Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1

Tentang Kasus TB Paru diIndonesia .

Dosen Pengampu : Apt.Oktariani Pramiastuti,M.Sc.

Disusun oleh :

1. Fifi alayda hakim (C1021147)

2. Putri Nur Sabrina (C10211152)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI

TAHUN PELAJARAN 2021/2022


DAFTAR ISI

Bab 1 ………………………………..

Pendahuluan ……………………………..

1.1 Latar belakang ……………..

1.2 Definisi ……………………….

Bab 2 ……………………………………

Tinjauan Pustaka …………………….

2.1 Patofisiologi

2.2 Epidemiologi

2.3 Terapi

a. Farmakologi

b. Non farmakologi

2.5 Pengobatan

2.6 Peran perawat terhadap TB Paru

2.7 Analisis kasus

BAB 3 penutup

Kesimpulan

Daftar pusaka
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Slawi , 7 november 2022

Fifi dan putri


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis paru yang sering dikenal dengan TBC paru disebabkan bakteri
Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) dan termasuk penyakit menular . TBC
paru mudah menginfeksi pengidap HIV AIDS , orang dengan status gizi buruk dan
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh seseorang . Penularan TBC paru terjadi ketika
penderita TBC paru BTA positif bicara, bersin atau batuk dan secara tidak langsung
penderita mengeluarkan percikan dahak di udara dan terdapat ±3000 percikan
dahak yang mengandung kuman . Kuman TBC paru menyebar kepada orang lain
melalui transmisi atau aliran udara (droplet dahak pasien TBC paru BTA positif)
ketika penderita batuk atau bersin . TBC paru dapat menyebabkan kematian apabila
tidak mengkonsumsi obat secara teratur hingga 6 bulan. Selain berdampak pada
individu juga berdampak pada keluarga penderita, yaitu dampak psikologis berupa
kecemasan, penurunan dukungan dan kepercayaan diri yang rendah. TBC paru
masih menjadi masalah Kesehatan global . WHO tahun 2017 melaporkan terdapat
1,3 juta kematian yang diakibatkan TBC paru dan terdapat 300.000 kematian
diakibatkan TBC paru dengan HIV. Indonesia merupakan negara dengan peringkat
ketiga setelah India dan Cina dalam kasus TBC paru ,ditunjukkan dari dua per tiga
jumlah kasus TBC di dunia diduduki delapan negara, diantaranya India 27%, Cina
9%, Indonesia 8%, Filipina 6%, Pakistan 5%, Nigeria dan Bangladesh masing-
masing 4% dan Afrika Selatan 3%. Prevalensi TBC paru di Indonesia terbagi
menjadi tiga wilayah, diantaranya Sumatera 33%, Jawa dan Bali 23%, dan Indonesia
bagian timur 44% . TBC paru termasuk penyakit yang paling banyak menyerang usia
produktif (15-49 tahun). Penderita TBC BTA positif dapat menularkan TBC pada
segala kelompok usia. Tahun 2017 di kota Semarang terdapat penderita TBC semua
tipe, pada kelompok usia bayi dan anak 24%, pada kelompok usia 15-44 tahun
adalah 40% dan pada kelompok usia lebih dari 55 tahun adalah 22%. Presentase
TBC paru semua tipe pada orang berjenis kelamin laki-laki lebih besar daripada
orang berjenis kelamin perempuan dikarenakan laki-laki kurang memperhatikan
pemeliharaan kesehatan diri sendiri serta laki-laki sering kontak dengan faktor risiko
dibandingkan dengan perempuan .
Laki-laki lebih banyak memiliki kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol, kebiasaan
tersebut dapat menurunkan imunitas tubuh dan akan mudah tertular TBC paru .
Faktor risiko terduga TBC paru adalah orang yang menetap satu atap rumah dengan
penderita TBC paru BTA positif , pendidikan , merokok , lingkungan fisik rumah,
daya tahan tubuh, perilaku penderita TBC paru BTA positif yaitu kebiasaan
membuang dahak sembarangan dan tidak menutup mulut ketika batuk atau bersin,
kepadatan hunian yaitu perbandingan antara luas rumah dengan jumlah anggota
keluarga . Lamanya waktu kontak atau intensitas kontak dengan penderita TBC paru
dapat menyebabkan seseorang terpapar M. tuberculosis , sehingga harus dapat
mengendalikan penularan M. tuberculosis melalui deteksi kasus dan pengobatan
pasien TBC paru dengan memutus rantai infeksi. Penularan M. tuberculosis harus
dihentikan untuk mencegah adanya terduga TBC paru dan kasus baru TBC.
Penemuan kasus TBC paru secara aktif lebih efektif dilakukan pada populasi yang
berisiko tinggi, seperti yang dilakukan di Kamboja dengan melihat penderita TBC
paru yang kontak serumah dan kontak tetangga. Akan tetapi dengan adanya kasus
TBC paru yang tinggi, penemuan kasus aktif sering tidak dilaksanakan dan
mengakibatkan penundaan lama dalam diagnosis dan pengobatan . Angka
penemuan semua kasus TBC (CaseDetection Rate) sejak bulan Januari hingga
Desember tahun 2018 di Kota Semarang sebanyak 4.252 kasus. Puskesmas
Tlogosari Wetan menduduki peringkat pertama sebagai fasilitas pelayanan
Kesehatan (Puskesmas) dengan angka temuan kasus TBC paru BTA positif
tertinggi, yaitu sebanyak 66 kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi
kejadian kasus baru TBC paru pada anggota keluarga penderita TBC paru BTA
positif.

