Disusun oleh :
TAHUN PELAJARAN
2021/2022
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini "Kasus TBC Di
Indonesia".Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini.Tentunya, tidak
akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.Dan sebagai
penyusun,kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan,baik dari penyusunan
maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan
anjuran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna kesempurnaan
makalah ini.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis paru yang sering dikenal dengan TBC paru disebabkan bakteri
Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) dan termasuk penyakit menular . TBC
paru mudah menginfeksi pengidap HIV AIDS , orang dengan status gizi buruk dan
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh seseorang . Penularan TBC paru terjadi ketika
penderita TBC paru BTA positif bicara, bersin atau batuk dan secara tidak langsung
penderita mengeluarkan percikan dahak di udara dan terdapat ±3000 percikan dahak
yang mengandung kuman . Kuman TBC paru menyebar kepada orang lain melalui
transmisi atau aliran udara (droplet dahak pasien TBC paru BTA positif) ketika
penderita batuk atau bersin . TBC paru dapat menyebabkan kematian apabila tidak
mengkonsumsi obat secara teratur hingga 6 bulan. Selain berdampak pada individu
juga berdampak pada keluarga penderita, yaitu dampak psikologis berupa kecemasan,
penurunan dukungan dan kepercayaan diri yang rendah. TBC paru masih menjadi
masalah Kesehatan global . WHO tahun 2017 melaporkan terdapat 1,3 juta kematian
yang diakibatkan TBC paru dan terdapat 300.000 kematian diakibatkan TBC paru
dengan HIV. Indonesia merupakan negara dengan peringkat ketiga setelah India dan
Cina dalam kasus TBC paru ,ditunjukkan dari dua per tiga jumlah kasus TBC di dunia
diduduki delapan negara, diantaranya India 27%, Cina 9%, Indonesia 8%, Filipina 6%,
Pakistan 5%, Nigeria dan Bangladesh masing-masing 4% dan Afrika Selatan 3%.
Prevalensi TBC paru di Indonesia terbagi menjadi tiga wilayah, diantaranya Sumatera
33%, Jawa dan Bali 23%, dan Indonesia bagian timur 44% . TBC paru termasuk
penyakit yang paling banyak menyerang usia produktif (15-49 tahun). Penderita TBC
BTA positif dapat menularkan TBC pada segala kelompok usia. Tahun 2017 di kota
Semarang terdapat penderita TBC semua tipe, pada kelompok usia bayi dan anak 24%,
pada kelompok usia 15-44 tahun adalah 40% dan pada kelompok usia lebih dari 55
tahun adalah 22%. Presentase TBC paru semua tipe pada orang berjenis kelamin
laki-laki lebih besar daripada orang berjenis kelamin perempuan dikarenakan laki-laki
kurang memperhatikan pemeliharaan kesehatan diri sendiri serta laki-laki sering
kontak dengan faktor risiko dibandingkan dengan perempuan .
Laki-laki lebih banyak memiliki kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol, kebiasaan
tersebut dapat menurunkan imunitas tubuh dan akan mudah tertular TBC paru . Faktor
risiko terduga TBC paru adalah orang yang menetap satu atap rumah dengan
penderita TBC paru BTA positif , pendidikan , merokok , lingkungan fisik rumah, daya
tahan tubuh, perilaku penderita TBC paru BTA positif yaitu kebiasaan membuang
dahak sembarangan dan tidak menutup mulut ketika batuk atau bersin, kepadatan
hunian yaitu perbandingan antara luas rumah dengan jumlah anggota keluarga .
