Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tuberkulosis Paru (TB Paru) merupakan penyakit infeksi kronis paru-paru


yang sudah sangat lama dikenal pada manusia, yang dihubungkan dengan
tempat tinggal, lingkungan yang padat, ekonomi rendah, dan lain-lain. TB
paru ditandai dengan pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis
jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita ke
orang lain melalui udara (Manurung, 2008)

Satu-satunya yang diketahui menyebabkan TB paru adalah infeksi


micobacterium tuberkulosis, dan ini dapat terjadi dengan menghirup droplet
yang ditularkan di udara yang mengandung nukleus kering. Ini dapat terjadi
ketika penjamu melewati kita dalam keadaan batuk atau bersin. Selain itu,
berbicara, tertawa dan menyanyi dapat mengeluarkan droplet yang terinfeksi
ke udara (Hurst, 2015)

TB paru tidak menunjukan gejala yang berarti tetapi batuk merupakan gejala
yang paling sering terjadi dan merupakan indikator yang sensitif. Nyeri dada
juga merupakan tanda yang sering terjadi karena terlibatnya pleura dalam
proses penyakit (Djojojibroto, 2012)

TB paru akan menyebabkan paru mengalami infeksi dapat menyebabkan


kerusakan jaringan paru yang ditandai dengan efusi pleura, respon lain dalam
patogenesis adalah cairan yang ada dalam rongga pleura dapat menimbulkan
kavitas dalam rongga paru, sehingga dalam rontgen paru kanan-kiri tidak
sama. Infeksi tuberkulosis juga dapat menyebabkab gangguan pemenuhan
oksigen dalam tubuh. Penyakit TB ini jika tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi seperti pleuritis, efusi pleura, laringitis dan TB usus
(Khoerudin, 2011)
WHO (World Healt Organization) memperkirakan bakteri penyebab
tuberculosis paru dapat membunuh sekitar 2 juta jiwa setiap tahunnya. Pada
tahun 2002 sampai 2020 diperkirakan sekitar 1 miliar manusia akan terinfeksi
tuberkulosis paru. Dengan kata lain perubahan jumlah infeksi lebih dari 56
juta tiap tahunnya. Biasanya 5-10 persen diantara infeksi berkembang
menjadi penyakit, dan 40 persen diantara yang berkembang menjadi penyakit
berakhir kematian (Anggraeni, 2011).

Berdasarkan data WHO (2014) menjelaskan, pada tahun 2013 terdapat 9 juta
penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB. Pada tahun 2014 terdapat 9,6
juta penduduk dunia terinfeksi kuman TB. Jumlah kasus TB paru terbanyak
berada pada wilayah Afrika (37%). Wilayah Mediterania Timur (17%) dan
(28%) di wilayah Asia Tenggara (WHO,2015).

WHO (2015) memaparkan insidensi kejadian TB paru di Indonesia pada


tahun 2014 berada pada angka 460.000 kasus per tahun. Namun di laporan
serupa tahun 2015 angka tersebut sudah direvisi berdasarkan survei sejak
2013, yakni naik menjadi 1 juta kasus baru per tahun. Persentase sehingga
menjadi negara dengan kasus terbanyak kedua bersama dengan tiongkok.
India menempati urutan pertama dengan presentase kasus 23% terhadap uang
ada di seluruh dunia.

Di Indonesia, prevalensi TB paru dikelompokan dalam tiga wilayah, yaitu wilayah


Sumatera (33%), wilayah Jawa dan Bali (23%), serta wilayah Indonesia Bagian Timur
(44%) (Depkes,2008). Penyakit TB paru merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah penyakit jantung dan infeksi saluran pernafasan lainnya pada semua
kelompok usia serta nomor satu untuk golongan penyakit infeksi. Korban meninggal
akibat TB paru diperkirakan sebanyak 61.000 kematian tiap tahunnya (Depkes
RI,2011)

Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang angka


kejadian TB parunya cukup tinggi. Berdasarkan data yang didapatkan dari
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013, angka kejadian TB paru
di Sumatera Barat adalah 0,2%. Angka kejadian Tb paru di Sumatera Barat
terus mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu pada tahun 2007
sebanyak 3660 kasus, tahun 2008 sebanyak 3896 kasus, tahun 2009 sebanyak
3914 kasus, dan pada tahun 2010 ditemukan sebanyak 3896 kasus yang
tersebar dalam 19 kabupaten/kota dalam povinsi Sumatera Barat termasuk
Kota Padang (Riskesdas, 2013)