B. DEFINISI

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri


Mycobacterium tuberculosis dan disebut sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA)
(Infodatin Kemenkes RI, 2018). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru (TB
paru), namun dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (TB ekstra paru). Penularan
TB terutama terjadi secara aerogen atau lewat udara dalam bentuk droplet (percikan
dahak/sputum). Sumber penularan TB yaitu penderita TB paru BTA positif yang
ketika batuk, bersin atau berbicara mengeluarkan droplet yang mengandung bakteri
M. tuberculosis (Kemenkes RI, 2017).
Bab 2

Tinjauan Pustaka

2.1 Patofisiologi

Seseorang yang menghirup bakteri M. tuberculosis yang terhirup akan


menyebabkan bakteri tersebut masuk ke alveoli melalui jalan nafas, alveoli adalah
tempat bakteri berkumpul dan berkembang biak. M. tuberculosis juga dapat masuk
ke bagian tubuh lain seperti ginjal, tulang, dan korteks serebri dan area lain dari
paru-paru (lobus atas) melalui sistem limfa dan cairan tubuh. Sistem imun dan
system kekebalan tubuh akan merespon dengan cara melakukan reaksi inflamasi.
Fagosit menekan bakteri, dan limfosit spesifik tuberculosis menghancurkan
(melisiskan) bakteri dan jaringan normal. Reaksi tersebut menimbulkan penumpukan
eksudat di dalam alveoli yang bisa mengakibatkan bronchopneumonia. Infeksi awal
biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri (Kenedyanti &

Sulistyorini, 2017). Interaksi antara M. tuberculosis dengan sistem kekebalan tubuh


pada masa awal infeksi membentuk granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan
basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag. Granulomas diubah menjadi
massa jaringan jaringan fibrosa, Bagian sentral dari massa tersebut disebut ghon
tuberculosis dan menjadi nekrotik membentuk massa seperti keju. Hal ini akan
menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen kemudian bakteri
menjadi dorman. Setelah infeksi awal, seseorang dapat mengalami penyakit aktif
karena gangguan atau respon yang inadekuat dari respon sistem imun. Penyakit
dapat juga aktif dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman dimana bakteri
yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubrcle
memecah sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkhus. Bakteri
kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih
jauh. Tuberkel yang menyerah menyembuh membentuk jaringan parut. Paru yang
terinfeksi menjadi lebih membengkak, menyebabkan terjadinya bronkopneumonia
lebih lanjut (Sigalingging et al., 2019).

2.2. Epidemiologi

1) Global Laporan WHO pada tahun 2017, 10 juta orang di antaranya 5,8 juta pria,
3,2 juta wanita, dan 1 juta anak-anak di dunia terkena penyakit TB. Faktanya, tahun
2018 TB masih menduduki peringkat ke 10 penyebab kematian di dunia. Secara
keseluruhan 90% penderita TB adalah orang dewasa ( ≥ 15 tahun), 9% orang hidup
dengan HIV (72% di Afrika) dan dua per tiga lainnya tersebar di beberapa negara
yaitu India 27%, Tiongkok 9%, Indonesia 8%, Filipina 6%, Nigeria 4%, Bangladesh
4%, Afrika Selatan 3% (WHO, 2018).

