Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara umum, penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih
menjadi masalah kesehatan dalam masyarakat kita. (Naga, 2012). Penyakit tuberkulosis
adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman mycobacterium tuberkulosis telah
menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta
bahwa pada sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis tidak terkendali, hal
ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita
menular (BTA positif). (Wahid & Suprapto, 2013).
Gejala dini dan sering dikeluhkan ialah batuk yang terus-menerus dengan disertai
penumpukan sekret disaluran pernafasan bawah. Batuk yang dilakukan pada penderita
Tuberculosis paru merupakan batuk yang inefisien dan membahayakan (Kristiani, 2016).
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar. Batuk dimulai dari batuk kering/non produktif kemudian
setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan sputum) ini terjadi
lebih dari tiga minggu (Abd. Wahid, 2013).
Proses yang paling ringan ini menyebabkan sekret akan terkumpul pada jalan
napas, untuk mengeluarkan sekret caranya dengan batuk, saat penderita tidak mampu
untuk melakukan batuk yang benar maka menimbulkan masalah (Yuliati Alie, Rodiyah,
2013). Hal ini berisiko muncul masalah keperwatan pada penderita tuberkulosis paru
ketidakefetifan bersihan jalan napas yang merupkan ketidakmampuan membersihkan
sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas
(Herdman & Kamitsuru, 2015). Apabila tidak segara ditangani maka akan
mengakibatkan komplikasi yaitu hemomtisis berat, kolaps, bronkiektasis, dan
pneumotorak, serta juga menyebabkan penyebaran infeksi ke organ lain. (Wahid &
Suprapto, 2013). Dengan tidak adanya pengobatan yang efektif untuk penyakit yang
kronik, maka akan berakhir dengan kematian. (Harrison, 2015). India, China dan
Indonesia merupakan negara dengan penderita tuberkulosis terbanyak yaitu berturut-turut
23%, 16% dan 10% dari seluruh penderita di dunia, di Indonesia maupun di berbagai
belahan dunia, penyakit tuberkulosis merupakan penyakit menular. Penyakit tuberkulosis
diperkirakan masih menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada
tahun 2014 (WHO, 2015). TB adalah penyebab utama kesembilan kematian di seluruh

1
dunia dan penyebab utama dari satu agen infeksius, diperkirakan pada tahun 2016 ada
sekitar 1,3 juta kematian akibat tuberculosis (WHO, 2017).
Pada tahun 2016 di Indonesia ditemukan jumlah kasus tuberkulosis sebanyak
351.893 kasus, meningkat bila dibandingkan semua kasus tuberkulosis yang ditemukan
pada tahun 2015 yang sebesar 330.729 kasus (Kemenkes RI, 2016). Di tingkat nasional,
Provinsi Jawa Timur pada tahun 2015 menempati ururan kedua di Indonesia dalam
jumlah penemuan kasus baru BTA + sebanyak 23.183 penderita atau case destection rate
(CDR) sebesar 56%, di tahun 2016 jumlah semua kasus TB diobati sebanyak 47.478
kasus dari perkiraan jumlah kasus sebesar 123.414 kasus atau Case detection rate (CDR)
TB sebesar 39% (Dinkes Jatim, 2016).
Pada saat penderita batuk atau bersin, kuman TB paru dan BTA positif yang
berbentuk droplet sangat kecil ini akan berterbangan di udara. Droplet yang sangat kecil
kemudian mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman
tuberkulosis. Kuman ini dapat bertahan di udara selama beberapa jam lamanya, sehingga
cepat atau lambat droplet yang mengandung unsur kuman tuberkulosis ini akan terhirup
oleh orang lain. Apabila droplet ini telah terhirup dan bersarang di dalam paru-paru
seseorang, maka kuman ini akan mulai membelah diri atau berkembang biak. Dari
sinilah akan terjadi infeksi dari satu penderita ke calon penderita lain (Naga, 2012).
Basil mikobakterium tersebut masuk ke dalam jaringan paru melalui saluran napas
(droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya
menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke)
(Abd. Wahid, 2013). Jika respon imun tidak adekuat untuk mengandung basil, maka
penyakit TB akan terjadi. Tanpa terapi, keterlibatan paru masif dapat menyebabkan
kematian, atau proses yang lebih kronik pembentukan tuberkel dan kavitasi terjadi
(Priscillia LeMone, 2012). Orang yang mengalami penyakit kronik terus menyebarkan
mycobacterium tuberculosis ke lingkungan, kemungkinan menginfeksi orang lain
(Priscillia LeMone, 2012). Tuberculosis paru disebabkan oleh bakteri mycobacterium
tuberculosis yang masuk dalam saluran pernafasan. TB paru di tandai dengan gejala:
batuk berturut-turut, demam, flu, keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan,
batuk darah atau dahak, sesak nafas dan nyeri dada (Muttaqin, 2008).
Gejala paling ringan menyebabkan sekret akan terkumpul pada jalan napas, saat
penderita tidak mampu untuk mengeluarkan sekret maka menimbulkan masalah (Yuliati
Alie, Rodiyah, 2013). Pasien yang didiagnosa Tuberculosis Paru akan muncul masalah

2
keperawatan salah satunya yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang disebabkan
oleh penumpukan sekret, spasme pada jalan nafas (Fadilah, 2016)
Pada pasien tuberculosis diperlukan terapi medis berupa Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) dengan dosis yang sesuai kebutuhan pasien dan untuk menunjang keberhasilan
terapi medis diperlukan terapi tambahan berupa manajemen jalan napas, pengisapan
lendir pada jalan napas, terapi oksigen, dan pengaturan posisi (Bachtiar, 2015). Metode
yang paling sederhana memberikan tindakan batuk efektif, batuk efektif merupakan satu
upaya untuk mengeluarkan dahak dan menjaga paru – paru agar tetap bersih memberikan
tindakan nebulizer. Batuk efektif yang baik dan benar dapat mempercepat pengeluaran
dahak pada pasien dengan gangguan saluran pernafasan (Wibowo, 2016). Diharapkan
perawat dapat melatih pasien dengan batuk efektif sehingga pasien dapat mengerti
pentingnya batuk efektif untuk mengeluarkan dahak (Fadilah, 2016). Dari latar belakang
yang telah dijelaskan diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul “Asuhan
Keperawatan Tb Pulmo pada Tn. N di Ruang Fatimah RSU PKU Muhammadiyah
Kutowinangun”
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah laporan ini ini adalah bagaimana penerapan Asuhan Keperawatan
pada Tn. N dengan TB Pulmo di Ruang Fatimah RSU PKU Muhammadiyah
Kutowinangun
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melakukan Asuhan Keperawatan pada Tn. N dengan TB Pulmo di Ruang
Fatimah RSU PKU Muhammadiyah Kutowinangun
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada pada Tn. N dengan TB Pulmo di
Ruang Fatimah RSU PKU Muhammadiyah Kutowinangun
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada pada Tn. N
dengan TB Pulmo di Ruang Fatimah RSU PKU Muhammadiyah Kutowinangun
c. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada pada Tn. N dengan TB
Pulmo di Ruang Fatimah RSU PKU Muhammadiyah Kutowinangun
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada pada Tn. N dengan TB
Pulmo di Ruang Fatimah RSU PKU Muhammadiyah Kutowinangun

3
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada pada Tn. N dengan TB
Pulmo di Ruang Fatimah RSU PKU Muhammadiyah Kutowinangun
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis untuk menambah pengetahuan dan
wawasan dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan TB Pulmo.
2. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan pimpinan rumah sakit dapat meneruskan kepada perawat ruangan dalam
asuhan keperawatan pada pasien dengan TB Pulmo.
3. Bagi Penulis Selanjutnya
Hasil laporan yang diperoleh ini dapat menjadi data dasar dalam penerapan asuhan
keperawatan pada pasien TB Pulmo.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

f. Konsep TB Paru
1. Pengertian
Tuberkulosis atau TB paru adalah suatu penyakit menular yang paling sering
mengenai parenkim paru, biasanya disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.TB
paru dapat menyebar ke setiap bagian tubuh, termasuk meningen, ginjal, tulang dan
nodus limfe (Smeltzer&Bare, 2015). Selain itu TB paru adalah penyakit yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru atau di berbagai organ tubuh lainnya yang mempunyai tekanan
parsial oksigen yang tinggi (Tabrani Rab, 2010). Pada manusia TB paru ditemukan
dalam dua bentuk yaitu: (1) tuberkulosis primer: jika terjadi pada infeksi yang
pertama kali, (2) tuberkulosis sekunder: kuman yang dorman pada tuberkulosis
primer akan aktif setelah bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi
tuberkulosis dewasa (Somantri, 2009)
Menurut Robinson, dkk (2014),TB Paru merupakan infeksi akut atau kronis
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis di tandai dengan adanya infiltrat
paru, pembentukan granuloma dengan perkejuan, fibrosis serta pembentukan kavitas.
2. Etiologi
TB paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang dapat
ditularkan ketika seseorang penderita penyakit paru aktif mengeluarkan organisme.
Individu yang rentan menghirup droplet dan menjadi terinfeksi. Bakteria di
transmisikan ke alveoli dan memperbanyak diri. Reaksi inflamasi menghasilkan
eksudat di alveoli dan bronkopneumonia, granuloma, dan jaringan fibrosa
(Smeltzer&Bare, 2015). Ketika seseorang penderita TB paru batuk, bersin, atau
berbicara, maka secara tak sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai,
atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas,
droplet atau nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu
dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam
droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka
orang itu berpotensi terkena bakteri tuberkulosis (Muttaqin Arif, 2012).