Kasus tuberkulosis paru di kota Padang pada tahun 2013 ada sebanyak 1288
kasus secara keseluruhan, sementara pada anak - anak usia 0-14 tahun ada
sebanyak 14 kasus. Untuk suspek berjumlah 8.005, sementara tuberkulosis
paru dengan BTA positif sebanyak 925 kasus dan persentase tuberkulosis
paru terhadap suspek adalah 11,56%. Jika dibandingkan dengan tahun 2012
kondisinya adalah sasaran BTA positif sebanyak 1.349 suspek dan ada
sebanyak 628 orang dengan kasus tuberkulosis paru baru dengan BTA
positif., kasus lama (kambuh) sebanyak 8 orang. Jika dilihat berdasarkan
gender, maka lebih banyak penderita tuberkulosis paru dengan BTA positif
adalah laki-laki (359 orang) dibandingkan perempuan penderita tuberkulosis
paru BTA positif sebanyak (269 orang) . Jika dibandingkan dengan tahun
2013 maka terjadi kenaikan kasus sebanyak 297 kasus . Penemuan kasus tb
paru dengan BTA positif beberapa tahun terakhir, yaitu pada tahun 2011 ada
sebanyak 942 kasus, 2010 sebanyak 853 kasus dan tahun 2009 sebanyak 748
kasus (Yulfira, 2013)

Penyakit tuberkulosis paru dapat disembuhkan dengan meminum obat secara


teratur dalam waktu yang ditentukan. Dalam meminum obat sebaiknya
diawasi oleh keluarga terdekat selanjutnya pendertita harus meminum obat di
depan seorang pengawas. Penderita juga harus menerima dan menjalani
pengobatan dalam sistem pengelolaan. Penyediaan obat anti tuberculosis
tertata baik, termasuk pemberian OAT yang adekuat. Dengan demikian,
berhasil atau tidaknya pengobatan tuberculosis tergantung pada kepatuhan
pasien dalam pengobatan tersebut.
Peran perawat pada pasien TB paru yaitu dengan melakukan tindakan
keperawatan untuk membantu memenuhi kebutuhan pada pasien dan untuk
mengurangi keluhan yang dirasakan. Tindakan yang dapat dilakukan berupa
melakukan nebulizer untuk mengencerkan sekret agar mudah untuk
dikeluarkan. Perawat juga harus mengontrol pemberian obat pada pasien TB
paru, memberikan edukasi mengenai faktor penyebab atau faktor resiko
terjadinya TB paru dan juga memberikan dukungan untuk kesembuhan pasien
tersebut. Selain memberikan perawatan secara fisik, pasien TB paru juga
harus diperhatikan dari segi psikososialnya, karena penderita TB paru yang
dijauhi lingkungan sosialnya atau mengurangi kontak dengan penderita TB
karena takut tertular, sehingga penderita TB paru cenderung mengalami
masalah psikososial sepeti harga diri rendah dan isolasi sosial. Maka dari itu
peran perawat sangat penting untuk mengatasi masalah pada pasien TB paru
dengan melakukan asuhan keperawatan pada pasien TB paru.

Peran perawat yg lainnya juga sebagai sebagai care give advokator,


fasilitator, coordinator, dan educator. Oleh karena itu, perawat memiliki
upaya yang sangat penting untuk memberikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan tuberculosis paru, diantaranya dalam segi promotif yaitu
memberikan penyuluhan agar masyarakat mengenal tentang penyakit
tuberculosis paru dan melakukan pola hidup sehat., dari segi preventif dengan
cara mendeteksi dini penyakit tuberculosis paru atau menghindari faktor
penyebabnya seperti merokok dan meminum alkohol., dari segi kuratif,
perawat langsung membatasi aktifitas sesuasi beratnya keluhan penderita
tuberculosis paru, sedangkan pada segi rehabilitatif dengan memberikan
penyuluhan (Khoerudin, 2011)
B. Rumusan Masalah

Bagaimanana asuhan keperawatan keluarga pada pasien dengan Tb Paru ?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mendeskripsikan asuhan keperawatan keluarga pada pasien dengan


Tuberculosis Paru.

2. Tujuan Khusus

Berdasarkan tujuan umum, dapat dibuat tujuan khusus sebagai berikut :

a. Mendeskripsikan hasil pengkajian keluarga pada pasien dengan TB


Paru

b. Mendeskripsikan perumusan diagnosa keperawatan keluarga pada


pasien dengan TB Paru

c. Mendeskripsikan perencanaan keperawatan keluarga pada pasien


dengan TB Paru

d. Mendeskripsikan implementasi tindakan keperawatan keluarga pada


pasien dengan TB Paru

e. Mendeskripsikan evaluasi dari tindakan keperawatan keluarga pada


pasien dengan TB Paru.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar TB Paru

1. Pengertian

Tuberculosis paru adalah jenis penyakit infeksius yang menyerabg paru-


paru, ditandai dengan pembentukan granuloma dan timbulnya nekrosis
jaringan. Penyakit tuberculosis ini bersifat menahun dan bisa menular
dari si penderita ke orang lainnya (Santa,dkk, 2009)

Tuberkulosis merupakan infeksi bakterikronik yang disebabkan oleh


disebabkan oleh Micobakterium tuberculosis dan di tandai oleh
pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh
hipersensitivitas yang di perantara sel (cell mediated hypersensitivity)
(Wahid dan Suprapto, 2013:157)

Tuberculosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar


disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis. Kuman tersebut
biasanya masuk ke dalam paru, kemudian kuman tersebut dapat
menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran
darah, sistem salura limfa, saluran pernafasan (broncus) atau penyebaran
langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya (Notoadmojo, 2007:321)

2. Etiologi

Tuberculosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh


basil Mycobacterium tuberculosis tipe humanis, sejenis kuman berbentuk
batang dengan panjang 1-4 mm dan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar
kuman ini terdiri atas lipid (lemak) yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam, serta dari berbagai gangguan kimia dan fisik. Kuman ini
juga tahan berada di udara kering dan keadaan dingin (misalnya di dalam
lemari es) karena sifatnya yang dormant, yaitu dapat bangkit kembali
enjadi lebih aktif . Selain itu, kuman ini juga bersifat aerob.

Tuberculosis paru merupakan infeksi pada saluran pernafasan yang vital.


Basil Mycobacterium masuk ke dalam jaingan paru melalui saluran nafas
(droplet infection) sampai alveoli dan terjadilah infeksi primer.
Kemudian, di kelenjer getah bening terjadilah primer kompleks yang
disebut tuberkulosis primer. Dalam sebagian besar kasus, bagian yang
mengalami infeksi ini dapat mengalami penyembuhan. Peradangan
terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalah spesifik terhadap basil
Mycobacterium pada usia 1-3 tahun. Sedangkan, post primer
tuberkulosis (reinfection) adalah peradangan yang terjadi pada jaringan
paru yang disebabkan oleh penularan ulang (Ardiansyah, 2012:300).

3. Manifestasi Klinis

Tuberkulosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu penyakit


yang mempunya banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga
memberikan gejala umum seperti lemah dam demam. Pada sejumlah
penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan
kadang-kadang asimtomatik.

Gejala klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala


respiratorik dan gejala sistemik (Wahid dan Suprapto, 2013:163)

a. Gejala Respiratory, meliputi :

1) Batuk

Gejala batuk timbul paling dini. Gejala ini banyak ditemukan.


Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar.
Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian
setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum) ini terjadi lebih dari 3 minggu. Keadaan yang lanjut
adalah batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah
yang pecah.

2) Batuk darah

Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin


tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah
atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk terjadi
karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah
tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

3) Sesak nafas

Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,


dimana infiltrasinya sudah setengah bagian dari paru-paru.
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas
atau karena ada hal-hal yang menyertai sepeti efusi pleura,
pneumothoraks, anemia dan lain-lain.

4) Nyeri dada

Nyeri dada pada TB termasuk nyeri pleuritik yang ringan.


Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan di pleura terkena.

b. Gejala sistemik, meliputi :

1) Demam, biasanya subrefil menyerupai demam influenza. Tapi


kadang-kadang panas dapat mencapai 40-41 derajat celcius,
keadaan ini sangat dipengaruhi daya tahan tubuh penderita dan
berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.

Demam merupakan gejala yang sering dijumpai, biasanya


timbul pada sore dan malam hari mirip dengan influenza,
hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya
sedang masa bebas seragan makin pendek..
2) Gejala sistemik lain Gejala sistemik lain adalah keringat malam,
anoreksia, penurunan berat badan serta malaise (gejala malaise
sering ditemukan berupa : tidak ada nafsu makan, sakit kepala,
meriang, dan nyeri otot.

Gejala klinis pasien Tuberkulosis Paru menurut Depkes RI


(2008), adalah :

Batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih, dahak


bercampur darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan
menurun, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam
meriang lebih dari satu bulan.

Dengan strategi yang baru (DOTS/ Directly Observed


Treatment Shortcourse) gejala utamanya adalah batuk berdahak
secara terus menerus selama 3 minggu atau lebih. Berdasarkan
keluhan tersebut, seseorang sudah dapat ditetapkan sebagai
tersangka. Gejala lainnya adalah gejala tambahan. Dahak
penderita harus diperiksa dengan pemeriksaan mikroskopis
(Widoyono, 2008)

4. Klasifikasi

Tuberkulosis pada manusia ditemukan dalam 2 bentuk (dlm buku sistem


respirasi ani ) :

a. Tuberculosis primer

Jika terjadi pada infekasi yang pertama kali.

b. Tuberculosis sekunder

Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan aktif setelah


berahun-tahun kemudian sebagai infekasi endogen menjadi
tuberkulosis dewasa. Mayoritas terjadi karena adanya penurunan
imunitas, misalnya karena malnutrisi, penggunaan alkohol, penyakit
aligna, diabetes, AIDS, dan gagal ginjal.

