto ronsen. Tempat infeksi primer
dapat mengalami proses degenerasi nekrotik (perkejuan) tetapi bisa saja
tidak, yang menyebaakan pembentukan rongga terisi yaitu oleh massa
basil tuberkel seperti keju, sel-sel darah putih yang mati, dan cairan
paru nekrotik. Pada waktunya material ini mencair dan dapat mengalir
ke dalam percabangan trakheobronkhial dan dibatukan. Rongga yang
berisi udara tetap ada dan mungkin teretetksi ketika dilakuka ronsen
dada.
Sebagian besar tuberkel primer menyembuh dalam periode bulanan
dengan membentuk jaringan parut dan pada akhirnya terbentuk lesi
pengapuran yang juga dikenal sebagai “tuberkel Ghon’. Lesi ini dapat
mengandung sel hidup yang aktif kembali, mesaki telah bertahun-tahun,
dan menyebabkan infeksi sekuder.
Infeksi TB primer menyebabkan tubuh mengalami reaksi alergi
terhadap basil tuberkel dan proteinnya. Respons imun selelerini tampak
dalam bentuk sensitisasi sel-sel T dan terdeteksi dalam reaksi positif
pada tes kulit tuberkulin. Perkembangan sensitivitas tuberkulin ini
terjadi pada semua sel-sel tubuh, 2 – 6 minggu setelah infeksi primer.
Dan akan akan dipertahankan selama basil hidup berada dalam tubuh.
Imunitas didapat ini biasanya menghambat pertumbuhan basil lebih
lanjut dan terjadinya infeksi aktif.
b. Infeksi sekunder
Selain penyakit primer yang progresif, infeksi ulang juga mengarah
pada bentuk klinis TB aktif. Tempat terinfeksi primer yang
mengandung basil basil TB dapat tetap laten selama bertahun-tahun dan
kemudian teraktifkan kembali jika daya tahan klien menurun. Penting
artinya untuk mengkaji kembali secara periodik klian yang telah
mengalami infeksi Tb untuk mengetahui adanya penyakit aktif.
D. Manifestasi klinis
a. Demam 40-410C
b. Sesak nafas dan nyeri dada
c. Batuk : - batuk kering (non produktif) batuk produktif
(sputum)
- hemaptoe
d. Malaise, keringat malam
e. Suara khas pada perkusi dada
f. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
g. Nafsu makan menurun
h. Nyeri otot
E. Penatalaksanaan
a. Pencegahan
1) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang
bergaul erat dengan penderita tuberculosis paru BTA positif.
2) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok –
kelompok populasi tertentu misalnya : karyawan rumah sakit, siswa
– siswi pesantren.
3) Vaksinasi BCG
4) Kemofolaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6 –
12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi
bakteri yang masih sedikit.
5) Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis
kepada masyarakat.
b. Pengobatan
Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agen kemoterapi (agen
antituberkulosis ) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi
garis depan digunakan adalah Isoniasid ( INH ), Rifampisin ( RIF ),
Streptomisin ( SM ), Etambutol ( EMB ), dan Pirazinamid ( PZA ).
Kapremiosin, kanamisin, etionamid, natrium para-aminosilat, amikasin,
dan siklisin merupakan obat – obat baris kedua.
2.2 ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Pengkajian Fokus
Pengkajian tergantung pada tahap penyakit dan derajat yang terkena
a) Aktivitas atau istirahat
Gejala : kelelahan umum dan kelemahan, mimpi buruk, nafas
pendek karena kerja, kesulitan tidur pada malam hari, menggigil
atau berkeringat.
Tanda : takikardia. takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot,
nyeri dan sesak (tahap lanjut).
b) Integritas EGO
Gejala : adanya faktor stress lama, masalah keuangan rumah,
perasaan tidak berdaya/tidak ada harapan. Populasi
budaya/etnik, missal orang Amerika asli atau imigran
dari Asia Tenggara/benua lain.