5
3. Manifestasi Klinis
a. Batuk/ Batuk darah
Gejala batuk timbul paling dini. Gejala ini benyak ditemukan. Batuk terjadi
karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar. Keadaan yang lanjut adalah batuk darah
(hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Berat ringannnya batuk
darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. Darah yang
dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau
bercakbercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat
banyak (Abd. Wahid, 2013).
b. Sesak napas
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian dari paru-paru. Gejala ini ditemukan bila
kerusakan parenkim paru sudah luas karena ada hal-hal yang menyertai seperti
efusi pleura, pneumothoraks, anemia dan lain-lain (Abd. Wahid, 2013).
c. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul
apabila sistem persarafan di pleura terkena (Abd. Wahid, 2013).
d. Demam
Demam merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan
malam hari mirip demam influenza. Tapi kadang-kadang panas bahkan dapat
mencapai 40-41 ºC, keadaan ini sangat dipengaruhi daya tahan tubuh penderita
dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk (Abd. Wahid, 2013).
e. Malaise
Gejala malaise sering ditemukan berupa tidak ada nafsu makan, sakit kepala,
meriang, nyeri otot, keringat malam (Abd. Wahid, 2013).
4. Klasifikasi TB Paru
TB paru diklasifikasikan menurut Wahid & Imam tahun 2013 yaitu:
a. Pembagian secara patologis
1) Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)
2) Tuberculosis post primer (adult tuberculosis).
b. Pembagian secara aktivitas radiologis TB paru (koch pulmonum) aktif, non aktif
dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)

6
c. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
1) Tuberkulosis minimal
Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu paru maupun kedua
paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
2) Moderately advanced tuberculosis
Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat bayangan
halus tidak lebih dari 1 bagian paru.Bila bayangan kasar tidak lebih dari
sepertiga bagian 1 paru.
3) Far advanced tuberculosi
Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately
advanced tuberkulosis.
5. Anatomi Fisiologi

a. Hidung
Rongga (vestibulum) hidung dilapisi selaput lendir yang snagat kaya akan
pembuluh darah. Daerah pernafasan dilapisi epitelium silinder dan sel epitel
berambut yang mengandung sel lendir. Sewaktu udara masuk melalui hidung,
udara akan disaring oleh rambut-rambut yang terdapat di dalam vestibulum.
Karena kontak dengan permukaan lendir yang dilaluinya, udara menjadi hangat,
dan karena penguapan air dari permukaan selaput lendir, udara menjadi lembap.
b. Faring
Faring (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan usofagus pada ketingggian tulang rawan trikoid. Maka
letaknya dibelakang hidung, dibelakang mulut, dan dibelakang laring.
c. Laring

7
Laring (tenggorok) terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh
ligamen dan membran. Yang terbesar diantaranya adalah tulang rawan tiroid, dan
di sebelah depannya terdapat benjolan subkutaneus yang dukenal sebagai jakun.
Tulang rawan lainnya dalah tulang rawan krikoid (terletak dibawah tiroid dan
berbentuk seperti cincin) dan tulang rawan aritenoid (menjulang disebelah
belakang krikoid). Di puncak tulang rawan tiroid terdapat epiglotis, yang berupa
katup tulang rawan dan membantu menutup laring saat menelan. Pita suara
terletak di sebelah dalam laring, berjalan dari tulang rawan tiroid di sebelah
depan sampai di kedua tulang rawan aritenoid.
d. Trakea
Trakea (batang tenggorok) kira-kira panjangnya 9 cm, berjalan dari laring sampai
kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima dan ditempat ini bercabang menjadi
dua bronkus. Trakea tersusun atas 16-20 lingkaran tak lengkap berupa cincin
tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi
lingkaran di sebleah belakang trakea. Selain itu juga memuat beberapa jaringan
otot.
e. Paru
Paru merupakan organ pernafasan utama terletak di sebelah kanan dan kiri dan di
tengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah dan struktur lainnya.
Paru dibagi menjadi beberapa lobus (belahan) oleh fisura. Paru kanan mempunyai
tiga lobus dan paru kiri dua lobus. Setiap lobus tersusun atas lobula. Sebuah pipa
bronkial kecil masuk ke dalam setiap lobula dan semakin bercabang, semakin
menjadi tipis dan akhirnya berakhir menjadi kantong kecil-kecil, elastis, berpori,
dan seperti spons yang disebut alveoli.
6. Patofisiologi
Ketika seorang pasien tuberkulosis paru batuk, bersin, atau berbicara, maka
secara tak sengaja keluarlah droplet nuclei dan jatuh ke tanah, lantai atau tempat
lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuclei tadi
menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin
akan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke
udara. Droplet kecil sekali dapat tetap beredar diudara selama beberapa jam. Droplet
nuklei yang sedikit mengandung satu hingga tiga basili yang menghindari sistem
pertahanan jalan napas untuk masuk paru tertanam pada alveolus atau bronkiolus
pernapasan, biasanya pada lobus atas. Karena kuman memperbanyak diri, mereka

8
menyebabkan respons inflamasi lokal. Respons inflamasi membawa neutrofil dan
makrofag ke tempat tersebut. Mycobacterium tuberculosis terus memperbanyak diri
secara lambat beberapa masuk sistem limfatik untuk menstimulasi respons imun.
Neutrofil dan makrofag mengisolasi bakteri, tetapi tidak dapat
menghancurkannya. Lesi granulomatosa disebut tuberkel, koloni basil yang
terlindungi, terbentuk. Dalam tuberkel¸ jaringan terinfeksi mati, membentuk pusat
seperti keju, proses yang disebut nekrosis degenerasi jaringan mati. Jika respons
imun adekuat, terjadi jaringan parut sekitar tuberkel dan basil tetap tertutup. Lesi ini
pada akhirnya mengalami klasifikasi dan terlihat pada sinar-X. Pasien, ketika
terinfeksi oleh M. tuberculosis tidak terjadi penyakit TB. Jika respons tidak adekuat
untuk mengandung basili, penyakit TB akan terjadi. Terkadang, infeksi dapat
memburuk, menyebabkan destruksi jaringan paru yang luas.
Lesi TB yang telah sembuh sebelumnya dapat diaktivasi kembali.
Tuberkulosis reaktivasi terjadi ketika sistem imun tertekan akibat usia, penyakit, atau
penggunnaan obat imunosupresif. Luas penyakit paru dapat beragam dari lesi kecil
hingga kavitasi luas jaringan paru. Tuberkel rupture, basili menyebar ke jalan napas
untuk membentuk lesi satelit dan menghasilkan pneumonia tuberculosis. Tanpa
terapi, keterlibatan paru massif dapat menyebabkan kematian, atau proses yang lebih
kronik pembentukan tuberkel dan kavitasi dapat terjadi.
Orang yang mengalami penyakit kronik terus menyebarkan M. tuberculosis ke
lingkungan, kemungkinan menginfeksi orang lain (Pricilla LeMone, 2015). Reaksi
infeksi/inflamasi yang terjadi pada penderita tuberculosis paru akan membentuk
kavitas dan merusak parenkim paru lalu menimbulkan edematrakeal/faringeal,
peningkatan produksi sekret, pecahnya pembuluh darah jalan napas dan
mengakibatkan batuk produktif, batuk darah, sesak napas, penurunan kemampuan
batuk efektif dan terjadi masalah keperawatan yaitu ketidakefektifan bersihan jalan
napas (Muttaqin, 2008).