Menurut Depkes RI (2006) dalam Pedoman Nasional


Penanggulangan Tuberkulosis, klasifikasi tuberkulosis berdasarkan
organ tubuh yang terkena yaitu :

a. Tuberkulosis paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaingan


(parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan
kelenjar hilus.

b. Tuberkulosis ekstra paru

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,


misalnya pleura, selaput otak, selaput jantug (perikardium),
kelenjer limfe, tulang persendian, kulis, usus, ginjal, saluran
kncing, alat kelamin dll.

Klasifikasi penyakit tuberkulosis paru berdasarkan pemeriksaan


dahak menurut Depkes RI (2008) dibagi dalam :

a. Tuberkulosis paru BTA positif

1) Sekurang-kurangnya 2-3 spesimen dahak SPS hasilnya


BTA positif.

2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto


toraks dada menunjukan gambaran tuberkulosis.

3) 1 sesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan


kuman tuberkulosis posisitf.

4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3


spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya
hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.

b. Tuberkulosis paru BTA negatif

1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya negatif.

2) Foto totaks abnormal menunjukan gambaran


tuberkulosis.

3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non


OAT.

4) Ditentukan oleh dokter untuk diberi pengobatan.

5. Komplikasi

Penyakit TB paru apabila tidak ditangani dengan benar akan


menimbulkan komplikasi, yang dibagi atas komplikasi dini dan
komplikasi lanjut (Manurung, 2016:47).

a. Komplikasi dini

1) Pleuritis

2) Effusi pleura

3) Empiema

4) Laringitis

5) Menjalar ke organ lain seperti usus

b. komplikasi lanjut

1) Obstruksi jalan nafas : SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca


Tuberculosis).

2) Kerusakan parenkim berat : SOPT, fibrosis paru, kor pulmonal.


3) Amiloidosis

4) Karsinoma paru

5) Sindrom Gagal Nafas Dewasa

6. Patofisiologi

Port de entri kuman microbacterium tuberkulosis adalah saluran


pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbukapada kulit, kebanyakan
infeksi tuberkulosis terjadi melalui udara (air bone), yaitu melalui
inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang
berasal dari orang yang terinfeksi (Wahid&Suprapto, 2013)

Sesorang yang dicurigai menghirup basil Mycobacteriumtuberculosis


akan menjadi terinfeksi. Bakteri menyebar melalui jalan nafas ke alveoli,
dimana pada daerah tersebut bakteri bertumpuk dan berkembang biak.
Penyebaran basil ini bisa juga melalui sistem linfe dan aliran darah ke
bagian tubuh lain (ginjal, tualng, korteks cerebri) dan area lain dari paru-
paru (lobus atas). Kekebalan tubuh berespon dengan melakukan reaksi
inflamasi. Nutrofil dan makrofag memfagosistosis (menelan) bakteri..
Limfosit yang spesifik terhadap tuberculosis mengahncurkan
(melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini
mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli dan terjadilah
bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10
minggu setelah terpapar.

Masa jaringan baru disebut granuloma, yang berisi gumpalan basil yang
hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk
dinding. Granuloma berubah bentuk menjadi masa jaringan fibrosa.
Bagian tengah dari massa tersebut disebut Ghon Tubercle. Materi yang
terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik, membentuk
perkejuan (necrotizing caseosa). Setelah itu akan terbentuk klasifikasi,
membentuk jaringan kolagen. Bakteri menjadi non aktif.
Penyakit akan berkembang menjadi aktif setelah infeksi awal, karena
respons sistem yang tidak adekuat. Penyakit aktif dapat juga timbul
akibat infeksi ulang atau aktifnya kembali bakteri yang tidak aktif. Pada
kasus ini, terjadi ulserasi pada ghon tubercle, dan akhirnya menjadi
perkejuan. Tuberkel yang ulserasi mengalami proses penyembuhan
membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian
meradang, mengakibatkan bronkopneumonia, pe,bentukan tuberkel, dan
seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh denagn sendirinya.
Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak
di dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar getah bening.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh
limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis
serta jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblast akan
menimbulkan respons berbeda dan akhirnya membentuk suatu kapsul
yang dikelilingi oleh tuberkel.

7. Cara Penularan

Menurut Wahid&Suprapto (2013) TB paru dapat ditularkan dari indiidu


dengan penyakit pulmonal aktif yang mengeluarkan kuman organisme
ketika :

a) Berbicara

b) Batuk

c) Bersin

d) Menyanyi

Atau yang dikenal dengan istilah droplet infection.


8. Penatalaksanaan Medis

Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain untuk


menyyembuhkan/mengobati penderita juga mencegah kematian.,
mencegah kekambuhanatau resistensi terhadap OAT serta memutuskan
mata rantai penularan.

Menurut Wahid &Suprapto (2013), pengobatan TB paru diberikan dalam


2 tahap :

a. Tahap intensif (2-3 bulan)

Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan
diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap
semua OAT, terutma rifampisin. Bilapengobatan tahap intensif
tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi
tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar
penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada
akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahap intensif
sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.

b. Tahap lanjutan (4-7 bulan)

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit,


namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan
penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.

