Anggota :
Skripsi Oleh Jumriana S, Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan, UIN
Alauddin Makassar
A. Tujuan Penelitian
a. Diketahuinya hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian Tuberkulosis Paru di
wilayah kerja Puskesmas Maccini Sawah.
b. Diketahuinya hubungan antara pencahayaan dengan kejadian Tuberkulosis Paru di
wilayah kerja Puskesmas Maccini Sawah.
c. Diketahuinya hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian
Tuberkulosis Paru di wilayah kerja Puskesmas Maccini Sawah.
d. Diketahuinya hubungan antara kontak serumah dengan kejadian Tuberkulosis Paru
di wilayah kerja Puskesmas Maccini Sawah
e. Diketahuinya hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian Tuberkulosis
Paru di wilayah kerja Puskesmas Maccini Sawah.
B. Patofisiologi
a. Infeksi primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan
menetap di sana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara
pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe
akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe disekitar hilius paru, dan ini disebut
sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan
kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan
terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung banyaknya kuman yang masuk dan
besarnya respon daya tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh
tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada
beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-
kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya
dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TB. Masa inkubasi
yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6
bulan. (Depkes RI, 2002)
b. Tuberkulosis pasca primer
Tuberkulosis paska primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinveksi
HIV atau status gizi buruk. Ciri khas dari tuberkulosis paska primer adalah kerusakan
paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian tuberculosis
1) Ventilasi
Salah satu fungsi ventilasi adalah menyediakan sirkulasi udara yang baik
sehingga memungkinkan terjadinya penurunan konsentrasi CO2, zat-zat toksik,
serta kuman- kuman termasuk droplet bakteri Mycobacterium tuberculosis yang
terkandung dalam udara di dalam rumah. Selain itu, melalui ventilasi sinar matahari
dapat masuk ke dalam rumah dimana sinar matahari yang merupakan sinar
ultraviolet telah terbukti dapat menurunkan konsentrasi bakteri Mycobacterium
tuberculosis di udara.
2) Kepadatan hunian
Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan
jumlah anggota keluarga dalam satu rumah. Secara umum menurut Kemenkes RI
No.829/Menkes/SK/VII/1999 luas ruang tidur minimal 8 m2 untuk 2 orang. Kamar
tidur tidak memenuhi syarat bila <4 m2/orang dapat menghalangi proses pertukaran
udara bersih, sehingga kebutuhan udara bersih tidak terpenuhi dan dapat menjadi
penyebab terjadinya TB paru. Semakin banyak jumlah penghuni ruangan, maka
kadar oksigen bebas dalam ruangan menurun (<20,7%) dan diikuti oleh peningkatan
CO2 (>0,04%) sehingga daya tahan tubuh penghuni menurun dan jumlah bakteri di
udara akan meningkat.
Kepadatan hunian dapat menyebabkan infeksi silang diantara penghuni rumah
dengan penderita TB. Apabila terdapat penghuni rumah yang menderita TB,
sementara kepadatan hunian cukup tinggi maka dapat menyebabkan intesitas
kontak penderita menjadi tinggi dan penularan melalui udara ataupun droplet akan
lebih cepat terjadi.
3) Kontak serumah
Risiko tertinggi untuk terinfeksi kuman tuberkulosis adalah seseorang yang
paling memiliki kedekatan dengan penderita tuberkulosis. Risiko juga akan
meningkat apabila orang yang mengalami batuk tidak menutupi mulut menggunakan
saputangan. Hampir semua infeksi tuberkulosis lewat batuk, bersin, berbicara, atau
menggunakan saputangan yang mengandung kuman tuberkulosis. Seorang ibu
yang infeksius juga merupakan risiko bagi balita atau anak yang ada di sekitarnya
khususnya yang tinggal dan tidur bersama di ruangan yang sempit dan lembab
(Crofton dkk, 2002).
Kuman tuberkulosis dapat bertahan melayang-layang di udara dalam waktu yang
sangat lama sampai terhirup melalui pernapasan manusia dan hanya bisa mati
dengan paparan sinar matahari langsung (Misnadiarly, 2006).