Lamanya waktu kontak atau intensitas kontak dengan penderita TBC paru dapat
menyebabkan seseorang terpapar M. tuberculosis , sehingga harus dapat
mengendalikan penularan M. tuberculosis melalui deteksi kasus dan pengobatan
pasien TBC paru dengan memutus rantai infeksi. Penularan M. tuberculosis harus
dihentikan untuk mencegah adanya terduga TBC paru dan kasus baru TBC. Penemuan
kasus TBC paru secara aktif lebih efektif dilakukan pada populasi yang berisiko tinggi,
seperti yang dilakukan di Kamboja dengan melihat penderita TBC paru yang kontak
serumah dan kontak tetangga. Akan tetapi dengan adanya kasus TBC paru yang tinggi,
penemuan kasus aktif sering tidak dilaksanakan dan mengakibatkan penundaan
lama dalam diagnosis dan pengobatan . Angka penemuan semua kasus TBC
(CaseDetection Rate) sejak bulan Januari hingga Desember tahun 2018 di Kota
Semarang sebanyak 4.252 kasus.
B. DEFINISI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Patofisiologi
2.2. Epidemiologi
1). Global Laporan WHO pada tahun 2017, 10 juta orang di antaranya 5,8 juta pria, 3,2
juta wanita, dan 1 juta anak-anak di dunia terkena penyakit TB. Faktanya, tahun 2018
TB masih menduduki peringkat ke 10 penyebab kematian di dunia. Secara
keseluruhan 90% penderita TB adalah orang dewasa ( ≥ 15 tahun), 9% orang hidup
dengan HIV (72% di Afrika) dan dua per tiga lainnya tersebar di beberapa negara yaitu
India 27%, Tiongkok 9%, Indonesia 8%, Filipina 6%, Nigeria 4%, Bangladesh 4%, Afrika
Selatan 3% (WHO, 2018).
2). Nasional Jika melihat kondisi Indonesia menururt laporan WHO tahun 2018,
Indonesia mendapatkan peringkat ke 3 dengan menyumbang 8% dari penderita TB di
seluruh dunia setelah (WHO, 2018). Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak
420.994 (pria 245.298 kasus, dan wanita 175.696 kasus) kasus pada tahun 2017
(data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TBC tahun 2017
pada pria 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada wanita. Prevalensi TB pada pria 3 kali
lebih tinggi dibandingkan pada wanita. Survei ini menemukan bahwa dari seluruh
partisipan pria yang merokok sebanyak 68,5% dan hanya 3,7% partisipan wanita yang
merokok (Infodatin TB Kemenkes RI, 2018). Angka Case Notification Rate (CNR) atau
jumlah semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan di antara 100.000 penduduk di
Indonesia semakin meningkat dari tahun 2014 hingga 2017 dari angka 125 menjadi
161 per 100.000 penduduk. Angka keberhasilan pengobatan (Succes Rate) pasien TB
meningkat dari tahun 2016-2017, dari 85 % menjadi 85,1%. Cakupan pengobatan
semua kasus TB atau Case Detection Rate (CDR) pada 2016 35,8% dan meningkat
pada tahun 2017 menjadi 42,4%. Hasil pengobatan pasien TB semua kasus pada
tahun 2017 yaitu yang sembuh sebesar 42 %, dengan pengobatan lengkap 43,1%,
pindah 4%, tidak dievaluasi 2,7%, meninggal 2,5%, dan yang gagal 0,4% (Infodatin TB
Kemenkes RI, 2018).
Di Provinsi Jawa Timur Kasus TB tertinggi yaitu di Kota Surabaya dengan jumlah
kasus TB sebanyak 6338, disusul oleh Kabupaten Pasuruan 2393 kasus dan
Kabupaten Lamongan berada di posisi ke tiga dengan 2377 kasus (BPS Jawa Timur,
2018).
2.3 Terapi
1. Farmakologis
2. non farmakologis
2.4 pengobatan
Meski berisiko fatal, namun TBC adalah penyakit yang masih bisa disembuhkan
asalkan melalui penanganan secara tepat. Biasanya, dokter akan menganjurkan
pengidap TB paru untuk mengonsumsi obat selama 6-12 bulan. Obat TB paru
umumnya mengandung jenis antituberkulosis, yaitu antibiotik yang khusus digunakan
untuk mematikan infeksi bakteri TBC.
