Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DENGAN TB PARU


DI PUSKESMAS BESTARI TAHUN 2023

Dosen Pengampu : Poniyah Simanullang, SKM, M.Kes

Disusun Oleh :

Kelompok 3

1. Inri Efriliani Br Sembiring


2. Sherly Efrimawati Laia
3. Hepi Masrita Ndruru
4. Takdir Daya
5. Puja Warni Dawolo

Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Darma Agung

Medan

T.A 2023

1
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius yang biasanya menyerang
parenkim paru. Tuberkulosis dapat menyerang organ lain seperti meninges, ginjal,
tulang, dan nodus limfe. Penyebab TB Paru itu adalah mycobacterium Tuberkulosis,
bakteri yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet
(Smeltzer & Bare, 2013).
Penyakit TB Paru merupakan penyakit menular yang dapat disembuhkan.
Penderita TB Paru berrisiko tinggi dalam menularkan penyakit ini ke orang lain
melalui droplet yang secara tidak sengaja terhirup oleh orang yang sehat. Biasanya
yang rentan menghirup atau yang terpajan droplet dari penderita adalah mereka yang
dekat dengan penderita terutama keluarga dan petugas pelayanan kesehatan. Menurut
Crofton (2002) seorang penderita tuberkulosis dewasa dapat menularkan pada 10-15
orang. Sekali batuk penderita dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak
(droplet).
Tingginya kasus penularan TB Paru dibuktikan dengan bertambahnya jumlah
penderita TB. Menurut WHO (2015) pada tahun 2013 terdapat 9 juta penduduk dunia
telah terinfeksi kuman TB Paru dan pada tahun 2014 meningkat menjadi 9,6 juta
penduduk dunia terinfeksi kuman TB Paru.
Menurut data rekam medis RST Dr. Soedjono Magelang, jumlah penderita
dengan Tuberkulosis (TB) paru BTA (+) dengan biakan kuman TB 2 pada tahun 2016
yaitu sebanyak 73 orang sedangkan tahun 2017 sampai bulan November ini berjumlah
105 orang. Dari studi pendahuluan yang dilakukan di RST Dr. Soedjono Magelang
pada tanggal 30 November 2017 di dapatkan hasil bahwa klien dan orang disekitar
klien belum menerapkan bagaimana cara untuk mengurangi risiko penularan, terbukti
saat studi pendahuluan dengan 2 klien yang pada saat itu dirawat, klien tidak menutup
mulut saat batuk maupun berbicara, keluarga klien yang menemani klien tidak
menggunakan masker begitu juga dengan klien serta penggunjung keluar masuk ruang
isolasi dengan bebas.

2
Kurangnya sikap dan perilaku klien TB Paru dalam pencegahan penularan
infeksi tersebut sesuai dengan penelitian dari Nurhayati (2015) yang berjudul
“Perilaku Pencegahan dan Faktor – Faktor yang Melatarbelakanginya pada Klien
Tuberkulosis Multidrugs Resistance ( TB MDR )” yang mengindikasikan bahwa
kebanyakan penderita masih mempunyai kebiasaan sering tidak menutup mulut ketika
batuk dan tidak menggunakan masker. Peningkatan kejadian penularan TB Paru juga
disebabkan oleh ketidakpatuhan penderita TB Paru terhadap pengobatan yang dapat
menyebabkan penderita menjadi resisten terhadap pengobatan dan dapat menambah
penderita TB Paru baru akibat dari penularan kuman TB Paru tersebut (Rizana, 2016).
Menurut Long (1996) untuk mencegah penularan infeksi TB Paru adalah
dengan mengobati klien – klien dengan obat Tuberkulosis dan mencegah kontaminasi
udara oleh bakteri. Cara yang paling efektif untuk 3 mencapai keduanya adalah
dengan melakukan penyuluhan terhadap klien maupun keluarga mengenai bagaimana
cara memutus rantai penularan infeksi dengan menutup mulut ketika batuk, bersin
atau ketawa secara benar dan penggunaan masker yang baik. Menurut Sudoyo (2013)
perawat diharapkan dapat menginstruksikan kepada klien dan keluarganya tentang
prosedur pencegahan penularan infeksi dengan membuang tisu basah dengan baik dan
mencuci tangan.
Dengan dilakukannya pencegahan penularan infeksi ini diharapkan dapat
merubah sikap penderita dalam mencegah penularan dengan cara menerapkan
bagaimana etika batuk yang baik, penggunaan masker dan lain sebagainya untuk
mengendalikan lingkungan udara agar tidak terkontaminasi oleh bakteri yang terdapat
pada dahak penderita. Maka tindakan ini dapat menekan angka penularan dari seorang
penderita kepada orang sehat sehingga angka kejadian TB Paru bisa pelahan menurun.

B. Batasan Masalah
Masalah pada laporan kasus ini dibatasi pada Asuhan Keperawatan Pada TB
Paru dengan Fokus Studi Pencegahan Penularan Infeksi.

C. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada TB Paru dengan fokus studi
Pencegahan Penularan Infeksi Pada Klien TB Paru?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
3
Menggambarkan asuhan keperawatan pada TB Paru dengan fokus studi
Pencegahan Penularan Infeksi.
2. Tujuan Khusus
a. Menggambarkan kemampuan dalam mengkaji klien TB Paru dengan fokus
studi Pencegahan Penularan Infeksi.
b. Menggambarkan perumusan masalah keperawatan yang ditemukan pada klien
TB Paru dengan fokus studi Pencegahan Penularan Infeksi.
c. Menggambarkan perencanaan bagaimana Pencegahan Penularan Infeksi.
d. Menggambarkan pelaksanaan tindakan keperawatan Pencegahan Penularan
Infeksi pada klien TB Paru.
e. Menggambarkan evaluasi pencapaian tujuan pengelolaan Pencegahan
Penularan Infeksi pada klien TB Paru.
f. Membandingkan respon 2 klien dengan TB paru setelah dilakukan tindakan
pencegahan penularan infeksi.

E. Manfaat Penelitian
Diharapkan dapat memberikan informasi dan memperluas ilmu khususnya
mengenai pencegahan penularan infeksi kuman TB paru.

4
BAB 2
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Tuberkulosis Paru


Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
bakteri microbacterium tuberkulosis yang merupakan salah satu penyakit
saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar bakteri tuberkulosis
masuk kedalam jaringan paru melalui udara dan selanjutnya mengalami proses
yang dikenal sebagai fokus primer dari ghon (Wijaya, 2013).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang biasanya menyerang parenkim paru,
yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberkulosis. TB dapat mengenai
hampir kesemua bagian tubuh, termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus
limfe. Infeksi awal biasanya terjadi dalam 2 sampai 10 minggu setelah ajanan
(Smeltzer & Bare, 2015).
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium Tuberkulosis
yanng hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling
banyak adalah paru-paru. Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh Mycobacterium Tuberkulosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Padila,
2013).
Jadi, TB Paru merupakan penyakit infeksi yang biasanya menyerang paru –
paru khususnya bagian parenkim paru. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium Tuberkulosis yang terhirup oleh manusia melalui 7 udara.
Namun tidak hanya paru – paru, bagian tubuh lainnya juga dapat terserang
penyakit ini seperti meninges, ginjal, tulang dan lain sebagainya. Penyakit ini
merupakan penyakit menular yang dapat disembuhkan dengan pengobatan yang
tepat dan teratur.

B. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberkulosis, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3- 0,6/um.
Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian
peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih
tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam

5
(BTA). Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan
dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena
kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit
kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. 9 Dalam hal ini
tekanan oksigen pada bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberculosis (Setiati, 2014).

C. Patofisiologi
Ketika seorang penderita TB Paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara
tidak sengaja percikan dahak yang mengandung kuman atau bakteri jatuh ke
tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara
yang panas, percikan dahak tadi menguap ke udara. Dengan pergerakan angin
akan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam dahak tadi terbang
ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat maka orang itu berrisiko
terkena infeksi bakteri tuberkulosis (Muttaqin, 2008).
Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis
pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus)
Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila
menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura (Setiati, 2014:865).
Bakteri yang masuk ke paru – paru dapat bertahan hidup dan menyebar ke limfe
serta aliran darah sehingga dapat 10 menyebabkan seluruh organ seperti paru,
otak, ginjal, tulang terinfeksi oleh bakteri ini (Nurarif, 2015).
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit
(neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit spesifik-tuberkulosis
melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini
mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan
bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah
pemajanan (Sudoyo, 2013).
Infeksi primer mungkin hanya berukuran mikroskopis dan karenanya tidak
tampak pada foto rongten. Tempat infeksi primer dapat mengalami proses
degenerasi nekrotik (perkejuan) tetapi bisa saja tidak, yang menyebabkan
pembentukan rongga yang terisi oleh massa basil tuberkel seperti keju, sel-sel
6
darah putih yang mati, dan jaringan paru nekrotik. Pada waktunya, material ini
mencair dan dapat mengalir ke dalam percabangan trakeobronkial dan di
batukkan (Asih, 2004:82).
Produksi sputum merupakan gejala yang tidak khas pada banyak penyakit
paru. Umumnya, sputum merupakan produk peradangan atau infeksi saluran
pernapasan, namun dapat juga berasal dari alveolus. Akibat sekresi mukus yang
berlebihan meliputi batuk, sumbatan saluran pernapasan dan obstruksi saluran
pernapasan (Ringel, 2012).
Saluran perapasan mempunyai beberapa alat untuk mengekspresikan
ketidaksenangannya atau iritasinya. Saluran pernapasan dan parenkim paru
mempunyai beberapa reseptor, tetapi batuk merupakan respon utama paru 11
terhadap rangsangan bahaya. Reseptor iritan di seluruh saluran pernapasan
dapat memicu batuk sebagai suatu usaha untuk membersihkan materimateri
bahaya. Jenis batuk pembersih tenggorokan lebih sering berkaitan dengan iritasi
saluran pernapasan atas. Adanya sputum menunjukan adanya infeksi,
peradangan saluran pernapasan (Ringel,2012).
Dahak manusia merupakan sumber infeksi yang paling penting. Saat penderita
batuk, bersin maupun berbicara maka akan terjadi percikan dahak yang sangat
kecil yang mengandung kuman atau bakteri TB yang melayang-layang diudara.
Sehingga dengan mudah akan terhirup oleh manusia yang sehat dan
menyebabkan orang sehat tersebut tertular penyakit TB Paru karena
ketidaktahuannya dalam mencegah penularan (Crofton, 2002).