Panduan obat yang digunakan terdiri dari obat utaman dan obat
tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan
rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH,
Pirasinamid,Streptomisin, dan Etambutol. Sedang jenis obat
tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksilin +
Asan Klavulanat, derivat rifampisin /INH.
Jenis dan dosis OAT :

a. Isoniasid (H)

Dikenal dengan INH, bersifatbakterisid, dapat membunuh 90%


populasi kuman dalam beberapa hari pengobatan. Obat ini
sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolic aktif,
yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang
dianjurkan 5 mg/kg sedangkan untuk pengobatan intermitten 3
kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB. Sedangkan
untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu diberikan dengan
dosis 10 mg/kg BB.

b. Rifampisin (R)

Bersifat bakterisid, dapat mebunuh kuman semi dormant


(persisten) yangbtidak dapat dibunuh oleh isoniasid. Dosis 10
mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun
intermitten 3 kali seminggu.

c. Pirasinamid (Z)

Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang ebrada dalam


sel dengan suasan asam. Dosis harian yang dianjurkan 25
mg/kg BB, sedangkan untu pengobatan intermitten 3 kali
seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.

d. Streptomisin (S)

Bersifat bakterisid. Jumlah harian yang dianjurkan 15 mg/kg


BB, sedangan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu
digunakan dosis yang sama. Penderita berumur sampai 60 tahun
dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan untuk berumur lebih dari 60
tahun diberikan 0,50 gr/hari.
e. Etambutol (E)

Bersifat bakteriostatistik. Dosis harian yang dianjurkan 15


mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali
seminggu dengan dosis 30 mg/kg BB.

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih


dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya
penyakit, hasil pemeriksaan, bakteriologik, hapusan dahak dan
riwayat pengobatan sebelumnya. Disamping itu perlu
pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal
dengan Directly Observed Treatment Short Course (DOTS)
yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima
komponen:

1)Komitmen politis berupa dukungan pengambilan


keputusan dalam penanggulangan TB paru.

2)Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak


mikroskopis yang terjamin mutunya.

3)Pengobatan TB paru dengan panduan OAT jangka


pendek dan diawasi langsung oleh Pengawas Menelan
Obat (PMO) khusunya dalam 2 bulan pertama dimana
penderita harus minum obat setiap hari.

4)Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.

5)Berdasarkan berbagai pertimbangan, WHO


merekomendasikan panduan obat anti tuberkulosis harus
sesuai dengan kategori penyakit.

Pengobatan TB dengan panduan OAT jangka pendek


dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan
Obat (PMO) khusunya dalam 2 bulan pertama dimana
penderita harus minum obat setiap hari. Kesinambungan
ketersediaan paduan OAT jangka endek yang cukup
pencatatan dan pelaporan yang baku.

9. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosa menurut


Manurung, dkk (2008) yaitu :

a. Pemeriksaan Radiologis : foto rontgen thoraks

Tuberkulosis dapat memberikan gambaran yang bermacam-macam


pada foto rontgen thoraks, akan tetapi terdapat beberapa
gambaran yang karakteristik untuk TB paru yaitu :

1) Apabila lesi terdapat terutama dilapangan atas paru.

2) Bayangan berwarna atau bercak.

3) Terdapat kavitas tunggal atau multiple.

4) Terdapat klasifikasi.

5) Apabila lesi bilateral terutama bila terdapat pada langan atas


paru.

6) Bayangan abnormal yang menetap pada foto toraks setelah foto


ulang beberapa minggu kemudian.

Lesi pada orang dewasa mempunyai predileksi di segmen apikal dan


posterior lobus serta segmen apikal lobus bawah. Umunya lesi
tuberkulosis bersifat multiform, yaitu terdapat membran beberapa
stadiapada saat yang sama misalnya terdapat infiltrat, fibrosis dan
kalsifikasi bersamaan. Gambaran yang terdaat di foto toraks
tergantung dari stadium penyakit. Pada lesi baru di paru yang
berupa sarang pneumonia terdapat bercak seperti awan dengan
batas yang tidak jelas. Apabila lesi diliputi jaringan ikat maka
akan terlihat bayangan bulat berbatas tegas disebut tuberkuloma.
Jika lesi tuberkulosis meluas maka akan terjadi perkijuan, yang
apabila dibatukan akan menimbulkan kavitas yang berbagai macam
bentuknya. Bisa juga ditemukan atelektasis pada satu lobus bahkan
pada satu paru, kadang-kadang kerusakan yang luas ditemukan
pada kedua paru. Gambaran fibrosis tampak seperti garis-garis yang
padat. Gambaran efusi pleura dan pneumothoraks juga sering
menyertai TB paru.

b. Pemeriksaan Laboratorium

1) Darah

Pada TB paru aktif biasanya ditemukan peningkatan leukosit


dan lanju endap darah (LED).