9
7. Pathway
Invasi bakteri Tuberkulosis via inhalasi

Reaksi Infeksi, membentuk kavitas, dan merusak parenkim paru

Edema trakeal, Penurunan jaringan efektif Reaksi sistemis


peningkatan produksi paru, kerusakan membran
sekret, pecahnya pembuluh alveolar kapiler
darah nafas

Batuk produktif, batuk Sesak nafas, penggunaan otot Demam Mual, anoreksia
darah, sesak nafas, bantu
penurunan kemapuan batuk
efektif Hipertermia
Ketidakefektifan pola nafas
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas Risiko Ketidakseimba-
kekurangan ngan nutrisi
volume kurang dari
cairan kebutuhan
tubuh

(Muttaqin, 2008)

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Dahak
Menurut (Kemenkes RI, 2018) pemeriksaan dahak dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu pemeriksaan dahak mikroskopi langsung dan pemeriksaan biakkan.
b. Pemeriksaan Dahak Mikroskopi Langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk
penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang

10
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-
Pagi-Sewaktu (SPS):
1) S (sewaktu) : dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang
berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang, terduga pasien
membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari kedua.
2) P (Pagi) : dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di fasyankes.
3) S (Sewaktu) : dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
c. Pemeriksaan Biakkan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis dimaksudkan
untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu. Pemeriksaan tersebut
dilakukan disarana laboratorium yang terpantau mutunya. Apabila dimungkinkan
pemeriksaan dengan menggunakan tes cepat yang direkomendasikan WHO maka
untuk memastikan diagnosis dianjurkan untuk memanfaatkan tes cepat tersebut.
Menurut (Muttaqin, 2008) bahan pemeriksaan secara mikroskopi dengan
membuat sediaan dan diwarnai dengan pewarnaan tahan asam serta diperiksa
dengan lensa rendam minyak. Hasil pemeriksaan mikroskopi dapat memunculkan
tiga kemungkinan. Pertama, bila setelah pemeriksaan teliti selama 10 menit tidak
ditemukan bakteri tahan asam, maka akan diberikan label (penanda): “Bakteri
tahan asam negatif atau BTA (-). Kedua, bila ditemukan bakteri tahan asam 1-3
batang pada seluruh sediaan, maka jumlah yang ditemukan harus disebut, dan
sebaiknya dibuat sediaan ulang. Ketiga, bila ditemukan bakteri-bakteri tahan
asam maka harus diberi label: “Bakteri tahan asam positif atau BTA (+).
d. Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pemeriksaan Rontgen Thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil
pengobatan dan ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri
tuberkel terhadap obat anti tuberkulosis, apakah sama baiknya dengan respon dari
pasien. Penyembuhan yang lengkap sering kali di beberapa area dan ini adalah
observasi yang dapat terjadi pada penyembuhan yang lengkap. Hal ini tampak
paling menyolok pada pasien dengan penyakit akut yang relatif dimana prosesnya
dianggap berasal dari tingkat eksudatif yang besar (Muttaqin, 2008).

11
e. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB
inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik
ireguler, pita parenkimal, kalsifikasi nodul dan adenopati, perubahan
kelengkungan berkas bronkhovaskular, bronkhiektasis dan emfisema
perisikatriksial. Sebagaimana pemeriksaan Rontgen thoraks, penentuan bahwa
kelainan inaktif tidak dapat hanya berdasarkan pada CT Scan pada pemeriksaan
tunggal, namun selalu dihubungkan dengan kultur sputum yang negatif dan
pemeriksaan secara serial setiap saat.
Gambaran adanya kavitas sering ditemukan pada klien dengan TB dan sering
tampak pada gambaran Rontgen karena kavitas tersebut membentuk lingkaran
yang nyata atau bentuk oval radiolucent dengan dinding yang cukup tipis. Jika
penampakkan kavitas kurang jelas, dapat dilakukan pemeriksaan CT Scan untuk
memastikan atau menyingkirkan adanya gambaran kavitas tersebut. Pemeriksaan
CT Scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya pembentukkan kavitas dan
lebih dapat diandalkan dari pada pemeriksaan Rontgen biasa (Muttaqin, 2008).
f. Uji Tuberkulin
Uji tuberkulin merupakan pemeriksaan guna menunjukkan reaksi imunitas seluler
yang timbul setelah 4-6 minggu penderita mengalami infeksi pertama dengan
basil tuberkulosis. Banyak cara yang dipakai tapi yang paling sering adalah cara
dari Mantoux. Robert Koch (1890) membuat old tuberculindari filtrat kultur basil
tuberkulosis dan kemudian peneliti lain ini dilanjutkan oleh F.B.Siebert (1926)
dengan cara memurnikan hasil kultur yang diperoleh menjadi purified protein
derivate of tuberkulosis (PPD). Reaksi pada uji tuberkulin adalah delayed type
hypersensitivity. Bila seseorang belum pernah mengalami infeksi dengan basil
tuberkulosis, maka di dalam tubuh seseorang tersebut akan timbul reaksi. Reaksi
pertama berupa T-limfosit dari host menjadi peka (sensitized), kemudian bila T-
limfosit peka tersebut kontak dengan tuberkulin, maka akan terjadi pelepasan
mediator limfokin (Mukty & Hood, 2007).
g. Pemeriksaan Uji Kepekaan Obat
Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi
Mycobacterium Tuberculosis terhadap OAT. Untuk menjamin kualitas hasil
pemeriksaan, uji kepekaan obat tersebut harusdilakukan oleh laboratorium yang
telah tersertifikasi atau lulus uji pemantapan mutu/QualityAssurance (QA). Hal

12
ini dimaksudkan untuk memperkecil kesalahan dalam menetapkan jenis resistensi
OAT dan pengambilan keputusan paduan pengobatan pasien dengan resistan obat
(Kemenkes RI, 2014). Menurut teori Kunoli (2012) bahwa kasus TB Paru dengan
dahak positif dan penderita dengan keadaan seperti meningitis, pericarditis,
peritonitis, efusi pleura dan lainnya akan diberikan terapi intensif terdiri dari
isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol.
9. Penatalaksanaan
Menurut Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberkulosis paru menjadi tiga
bagian yaitu:
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita TB paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin,
klinis dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis
foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif,
diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin
dan diberikan kemoprofilaksis.
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompokkelompok
populasi tertentu misalnya:
1) Karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan.
2) Penghuni rumah tahanan.
c. Vaksinasi BCG
Tabrani Rab (2010), Vaksinasi BCG dapat melindungi anak yang berumur
kurang dari 15 tahun sampai 80%, akan tetapi dapat mengurangi makna pada tes
tuberkulin. Dilakukan pemeriksaan dan pengawasan pada pasien yang dicurigai
menderita tuberkulosis, yakni:
1) Pada etnis kulit putih dan bangsa Asia dengan tes Heaf positif dan pernah
berkontak dengan pasien yang mempunyai sputum positif harus diawasi.
2) Walaupun pemeriksaan BTA langsung negatif, namun tes Heafnya positif dan
pernah berkontak dengan pasien penyakit paru.
3) Yang belum pernah mendapat kemoterapi dan mempunyai kemungkinan
terkena.
4) Bila tes tuberkulin negatif maka harus dilakukan tes ulang setelah 8 minggu
dan ila tetap negatif maka dilakukan vaksinasi BCG. Apabila tuberkulin
sudah mengalami konversi, maka pengobatan harus diberikan.

13
5) Kemoprofilaksis dengan mengggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan
dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih
sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu
pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder
diperlukan bagi kelompok berikut:
a) Bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena resiko
timbulnya TB milier dan meningitis TB.
b) Anak dan remaja dibawah dibawah 20 tahun dengan hasil tuberkulin
positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang menular.
c) Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif
menjadi positif.
d) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat immunosupresif
jangka panjang.
e) Penderita diabetes melitus.
d. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada
masyarakat di tingkat puskesmas maupun ditingkat rumah sakit oleh petugas
pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan
Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonesia-PPTI). Arif Mutaqqin (2012),
mengatakan tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain mengobati, juga untuk
mencegah kematian, kekambuhan, resistensi terhadap OAT, serta memutuskan mata
rantai penularan. Berikut ini merupakan mekanisme kerja obat anti-Tuberkulosis
(OAT) yaitu:
a. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat.
1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan
Streptomisin (S).
2) Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin dan Isoniazid (INH).
b. Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant)
1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rimpafisin dan Isoniazid.
2) Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan
Isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid (Z).
c. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis
terhadap bakteri tahan asam.
1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam para-
amino salistik (PAS), dan sikloserine.