D. Manifestasi Klinis
Keluhan yang timbul pada penderita TB Paru bermacam-macam pada setiap
orang. Namun menurut Setiati (2014) yang sering timbul adalah gejala sebagai
berikut :
a. Demam : biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-
kadang panas badan dapat mencapai 40 - 410C. Serangan demam pertama dapat
sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya
hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga klien merasa tidak pernah
terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh
daya tahan tubuh klien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang
masuk.
7
b. Batuk/batuk berdarah : gejala ini banyak di temukan. Batuk terjadi karena
adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini di perlukan untuk membuang produk –
produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak
sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan
paru yakni setelah berminggu – minggu atau berbulan – bulan peradanngan
bermula. Sifat batuk bermula dari batuk kering (non-produktif) kemudian
setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan
yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang
pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi
dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
c. Sesak napas : pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan
sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri dada : gejala ini agak jarang yang ditemukan. Nyeri dada timbul bila
infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu klien mmenarik / melepaskan napasnya.
e. Malaise : penyakit tuberkulosi bersifat radamg yang menahun. Gejala
malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak nafsu makan, badan makin
kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dll.
Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara
tidak teratur.

E. Klasifikasi
Tuberkulosis paru dibedakan menjadi tiga macam yaitu :
a. Tuberculosis paru BTA positif (sangat menular)
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 pemeriksaan dahak, memberikan hasil
yang positif.
2) Satu periksaan dahak memberikan hasil yang positif dan foto rontgen
dada menunjukan Tuberculosis aktif.
b. Tuberculosis BTA negative
Pemeriksaan dahak positif negative / foto rontgen dada menunjukan
tuberculosis aktif. Positif negetif yang dimaksudkan disini adalah “hasilnya
meragukan”, jumlah kuman yang ditemukan pada waktu pemeriksaan
belum memenuhi syarat positif.
8
c. Tuberculosis ekstra paru
Tuberculosis ekstra paru adalah kuman mikrobakterium tuberkulosa yang
menyerang organ tubuh lain selain paru-paru, missal selaput paru, selaput
otak, selaput jantung, kelenjar getah bening, tulang, persendian kulit, usus,
ginjal, saluran kencing dan lain-lain.

F. Komplikasi
Apabila TB Paru tidak ditangani dengan benar maka akan menimbulkan komplikasi.
Ada dua komplikasi, yaitu komplikasi dini dan komplikasi lanjut :
a. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empisema, laringitis, usus.
b. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas -> SOPT (sindrom obstruksi pasca
tuberkulosis ), kerusakan parenkim berat -> fibrosis paru, kor pulmonal,
amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering
terjadi pada TB milier dan kavitas TB (Setiati, 2014).

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mansjoer, dkk (1999: 437), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan
pada klien dengan Tuberkulosis paru, yaitu :
a. Laboratorium darah rutin : LED normal / meningkat, limfositosis.
b. Pemeriksaan sputum BTA : hanya 30 – 70 % klien yang dapat didiagnosa
dengan pemeriksaan ini.
c. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase) : uji serologi imunoperoksidase
memakai alat histogen staining untuk menentukan adanya igG spesifik terhadap
basil TB.
d. Tes Mantoux / Tuberkulin : suatu cara untuk mendiagnosis TBC.
e. Tehnik Polymerase Chain Reaction : deteksi DNA kuman secra spesifik
melalu amplifikasi dalam meskipun hanya satu mikroorganisme dalam
spesimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
f. Becton Dickinson diagnostic instrumen sistem (BACTEC): deteksi growth
indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh
mikrobakterium Tuberkulosis.
g. MYCODOT : deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang
direkatkan pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastic, kemudian di celupkan
dalam jumlah memadai memakai warna sisir akan berubah.

9
h. Pemeriksaan Radiology : rontgen thorax PA dan lateral, gambaran foto
thorax yang menunjang diagnosis TB, yaitu :
1) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segment apikal lobus
bawah.
2) Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular).
3) Adanya kavitas, tunggal atau ganda.
4) Kelainan bilateral terutama dilapangan atas paru.
5) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
6) Bayangan millie (Nurarif, 2015).