4) Kebiasaan merokok
Menghisap rokok dalam jumlah yang banyak dapat memperparah penyakit TB,
serta meningkatkan resiko kekambuhan dan kegagalan dalam pengobatan TB.
Penelitian yang dilakukan Lin dan timnya dari Harvard School of Public Health
(2009) membuktikan ada hubungan antara kebiasaan merokok, perokok pasif dan
polusi udara dalam ruangan dari kayu bakar dan batu bara terhadap risiko infeksi,
penyakit, dan kematian akibat TB paru, dari 100 orang yang diteliti 33 orang
diantaranya menderita TB paru akibat merokok tembakau. Penelitian lain yang
mendukung dilakukan pada pekerja perkebunan di California, AS didapatkan
hubungan yang bermakna antara prevalensi reaktivitas tes tuberkulin dan kebiasaan
merokok.
Menurut Aditama (2003, dalam Purnamasari, 2010) kebiasaan merokok dapat
menyebabkan rusaknya pertahanan paru serta merusak mekanisme mucuciliary
clearence, selain itu asap rokok juga akan meningkatkan airway resistance serta
permeabilitas epitel paru dan merusak gerak sillia, makrofag meningkatkan sintesis
elastase dan menurunkan produksi antiprotease. Semakin lama seseorang
menghisap rokok maka akan semakin beresiko terkena TB paru.
Menurut Mustafa (2005, dalam Firdaus 2010) rokok mempunyai dose response
effect, artinya semakin muda usia merokok, akan semakin besar pengaruhnya
terserang penyakit salah satunya TB paru. Resiko kematian bertambah
berhubungan dengan banyaknya merokok dan umur awal merokok yang lebih dini.
Dampak rokok akan terasa setelah 10-20 tahun pasca digunakan.
5) Status gizi
Menurut Binongko (2012) dalam Maksalmina (2013), salah satu faktor yang
mempengaruhi penyakit Tuberkulosis adalah status gizi. Status gizi adalah salah
satu faktor terpenting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi. Pada keadaan gizi
yang buruk, maka reaksi kekebalan tubuh akan melemah sehingga kemampuan
dalam mempertahankan diri terhadap infeksi menjadi menurun.
Status gizi yang kurang akan membuat lemahnya daya imun (sistem kekebalan
tubuh) dalam mempertahankan diri dari suatu penyakit. Kondisi kurangnya status
gizi mayoritas responden terutama pada responden kasus (penderita Tuberkulosis
paru) pada dasarnya disebabkan oleh banyak faktor. Dua faktor diantaranya adalah
kurangnya pengetahuan tentang kebutuhan asupan makanan yang baik dan bergizi
dan pendapatan (ekonomi) yang baik untuk memenuhi kebutuhan makanan bergizi..
Jika tingkat pengetahuan gizi seseorang baik maka diharapkan asupan makanan
baik sehingga status gizinya juga menjadi baik (Kartikasari, 2011). Meskipun begitu
hal yang banyak mempengaruhi status gizi seseorang ditentukan oleh perilaku hidup
sehat seseorang.
6) Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan berhubungan dengan kejadian Tuberkulosis. Semakin rendah
pendidikan seseorang maka semakin besar resiko untuk menderita TB Paru.
Pendidikan berkaitan dengan pengetahuan yang nantinya berhubungan dengan
upaya pencarian pengobatan. Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan merupakan salah satu faktor pencetus yang berperan dalam
mempengaruhi keputusan seseorang untuk berperilaku sehat. Semakin tinggi
pendidikan seseorang maka pengetahuan tentang TB semakin baik sehingga
pengendalian agar tidak tertular dan upaya pengobatan bila terinfeksi juga maksimal.
Hasil penelitian di Kabupaten OKU, Provinsi Sumatera Selatan menunjukkan
bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat digunakan untuk
memprediksi resiko infeksi TB Paru selain status gizi, tingkat kepadatan rumah dan
perilaku periksa TB. Hasil penelitian di India juga menunjukkan hal yang sama,
dimana pendidikan yang tinggi akan menurunkan risiko TB Paru.