14
2) Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid dalam
keadaan telah terjadi resistensi sekunder.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan
obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO
adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI,
2004)
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan
lokasi TB paru, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologi, apusan
sputum dan riwayat pengobatan sebelumnya.Disamping itu, perlu pemahaman
tentang strategi penanggulangan TB paru yang dikenal sebagai Directly Observed
Treatment Short Course (DOTSC).
DOTSC yang direkomendasikan oleh WHO terdiri atas lima komponen, yaitu:
a. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB paru.
b. Diagnosis TB paru melalui pemeriksaan sputum secara mikroskopik langsung,
sedangkan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan
kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
c. Pengobatan TB paru dengan paduan OAT jangka pendek dibawah pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO), khususnya dalam dua bulan
pertama di mana penderita harus minum obat setiap hari.
d. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
e. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
10. Komplikasi
Menurut Wahid&Imam (2013), dampak masalah yang sering terjadi pada TB paru
adalah:
a. Hemomtisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
c. Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d. Pneumothorak (adanya udara dalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.

15
e. Penyebaran infeksi keorgan lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan
sebagainya.
f. Insufisiensi kardiopulmonar (Chardio Pulmonary Insuffciency).
g. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Menggambakan identitas pasien meliputi no RM, nama, tanggal lahir, alamat dan
sebagainya.
b. Riwayat Kesehatan
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan TB paru (Irman
Somantri, p.68 2009) yaitu:
1) Keluhan Utama
Keluhan yang sering menyebabkan pasien dengan TB paru meminta
pertolongan dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
a) Keluhan Respiratori, meliputi:
 Batuk. Keluhan batuk, timbul paling awal dan merupakan gangguan
yang paling sering dikeluhkan. Perawat harus menanyakan apakah
keluhan batuk bersifat nonproduktif/produktif atau sputum bercampur
darah (Muttaqin, 2008)
 Batuk Darah. Keluhan batuk darah pada klien dengan TB paru selalu
menjadi alasan utama klien untuk meminta pertolongan kesehatan.
Hal ini disebabkan rasa takut klien pada darah yang keluar dari jalan
napas. Perawat harus menanyakan seberapa banyak darah yang keluar
atau hanya berupa blood streak, berupa garis, atau bercak-bercak
darah (Muttaqin, 2008).
 Sesak Napas. Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru
sudah luas atau karena hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothoraks, anemia, dan lain-lain (Muttaqin, 2008)
 Nyeri Dada. Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri ringan. Gejala
ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena TB (Muttaqin,
2008).
b) Keluhan Sistemis, meliputi:

16
 Demam. Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore
atau malam hari mirip demam influenza, hilang timbul, dan semakin
lama semakin panjang serangannya, sedangkan masa bebas serangan
semakin pendek (Muttaqin, 2008).
 Keluhan Sistemis lain. Keluhan yang biasa timbul ialah keringat
malam, anoreksia, penurunan berat badan, dan malaise. Timbulnya
keluhan biasanya bersifat bersifat gradual muncul dalam beberapa
minggu bulan. Akan tetapi penanmpilan akut dengan batuk, panas,
dan sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala
pneumonia (Muttaqin, 2008).
2) Riwayat Penyakit Saat Ini
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Pengkajian ini
menggambarkan kondisi kesehatan pasien saat ini.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
(1) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh
(2) Pernah berobat tetapi tidak sembuh
(3) Pernah berobat tetapi tidak teratur
(4) Riwayat kontak dengan penderita TB paru
(5) Daya tahan tubuh yang menurun
(6) Riwayat vaksinasi yang tidak teratur
(7) Riwayat putus OAT.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya pada keluarga pasien ditemukan ada yang menderita TB paru.
Biasanya ada keluarga yang menderita penyakit keturunan seperti Hipertensi,
Diabetes Melitus, jantung dan lainnya.
5) Pola Pengkajian Fungsional Gordon
a) Pola penatalaksanaan kesehatan persepsi kesehatan
Persepsi yang berhubungan dengan penatalaksanaan kesehatan umum dan
pencegahan.
b) Pola Nutrisi dan Metabolik
Pasien dengan tuberkulosis paru biasanya kehilangan nafsu makan
(Doenges, 2000). Menurut Muttaqin 2008, bahwa pada pola nutrisi, pasien
TB paru akan mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan dan
penurunan berat badan.

17
c) Pola Eliminasi
Dapat ditemukan adanya oliguria. Karena keadaan umum pasien yang
lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan
konstipasi (Doenges, 2000). Menurut Muttaqin 2008, bahwa pada saat
BAK warna urine pasien akan berwarna jingga pekat dan berbau yang
menandakan fungsi ginjal masih normal jika pasien TB sudah
mendapatkan OAT.
d) Pola Aktivitas dan Latihan
Pasien dapat mengalami kelemahan umum, napas pendek karena kerja,
takikaria, takipnea atau dispnea pada kerja, kelemahan otot dan nyeri
(Doenges, 2000). Menurut Muttaqin, 2008, menjelaskan bahwa gejala
yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup
menetap, dan jadwal olahraga yang tidak teratur.
e) Pola Sensori dan Kognitif
Dalam keadaan kronis perubahan mental (bingung) mungkin dapat terjadi
(Doenges, 2000). Menurut Muttaqin, 2008, menjelaskan bahwa Pasien
dengan TB paru kebanyakan berpendidikan rendah, akibatnya mereka
sering kali tidak menyadari bahwa penyembuhan penyakit dan kesehatan
merupakan hal yang sangat penting.
f) Pola Tidur dan Istirahat
Pasien yang mengalami TB paru biasanya membatasi aktivitas (Doenges,
2000).
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Perlu dikaji tentang persepsi pasien terhadap penyakitnya. Persepsi yang
salah dapat menghambat respon kooperatif pada diri pasien. Cara
memandang diri yang salah juga akan menjadi stressor dalam kehidupan
pasien (Muttaqin, 2008).
h) Pola Hubungan dan Peran
Gangguan pada pernapasan sangat membatasi pasien untuk menjalani
kehidupan secra normal. Pasien perlu menyesuaikan kondisinya dengan
hubungan dan peran pasien, baik dilingkungan rumah tangga, masyarakat
ataupun lingkungan kerja serta perubahan peran yang terjadi setelah

18
pasien mengalami gangguan pernapasan (Muttaqin, 2008). Menurut
DiGiulio (2014) menjelaskan bahwa pasien dengan TB Paru akan
mengalami perasaan isolasi karena menderita penyakit menular.
i) Pola Reproduksi Seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan
terganggu karena pasien mengalami ketidakmampuan umum (Doenges,
2000). Menurut Efendi, 2009, menjelaskan bahwa pada penderita TB Paru
akan mengalami perubahan pola reproduksi dan seksual karena kelemahan
dan nyeri dada.
j) Pola Penanggulangan Stress
Pada pasien dapat ditemukan banyak stessor. Perlu dikaji penyebab
terjadinya stress, frekuensi dan pengaruh stress terhadap kehidupan pasien
serta caraNpenanggulangan terhadap stressor (Doenges, 2000). Menurut
Efendi 2009, menjelaskan bahwa dengan adanya proses pengobatan yang
lama maka akan mengakibatkan stress pada penderita penyakit TB Paru.
k) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia di percaya dapat
meningkatkan kekuatan pasien. Keyakinan pasien terhadap Tuhan dan
mendekatkan diri Kepada-Nya merupakan metode penanggulangan stress
yang konstruktif (Muttaqin, 2008). Karena mengalami sesak nafas dan
nyeri dada biasanya penderita TB Paru sering terganggu ibadahnya
(Efendi, 2009).
6) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Pasien dengan TB umumnya tampak lemah
b) Kesadaran
Pada pasien dengan TB perlu dinilai secara umum tentang kesadaran
pasien yang terdiri atas compas mentis, apatis, somnolen, sopor,
soporokoma, atau koma.
c) Tanda-Tanda Vital
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien TB perlu biasanya
didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas
meningkatkan apabila disertai sesak napas, denyut nadi biasanya
meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi

19
pernapasan, tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit seperti
hipertensi (Muttaqin, 2008).
d) Pemeriksaan fisik Head To Toe
(1) Kepala
Kaji keadaan kulit kepala bersih/tidak, ada benjolan/tidak,
simetris/tidak (Muttaqin, 2008).
(2) Mata
Biasanya konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik.
(3) Telinga
Kaji adanya obtruksi/tidak, simetris/tidak, ada secret/tidak
(4) Hidung
 Posisi hidung apakah simetris kanan dan kiri
 Jembatan hidung apakah ada atau tidak
 Periksa apakah ada sekret, polip, atau deviasi septum
(5) Mulut
 Periksa warna bibir, biasanya bibir tampak kering
 Periksa jumlah gigi, peiksa gusi apakah ada perdarahan atau
pembengkakan
 Periksa warna lidah, kotor/tidak
 Periksa uvula simetris atau tidak
(6) Leher
 Periksa arteri karotis
 Periksa vena jugularis
 Periksa ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid
(7) Dada
 Paru
Inspeksi : Kadang terlihat retraksi interkosta dan tarikan
dinding dada, biasanya pasien kesulitan saat
inspirasi
Palpasi : Fokal fremitus teraba kanan dan kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Umumnya ditemukan suara nafas ronchi
 Jantung
Inspeksi : Tidak ditemukan ictus cordis

20
Palpasi : Ada atau tidaknya nyeri tekan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Redup
(8) Abdomen
Inspeksi : Ada tidaknya asites, lesi pada permukaan abdomen
Auskultasi : Bising usus normal pada dewasa 5-34 kali/menit.
Perkusi : Tympani
Palpasi : Ada atau tidaknya nyeri tekan
(9) Ekstremitas
Pada pemeriksaan ekstremitas perhatikan, jumlah jari, dan
deformitas tulang.
(10) Kulit
Kaji warna kulit, edema/tidak, eritmea. Kaji CRT normal/tidak,
perubahan akral, turgor kulit, nyeri tekan, clubbing finger.
e) Pemeriksaan Diagnostik
1) Kultur sputum: Mikobakterium TB positif pada tahap akhir
penyakit.
2) Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm
terjadi 48-72 jam).
3) Rontgen torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas; pada tahap
dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas
tidak jelas; pada kavitas bayangan, berupa cincin; pada klasifikasi
tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
4) Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atatu kerusakan
paru karena TB paru.
5) Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
6) Spirometri: penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas (00031)
Definisi: ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran
napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas.
Batasan Karakteristik:
 Batuk yang tidak efektif
 Dispnea

21
 Ortopnea
 Penurunan bunyi napas
 Perubahan frekuensi napas
 Perubahan pola napas
 Sianosis
 Sputum dalam jumlah yang berlebihan
 Suara napas tambahan
Faktor yang Berhubungan:
 Perokok
 Benda asing dalam jalan napas
 Hiperplasia pada dinding bronkus
 Mukus berlebihan
 Penyakit paru obstruktif kronis
 Sekresi yang tertahan
 Spasme jalan napas
 Infeksi
b. Ketidakefektifan pola nafas (00032)
Definisi: Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat.
Batasan Karakteristik:
 Bradipnea
 Dispnea
 Fase ekspirasi memamjang
 Penggunanna oto bantu pernapasan
 Pernapasan bibir
 Pernapasan cuping hidung
Faktor yang Berhubungan:
 Ansietas
 Hiperventilasi
 Obesitas
 Nyerisindrom hipoventilasi
 Keletihan otot pernapasan
 Disfungsi neuromuskular

22
c. Hipertermia (00007)
Definisi: Suhu inti tubuh di atas kisaran normal karena kegagalan termoregulasi
Batasan Karakteristik:
 Hipotensi
 Kulit kemerahan
 Kulit terasa hangat
 Takikardi
 Gelisah
Faktor yang Berhubungan:
 Dehidrasi
 Iskemia
 Peningkatan laju metabolisme
 Penyakit
 Sepsis
 Suhu lingkungan tinggi
d. Risiko kekurangan volume cairan (00028)
Definisi: Kerentanan mengalamipenurunan volume cairan intravaskuler,
interstisial, dan/atau intraseluler, yang dapat mengganggu kesehatan.
Faktor Risiko:
 Faktor yang memengaruhi kebutuhan cairan
 Gangguan mekanisme regulasi
 Kehilangan cairan melalui rute normal
 Kehilangan volume cairan aktif
 Kurang kebutuhan tenyang cairan
e. Ketidakseimbnagn nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
Definisi: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik
Batasan Karakteristik:
 Berat badan 20% atau lebih di bawah rentang berat badan ideal
 Bising usus hiperaktif
 Diare
 Gangguan sensasi rasa
 Nyeri abdomen
 Sariawan rongga mulut
 Tonus otot menurun

23
Faktor yang Berhubungan:
 Faktor biologis
 Faktor ekonomi
 Gangguan psikososial
 Ketidakmampuan mencerna makanan
 Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
 Kurang asupan makanan
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No. NOC NIC
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Respiratory Status: Airway Managemen:
bersihan jalan nafas Airway Patency - Posisikan pasien untuk
- Klien mampu memaksimalkan
mendemonstrasikan - Ajarkan batuk efektif
batuk efektif - Auskultasi suara nafas
- Menunjukkan jalan - Monitor status respirasi
nafas yang paten - Kolaborasi dalam
(Frekuensi nafas pemberian O2
dalam batas normal, - Kolaborasi pemberian
tidak ada suara nafas farmakoterapi
tambahan)
2. Ketidakefektifan Respiratory Status Monitor Respiratory:
pola nafas - Frekuensi pernafasan - Monitor kecepatan, irama,
dalam batas normal kedalaman dan kesulitan
- Tidak ada suara nafas bernafas
tambahan - Auskultasi suara nafas
- Saturasi oksigen - Monitor status oksigen
dalam batas normal - Posisikan semi fowler
- Tidak ada penggunaan - Kolaborasi dalam
otot bantu nafas pemberian O2
3. Hipertermi Termoregulasi Termoregulasi Managemen:
- Suhu tubuh dalam - Monitor suhu dan warna
batas normal kulit

24
- Tidak ada kemerahan - Monitor tekanan darah,
pada kulit nadi, dan respirasi sesuai
- Tidak ada tanda kebutuhan
dehidrasi - Berikan kompres hangat
bila demam
- Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi adekuat
- Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian
antipiretik
4. Risiko kekurangan Hydration Fluid Managemen:
volume cairan - TTV dalam batas - Monitor KU dan TTV
normal - Monitor status hidrasi
- Tidak ada tanda-tanda - Motivasi intake per oral
dehidrasi (turgor kulit - Catat intake dan output
baik, membran pasien
mukosa lembab) - Kolaborasi dalam
pemberian cairan IV
5. Ketidakseimbangan Nutritional status: Food Nutrition Managemen:
nutrisi kurang dari and Fluid Intake - Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh - Adanya peningkatan makananmonitor jumlah
berat badan sesuai nutrisi dan kandungan
tujuan kalori
- Berat badan ideal - Anjurkan pasien untuk
sesuai tinggi badan meningkatkan intake
- Tidak ada tanda-tanda - Monitor adanya penurunan
malnutrisi berat badan
- Mampu - Kolaborasi dengan ahli
mengidentifikasi gizi untuk menentukan
kebutuhan nutrisi jumlah kalori

25
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. N
DENGAN TB PULMO DI RUANG FATIMAH
RSU PKU MUHAMMADIYAH KUTOWINANGUN

Tanggal Masuk : 27 Oktober 2020 Pukul: 16.03 WIB


Tanggal Pengkajian: 27 Oktober 2020 Pukul: 18.30 WIB
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
1) Nama : Tn. N
2) No. RM : 040635
3) Umur : 70 tahun
4) Jenis Kelamin : Laki – laki
5) Agama : Islam
6) Pekerjaan : Petani
7) Alamat : Kebapangan RT 01 RW 02, Poncowarno, Kebumen
8) Diagnosis Medis : TB Paru
2. Indentitas Penanggung Jawab
1) Nama : Ny. N
2) Umur : 38 tahun
3) Jenis Kelamin : Perempuan
4) Agama : Islam
5) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
6) Alamat : Kebapangan RT 01 RW 02, Poncowarno, Kebumen
7) Hubungan dengan Klien : Anak Kandung
3. Keluhan Utama
Klien mengatakan batuk berdahak sudah 1 bulan.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien datang ke IGD RSU PKU Muhmaadiyah Kutowinangun tanggal 27 Oktober
2020 pukul 16.03 dengan keluhan batuk berdahak sudah 1 bulan tidak sembuh,
dahak sulit dikeluarkan, lemes, mual. Di IGD klien diberikan terapi infus RL 20
tpm, drip NB 5000, injeksi ranitidin 50mg.