Tanda : menyangkal (khususnya selama tahap dini) ansietas
ketakutan, mudah terangsang.
c) Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan. tidak dapat mencerna
penurunan berat badan.
Tanda : turgor kulit buruk, kering/ kulit bersisik, kehilangan
otot/hilang lemak subkutan.
d) Nyeri atau kenyamanan
Gejala : nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,
gelisah.
e) Pernafasan
Gejala : batuk produktif atau tidak produktif, nafas pendek,
riwayat tuberculosis terpajan pada individu terinfeksi.
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan (penyakit luas atau
fibrosis parenkim paru pleura) pengembangan pernafasan
tidak simetri (effuse pleura) perkusi pekak dan
penurunan fremitus (cairan pleural atau penebalan
pleural bunyi nafas menurun/ tidak ada secara bilateral
atau unilateral efusi pleural/ pneumotorak) bunyi nafas
tubuler dan bisikan pectoral di atas lesi luas, krekels
tercabut di atas aspek paru selama
inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekes posttussic)
karakteristik sputum: hijau, puluren, muloid kuning atau
bercak darah deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
a. Keamanan
Gejala : adanya kondisi penekanan imun. contoh: AIDS, kanker.
Tes 111V positif.
Tanda : demam rendah atau sedikit panas akut.
b. Interaksi sosial
Gejala : perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular,
perubahan bisa dalam tanggungjawab/ perubahan
kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
B. Pathway
Mycobacterium Tuberculosis
Airbone/Inhalasi droplet
Anoreksia,
Intoleransi aktifitas
Malaese
D. Intervensi
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental,
kelemahan upaya batuk buruk
1) Tujuan : bersihan jalan nafas efektif
2) KH : pasien dapat mempertahankan jalan nafas dan mengeluarkan
sekret tanpa bantuan
3) Intervensi
Kaji fungsi pernafasan contoh bunyi nafas, kecepatan, irama, dan
kelemahan dan penggunaan otot bantu.
Rasional : Peningkatan bunyi nafas dapat menunjukkan
atelektasis, ronchi, mengi menunjukkan akumulasi
sekret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang
dapat menimbulkan penggunaan otot akseseri pernafasan dan
peningkatan kerja pernafasan.
Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa batuk efektif,
catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis
Rasional : Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal sputum
berdarah kental/darah cerah (misal efek infeksi, atau tidak
kuatnya hidrasi).
Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi
Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya pernafasan.
Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai
keperluan
Rasional : Mencegah obstruksi respirasi, penghisapan dapat
diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 m/hari kecuali
kontra indikasi
Rasional : Pemasukan tinggi cairan membantu untuk
mengencerkan sekret, membantu untuk mudah dikeluarkan.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kekurangan upaya batuk
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas
kembali aktif
2) KH : dispnea berkurang, frekuensi, irama dan kedalaman dan
pernafasan normal
3) Intervensi
Kaji kualitas dan kedalaman pernafasan penggunaan otot
aksesoris, catat setiap perubahan
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat, dispnea terjadi
peningkatan kerja nafas, kedalaman pernafasan dan bervariasi
tergantung derajat gagal nafas.
Kaji kualitas sputum, warna, bau dan konsistensi
Rasional : Adanya sputum yang tebal, kental, berdarah dan
purulen diduga terjadi sebagai masalah sekunder.
Baringkan klien untuk mengoptimalkan pernafasan (semi fowler)
Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal
upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang sekret.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan
efek paru, kerusakan membran alveolar, kapiler, sekret kental dan tebal
1) Tujuan : tidak ada tanda-tanda dispnea
2) KH : melaporkan tidak adanya penurunan dispnea, menunjukkan
perbaikan ventilasi dan O2 jaringan adekuat dengan AGP dalam
rentang normal, bebes dari gejala, distres pernafasan.
3) Intervensi dan rasional
Kaji dispnea, takipnea, tidak normal atau menurunnya bunyi
nafas, peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi
dinding dada dan kelemahan.
Rasional : TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian
kecil bronkopneumonia sampai inflamasi difus luas nekrosis
effure pleural untuk fibrosis luas.