2) Sputum BTA

Pemeriksaan balteriologik ditemukan untuk menemukan kuman


tuberkulosis. Diagnosa pasti ditegakan bila pada biakan
ditemukan kuman tuberkulosis. Kriteria BTA sputum positif
adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman
BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000
kuman dalam 1 ml sputum. Hasil pemeriksaan dinyatakan
positif jika sedikitnya 2 dari 3 spesimen BTA hasilnya positif.
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu dilakukan
pemeriksaan ulang. Pemeriksaan penting untuk diagnosa
definitive dan menilai kemajuan klien. Dilakukan tiga kali
berturut-turut dan biakan/kultur BTA selama 4-8 minggu.

c. Test Tuberkulin (mantoux Test)

Pemeriksaan ini banyak digunakan untuk menegakan diagnosa


terutama pada anak-anak . Biasanya diberikan suntikan PPD
(Protein Perified Derivation) secara intra kutan 0,1 cc. Lokasi
penyuntikan umunya pada 1/2 bagian atas lengan bawah
sebelah kiri bagian depan. Penilaian tes tuberkulosis dilakukan
setelah 48-72 jam penyuntikan dengan mengukur
diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi pada lokasi
suntikan, indurasi tersebut berupa kemerahan.

Hasil test mantoux ini dibagi dalam :

1) Indurasi 0,5 mm (diameternya) : mantoux negatif.

2)Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan.

3) Indurasi 10-15 mm : mantoux positif.

4) Indurasi lebih dari 16 mm : mantoux positif kuat.

B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Tuberkulosis Paru

1. Pengkajian

Data - data yang perlu dukaji dalam asuhankeperawatan TB paru


(Wahid&Suprapto, 2013)

a. Data Pasien

1) Identitas klien dan keluarga

Meliputi nama, umur, alamat, pekerjaan, jenis


keklamin,pendidikan dan tanggal masuk

2) Identitas penanggung jawab

Nama, umur, alamat, pekerjaan, hubungan dengan klien.

b. Riwayat Kesehatan
1) keluhan utama

a) Demam : subfebris, febris (40-41 derajat celcius) hilang


timbul.

b) Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini


terjadi untuk membuang atau mengeluarkan produksi yang
dimulai dari batuk radang sampai batuk purulent
(menghasilkan sputum).

c) Sesak nafas : terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang


sampai setengah paru-paru.

d) Nyeri dada : jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila


infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis.

e) Malaise : ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun,


berta badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, dan keringat
malam.

f) Sianosis, sesak nafas, kolaps : merupakan gejala atelektasis.


Bagian dada pasien tidak bergerak saat bernafas dan jantung
terdorong pada sisi yang sakit. Pada foto toraks, pada sisi
yang sakit tampak bayangan hitam dan diafragma menonjol
ke atas.

g) Perlu dinyatakan dengan siapa pasien tinggal karena biasanya


penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan
tetapi merupakan penyakit infeksi menular.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Didapatkan keluhan adanya pernafasan pendek, nyeri pada


bagian dada, batuk yang tidak sembuh-sembuh dalam jangka
waktu 3 minggudan disertai dengan sputum ,demam, nafsu
makan menurun. Berat badan turun drastis, dan bila sudah
parah terjadi batuk darah.

3) Riwayat penyakit dahulu

a. sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.

b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.

c. Pernah berobat tetapi tidak teratur.

d. Riwayat kontak dengan penderita TB paru .

e. Daya tahan tubuh yang menurun.

f. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.

4) Riwayat kesehatan keluarga

Adanya riwayat penyakit TB paru pada keluarga yang lain


sangat menentukan, karena penyakit TB paru adalah penyakit
yang menular dan bisa ditularkan melalui udara, percikan atau
bercak ludah (droplet) (Somantri, 2013)

5) Riwayat pengobatan sebelumnya (Wahid&Suprapto,2013)

a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan


sakitnya.

b. Jenis, warna, dan dosis obat yang diminum.

c. Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan


dengan penyakitnya.

d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan yang terakhir.

6) Riwayat sosial ekonomi


a. Riwayat pekerjaan

Jenis pekerjaan, waktu, tempat bekerja dan jumlah penghasilan.

b. Aspek psikososial

Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikasi dengan bebas,


menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang mampu,
masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, karen untuk
sembuh perlu waktu dan biaya yang banyak, masalah tentang
masa depan atau pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus
harapan.