26
5. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan belum pernah dirawat di RS dan tidak memiliki riwayat penyakit
DM, Hipertensi, dan Jantung.
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan keluarganya ada yang memiliki riwayat penyakit TB Paru yaitu
kakak kandungnya.
7. Genogram

Keterangan:
: Laki-laki : Laki-laki Meninggal

: Perempuan : Perempuan Meninggal

: Klien : Tinggal Serumah

8. Pengkajian Pola Fungsional Gordon


b) Persepsi Kesehatan dan Pola Manajemen Kesehatan
Klien dan keluarga klien mengerti bahwa penyakit Tb merupakan penyakit
menular. Keluarga klien mengatakan jika ada anggota keluarga yang sakit
biaanya membeli obat di warung terlebih dahulu sebelum periksa ke pelayanan
kesehatan.
c) Nutrisi-Pola Metabolik
A: TB: 160 cm, BB: 45kg, IMT: BB(kg) : TB (cm2) = 17,57 kg/m2 (kurus)
B: Hb: 9,1 g/dl, Hmt: 27,6 %, Eritrosit: 3,14 10^6/ul, Leukosit: 19,7 10^3/ul
C: Klien tampak lemah, mukosa bibir kering

27
D: Sebelum sakit klien makan 3x sehari dengan menu nasi, sayur dan lauk.
Selama sakit klien mendapatkan menu bubur kasar dan mampu menghabiskan
setengah dari porsi yang diberikan.
d) Pola Eliminasi
Sebelum sakit: Klien BAK 3-5x sehari, warna kuning keruh, BAB 1-2x sehari,
konsistensi lembek, warna kuning kehijauan
Selama sakit: Klien BAK 3-5x sehari, warna kuning jernih, BAB 1x sehari,
konsistensi lembek, warna kuning kecoklatan
e) Aktivitas-Pola Latihan
Indikator Mandiri Dibantu Orang Dibantu Alat Dibantu Total
Makan √
Berpakaian √
Buang Air √
Mandi √
Berpindah √
Kesimpulan: Aktivitas klien sebagian besar dilakukan secara mandiri
f) Pola Istirahat-Tidur
Sebelum sakit: Klien tidur malam 7-8 jam sehari dan biasa tidur siang 1 jam
sehari
Selama sakit: Klien tidur malam 8-10 jam sehari, tidur siang 2-3 jam sehari
g) Pola Kognitif- Persepsi Sensori
Klien dan keluarga mengatrakan bahwa kesehatan itu penting.
h) Persepsi diri-Pola Konsep Diri
Klien mengatakan yakin bahwa dirinya bisa sembuh.
i) Pola Peran-Hubungan
Klien merupakan seorang ayah dan suami.
j) Seksualitas
Klien berjenis kelamin laki-laki. Tidak ada gangguan seksualitas.
k) Koping-Pola Toleransi Stress
Klien mengatakan biasanya kalau ada masalah selalu berdiskusi dengan keluarga
dan selalau berdoa untuk meminta kesembuhan.
l) Nilai-Pola Keyakinan
Klien beragama Islam dan tidak memiliki hambatan dalam beribadah.

28
9. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Lemah
b. Kesadaran : Compos Metis
c. TTV
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36o C
Nadi : 80 x/menit
d. Pemeriksaan Head to Toe
1) Kepala
Kepala tidak ada benjolan, rambut ikal tidak rapi, tidak ada nyeri tekan, tidak
ada lesi.
2) Mata
Bentuk simetris, pupil isokor, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik,
fungsi penglihatan baik.
3) Hidung
Tidak ada polip, tidak ada lesi, tidak ada sekret, fungsi penciuman baik.
Terpasang O2 Nasal Kanul 3 lpm
4) Mulut
Mulut tampak bersih, mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis, tidak ada
lesi, tidak ada pembesaran kelenjar tonsil.
5) Telinga
Bentuk simetris, tidak ada serumen berlebih, fungsi pendengaran baik.
6) Leher
Tidak ada benjolan, tidak ada lesi, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid.
7) Dada
Paru
Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi, tidak ada jejas
Palpasi : Vokal fremitus teraba sama, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Ronchi
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di Ictus cordis teraba di ICS ke-4

29
Mid Clavicula Sinistra
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 reguler
8) Abdomen
Inspeksi : Tidak ada lesi, tidak ada jejas
Auskultasi : Bising usus 13 x/menit
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan
Perkusi : Tympani
9) Genetalia
Klien berjenis kelamin laki-laki, tidak terpasang DC.
10) Ekstremitas
Atas : Tidak ada lesi, tangan kanan kiri terpasang infus RL
20 tpm, kekuatan otot penuh, tidak ada edema.
Bawah : Tidak ada lesi, kekuatas otot penuh, tidak ada edema.
11) Kulit
Turgor kulit baik, CRT <2 detik, akral hangat
10. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium tanggal 27 Oktober 2020
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 9,1 g/dl 13 - 16 L
Leukosit 19,7 10^3u/L 4,6 - 11,4 H
Eritosit 3,14 10^6u/L 4,6 - 6,2 L
Hematokrit 27,6 % 40 - 54 L
MCV 88,1 Fl 80,0 - 99,1
MCH 28,9 pg 26,0 - 32,1
MCHC 32,9 g/dl 32,0 - 36,0
14,7 % 11,5 - 14,5 H
RDW-CV
Trombosit 513 10^3u/L 150 - 440
Hitung Jenis
L
Leukosit 8,3 % 20,0 - 40,0

Limfosit % 7,9 % 1,0 - 15,0


H
Mid% 83,8 % 50,0 - 70,0

30
Granulosit% 1,6 0,6 - 4,1
10^3u/L
Limfosit# 1,6 0,1 - 1,8
10^3u/L
Mid# 16,5 2,07 - 7,8
10^3u/L
Granulosit#
H
SEROLOGI
TEST WIDAL Negatif
H
Salmonella Typhi H 1/320 Negatif
Salmonella Typhi O Negatif Negatif
S. Paratyphi AH 1/160 Negatif
S. Paratyphi AO Negatif
H
FUNGSI HATI
H
SGOT/AST 67 U/L M:≤40, F:≤32
SGPT/ALT 56 U/L M:≤41, F:≤33
FUNGSI GINJAL
33 mg/dl 17 - 49
Ureum
0,6 mg/dl M : 0,6 - 1,1
Kreatinin
F: 0,5 - 0,9
DIABETES
107 mg/dl 70 - 140
Glukosa Sewaktu

b. Pemeriksaan CVT tanggal 30 Oktober 2020


Hasil pemeriksaan VCT yaitu Non Reaktif
c. Pemeriksaan Radiologi tanggal 27 Oktober 2020
Hasil pemeriksaan RO Thorax yaitu TB Pulmo sinistra ddx Pneumonia, besar
cor normal.
d. Pemeriksaan EKG tanggal 27 Oktober 2020
Hasil pemeriksaan EKG yaitu Normal Sinus Rythm.
e. Pemeriksaan Rapid Test tanggal 27 Oktober 2020
Hasil pemeriksaan Rapid Test yaitu IgM dan IgG Non Reaktif.
f. Pemeriksaan BTA tidak dilakukan untuk meminimalisir tertularnya COVID 19
11. Program Terapi
a. Infus RL 20 tpm
b. Drip NB 5000 1x1A
c. Inj. Ranitidin 2x50 mg

31
d. Inj. Ceftriaxone 1x2gr
e. Curcuma 3x20mg
f. Ambroxol 3x30 mg
g. FDC 1x3 tablet
h. Vit B6 1x10mg
B. Analisa Data
No
Tgl/Jam Data Masalah Etiologi Paraf
.
1. 27-10- DS: Ketidakefekti- Mukus
2020 Klien mengatakan batuk fan bersihan berlebihan
Jam 18.30 berdahak sudah 1 bulan, klien jalan nafas
mengatakan dahak sulit
dikeluarkan dan sesak nafas
DO:
Klien tampak sulit
mengeluarkan dahak, bumyi
paru ronchi, hasil RO Thorax
TB Pulmo sinistra ddx
Pneumonia
2. 27-10- DS: Risiko Faktor yang
2020 Klien mengatakan lemas dan kekurangan memenga-
Jam 18.40 mual. volume cairan ruhi
DO: kebutuhan
KU: lemah, mukosa bibir cairan
kering, turgor kulit baik, CRT (mual)
<2 detik, Hb: 9,1 g/dl, TD:
120/70 mmHg, N: 80x/menit,
S: 36oC, RR: 20x/menit