Evaluasi tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan pada
warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku
Rasional : Akumulasi sekret/pengaruh jalan nafas dapat
mengganggu O2 organ vital dan jaringan.
Tunjukkan/ dorong bernafas dengan bibir selama endikasi,
khususnya untuk pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim
Rasional : Membuat tahanan melawan udara luar untuk
mencegah kolaps atau penyempitan jalan nafas, sehingga
membantu menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan
atau menurunkan nafas pendek.
Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan bantu aktivitas
pasien sesuai keperluan
Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selama
periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala.
Kolaborasi medis dengan pemeriksaan ACP dan pemberian
oksigen
Rasional : Mencegah pengeringan membran mukosa, membantu
pengenceran sekret.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
A. IDENTITAS
1.Identitas Pasien
Nama : Tn. P.S
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat & Tgl lahir : Semarang, 14 Maret 1968
Pendidikan Terakhir : SLTA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Montir
Alamat : Genuksari RT 01/RWVII Kota semarang
Diagnosemedik : TB Paru
B. STATUS KESEHATAN
1.Status Kesehatan Saat ini.
a) Alasan masuk Rumah Sakit/ Keluhan utama :
Pasien mengatakan Batuk kurang lebih sudah setahun, sesak nafas
dan lemas.
b) Lamanya Keluhan :
pasien mengatakan ± 1 Tahun
c) Timbulnya keluhan
Pasien mengatakan timbulnya keluhan secara bertahap
b) Kecelakaan:
pasien mengatakan tidak pernah mengalami kecelakaan
c) Pernah dirawat :
Pasien mengatakan tidak pernah di rawat inap
1) Penyakit : Pasien mengatakan tidak pernah di rawat di
rumah sakit
2) Waktu : tidak ada
d) Riwayat Operasi : Pasien mengatakan tidak pernah melakukan
operasi
1). Kebiasaan diit yang ade kuat, diit yang tidak sehat?
Pasien mengatakan tidak ada diit, sebab ia tidak mengetahui
terkait penyakit yang ia derita sehingga tidak ada pantangan
dan anjuran terkait makanan yang ia konsumsi setiap harinya.
2). Pemeriksaan kesehatan berkala, perawatan kebersihan diri,
imunisasi:
Pasien tidak pernah kontrol terkait perkembangan penyakitnya.
a) Gejala (Subyektif):
1) Dispnea : Pasien mengatakan merasa sesak nafas
2) Ortopnea : Pasien mengatakan tidak nyaman ketika bernafas
karena sesak nafas yang di alaminya
3) Yang meningkatkan / mengurangi sesak :
Pasien mengatakan sesak nafas ketika beraktifitas lebih banyak
dan jika terkena angin.
4) Penggunaan alat bantu : Pasien tampak terpasang NC 3 L/menit.
b) Tanda (Obyektif):
1) Pernafasan : Frekuensi 29X/menit
2) perkembangan dada : Tidak simetris antara dada kanan
& kiri, paru kanan lebih tertinggal
3) Penggunaan otot bantu nafas : Tidak menggunakan otot bantu
4) Batuk : pasien batuk berdahak berwarna
kehijauan ± sudah satu tahun
dan satu bulan yang lalu pernah
mengalami batuk berdarah
5) Fremitus : Vocal fremitus kanan lebih
rendah dibandingkan kiri
6) Sianosis : Tidak ada
7) Perkusi : Redup pada paru kanan dan
sonor pada paru kiri
b) Tanda (Obyektif):
1) Respon terhadap aktifitas yang teramati :
Nampak pasien terbaring lemah dan aktiftas keseharian dibantu
keluarga.