7) Pola fungsi kesehatan menurut Somantri (2013)

a. Pola nutrisi

Biasanya ditemukan adanya gangguan nutrisi karena pasien TB


paru biasanya mengalami anoreksia, mual, tidak enak diperut,
tidak nafsu makan, dan terjadi penurunan berat badan.

b. Pola eliminasi

Biasanya tidak selalu ditemukan kelainan eliminasi pada pasien


TB paru.

c. Pola aktifitas dan latihan

Biasanya pasien TB paru susah untuk beraktifitas karena biasanya


pasien TB paru mengalami sesak nafas sehingga jika terlalu
banyak beraktifitas pasien akan bertambah sesak. Pasien TB paru
juga sering mengalami keletihan sehingga tidak bisa beraktifitas.

d. Pola tidur dan istirahat


Biasanya pasien TB paru mengalami kesulitan tidur karena
mengalami sesak nafas juga biasanya mengalami nyeri dada
kaena batuk berulang, selain itu penderita juga akan menggigil
dan berkeringat pada malam hari.

e. Pola persepsi dan konsep diri

Adakah pengaruh dari gangguan atau penyakitnya terhadap


dirinya dan keluarga serta apakah gangguan yang dialami
mempunyai pengaruh terhadap peran sebagai istri atau suami
dalam hubungan rumah tangga.

8) Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum

Kesadaran : Umumnya pasien dengan kesadaran composmentis.


Tanda-tanda vital : peiksa apakah pasien mengalami demam, denyut
nadi bervariasi, pernafasan cepat, dan tekanan darahnya apakah
terjadi hipertensi atau hipotensi.

b. Tanda-tanda vital

Tekanan darah biasanya normal, pada umunya nadi pasien


meningkat, nafas cepat, mengalami kenaikan suhu ringan pada
malam hari, suhu mungkin tidak teratur dan sering kali tidak ada
demam.

c. Kepala

Biasanya wajah tampak pucat dan meringis, sklera tidak ikterik,


konjungtiva anemis, hidung tidak sianosis, mukosa bibir kering

d. Dada
Periksa apakah terjadi peningkatan frekuensi pernafasan, pada
perkusi terdengar bunyi pekak bila mengenai pleura dan terjadi efusi
pleura, ronki basah, kasar dan nyaring, hypersonor atau timpani
bila terdapat kavitas yang lengkap.

d. Kulit

Periksa apakah turgor kulitnya jelek tau bersisik, kehilangan


lemak subkutan, pada malam hari muncul keringat dingin.

e. Ektremitas

Periksa apakah akral dingin, kaku, sianosis, ekstremitas atas dan


bawah normal atau tidak.

9) Data penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Dahak

Pada saat TB paru baru mulai aktif dan didapatkan jumalh


leukosit meninggi dan jumlah limfosit dibawah normal.

2) Sputum

Pada pemeiksaan sputum kriteria BTA positif, ditemukan


sekurang-kurangnya 3 abatang kuman BTA dalam satu sediaan,
dengan kata lain ditemukan 5000 kuman dalam 1 ml sputum.

3) Tes tuberkulin

Pemeriksaan ini masih banyak digunakan untuk mmbantu


menegakkan diagnosis TB paru pada anak.

b. Pemeriksaan radiologis
Foto toraks merupakan pemeriksaan radiologis standar untuk
menunjang menegakkan diagnosis TB paru.

2. Kemungkinan diagnosis keperawatan yang muncul

Diagnosa yang mungkin muncul dari pengkajian adalah :

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan


sekret.

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi, keletihan


otot pernafasan.

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran


alveolar.

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan.

e. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (proses penyakit)

f. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi.

g. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan


kebutuhan oksigen

3. Rencana keperawatan
Rencana asuhan keperawatan pada pasien TB paru adalah sebagai berikut :

Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)


Keperawatan

1 Ketidakefektifan 1) Status pernafasan : kepatenan 1) Manajemen jalan nafas.


bersihan jalan jalan nafas.
a. Bersihkan jalan nafas
nafas
Kriteria hasil : dengan teknik chin lift
berhubungan
atau jaw thrust sebagai
dengan a. Frekuensi pernafasan tidak
mana mestinya.
penumpukan ada deviasi dari kisaran
sekret. normal. b. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan
b. Irama pernafasan tidak ada
ventilasi.
deviasi dari kisaran normal.
c. Lakukan fisioterapi dada
c. Kedalaman inspirasi tidak
sebagai mana mestinya.
ada deviasi dari kisaran
normal. d. Buang sekret dengan
memotivasi pasien untuk
d. Kemampuan untuk
melakukan batuk atau
mengeluarkan sekret tidak
menyedot lendir.
ada deviasi dari kisaran
normal. e. Instruksikan bagaimana
agar bisa melakukan
e. Suara nafas tambahan tidak
batuk efektif.
ada.
f. Auskultasi suara nafas
f. Dispnea dengan aktivitas
ringan tidak ada. g. Posisikan untuk
meringankan sesak
g. Batuk tidak ada.
nafas.

h. Monitor status
pernafasan dan
oksigenasi.