2) Nasional Jika melihat kondisi Indonesia menururt laporan WHO tahun 2018,
Indonesia mendapatkan peringkat ke 3 dengan menyumbang 8% dari penderita TB
di seluruh dunia setelah (WHO, 2018). Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak
420.994 (pria 245.298 kasus, dan wanita 175.696 kasus) kasus pada tahun 2017
(data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TBC tahun
2017 pada pria 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada wanita. Prevalensi TB pada
pria 3 kali lebih tinggi dibandingkan pada wanita. Survei ini menemukan bahwa dari
seluruh partisipan pria yang merokok sebanyak 68,5% dan hanya 3,7% partisipan
wanita yang merokok (Infodatin TB Kemenkes RI, 2018). Angka Case Notification
Rate (CNR) atau jumlah semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan di antara
100.000 penduduk di Indonesia semakin meningkat dari tahun 2014 hingga 2017
dari angka 125 menjadi 161 per 100.000 penduduk. Angka keberhasilan pengobatan
(Succes Rate) pasien TB meningkat dari tahun 2016-2017, dari 85 % menjadi
85,1%. Cakupan pengobatan semua kasus TB atau Case Detection Rate (CDR)
pada 2016 35,8% dan meningkat pada tahun 2017 menjadi 42,4%. Hasil
pengobatan pasien TB semua kasus pada tahun 2017 yaitu yang sembuh sebesar
42 %, dengan pengobatan lengkap 43,1%, pindah 4%, tidak dievaluasi 2,7%,
meninggal 2,5%, dan yang gagal 0,4% (Infodatin TB Kemenkes RI, 2018).

3) Provinsi dan Kabupaten

Di Provinsi Jawa Timur Kasus TB tertinggi yaitu di Kota Surabaya dengan jumlah
kasus TB sebanyak 6338, disusul oleh Kabupaten Pasuruan 2393 kasus dan
Kabupaten Lamongan berada di posisi ke tiga dengan 2377 kasus (BPS Jawa
Timur, 2018).
4) Lokasi Penelitian

Di Puskesmas Tlogosadang, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan yaitu


tempat yang akan diteliti oleh peneliti juga masih terdapat penderita TB. Menurut
data Puskesmas Tlogosadang tercatat, pada tahun 2016 jumlah penderita TB 59
orang (TB BTA positif 8 orang). Pada tahun 2017 jumlah penderita TB 58 orang (TB
BTA positif 19 orang) dan pada tahun 2018 jumlah penderita TB 60 orang (TB BTA
positif 13 orang). Pemaparan data tersebut dapat dilihat peningkatan jumlah
penderita TB secara umum maupun TB BTA positif, sehingga perlu dikhawatirkan
kondisi tersebut.

2.3 Terapi

Terapi dalam TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu farmakologis dan non farmakologis .

a. non farmakologis

2.4 pengobatan

Meski berisiko fatal, namun TBC adalah penyakit yang masih bisa disembuhkan asalkan
melalui penanganan secara tepat. Biasanya, dokter akan menganjurkan pengidap
TB paru untuk mengonsumsi obat selama 6-12 bulan.

Obat TB paru umumnya mengandung jenis antituberkulosis, yaitu antibiotik yang


khusus digunakan untuk mematikan infeksi bakteri TB. Pengobatannya sendiri terdiri
dari 2 tahap yaitu intensif dan lanjutan.

Berikut beberapa obat TBC paru yang digunakan pada tahap pengobatan pertama:
 Pyrazinamide
 Isoniazid
 Streptomisin
 Rifampin
 Ethambutol 

Berikut beberapa obat TBC paru yang digunakan pada tahap pengobatan pertama:
 Pyrazinamide
 Isoniazid
 Streptomisin
 Rifampin
 Ethambutol 
2.4 Peran perawat terhadap TB Paru
Seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya kebutuhan pelayanan kesehatan
menuntut perawat saat ini memiliki pengetahuan dan keterampilan di berbagai bidang. Saat
ini perawat memiliki peran yang lebih luas dengan penekanan pada peningkatan kesehatan
dan pencegahan penyakit, juga memandang klien secara komprehensif.
Perawat adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kewenangan
untuk memberikan asuhan keperawatan pada orang lain berdasarkan ilmu dan kiat yang
dimilikinya dalam batas-batas kewenangan yang dimilikinya. (PPNI, 1999; Chitty, 1997).

Peran perawat professional diantaranya :

1. pemberi asuhan keperawatan

Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien mendapatkan


kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan.

2. Pelindung dan Advokat Klien


Sebagai pelindung, perawat membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien
dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan serta melindungi klien dari
kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan diagnostic atau pengobatan.
Sedangkan peran perawat sebagai advokat, perawat melindungi hak klien sebagai manusia
dan secara hukum, serta membantu klien dalam menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan.

3. . Pemberi Kenyamanan

Perawat klien sebagai seorang manusia, karena asuhan keperawatan harus ditujukan pada
manusia secara utuh bukan sekedar fisiknya saja, maka memberikan kenyamanan dan
dukungan emosi seringkali memberikan kekuatan bagi klien sebagai individu yang memiliki
perasaan dan kebutuhan yang unik. Dalam memberi kenyamanan, sebaiknya perawat
membantu klien untuk mencapai tujuan yang terapeutik bukan memenuhi ketergantungan
emosi dan fisiknya.