7) Tingkat pendapatan
Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan di bawah UMR akan
mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan,
sehingga akan mempunyai status gizi yang kurang dan akan mudah terkena
penyakit infeksi, diantaranya TB. Selain itu, keluarga yang mempunyai pendapatan
rendah akan mempunyai kontruksi rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan,
sehingga mempermudah terjadinya penularan TB. Hal ini sesuai dengan penelitian
Eka Fitriani (2013), diperoleh p value sebesar 0,002 (p value < 0,05), artinya ada
hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan kejadian Tuberkulosis paru.
C. Kerangka Konsep
D. Definisi Operasional
Definisi
No Variabel Penelitian Paramater Alat Ukur Skala Skor
Operasional
1. Ventilasi Lubang atau tempat -Memenuhi syarat Meteran Nominal 0.Tidak
udara dapat keluar bila ≥10% luas dan Rasio memenuhi
masuk secara bebas lantai. syarat bila
antara dinding dan -Tidak memenuhi <10% luas
atap yang diukur syarat bila <10% lantai.
berdasarkan ukuran luas lantai. 1. Memenuhi
panjang dan lebar syarat bila =10%
luas lantai.
2. Pencahayaan dalam penelitian ini -Memenuhi syarat Lux Meter . Rasio 0.Tidak
adalah banyaknya bila ≥60 lux dan memenuhi syarat
sinar matahari yang tidak menyilaukan bila <60 lux
masuk ke dalam -Tidak memenuhi 1.Memenuhi
rumah responden syarat bila <60 lux syarat bila =60
yang diukur di dalam dan menyilaukan lux dan tidak
kamar menyilaukan
Nomor Kuesioner :
Tanggal wawancara :
A. IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama :
2. Umur :
3. Alamat :
4. Apakah anda Bekerja
a. Ya
b. Tidak
4. Penghasilan Responden
Pendapatan per bulan (jika tidak bekerja, ditulis jumlah pendapatan kepala keluarga per
bulan)
a. Rp < 2.000.000 juta
b. Rp > 2.000.000 juta
5. Pendidikan
a. Tidak sekolah, Tamat SD, dan SMP/sederajat
b. Tamat SMA, dan D3/Perguruan Tinggi
B. KEJADIAN TB PARU
Berdasarkan hasil diagnosis yang tercantum dalam rekam medik maka responden
didiagnosa?
0. BTA (-)
1. BTA (+)
C. KEPADATAN HUNIAN
1. Berapa jumlah anggota keluarga yang tinggal di rumah ini...........
2. Tingkat kepadatan hunian rumah ini? 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑎𝑛𝑡𝑎𝑖 = …..
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎h 𝑝𝑒𝑛𝑔hu𝑛𝑖
Jadi ukuran kepadatan hunian = ……. m2 / org
1. Kurang dari 8 m2 / org
2. ≥ 8 m2 / org
E. KEBIASAAN MEROKOK
1. Apakah anda merokok sekarang?
a. Ya (lanjut No. 2 dan 3)
b. Tidak (lanjut No.4)
2. Jika anda merokok sekarang, berapa batang yang anda habiskan dalam sehari?
a. Kurang dari 10 batang
b. 10-20 batang
c. Lebih dari 20 batang
3. Dimana anda paling sering merokok?
a. Di dalam rumah
b. Di luar rumah
4. Apakah anda pernah merokok?
a. Ya, kapan berhenti?
b. Tidak
LEMBAR OBSERVASI
A. VENTILASI
No Item Keterangan
1. Ada ventilasi a. Ada b. Tidak
2. Jumlah ventilasi
3. Luas ventilasi …….m2
4. Luas lantai …….m2
B. PENCAHAYAAN
No Item Keterangan
1. Pencahayaan Kamar …….. Lux
2. Pencahayaan Ruang Keluarga ......... Lux
3. Pencahayaan rata-rata ......... Lux