C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus berlebihan
ditandai dengan batuk yang tidak efektif, suara nafas tambahan

32
2. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan faktor yang memengaruhi
kebutuhan cairan (mual)
D. Intervensi Keperawatan
No. Tgl/Jam Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi TTD
1. 27-10- Setelah dilakukan tindakan Airway Managemen:
2020 keperawatan selama 3x24 jam - Posisikan pasien untuk
Jam 18.50 diharapkan masalah memaksimalkan
ketidakefektifan bersihan jalan ventilasi
nafas dapat teratasi dengan - Ajarkan batuk efektif
kriteria hasil: - Auskultasi suara nafas
Respiratory Status: Airway - Monitor status respirasi
Patency - Kolaborasi dalam
- Klien mampu pemberian O2
mendemonstrasikan batuk - Kolaborasi pemberian
efektif farmakoterapi
- Menunjukkan jalan nafas
yang paten (Frekuensi nafas
dalam batas normal, tidak
ada suara nafas tambahan)
2. 27-10- Setelah dilakukan tindakan Fluid Managemen:
2020 keperawatan selama 3x24 jam - Monitor KU dan TTV
Jam 19.00 diharapkan masalah risiko - Monitor status hidrasi
kekurangan volume cairan - Motivasi intake per oral
dapat teratasi dengan kriteria - Catat intake dan output
hasil: pasien
Hydration - Kolaborasi dalam
- TTV dalam batas normal pemberian cairan IV
- Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi (turgor kulit baik,
membran mukosa lembab)

33
E. Implementasi Keperawatan
Tgl/Jam No Implementasi Respon TTD
DX
27-10- 1 - Mengkaji keluhan S: Klien mengatakan batuk
2020 pasien berdahan sudah 1 bulan
19.05 O: Klien tampak batuk dan
kesulitan mengeluarkan dahak
19.15 2 - Memonitor KU dan S: Klien mengatakan lemas
Mengukur TTV O: KU: lemah
TD: 120/70mmHg, N: 80x/menit,
S: 36oC, RR: 20x/menit

19.18 1 - Memonitor status


S: Klien mengatakan batuk
respirasi
O: RR: 20x/menit, SPO2: 99%,
19.20 1 - Memposisikan semi
S: Klien mengatakan lebih nyaman
fowler
dalam posisi setengah duduk
O: Klien tampak nyaman dalam
posisi semi fowler

19.23 1 S: Klien mengatakan batuk


- Melakukan
berdahak
auskultasi suara
O: Terdapat suara nafas ronchi
nafas
19.25 1
- Mengajarkan teknik
S: Klien mengatakan sulit
batuk efektif
mengeluarkan dahak
O: Klien sudah mengerti cara batuk
19.30 2 efektif
- Memonitor status
S: Klien mengatakan mual
hidrasi
O:Membran mukosa kering, turgor
19.32 2
- Memotivasi intake kulit baik

per oral (minum teh S: Klien mengatan lemas

atau air hangat) O: Klien mau minum 100 cc


19.35
- Melakukan
S: Klien dan keluarga mengatakan
orientasi ruangan

34
terhadap klien dan sudah paham
19.38 2 keluarga O: Klien dan keluarga tampak
- Kolaborasi dalam mengangguk dan mengerti
pemberian cairan S: Klien mengatakan lemas dan
20.20 2 IV mual
- Mencatat intake O: Terpasang infus RL 20 tpm
dan output pasien S: Pasien mengatan sudah minum
lagi setengah gelas (125 cc) BAK
(150 cc)
O: Sisa cairan infus 200 cc dari 400
cc
29-10- 1 - Memonitor KU S: Klien mengatakan masih lemas
2020 O: KU: cukup, klien tampak
20.40 berbaring
20.42 1 - Memonitor status S: Klien mengatakan masih batuk
respirasi berdahak
O: RR: 20x/menit, SPO2: 98%
20.45 1 - Memposisikan S: Klien mengatakan lebih nyaman
semifowler dalam posisi setengah duduk
O: Klien tampak berbaring dalam
posisi semi fowler
21.50 2 - Memonitor status
S: Klien mengatakn mual
hidrasi
O:Membran mukosa kering, turgor

2 kulit baik
21.55 - Memotivasi intake
S: Klien mengatan masih lemas
per oral (minum teh
O: Klien mau minum air hangat
atau air hangat)
setengah gelas (125 cc)
- Kolaborasi dalam
22.00 2 S: Klien mengatakan masih lemas
pemberian cairan
dan mual
IV
22.03 1 O: Terpasang infus RL 20 tpm
- Berkolaborasi
S: Klien bersedia diberikan terapi
dengan dokter
oral
dalam pemberian
O: Curcuma 1 tablet dan ambroxol
1 terapi oral

35
24.00 - Berkolaborasi 30mg masuk per oral
dengan dokter S: Klien bersedia diberikan terapi
dalam pemberian injeksi
2 terapi injeksi O: Inj. Ceftriaxone 2 gr masuk via
30-10- - Memonitor KU IV per bolus
2020 dan Mengukur S: Klien mengatakan masih lemas
06.00 TTV O: KU: cukup
TD: 125/70 mmHg, N: 86x/menit,
2
S: 36,3oC, RR: 21x/menit, SPO2:
06.05 - Mengajarkan batuk 99%
efektif S: Klien mengatakn masih batuk
dan dahak sedikit bisa dikeluarkan
1 O: Klien tampak mempraktekkan

06.09 cara batuk efektif dengan memakai


- Berkolaborasi
masker
dengan dokter
S: Klien mengatakan bersedia
dalam pemberian
diberikan terapi
terapi
O: Inj. Ranitidin 50 mg masuk
07.00 melalui IV per bolus, curcuma 1
- Mencatat intake
tablet, dan ambroxol 30 mg per oral
dan output pasien
S: Pasien mengatakan semalam
sudah minum lagi 1 gelas (250 cc)
BAK (500 cc)
O: sudah cairan infus 500 cc, sisa
cairan infus 200 cc, makan
setengah posri (100 gr)

30-10- 2 - Memonitor KU S: Klien mengatakan lemas

36
2020 dan TTV berkurang,
20.55 O: Klien tampak berbaring
21.00 1 - Memonitor status S: Klien mengatakan masih batuk
respirasi O: RR:21x/menit, SPO2: 99%
22.00 1 - Berkolaborasi S: Klien bersedia diberikan terapi
dengan dokter oral
dalam pemberian O: Curcuma 20mg dan ambroxol
terapi oral 30mg masuk per oral
24.00 1
- Berkolaborasi S: Klien bersedia diberikan terapi
dengan dokter injeksi
dalam pemberian O: Inj. Ceftriaxone 2 gr masuk via
terapi injeksi IV per bolus
31-10- 2
- Memonitor KU S: Klien mengatakan lemas
2020
dan Mengukur berkurang
05.50
TTV O: KU: cukup
TD: 110/70 mmHg, N: 89x/menit,
S: 36,7oC, RR: 20x/menit, SPO2:
1 99%
06.00
- Mengajarkan batuk
S: Klien mengatakan masih batuk
efektif
dan dahak sedikit bisa dikeluarkan
O: Klien tampak mempraktekkan
cara batuk efektif dengan memakai
1
06.05 masker
- Berkolaborasi
S: Klien mengatakan bersedia
dengan dokter
diberikan terapi
dalam pemberian
O: Inj. Ranitidin 50 mg masuk
terapi
melalui IV per bolus, curcuma 20
2 mg, dan ambroxol 30 mg per oral,
06.08
- Memonitor status FDC 3 tablet (sebelum makan), B6

hidrasi 10mg (sebelum makan)