Intensif
1. Pasien TBC diwajibkan meminum obat setiap hari. Berikut beberapa obat TBC
paru yang digunakan pada tahap pengobatan pertama:
• Pyrazinamide
• Isoniazid
• Streptomisin
• Rifampin
• Ethambutol
2. Tahap Lanjutan : sejak bulan ke-2 hingga bulan ke-6 atau lebih. Pada tahap ini,
pasien Tahap Awal ( ) : berlangsung sejak memulai pengobatan hingga 2
bulan, dimana hanya diwajibkan meminum obat 3x seminggu.
Kedua tahapan di atas jika ditotal berlangsung minimal 6 bulan, bisa juga lebih bahkan
sampai 12 bulan. Namun, lamanya pengobatan ini tergantung pada berat ringannya
penyakit TBC yang diderita oleh pasien dan ditentukan oleh tenaga kesehatan yang
sudah terlatih, Sobat. Jika diakhir tahap intensif hasil pemeriksaan dahak masih
positif, maka tahap pengobatan ini akan ditambah 1 bulan.
Tujuan Pembedaan 2 Tahap Pengobatan TBC ialah :
3. Pemberi Kenyamanan
Perawat klien sebagai seorang manusia, karena asuhan keperawatan harus ditujukan
pada manusia secara utuh bukan sekedar fisiknya saja, maka memberikan
kenyamanan dan dukungan emosi seringkali memberikan kekuatan bagi klien sebagai
individu yang memiliki perasaan dan kebutuhan yang unik. Dalam memberi
kenyamanan, sebaiknya perawat membantu klien untuk mencapai tujuan yang
terapeutik bukan memenuhi ketergantungan emosi dan fisiknya.
4. Komunikator
Keperawatan mencakup komunikasi dengan klien dan keluarga, antar sesama
perawat dan profesi kesehatan lainnya, sumber informasi dan komunitas. Dalam
memberikan perawatan yang efektif dan membuat keputusan dengan klien dan
keluarga tidak mungkin dilakukan tanpa komunikasi yang jelas. Kualitas komunikasi
merupakan factor yang menentukan dalam memenuhi kebutuhan individu, keluarga
dan komunitas.
5. Penyuluh
Sebagai penyuluh, perawat menjelaskan kepada klien konsep dan data-data tentang
kesehatan, mendemonstrasikan prosedur seperti aktivitas perawatan diri, menilai
apakah klien memahami hal-hal yang dijelaskan dan mengevaluasi kemajuan dalam
pembelajaran. Perawat menggunakan metode pengajaran yang sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan klien serta melibatkan sumber-sumber yang lain misalnya
keluarga dalam pengajaran yang direncanakannya.
Pada Tahun 2017 ditemukan jumlah kasus baru TB Paru di Kalimantan Tenggah
sebanyak 2033 kasus, lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah penemuan
kasus pada tahun 2016 sebanyak 1580 kasus. Tujuan penelitian ini yaitu diketahuinya
analisis spasial TB Paru di Kalimantan Tengah. Penelitian ini menggunakan desain
studi ekologi dan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan model analisis spasial.
Data kasus TB Paru di Provinsi Kalimantan Tengah diperoleh dari BPS Kalimantan
Tengah. Jumlah kasus TB Paru tertinggi ada di Kota Palangka Raya, diikuti
Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat. Kepadatan penduduk, rumah tangga pra
sejahtera, rumah sehat ber PHBS, sanitasi rumah tangga dan fasilitas pelayanan
kesehatan menjadi faktor-faktor penentu terjadinya kasus TB Paru yang bervariasi
pada setiap wilayah kabupaten kotanya. Beragamnya faktor penentu kasus TB Paru,
sehingga diperlukan intervensi dan program kebijakan untuk menanggulangi TB Paru
yang diprioritaskan pada karakteristik masing-masing daerah serta memperhatikan
faktor risiko yang paling berkorelasi pada masing-masing wilayah.