H. Penatalaksanaan Klinis
Petalaksanaan pasien dengan Tuberkulosis paru dibagi menjadi 2 yaitu
farmakologis dan non farmakologis, sebagia berikut:
1. Medis (Farmakologi)
a. Tujuan pengobatan Tuberkulosis adalah:
1) Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta kualitas hidup.
2) Mencegah terjadinya kematian oleh karena Tuberkulosis Paru atau dampak
buruk selanjudnya.
3) Mencegah terjadinya kekambuhan Tuberkulosis Paru.
4) Menurunkan penularan Tuberkulosis Paru.
5) Mencegah terjadinya dan penularan Tuberkulosis Paru resistant.
b. Prinsip pengobatan Tuberkulosis Paru.
Obat Anti Tuberculosis (OAT) adalah komponen penting dalam pengobatan
TB. Pengobatan TB Paru adalah merupakan salah satu upaya penting efisien
untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman Micobacterium
Tuberculosa. Pengobatan yang adekuat harus memahami prinsip (Kesehatan R.,
2014):
1) Pengobatan diberikan dalam bentuk panduan OAT yang tepat mengandung
minimal 4 macam oabat untuk mencegah terjadinya resistensi.
2) Diberikan dalam dosis yang tepat.
3) Ditelan secara teratur dan diawasi seraca langsung oleh POM (Pengawas
Menelan Obat) sampai selesai pengobatanPengobatan diberikan dalam jangka
waktu yang cukup lama terbagi dalam tahap awal serta tahap lanjud untuk
mencegah kekambuhan.
10
c. Pengobatan tuberculosis.
Terbagi menjadi 2 fase: fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7
bulan. Jenis obat anti tuberculosis:
1) Jenis obat utama yang digunakan adalah :
a) Rifampisin
b) INH
c) Pirazinamid
d) Steptomisin
e) Etambutol
2) Kombinasi dosis tetap Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 4 obat
antituberkulosis yaitu rifamsinin, INH., pirazinamid dan etambutol dan 3
obat antituberkulosis, yaitu rifampisin, INH dan pirazinamid.
3) Jenis obat tambahan lainnya.
a) Kanamisin
b) Kuinolon
c) Obat lain masih dalam penelitian makrolid, amaksilin, asam klavulanat
d) Deviyat rimfampisin dan INH
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Penerapan batuk efektif dan fisioterapi dada pada pasien TB paru yang
mengalami ketidakefektifan bersihan jalan nafas mampu meningkatkan
pengeluaran sekret. Disarankan untuk menerapkan latihan batuk efektif dan
fisioterapi dada bagi pasien TB Paru dengan masalah keperawatan
ketidakefektifan bersihan jalan nafas sebagai tindakan mandiri
keperawatan(Sitorus, Lubis, & dkk. 2018).
b. Pemberian posisi semi fowler pada pasien TB paru telah dilakukan
sebagai salah satu cara untuk membantu mengurangi sesak napas Posisi
yang tepat bagi pasien dengan penyekit kardiopulmonari adalah diberikan
posisi semi fowler denagn derajat kemiringan 30- 45. Tujuan untuk
diketahui pengaruh pemberian posisi semi fowler terhadap kestabilan pola
napas pada pasien TB paru. (Majampoh, et al., 2013).
c. Pemberian terapi Vitamin A dan Vitamin D diteliti berfungsi sebagai
imunomodulator yang terlibat dalam aktivasi makrofag melawan patogen.
Metabolit aktif akan memodulasi respon pejamu terhadap infeksi
mikrobakteria sehingga terjadi pengeluaran cathelicidin yang berfungsi
11
sebagai antimikroba untuk menginduksi autofagi. Defisiensi vitamin D
merupakan salah satu faktor risiko terpapar TB dan berhubungan erat
dengan sistem imun yang menurun. Penelitian sebelumnya menyatakan
vitamin D mampu meningkatkan respon inflamasi penderita TB sehingga
terjadi perbaikan klinis yang cukup signifikan (Sugiarti Ramadhian, & dkk,
2018). Menurut (Greenhalgh & Butler, 2017)terapi sinar matahari/ vitamin
D dimulai pada musim panas antara pukul 05.00- 06:00 pagi sampai tengah
hari. Klien di perkenankan untuk berjemur selama 15 hari. Pada hari
pertama kaki terkena sinar matahari selama 5 menit, pada hari kedua 10
menit dan kaki bagian bawah selama selama 5 menit. Dengan demikian
turus berlanjut selama 15 hari secara bertahap. Vitamin D telah terbukti
dalam meningkatkan kekebalan orang-orang yang berhubungan dengan TB.
Pengobatan TB akan tampak bahwa vitamin D bukan obat tetapi tambahan
berharga untuk menghilangkan patogen oleh sistem kekebalan tubuh dan
antibiotik.
d. Penatalaksaan diet makanan Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP).
Tingkat kecukupan energi responden tuberkulosis mayoritas berada pada
kategori kurang, baik tuberkulosis dengan sputum BTA (+) maupun sputum
BTA (-). Hal ini disebabkan karena mayoritas responden tuberkulosis tidak
menjalankan diet tepat yaitu Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP). Asupan
energi diperoleh dari konsumsi makanan seseorang sehari-hari untuk
menutupi pengeluaran energi, baik orang sakit maupun orang sehat.
konsumsi pangan harus mengandung energi yang cukup sesuai dengan
kebutuhannya. Kebutuhan energi mengalami penurunan 5% setiap 10 tahun
(Lauzilfa, Wirjatmadi, & dkk, 2016).
e. Serta dukungan utama keluarga dapat mengembangkan respon koping
yang efektif untuk beradaptasi dengan baik dalam menangani stresor yang
dihadapi terkait penyakitnya baik fisik. psikologis maupun sosial. Pengawas
Menelan Obat (PMO) untuk pasien TB paru terbanyak adalah keluarga
(Suami, istri, orangtua, anak, menantu) yaitu sebanyak 93%, sebanyak 4.7%
petugas kesehatan. Secara fungsional dukungan mencakup emosional
berupa adanya ungkapan perasaan, memberi nasihat atau informasi, dan
pemberian bantuan material. Dukungan juga terdiri atas pemberian
informasi secara verbal atau non verbal, bantuan nyata atau tindakan yang
12
diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran keluarga
mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak
penerima(Hasanah, Makhfudli, & dkk, 2018).