2) Status mental (misalnya menarik diri, letargi) :
Pasien tampak kooperatif
3) Penampilan umum:
a) Tampak lemah : Pasien tampak lemah
b) Kerapian berpakaian : Pasien tampak rapi dan bersih
4) Pengkajian neuromuskuler:
Kekuatan otot : 444 444
444 444
Rentang gerak : Pasien dapat menggerakan ekstermitas
sesuai arahan
Deformitas : Tidak ada
5) Bau badan : Pasien tidak tercium bau badan
Bau mulut : Pasien tidak bau mulut
Kondisi kulit kepala : kulit kepala pasien tampak bersih
Kebersihan kuku : kuku pasien tampak bersih
5.ISTIRAHAT
a) Gejala (Subyektif):
1) Kebisaaan tidur : Pasien mengatakan sulit tidur pada malam
hari karena batuk dan durasi tidur hanya
3 jam pada malam hari.
2) Masalah berhubugan dengan tidur
a) Insomnia : Pasien mengatakan tidak bisa tidur karna
Batuk.
b) Kurang puas / segar setelah bangun tidur :
Pasien mengatakan tidak segar dan merasa lemas setelah
bangun tidur
b) Tanda (obyektif):
1) Tampak mengantuk / mata sayu: nampak mata bersayup-sayup
2) Mata merah : tidak ada
3) Sering menguap : tidak ada
4) Kurang konsentrasi : pasien kurang kosentrasi
6.SIRKULASI
a) Gejala (Subyektif):
1) Riwayat Hipertensi atau masalah jantung : Pasien mengatakan
tidak ada
2) Riwayat edema kaki : tidak ada
3) Penyembuhan lambat : tidak ada
4) Rasa kesemutan : tidak ada
5) Palpitasi : tidak ada
b) Tanda (obyektif):
1) Tekanan Darah (TD) : 114/70 mmHg
2) Nadi / Pulsasi : 95 X/menit
3) Bunyi jantung :lup dup
4) Ekstremitas
Suhu : 36,2 C
Warna : Saumatang
5) Pengisian Kapiler : > 3 detik
6) Membran mukosa : nampak agak pecah-pecah
Bibir : Tidak ada tanda sianosis
Konjungtiva : Anemis
7.ELIMINASI
a) Gejala (subyektif):
1. Pola BAB : Pasien mengatakan BAB ±
1 kali dalam 2 hari
2. Perubahan dalam kebiasaan BAB : tidak ada
3. Kesulitan BAB : Pasien mengatakan tidak
mengalami kesulitan
4. Waktu BAB terakhir : Selasa, 25 Mei 2021
5. Riwayat perdarahan : Tidak ada
6. Hemoroid : Tidak ada
7. Riwayat inkontinensia : Tidak ada
8. Penggunaan alat-alat bantu : Pasien tidak terpasang alat
bantu
9. Riwayat penggunaan diuretic : tidak ada
10. Rasa nyeri/rasa terbakar saat BAK : Pasien mengatakan tidak
merasa nyeri
11. Kesulitan BAK : pasien mengatakan tidak ada
12. Keluhan BAK lain : Tidak ada
b) Tanda (obyektif):
1). Abdomen:
a) Inspeksi : Perut pasien tampak kurus
b) Auskultasi : Bising usus normal yakni 19X/Menit
c) Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri tekan pada left lumbar region dan
b) Tanda (Objyektif)
1). Status mental
Kesadaran : Composmetis
2).Skala Koma Glasgow (GCS) : E=4, V=5, M=6
3).Terorientasi/disorientasi : Tidak ada
4).Persepsi sensori : Tidak ada
5).Delusi : Tidak ada
6).Memori : Tidak ada gangguan
7).Penggunaan alat bantu penglihatan/pendengaran : Tidak ada
8).Reaksi pupil terhadap cahaya : Mengecil dengan ukuran 3
Milimeter
9.KEAMANAN
a) Gejala (Subyektif)
1).Alergi : Pasien mengatakan tidak ada alergi
2).Obat-obatan : Pasien mengatakan tidak tau nama obat
yang pernah ia konsumsi
3).Makanan : Pasien mengatakan tidak ada alergi