4. Komunikator

Keperawatan mencakup komunikasi dengan klien dan keluarga, antar sesama perawat dan
profesi kesehatan lainnya, sumber informasi dan komunitas. Dalam memberikan perawatan
yang efektif dan membuat keputusan dengan klien dan keluarga tidak mungkin dilakukan
tanpa komunikasi yang jelas. Kualitas komunikasi merupakan factor yang menentukan
dalam memenuhi kebutuhan individu, keluarga dan komunitas.

5. Penyuluh

Sebagai penyuluh, perawat menjelaskan kepada klien konsep dan data-data tentang
kesehatan, mendemonstrasikan prosedur seperti aktivitas perawatan diri, menilai apakah
klien memahami hal-hal yang dijelaskan dan mengevaluasi kemajuan dalam pembelajaran.
Perawat menggunakan metode pengajaran yang sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan klien serta melibatkan sumber-sumber yang lain misalnya keluarga dalam
pengajaran yang direncanakannya.

2.5 Analisis kasus

BAB 3

PENUTUP

Kesimpulan

DAFTAR PUSAKA
(1). Vidyastari YS, Cahyo K, Riyanti E. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi
Pencapaian Target Cdr (Case Detection Rate) Oleh Koordinator P2tb Dalam
Penemuan Kasus di Puskesmas Kota Semarang. Kesehat Masy. 2019;7(1).

[2] Indonesia DJ. Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan Departemen


Kesehatan Republik. Buku Saku Kader Program Penanggulangan Tb.; 2009.

[3] Dinas Kesehatan Jawa Tengah. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Vol
3511351.; 2016.

[4] Kementerian Kesehatan RI. ditjen Penyakit Dan PenyehatanLingkungan.


Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. 2011.

[5] Astuti S. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Terhadap


Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara
Tahun 2013. 2013;1.

[6] Guno TH, Putra BA, Kamelia T, Makmun D. Diagnostic and Therapeutic
Approach in Intestinal Tuberculosis. 2016;17(2).

[7] World Helath Organization. Global Tuberculosis Report.; 2018.

[8] Sugiarti S, Ramadhian MR, Carolia N. Vitamin D sebagai Suplemen dalam


Terapi Tuberkulosis Paru. 2018;7(11):198-202.

[9] Nurjana MA. Faktor Risiko Terjadinya Tuberculosis Paru Usia Produktif ( 15-49
Tahun ) Di Indonesia.Media Litbangkes. 2015;25(3):163-170.

[10] Dinas Kesehatan KotaSemarang. Profil Kesehatan Kota Semarang 2017.;


2017. www.dinkes.semarangkota.go.id.

[11] Dotulong JFJ, Sapulete MR, Kandou GD. Hubungan Faktor Risiko Umur, Jenis
Kelamin Dan Kepadatan Hunian Dengan Kejadian Penyakit Tb Paru Di Desa Wori
Kecamatan Wori.Kedokt Komunitas dan Trop. 2015;III(2):57-65.

[12] Wulandari AA, Nurjazuli, Adi MS. Faktor Risiko dan Potensi Penularan
Tuberkulosis Paru di Kabupaten Kendal , Jawa Tengah. 2015;14(1):7-13.

[13] Shalsabila M, Cahyo SK, Indraswari R. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi


Pencapaian Target CDR Oleh Kader TB ’Aisyiyah Dalam Penemuan Kasus TB di
Kota Semarang. 2018;6(4).
[14] Yuen CM, Amanullah F, Dharmadhikari A, et al. Turning off the tap : Stopping
Tuberculosis Transmission Through Active Case Finding And Prompt Effective
Treatment. Lancet. 2015;386(10010):2334-2343.

[15] Morishita F, Eang MT, Nishikiori N, Yadav R. Increased Case Notification


through Active Case Finding of Tuberculosis among Household and Neighbourhood
Contacts in Cambodia. 2016:1-15. doi:10.1371/journal.pone.0150405

(16) kenedyanti, e., & sulistyorini, l. 2017. Analisis mycobacterium tuberkulosis dan
kondisi fisik rumah dengan kejadian tuberkulosis paru. Jurnal berkala epidemiologi.
vol. 5(2): 152–162. https://doi.org/10.20473/jbe.v5i2.2017.152-162.

(17) Sigalingging, I. N., Hidayat, W., & Tarigan, F. L. 2019. Pengaruh pengetahuan,
sikap, riwayat kontak dan kondisi rumah terhadap kejadian TB Paru di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Hutarakyat Kabupaten Dairi Tahun 2019. Jurnal Ilmiah Simantek.
vol. 3(3): 87–99

(18) https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/tuberkulosis-atau-tb-
adalah

(19) http://rsudpurihusada.inhilkab.go.id/peran-dan-fungsi-perawat-profesional/

Anda mungkin juga menyukai