2) Monitor pernafasan

a. Monitor kecepatan,
2) Status pernafasan : ventilasi.
irama, kedalaman dan
a. Frekuensi pernafasan tidak kesulitan bernafas.
ada deviasi dari kisaran
b. Monitor suara nafas
normal.
tambahan.
b. Irama pernafasan tidak ada
c. Monitor pola nafas.
deviasi dari kisaran normal.
d. Auskultasi suara nafas,
c. Kedalaman inspirasi tidak
catat area dimana terjadi
ada deviasi dari kisaran
penurunan atau tidak
normal.
adanya ventilasi dan
d. Kapasitas vital tidak ada keberadaan suara nafas
deviasi dari kisaran normal. tambahan.

e. Suara perkusi nafas tidak e. Kaji perlunya


ada deviasi dari kisaran penyedotan pada jalan
normal. nafas dengan auskultasi
suara nafas ronki di paru.
f. Suara nafas tambahan tidak
ada. f. Monitor kemampuan
batuk efektif pasien.

g. Berikan bantua terapi


nafa jika diperlukan
(misalnya nebulizer)

Ketidakefektifan 1) Status pernafasan : ventilasi 1) Manajemen jalan nafas


pola nafas Kriteria hasil : a. Bersihkan jalan nafas
berhubungan dengan teknik chin lift
a. Frekuensi pernafasan tidak
dengan atau jaw thrust sebagai
ada deviasi dari kisaran
hiperventilasi. mana mestinya.
normal.
b. Posisikan pasien untuk
b. Irama pernafasan tidak ada
memaksimalkan
deviasi dari kisaran tekanan
ventilasi.
normal.
c. Lakukan fisioterapi dada
c. Suara perkusi nafas tidak
sebagai mana mestinya.
ada deviasi dari kisaran
normal. d. Buang sekret dengan
memotivasi pasien untuk
d. Kapasitas vital tidak ada
melakukan batuk atau
deviasi dari kisaran normal.
menyedot lendir.
e. Suara nafas tambahan tidak
e. Instruksikan bagaimana
ada.
agar bisa melakukan
f. Gangguan suara saat batuk efektif.
auskultasi tidak ada.
f. Auskultasi suara nafas

g. Posisikan untuk
meringankan sesak
nafas.

h. Monitor status
pernafasan dan
oksigenasi.

2) Terapi oksigen

a. Pertahankan kepatenan
jalan nafas.

b. Siapkan peralatan
oksigen dan berikan
melalui humidifier.

c. Berikan oksigen
tambahan seperti yang
diperintahkan.

d. Monitor aliran oksigen.

e. Monitor efektifitas terapi


oksigen.

f. Amati tanda-tanda
hipoventilasi induksi
oksigen.

g. Konsultasi dengan
tenaga kesehatan lain
mengenai penggunaan
oksigen tambahan
selama kegiatan atau
tidur.

3 Gangguan 1) Status pernafasan : 1) Terapi oksigen


pertukaran gas Pertukaran gas.
a. Pertahankan kepatenan
berhubungan
Kriteria hasil : jalan nafas.
dengan
perubahan a. Tekanan parsial oksigen di b. Siapkan peralatan
membran darah arteri (Pa02) tidak oksigen dan berikan
alveolar-kapiler. ada deviasi dari kisaran melalui humidifier.
normal.
c. Berikan oksigen
b. Tekanan parsial tambahan seperti yang
karbondioksida di darah diperintahkan.
arteri (PaCO2) tidak ada
d. Monitor aliran oksigen.
deviasi dari kisaran normal.
e. Monitor efektifitas terapi
c. Saturasi oksigen tidak ada
oksigen.
deviasi dari kisaran normal.
f. Amati tanda-tanda
d. Hasil rontgen dada tidak
hipoventilasi induksi
ada deviasi dari kisaran
oksigen.
normal.
g. Konsultasi dengan
tenaga kesehatan lain
2) Tanda-tanda vital mengenai penggunaan
oksigen tambahan
Kriteria hasil :
selama kegiatan atau
a. Suhu tubuh tidak ada tidur.
deviasi dari kisaran normal.

b. Denyut nadi radialis tidak


ada deviasi dari kisaran
normal.

c. Irama pernafasan tidak ada


deviasi dari kisaran normal.
2) Monitor tanda-tanda vital
d. Tekanan darah sistolik tidak
a. Monitor tekanan darah,
ada deviasi dari kisaran
nadi, suhu dan status
normal.
pernafasan dengan tepat.
e. Tekanan darah diastolik
b. Monitor tekanan darah
tidak ada deviasi dari
saat pasien berbaring,
kisaran normal.
duduk dan berdiri,
sebelum dan sesudah
perubahan posisi.

c. Monitor dan laporkan


tanda dan gejala
hipotermia dan
hipertermia.

d. Monitor keberadaan nadi


dan kualitas nadi.

e. Monitor suara paru-paru.

f. Monitor warna kulit

g. Monitor warna kulit,


suhu dan kelembaban

Anda mungkin juga menyukai