6).Riwayat cidera :Tidak ada riwayat cidera
7).Riwayat kejang :Tidak ada riwayat kejang
b) Tanda(Obyektif)
1).Suhu tubuh : 36,2 C
2).Kemerahan/pucat : Tidak ada
3).Adanya luka : Tidak ada luka
4).Ekimosis/tanda perdarahan lain : Tidak ada
5).Gangguan keseimbangan : Tidak ada
b) Tanda (Obyektif)
1).Status emosional : pasien tampak sedih
2).Respon fisologis yang terobservasi:
TD : 114/70 mmHg
N : 95 x/menit
RR : 29 x/menit
S : 36,2 C
SpO2 : 89%
b) Tanda (Obyektif)
1).Kemampuan bicara : tampak jelas
2).Tidak dapat dimengerti: dapat di mengerti
3).Pola bicara tidak biasa/kerusakan : tidak ada
4).Penggunaan alat bantu bicara : tidak ada
5).Adanya laringaktomi/trakesostomy :tidak ada
7).Perilaku menarik diri : tidak ada
b) Tanda (Obyektif)
1).Perubahan perilaku:
a).Menarik diri : Tidak ada
b).Marah/sarkasme : Tidak ada
c).Mudah tersinggung : Tidak ada
d).Mudah menangis : Tidak ada
2). Menolak pengobatan : Tidak ada
3). Berhenti menjalankan aktifitas agama : Tidak ada
4). Menunjukkan sikap permusuhan dengan tenaga kesehatan:
Tidak ada, pasien nampak koperatif
B. Data penunjang
1. Pemeriksaan LAB (Tanggal 19 Mei 2021)
Leukosit 13.61 10 ^3 IU/mL
Glukosa sewaktu 219 Mg/dl
Natrium 126.9 Mmol/L
1. Pemeriksaan Radiologi (Tanggal 21 Mei 2021)
Tuberkulosis paru aktif lesi luas
Efusi Pleura kanan
Data Fokus
E. Analisa Data
Data Objektif :
Data Objektif :
Data Objektif :
Data Objektif:
Defisit Kurang
Data Subjektif
Pengetahuan terpapar
- Pasien mengatakan bahwa ia baru informasi
mengetahui penyakitnya TB Paru
satu bulan yang lalu dan
menganggap bahwa batuk yang ia
derita hanya penyakit biasa
sehingga ia ketika penyakitnya
(batuk) kambuh hanya pergi ke
klinik kesehatan dan sering ganti
klinik sehingga pengobatan tidak
terprogram dan terfokuskan.
- Pasien mengatakan bahwa ia
menyepelekan terkait kesehatan
dirinya. Walaupun ± 1 tahun
mengalami tanda dan gejala batuk,
serta sesak nafas.
- Pasien tidak pernah kontrol terkait
perkembangan penyakitnya.
3.2.2 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan
nafas ditandai dengan dispnea, ortopnea, batuk berdahak dengan
produksi sputum yang berwarna kuning kehijauna, nyeri saat batuk,
ditemukan bunyi nafas wheezing
3.3 Intervensi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
3.4 Implementasi
- Memberikan obat
Combivent 2,5 Ml
Pulmicort 2 Ml
Aminophiline 24 Mg/Ml di
drips ke dalam Ringer
lactate dengan 20 TPM
- Memberikan obat
Combivent 2,5 Ml
Pulmicort 2 Ml
Aminophiline 24 Mg/Ml di
drips ke dalam Ringer
lactate dengan 20 TPM
6. Terapi Oksigen (1.01026)
- Monitor kecepatan aliran S:-
oksigen O: Mempertah-
ankan
kosentrasi O2
3L/Menit
- Memberikan obat
Combivent 2,5 Ml
Pulmicort 2 Ml
Aminophiline 24 Mg/Ml di
drips ke dalam Ringer
lactate dengan 20 TPM
DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda Nurarif, dkk. (2015) NANDA (North American Nursing Diagnosis
Association) , Jilid 3. Jogjakarta : MediAction
Dinas Kesehatan Kota Semarang. Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2017.
Semarang: Dinas Kesehatan Kota Semarang; 2018.