I. Prognosis
Tuberculosis paru dapat disembuhkan secara total dengan pemberian obat
antituberculosis (OAT) yang di konsumsi selama 6 bulan secara rutin.
J. Pencegahan
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi
mycobactenum tuberkuloisi adalah sebagai berikut:
a. Oleh penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk, dan
membuang dahak tidak di sembatang tempat (di dalam larutan disinfektan).
b. Dengan memberikan vaksin BCG pada bayi
c. Disinfeksi, cuci tangan, dan tata rumah tangga dan kebersihan yang ketat,
perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan Judah, memperbaiki ventilasi,
sirkulasi udara, dan penyinaran matahari dirumah. Menghindari faktor
predisposisi seperti merokok, udara yang lembab dan kotor (polusi).
d. Mencegah kontak langsung dengan penderita tuberculosis paru.

13
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

PENGKAJIAN

I. Data demografi
1. Distribusi Pendudukan Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin

No Umur Jenis Kelamin


Laki- % Perempuan % Total %
laki
1 0-5 tahun 2 10 2 10 4 10
2 6-12 tahun 4 20 2 10 6 15
3 13-18 tahun 2 10 4 20 6 15
4 19-35 tahun 3 15 6 30 9 22,5
5 36-54 tahun 3 15 4 20 7 17,5
6 >55 tahun 6 30 2 10 8 20
Total 20 10 20 100 4 100
0 0
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, umur terbanyak laki-laki adalah >55 tahun yaitu 6
orang (30%), sedangkan untuk perempuan terbanyak pada umur 19-35 tahun yaitu 6 orang
(22,5%). Hal ini menunjukan bahwa di wilayah Petisah Tengah penduduk yang terbanyak
adalah usia produktif, sehingga memudahkan untuk mencari sumber tenaga / sumber daya
manusia yang potensial.

2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Pendidikan

No Pendidikan Frekuensi %
1 Belum Sekolah 3 7,5
2 Tidak Sekolah 0 0
3 TK 1 2,5
4 SD 2 5
5 SMP 10 2,5
6 SMA 20 50
7 Perguruan Tinggi 4 10
Total 40 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, distribusi penduduk paling banyak mempunyai
pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu 20 orang (50%).

3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Frekuensi %


1 Pelajar/belum bekerja 12 30
2 Tidak bekerja 8 20
3 PNS 2 5
4 TNI/Polri 0 0

14
5 Pensiunan 2 5
6 Swasta 16 40
Total 40 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, sebagian penduduk bekerja di sector swasta yaitu
sebanyak 16 orang (40%). Tetapi masih ada penduduk yang tidak bekerja sebanyak 8 orang
(20%).

4. Distribusi penduduk Berdasarkan Agama

No Agama yang dianut Frekuensi %


1 Islam 22 55
2 Kristen 16 40
3 Hindu 0 0
4 Budha 2 5
5 Konghucu 0 0
Total 40 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, mayoritas agama yang dianut oleh penduduk
Petisah Tengah adalah Islam yaitu sebanyak 22 orang (55%).

II. Data Lingkungan Fisik


1. Perumahan
a. Tipe Perumahan
No Tipe Rumah Frekuensi %
1 Permanen 8 100
2 Semipermanen 0 0
3 Tidak pemanen 0 0
Total 8 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, sebagian besar 100% tipe rumah penduduk adalah
rumah permanen.

b. Status Kepemilikan rumah

No Kepemilikan Frekuensi %
1 Milik Sendiri 1 12,5
2 Numpang 2 25,0
3 Sewa 5 62,5
Total 8 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, status kepemilikan rumah sebagian besar 62,5
adalah sewa.

c. Jenis Lantai

15
No Lantai Frekuensi %
1 Tanah 0 0
2 Papan 0 0
3 Tegel 6 75
4 Semen 2 25
Total 8 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, sebagian besar lantai rumah penduduk 75%
berlantai tegel dan 25% berlantai semen.

d. Sistem ventilasi rumah

No Jendela Frekuensi %
1 Ada 2 25
2 Tidak ada 6 75
Total 8 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, 75% tidak memiliki system ventilasi rumah
sehingga sirkulasi udara tidak masuk kedalam rumah.

e. Sistem pencahayaan rumah pada siang hari

No Pencahayaan Frekuensi %
1 Terang 6 75
2 Remang-remang 2 25
3 Gelap 0 0
Total 8 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, 75% penduduk memiliki pencahayaan terang
dirumah setiap siang hari terang karena cahaya lampu.

f. Jarak rumah dengan tetangga

No Jarak Rumah Frekuensi %


1 Bersatu 6 75
2 Dekat 1 12,5
3 Terpisah 1 12,5
Total 8 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, jarak rumah dengan tetangga 75% bersatu.

g. Halaman di sekitar rumah

No Halaman Frekuensi %
1 Ada 2 25
2 Tidak ada 6 75
Total 8 100

16
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, 75% rumah penduduk tidak memiliki halaman
rumah.

h. Pemanfaatan pekarangan rumah

No Pemanfaatan Pekarangan Frekuensi %


1 Kebun 0 0
2 Kolam 0 0
3 Kandang 0 0
4 Tidak dimanfaatkan 8 100
Total 8 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, tidak ada pemanfaatan pekarangan rumah
karena sebagian besar tidak memiliki pekarangan.

