PENDAHULUAN
TB paru tidak menunjukan gejala yang berarti tetapi batuk merupakan gejala
yang paling sering terjadi dan merupakan indikator yang sensitif. Nyeri dada
juga merupakan tanda yang sering terjadi karena terlibatnya pleura dalam
proses penyakit (Djojojibroto, 2012)
Berdasarkan data WHO (2014) menjelaskan, pada tahun 2013 terdapat 9 juta
penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB. Pada tahun 2014 terdapat 9,6
juta penduduk dunia terinfeksi kuman TB. Jumlah kasus TB paru terbanyak
berada pada wilayah Afrika (37%). Wilayah Mediterania Timur (17%) dan
(28%) di wilayah Asia Tenggara (WHO,2015).
Kasus tuberkulosis paru di kota Padang pada tahun 2013 ada sebanyak 1288
kasus secara keseluruhan, sementara pada anak - anak usia 0-14 tahun ada
sebanyak 14 kasus. Untuk suspek berjumlah 8.005, sementara tuberkulosis
paru dengan BTA positif sebanyak 925 kasus dan persentase tuberkulosis
paru terhadap suspek adalah 11,56%. Jika dibandingkan dengan tahun 2012
kondisinya adalah sasaran BTA positif sebanyak 1.349 suspek dan ada
sebanyak 628 orang dengan kasus tuberkulosis paru baru dengan BTA
positif., kasus lama (kambuh) sebanyak 8 orang. Jika dilihat berdasarkan
gender, maka lebih banyak penderita tuberkulosis paru dengan BTA positif
adalah laki-laki (359 orang) dibandingkan perempuan penderita tuberkulosis
paru BTA positif sebanyak (269 orang) . Jika dibandingkan dengan tahun
2013 maka terjadi kenaikan kasus sebanyak 297 kasus . Penemuan kasus tb
paru dengan BTA positif beberapa tahun terakhir, yaitu pada tahun 2011 ada
sebanyak 942 kasus, 2010 sebanyak 853 kasus dan tahun 2009 sebanyak 748
kasus (Yulfira, 2013)
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian
2. Etiologi
3. Manifestasi Klinis
1) Batuk
2) Batuk darah
3) Sesak nafas
4) Nyeri dada
4. Klasifikasi
a. Tuberculosis primer
b. Tuberculosis sekunder
a. Tuberkulosis paru
5. Komplikasi
a. Komplikasi dini
1) Pleuritis
2) Effusi pleura
3) Empiema
4) Laringitis
b. komplikasi lanjut
4) Karsinoma paru
6. Patofisiologi
Masa jaringan baru disebut granuloma, yang berisi gumpalan basil yang
hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk
dinding. Granuloma berubah bentuk menjadi masa jaringan fibrosa.
Bagian tengah dari massa tersebut disebut Ghon Tubercle. Materi yang
terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik, membentuk
perkejuan (necrotizing caseosa). Setelah itu akan terbentuk klasifikasi,
membentuk jaringan kolagen. Bakteri menjadi non aktif.
Penyakit akan berkembang menjadi aktif setelah infeksi awal, karena
respons sistem yang tidak adekuat. Penyakit aktif dapat juga timbul
akibat infeksi ulang atau aktifnya kembali bakteri yang tidak aktif. Pada
kasus ini, terjadi ulserasi pada ghon tubercle, dan akhirnya menjadi
perkejuan. Tuberkel yang ulserasi mengalami proses penyembuhan
membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian
meradang, mengakibatkan bronkopneumonia, pe,bentukan tuberkel, dan
seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh denagn sendirinya.
Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak
di dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar getah bening.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh
limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis
serta jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblast akan
menimbulkan respons berbeda dan akhirnya membentuk suatu kapsul
yang dikelilingi oleh tuberkel.
7. Cara Penularan
a) Berbicara
b) Batuk
c) Bersin
d) Menyanyi
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan
diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap
semua OAT, terutma rifampisin. Bilapengobatan tahap intensif
tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi
tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar
penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada
akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahap intensif
sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
Panduan obat yang digunakan terdiri dari obat utaman dan obat
tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan
rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH,
Pirasinamid,Streptomisin, dan Etambutol. Sedang jenis obat
tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksilin +
Asan Klavulanat, derivat rifampisin /INH.
Jenis dan dosis OAT :
a. Isoniasid (H)
b. Rifampisin (R)
c. Pirasinamid (Z)
d. Streptomisin (S)
9. Pemeriksaan Penunjang
4) Terdapat klasifikasi.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Darah
2) Sputum BTA
1. Pengkajian
a. Data Pasien
b. Riwayat Kesehatan
1) keluhan utama
b. Aspek psikososial
a. Pola nutrisi
b. Pola eliminasi
8) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
b. Tanda-tanda vital
c. Kepala
d. Dada
Periksa apakah terjadi peningkatan frekuensi pernafasan, pada
perkusi terdengar bunyi pekak bila mengenai pleura dan terjadi efusi
pleura, ronki basah, kasar dan nyaring, hypersonor atau timpani
bila terdapat kavitas yang lengkap.
d. Kulit
e. Ektremitas
9) Data penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Dahak
2) Sputum
3) Tes tuberkulin
b. Pemeriksaan radiologis
Foto toraks merupakan pemeriksaan radiologis standar untuk
menunjang menegakkan diagnosis TB paru.
3. Rencana keperawatan
Rencana asuhan keperawatan pada pasien TB paru adalah sebagai berikut :
Rencana Keperawatan
h. Monitor status
pernafasan dan
oksigenasi.
2) Monitor pernafasan
a. Monitor kecepatan,
2) Status pernafasan : ventilasi.
irama, kedalaman dan
a. Frekuensi pernafasan tidak kesulitan bernafas.
ada deviasi dari kisaran
b. Monitor suara nafas
normal.
tambahan.
b. Irama pernafasan tidak ada
c. Monitor pola nafas.
deviasi dari kisaran normal.
d. Auskultasi suara nafas,
c. Kedalaman inspirasi tidak
catat area dimana terjadi
ada deviasi dari kisaran
penurunan atau tidak
normal.
adanya ventilasi dan
d. Kapasitas vital tidak ada keberadaan suara nafas
deviasi dari kisaran normal. tambahan.
g. Posisikan untuk
meringankan sesak
nafas.
h. Monitor status
pernafasan dan
oksigenasi.
2) Terapi oksigen
a. Pertahankan kepatenan
jalan nafas.
b. Siapkan peralatan
oksigen dan berikan
melalui humidifier.
c. Berikan oksigen
tambahan seperti yang
diperintahkan.
f. Amati tanda-tanda
hipoventilasi induksi
oksigen.
g. Konsultasi dengan
tenaga kesehatan lain
mengenai penggunaan
oksigen tambahan
selama kegiatan atau
tidur.