2 S: Klien mengatakan lemas
06.10
- Memotivasi intake berkurang
per oral (minum teh O: mukosa bibir lembab
S: Klien mengatan sudah tidak
37
06.13 2 atau air hangat) mual
- Kolaborasi dalam O: Klien mau minum banyak
pemberian cairan S: Klien mengatakn lemas
07.10 2 IV berkurang
- Mencatat intake O: Terpasang infus RL 20 tpm
dan output pasien S: Pasien mengatakan semalam
sudah minum lagi 2 gelas (500 cc)
BAK (400 cc)
O: sudah cairan infus 500 cc, sisa
cairan infus 150 cc dari 500 cc,
makan 1 porsi habis (200 gr)

F. Evaluasi Keperawatan
No.
Tgl/Jam SOAP TTD
DX
27-10- 1 S: Klien mengatakan batuk berdahak, dahak sulit
2020 dikeluarkan
20.15 O: KU: lemah, kesadaran CM, klien tampak batuk, terdapat
suara nafas ronchi, TD: 120/70 mmHg, N: 82x/menit, S:
36oC, RR: 20x/menit, SPO2: 99%
A: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Ajarkan batuk efektif
- Auskultasi suara nafas
- Monitor status respirasi

20.20 2 - Kolaborasi pemberian farmakoterapi


S: Klien mengatakan lemas dan mual
O: KU: lemah, kesadaran CM, membran mukosa kering,
turgor kulit baik, CRT <2 detik, TD: 120/70 mmHg, N:
82x/menit, S: 36oC, RR: 20x/menit, SPO2: 99%, total
intake = 125 cc (minum) + 200 cc (cairan infus) = 325 cc,
IWL = 15 x BB : 24 = 28,125, BAK= 150 cc, total output =

38
IWL+output = 28,125+150 = 178, 125, balance cairan =
intake-output= 325-178,125 = +146,875
A: Risiko kekurangan volume cairan belum teratasi
P: Lanjutkan Intervensi
- Monitor KU dan TTV
- Monitor status hidrasi
- Motivasi intake per oral
- Kolaborasi dalam pemberian cairan IV
30-10- 1 S: Klien mengatakan masih batuk berdahak, dahak sudah
2020 bisa dikeluarkan sedikit
06.00 O: KU: Cukup, kesadaran CM, klien tampak batuk,
terdapat suara nafas ronchi, TD: 125/70 mmHg, N:
86x/menit, S: 36,3oC, RR: 21x/menit, SPO2: 99%
A: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Ajarkan batuk efektif
- Auskultasi suara nafas
- Monitor status respirasi

06.20 2 - Kolaborasi pemberian farmakoterapi


S: Klien mengatakan lemas berkurang dan mual berkurang
O: KU: cukup, kesadaran CM, membran mukosa kering,
turgor kulit baik, CRT <2 detik, TD: 125/70 mmHg, N:
86x/menit, S: 36,3oC, RR: 21x/menit, SPO2: 99%, total
intake = 250 cc (minum) + 500 cc (cairan infus) + 200 cc
(cairan infus) + 100 (makan) = 1050 cc, IWL = 15 x BB :
24 = 28,125, BAK= 500 cc, total output = IWL+output =
28,125+500 = 528, 125, balance cairan = intake-output=
1050-528,125 = +521,875
A: Risiko kekurangan volume cairan belum teratasi
P: Lanjutkan Intervensi
- Monitor KU dan TTV
- Monitor status hidrasi

39
- Motivasi intake per oral
- Kolaborasi dalam pemberian cairan IV
31-10- 1 S: Klien mengatakan masih batuk berdahak, dahak sudah
2020 bisa dikeluarkan
06.05 O: KU: Cukup, kesadaran CM, klien tampak batuk, tidak
terdapat suara nafas tambahan, TD: 110/70 mmHg. N:
89x/menit, S: 36,7oC, RR: 20x/menit, SPO2: 99%
A: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi
P: Pertahankan intervensi
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Ajarkan batuk efektif
- Auskultasi suara nafas
- Monitor status respirasi

06.12 2 - Kolaborasi pemberian farmakoterapi


S: Klien mengatakan lemas (-) dan mual (-)
O: KU: cukup, kesadaran CM, membran mukosa lembab,
turgor kulit baik, CRT <2 detik, TD: 110/70 mmHg. N:
89x/menit, S: 36,7oC, RR: 20x/menit, SPO2: 99%, total
intake = 500 cc (minum) + 500 cc (cairan infus) + 350 cc
(cairan infus) + 200 (makan) = 1550 cc, IWL = 15 x BB :
24 = 28,125, BAK= 400 cc, total output = IWL+output =
28,125+400 = 428, 125, balance cairan = intake-output=
1050-528,125 = +1121,875
A: Risiko kekurangan volume cairan teratasi
P: pertahankan Intervensi
- Monitor KU dan TTV
- Monitor status hidrasi
- Motivasi intake per oral
- Kolaborasi dalam pemberian cairan IV

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

40
A. Kesimpulan
Hasil pembahasan mengenai Asuhan Keperawatan pada Tn. N dengan TB Pulmo
di Ruang Fatimah RSU PKU Muhammadiyah Kutowinangun dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pengkajian
Setelah dilakukan pengkajian tersebut diperoleh data dibahwa klien
mengalami diagnosa TB Pulmo. Terdapat gejala pada klien yaitu batuk berdhak
selama 1 bulan, mual, lemas. Hasil pemeriksaan fisik yang telah dilakukan pada
klien terdapat suara nafas ronchi dan mukosa bibir kering. Hasil pemeriksaan darah
lengkap menunjukkan jumlah leukosit 19,7 10^3u/L (normal 4,6 - 11,4 10^3u/L)
2. Diagnosa Keperawatan
Hasil dari data subjektif dan objektif dapat disimpulkan bahwa klien
mengalami masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan mukus berlebihan ditandai dengan batuk yang tidak efektif, suara nafas
tambahan dan risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan faktor yang
memengaruhi kebutuhan cairan (mual).
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang ditetapkan pada kedua klien untuk mengatasi masalah
keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus
berlebihan ditandai dengan batuk yang tidak efektif, suara nafas tambahan meliputi
posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi, ajarkan batuk efektif, auskultasi
suara nafas, monitor status respirasi, kolaborasi dalam pemberian O2, kolaborasi
dalam pemberian farmakoterapi.
Intervensi yang ditetapkan pada kedua klien untuk mengatasi masalah risiko
kekurangan volume cairan berhubungan dengan faktor yang memengaruhi
kebutuhan cairan (mual) meliputi monitor KU dan TTV, monitor status hidrasi,
motivasi intake per oral, catat intake dan output pasien, kolaborasi dalam pemberian
cairan IV.
4. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dilakukan selama 3x8 jam untuk mengatasi
masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
mukus berlebihan ditandai dengan batuk yang tidak efektif, suara nafas tambahan
meliputi memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi (semi fowler),

41
mengajarkan batuk efektif, melakukana uskultasi suara nafas, memonitor status
respirasi, berkolaborasi dalam pemberian O2, berkolaborasi dalam pemberian
farmakoterapi.
Sedangkan untuk mengatasi masalah risiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan faktor yang memengaruhi kebutuhan cairan (mual) meliputi
memonitor KU dan TTV, memonitor status hidrasi, memotivasi intake per oral,
mencatat intake dan output pasien, berkolaborasi dalam pemberian cairan IV
5. Evaluasi
Hasil evaluasi yang diperoleh setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x8 jam terkait masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan mukus berlebihan ditandai dengan batuk yang tidak efektif,
suara nafas tambahan klien teratasi dibuktikan dengan dahak yang bisa dikeluarkan.
Sedangkan hasil evaluasi yang diperoleh setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x8 jam terkait masalah keperawatan risiko kekurangan volume
cairan berhubungan dengan faktor yang memengaruhi kebutuhan cairan (mual)
ditunjukkan adany hidrasi adekuat dan mukosa bibir lembab, balance cairan dalam
batas normal.
B. Saran
Berdasarkan hasil laporan kasus yang disusun maka disarankan beberapa hal sebagai
berikut :
1. Bagi Masyarakat
Diharapkan klien dan keluarga dapat melaukan pengolahan masalah pada
kasus TB pulmo secara mandiri.
2. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Keperawatan
Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi
pengetahuan dan dapat menjadi referensi terkait asuhan keperawatan pada pasien
dengan TB Pulmo.
3. Bagi Penulis
Diharapkan laporan kasus ini dapat menjadi aplikasi riset bagi perawat terkait
pelaksanaan tindakan pada pasien dengan TB Pulmo.

42

Anda mungkin juga menyukai