2. Sumber Air Bersih


a. Sumber air untuk memasak dan minum

No Sumber Air Frekuensi %


1 PAM 6 75
2 Sumur 0 0
3 Air Mineral 2 25
Total 8 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, sebagian besar 75% penduduk menggunakan
air PAM untuk keperluan memasak dan minum.

b. System pengolahan air minum

No Pengolahan Frekuensi %
1 Dimasak 8 100
2 Tidak dimasak 0 0
Total 8 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, sebagian besar 100% penduduk pengolahan air
minum adalah dimasak, hal ini sesuai dengan syarat kesehatan.

c. Sumber air untuk mandi dan mencuci

No Sumber Air Frekuensi %


1 PAM 8 100
2 Sumur 0 0
3 Air sungai atau jublang 0 0
Total 8 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, 100% penduduk sumber air untuk mandi dan
mencuci adalah air PAM.

d. Jarak sumber air dengan septik tank

No Jarak Frekuensi %
1 Kurang dari 10 meter
2 Lebih dari 10 meter

17
Total
Interprestasi:

e. Tempat penampungan air sementara

No Penampungan Frekuensi %
1 Bak 6 75
2 Ember 2 25
3 Gentong 0 0
4 Lain-lain 0 0
Total 8 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, 75% tempat penampungan air adalah Bak.

f. Kondisi tempat penampungan

No Kondisi Tempat Frekuensi %


1 Tertutup 2 25
2 Terbuka 6 75
Total 8 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, masih ada 75% penduduk yang tempat penampungan
air dalam kondisi terbuka.

g. Kondisi air

No Kondisi Air Frekuensi %


1 Berwarna 0 0
2 Berbau 0 0
3 Berasa 0 0
4 Tidak berasa/tidak berwarna 8 100
Total 8 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, sebagian besar 100% kondisi air tidak beras /
berwarna, hal ini karena sesuai dengan syarat kesehatan.

3. Sistem Pembuangan sampah


a. Pembuangan sampah

No Sistem Pembuangan Frekuensi %


1 Tempat Pembuangan Umum 6 75
2 Di Sungai 0 0
3 Ditimbun 0 0
4 Dibakar 0 0
5 Di sembarangan Tempat 2 25
Total 8 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, sebagian tempat pembuangan umum 75%
pembuangan sampah adalah tempat pembuangan umum.

18
b. Tempat penampungan sampah sementara

No Penampungan Sementara Frekuensi %


1 Ada 6 75
2 Tidak ada/ Sembarangan 2 25
Total 8 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, 75% penduduk membuang sampahnya ke tempat
sampah.

c. Kondisi tempat penampungan sampah sementara

No Kondisi Penampungan Frekuensi %


1 Terbuka 8 100
2 Tertutup 0 0
Total 8 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, 100% kondisi tempat pembuangan sampah sementara
terbuka, kondisi ini dapat meimbulkan bahaya lingkungan bila tidak dirawat dengan baik.

d. Jarak tempat penampunagn sampah dengan rumah

No Jarak dengan Rumah Frekuensi %


1 Kurang dari 5 meter
2 Lebih dari 5 meter
Total
Interprestasi:

4. Sistem Pembuangan Kotoran Rumah Tangga


a. Kebiasaan keluarga buang air besar

No System Pembuangan Frekuensi %


1 WC 8 100
2 Sungai 0 0
3 Sembarangan tempat 0 0
Total 8 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, seluruh penduduk 100% memiliki WC sendiri.

b. Jenis jamban yang digunakan

No Jenis Jamban Frekuensi %


1 Cemplung 0 0
2 Plengsengan 0 0
3 Leher angsa 8 100

19
Total 8 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, 100% jenis jamban yang digunakan oleh penduduk
adalah leher angsa, hal ini karena sesuai dengan syarat kesehatan.

c. System pembuangan air limbah

No Tempat Pembuangan Frekuensi %


1 Resapan
2 Selokan
3 Sembarangan tempat
Total
Interprestasi:

5. Hewan Peliharaan
a. Kepemilikan hewan ternak di rumah

No Hewan Peliharaan Frekuensi %


1 Ada
2 Tidak ada
Total
Interprestasi:

b. Letak kandang

No Letak Kandang Frekuensi %


1 Dalam Rumah
2 Luar Rumah
Total
Interprestasi:

c. Kondisi kandang

No Kondisi Kandang Frekuensi %


1 Terawat
2 Tidak terawat
Total
Interprestasi:

III. Kondisi Kesehatan Umum


20
1. Pelayanan kesehatan
a. Sarana Kesehatan yang paling dekat
No Sarana Kesehatan Terdekat Frekuensi %
1 Puskesmas 8 100
2 Praktik Swasta 0 0
3 Balai Pengobatan 0 0
4 Lain-lain 0 0
Total 8 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, sebagian besar 100% tempat berobat penduduk
adalah Puskesmas.