BAB III
PENUTUP
2.6 Kesimpulan
Tuberkulosis atau Tb (singkatan yang sekarang adalah Tbc) adalah penyakitin infeksi
menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis
tipehumanus. bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga
memerlukanwaktu lama untuk mengobatinya. bakteri ini lebih sering menginfeksi
organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia & gejala umum dari penyakit
Tb, (Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama biasanya dirasakan pada
malam hari disertai keringat. & Penurunan nafsu makan dan berat badan. batuk-batuk
selama lebih dari 3 minggu dan dapat disertai dengan darah . Gejala khusus dari
penyakit Tb (Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar akan
menimbulkan suara mengi suara nafas melemah yang disertai sesak. kalau ada cairan
dirongga pleura dapat disertai dengan keluhan sakitdada. apabila mengenai tulang
maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat
membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya ada muara ini akan keluar
cairan nanah.
DAFTAR PUSAKA
(1). Vidyastari YS, Cahyo K, Riyanti E. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pencapaian
Target Cdr (Case Detection Rate) Oleh Koordinator P2tb Dalam Penemuan Kasus di
Puskesmas Kota Semarang. Kesehat Masy. 2019;7(1).
[3] Dinas Kesehatan Jawa Tengah. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Vol
3511351.; 2016.
[5] Astuti S. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Terhadap Upaya
Pencegahan Penyakit Tuberkulosis di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara Tahun
2013. 2013;1.
[6] Guno TH, Putra BA, Kamelia T, Makmun D. Diagnostic and Therapeutic Approach in
Intestinal Tuberculosis. 2016;17(2).
[8] Sugiarti S, Ramadhian MR, Carolia N. Vitamin D sebagai Suplemen dalam Terapi
Tuberkulosis Paru. 2018;7(11):198-202.
[9] Nurjana MA. Faktor Risiko Terjadinya Tuberculosis Paru Usia Produktif ( 15-49
Tahun ) Di Indonesia.Media Litbangkes. 2015;25(3):163-170.
[10] Dinas Kesehatan KotaSemarang. Profil Kesehatan Kota Semarang 2017.; 2017.
www.dinkes.semarangkota.go.id.
[11] Dotulong JFJ, Sapulete MR, Kandou GD. Hubungan Faktor Risiko Umur, Jenis
Kelamin Dan Kepadatan Hunian Dengan Kejadian Penyakit Tb Paru Di Desa Wori
Kecamatan Wori.Kedokt Komunitas dan Trop. 2015;III(2):57-65.
[12] Wulandari AA, Nurjazuli, Adi MS. Faktor Risiko dan Potensi Penularan
Tuberkulosis Paru di Kabupaten Kendal , Jawa Tengah. 2015;14(1):7-13.
[13] Shalsabila M, Cahyo SK, Indraswari R. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi
Pencapaian Target CDR Oleh Kader TB ’Aisyiyah Dalam Penemuan Kasus TB di Kota
Semarang. 2018;6(4).
[14] Yuen CM, Amanullah F, Dharmadhikari A, et al. Turning off the tap : Stopping
Tuberculosis Transmission Through Active Case Finding And Prompt Effective
Treatment. Lancet. 2015;386(10010):2334-2343.
[15] Morishita F, Eang MT, Nishikiori N, Yadav R. Increased Case Notification through
Active Case Finding of Tuberculosis among Household and Neighbourhood Contacts
in Cambodia. 2016:1-15. doi:10.1371/journal.pone.0150405
(16) kenedyanti, e., & sulistyorini, l. 2017. Analisis mycobacterium tuberkulosis dan
kondisi fisik rumah dengan kejadian tuberkulosis paru. Jurnal berkala epidemiologi.
vol. 5(2): 152–162. https://doi.org/10.20473/jbe.v5i2.2017.152-162.
(17) Sigalingging, I. N., Hidayat, W., & Tarigan, F. L. 2019. Pengaruh pengetahuan,
sikap, riwayat kontak dan kondisi rumah terhadap kejadian TB Paru di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Hutarakyat Kabupaten Dairi Tahun 2019. Jurnal Ilmiah Simantek.
vol. 3(3): 87–99
(18)
https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/tuberkulosis-atau-tb-adala
h
(19) http://rsudpurihusada.inhilkab.go.id/peran-dan-fungsi-perawat-profesional/