b. Tempat berobat keluarga

No Tempat berobat Keluarga Frekuensi %


1 Puskesmas 8 100
2 Rumah Sakit 0 0
3 Dokter Praktik Swasta 0 0
4 Bidan/Perawat 0 0
5 Balai Pengobatan/Poliklinik 0 0
Total 8 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, sebagian besar 100% tempat berobat keluarga
adalah Puskesmas.

c. Kebiasaan sebelum berobat

No Kebiasaan Sebelum Berobat Frekuensi %


1 Beli Obat Bebas 8 100
2 Jamu 0 0
3 Tidak ada 0 0
Total 8 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, 100% kebiasaan sebelum berobat adalah beli
obat bebas.

d. Sumber pendanaan kesehatan keluarga

No Pendanaan Kesehatan Frekuensi %


1 Askes/Astek 0 0
2 Dana Sehat 0 0
3 JPS/Askin/Jamkesmas 6 75
4 Umum 2 25
Total 8 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, sebagian besar 75% sumber pendanaan
keluarga dengan menggunakan pembiayaan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah.

e. Penyakit yang sering diderita keluarga dalam 6 bulan terakhir

No Jenis Penyakit Frekuensi %


1 Batuk Pilek 2 25
2 Asma 0 0

21
3 TBC 4 50
4 Typhoid 0 0
5 Asam Urat 0 0
6 Hipertensi 2 25
7 Lain-lain 0 0
8 Tidak ada 0 0
Total 8 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, sebagian besar 50% penyakit yang sering di
derita oleh keluarga dalam 6 bulan terakhir adalah penyakit TBC dalam hal ini berhubungan
dengan kurangnya menjaga pola makan serta lingkungan yang bersih.

2. Ibu hamil dan Menyusui


a. jumlah pasangan usia subur

No PUS Frekuensi %
1 21-30 tahun
2 31-40 tahun
3 41-65 tahun
Total
Interprestasi:

b. pasangan usia subur yang menjadi akseptor KB

No Akseptor KB Frekuensi %
1 Ya, menggunakan KB
2 Tidak, menggunakan KB
Total
Interprestasi:
c. Jenis kontrasepsi yang digunakan
No Jenis Kontrasepsi Frekuensi %
1 IUD
2 Suntik
3 Pil
4 Susuk
5 Tubektomi
6 Kalender
Total
Interprestasi:
d. Jumlah Ibu Hamil
No Jumlah Bumil Frekuensi %
1 Ya (hamil)
2 Tidak (tidak hamil)
Total
Interprestasi

22
e. Usia kehamilan
No Usia Kehamilan Frekuensi %
1 Trisemester I
2 Trisemester II
3 Trisemester III
Total
Interprestasi:
f. Frekuensi kehamilan
No Kehamilan Keberapa Frekuensi %
1 I
2 II
3 III
4 Lebih dari III
Total
Interprestasi:

g. Usia ibu hamil


No Usia Bumil Frekuensi %
1 25-35
2 Lebih dari 35
Total
Interprestasi:
h. Tempat periksa kehamilan
No Tempat Periksa Kehamilan Frekuensi %
1 Puskesmas
2 Bidan
3 Lainnya
Total
Interprestasi:
i. Frekuensi periksa kehamilan
No Pemeriksaan Kehamilan Frekuensi %
1 2 kali
2 4 kali
Total
Interprestasi:

j. Imunisasi tetanus toksoid (TT)

No Imunisasi TT Frekuensi %
1 Lengkap
2 Tidak Lengkap

23
Total
Interprestasi:

k. Penyakit yang diderita ibu hamil

No Penyakit yang diderita Frekuensi %


1 Hipotensi
2 Anemia
3 Bengkak
4 Mual/muntah
5 Varises
6 Tidak ada keluhan
Total
Interprestasi:

l. Jumlah ibu menyusui

No Jumlah Bakteri Frekuensi %


1 Ya meneteki
2 Tidak meneteki
Total
Interprestasi:

m. Lama ibu menyusui

No Lama Menyusui Frekuensi %


1 Kurang dari 1 Bulan
2 1-4 Bulan
3 5-12 Bulan
4 Lebih dari 12 Bulan
Total
Interprestasi:

3. Balita

a. Jumlah balita

No Balita Frekuensi %
1 Ya, tergolong balita
2 Tidak, tergolong balita
Total

24
Interprestasi:

b. Kebiasaan ke posyandu

No Kebiasaan Frekuensi %
1 Ke Posyandu
2 Tidak ke Posyandu
Total
Interprestasi:

c. Imunisasi balita

No Imunisasi Frekuensi %
1 Lengkap
2 Belum Lengkap
3 Tidak Lengkap
Total
Interprestasi:

d. Kepemilikan Kartu menuju Sehat

No KMS Frekuensi %
1 Ya memiliki
2 Tidak memiliki
Total
Interprestasi:

e. Hasil penimbangan balita

No Hasil Penimbangan KMS Frekuensi %


1 Hijau
2 Di Atas Hijau Kunik
3 Di Bawah Titik-titik
4 Di Bawah Merah
Total
Interprestasi:

4. Remaja

a. Kegiatan remaja di luar sekolah

No Kegiatan di Luar Sekolah Frekuensi %


1 Keagaman
2 Karang Taruna
3 Olah Raga
4 Lain-lain
Total

25
Interprestasi:

b. Penggunaan waktu luang

No Penggunaan Waktu Luang Frekuensi %


1 Musik/TV
2 Olahraga
3 Rekreasi
4 Keagamaan
Total
Interprestasi:

c. Kebiasaan remaja

No Kebiasaan Anak Frekuensi %


1 Merokok
2 Alkohol
3 Tidak Ada atau Lainnya
Total
Interprestasi:

5. Lansia

a. Keluhan lansia
No Keluhan Penyakit Lansia Frekuensi %
1 Ya mengeluh 4 100
2 Tidak ada keluhan 0 0
Total 4 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, 100 % lansia mengeluh tentang kesehatannya.
b. Jenis penyakit yang diderita lansia
No Jenis Penyakit Frekuensi %
1 Asma 0 0
2 TBC 2 50
3 Hipertensi 1 25
4 DM 0 0
5 Rematik 1 25
6 Katarak 0 0
7 Lain-lain 0 0
Total 4 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, 50% penyakit yang sering diderita oleh lansia
yang paling menonjol adalah TBC.

26
c. Penanganan penyakit lansia
No Penanganan Penyakit Frekuensi %
1 Sarana Kesehatan 2 50
2 Non-medis 1 25
3 Diobati Sendiri 1 25
Total 4 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, sebagian besar 50% penanganan penyakit pada
lansia adalah sarana kesehatan.
d. Penggunaan waktu senggang
No Waktu Senggang Frekuensi %
1 Berkebun 0 0
2 Rekreasi 0 0
3 Senam 2 50
4 Lain-lain (menonton TV) 2 50
Total 4 100
Interprestasi: Berdasarkan tabel diatas, sebagian besar 50% penggunaan waktu luang
lansia adalah senam dan 50% menonton TV.

ANALISIS DATA

no Data penunjang etiologi Masalah

1 DS : Kurangnya Resiko penularan


1. Dari hasil wawancara dengan warga bahwa pengetahuan tentang penyakit TB Paru
mayoritas masyarakat tidak tahu tentang perawatan penyakit TB
perawatan TB Paru sehingga mereka kadang- Paru
kadang meludah / berdahak di sembarang
tempat.
2. Tidak ada pengkhususan alat makan antara
penderita dengan orang yang sehat.

DO :
1. Warga yang memiliki pengetahuan tentang TB
Paru sebanyak 25%
2. Warga yang tidak memiliki cukup
pengetahuan TB Paru sebanyak 75%

27
2 DS :
Kurangnya Resiko terjadi
1. Dari hasil wawancara dengan warga bahwa
pengetahuan tentang peningkatan prevalensi
masyarakat yang menderita TB Paru tidak
penyakit TB Paru penyakit TB Paru
memeriksakan / mengontrol kesehatannya ke
Puskesmas.
2. Dari hasil wawancara dengan warga
masyarakat tidak rutin mengambil obat TB
Paru ke Puskesmas.
3. Dari hasil wawancara dengan warga sebagian
masyarakat banyak yang mengalami putus
obat dan kambuh akibat pengobatan
yangtidak tuntas atau juga karena bosan / lpa
tidak meminum obat TB akibat kesibukan
aktivitas.

DO :
1. Warga yang tidak memiliki ventilasi rumah
sebanyak 75%
2. Penerangan rumah siang hari terang dengan
bola lampu yang terang

28
29
PRIORITAS MASALAH (STANHOPE & LANCASTER)
No Diagnosa Keperawatan Komunitas Pentingnya Penyelesaian Perubahan Untuk Penyelesaian Untuk Skor
Masalah Penyelesaian Peningkatan Kualitas
1 : Rendah Masalah Di Hidup
2 : Sedang Komunitas 0 : Tidak ada
3 : Tinggi 0 : Tidak ada 1 : Rendah
1 : Rendah 2 : Sedang
2 : Sedang 3 : Tinggi
3 : Tinggi
1. Resiko penularan penyakit TB Paru 3 3 3 9
berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang perawatan
penyakit TB Paru
2. Resiko terjadi peningkatan 3 2 3 8
prevalensi penyakit TB Paru
berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang penyakit TB
Paru

30
Diagnosa Keperawatan

1. Resiko penularan penyakit TB Paru berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang


perawatan penyakit TB Paru
2. Resiko terjadi peningktan prevalensi penyakit TB Paru berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang penyakit TB Paru

Intervensi Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1 Resiko penularan penyakit Setelah dilakukan tindakan
TB Paru b/d kurangnya keperawatan dengan kriteria
pengetahuan tentang hasil :
perawatan penyakit TB 1. Penduduk penderita
Paru TB Paru
memeriksakan
kesehatan ke
Puskesmas
2. Masyarakat rutin
mengembil obat TB
Paru di Puskesmas
3. Warga yang tidak
memiliki ventilasi
dapat membuat
ventilasi rumah
2 Resiko terjadi peningktan
prevalensi penyakit TB
Paru b/d kurangnya
pengetahuan tentang
penyakit TB Paru

31
32

Anda mungkin juga menyukai