Anda di halaman 1dari 60

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. C DENGAN DIAGNOSA MEDIS


TUBERKULOSIS PARU DI RUANG BANDENG 2 RSUD M.A SENTOT
PATROL KABUPATEN INDRAMAYU

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 1

Dyah Shella N (421J0020) Henci Winanti (421J0032)


Lorenca Nolasandralica (421J0002) Iin Rohaenicih (421J0016)
Daffa Septriyani Putri (421J0024) Triyani (421J0033)
Sylvi Resti Anggraini (421J0001) Ainun Nisah (421J0021)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARDIKA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

2021
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit infeksi

yang prevalensinya paling tinggi di dunia. Tuberkulosis adalah penyakit

infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

(Tuberculosis Report WHO, 2019). Tuberkulosis dapat menyerang diberbagai

organ terutama paru-paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya

tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi hingga kematian (Kemenkes,

2016).

Berdasarkan laporan World Health Organization lebih dari 10 juta

populasi terkena TB paru dan sekitar 1,5 juta meninggal setiap tahunnya.

Lebih dari 90% kasus TB paru berasal dari negara berkembang salah satunya

Indonesia. Kasus tuberkulosis di Indonesia menempati urutan ke-3 terbanyak

di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus sebanyak 845.000 atau

sekitar 8,45% dari total jumlah penderita TB paru di dunia (Tuberculosis

Report WHO, 2019). Di Indonesia jumlah kasus tuberkulosis yang ditemukan

pada tahun 2018 adalah sebanyak 566.623 penderita, meningkat bila di

bandingkan pada tahun 2017 yaitu sebanyak 446.732 penderita. Jumlah kasus

tertinggi di laporkan di tiga provinsi yaitu provinsi Jawa Barat, Jawa Timur
dan Jawa Tengah sebesar 44% dari jumlah seluruh kasus di Indonesia

(Kemenkes, 2019).

Berdasarkan data Riskesdas 2007 dan 2013, prevalensi penduduk

Indonesia yang didiagnosis TBC oleh tenaga kesehatan sama yaitu 0,4%,

prevalensi TBC mengalami peningkatan pada Riskesdas 2018 yaitu 0,42%

atau sebesar 1.017.290 kasus. Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan

prevalensi kasus TBC tertinggi di Indonesia yaitu sebanyak 186.809 kasus

(Riskesdas, 2018).

Jumlah penemuan kasus di Jawa Barat mengalami penurunan

dibandingkan pada tahun 2017 yaitu dari 82.063 penderita menjadi 76.546

penderita ditahun 2018. Begitu pula Angka Notifikasi Kasus atau Case

Notification Rate (CNR) tuberkulosis mengalami penurunan yang signifikan

dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2017 CNR yaitu 171 per 100.000

penduduk sedangkan pada tahun 2018 sebesar 168 per 100.000 penduduk.

Pada tahun 2018 terdapat tiga Kabupaten/Kota dengan CNR tuberkulosis

tertinggi yaitu Kota Sukabumi, Kota Cirebon dan Kota Cimahi (Dinkes Jawa

Barat, 2019).

Berdasarkan data penemuan kasus TB dengan BTA+ di Kabupaten

Indramayu pada tahun 2017-2019 mengalami peningkatan yaitu pada tahun

2017 sebanyak 1.600 penderita, sedangkan pada tahun 2018 sebanyak 796

penderita dan pada tahun 2019 sebanyak 2.327 penderita. Untuk jumlah angka

kesembuhan TBC di Kabupaten Indramayu mengalami fluktuatif dari tahun


ke tahun, dimana pada tahun tahun 2017 naik menjadi 95% dan tahun 2018

mengalami penurunan yang cukup signifikan menjadi 56%, untuk data tahun

2019 sebesar (59%) belum terverifikasi oleh pemegang program di Puskesmas

dan dinas sehingga data masih bersifat sementara dan bisa berubah (Dinkes

Kabupaten Indramayu, 2020).

Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menyebabkan

masalah kesehatan terbesar kedua di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh basil

dari bakteri Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis sendiri dapat menyerang

bagian tubuh manapun, tetapi yang tersering dan paling umum adalah infeksi

tuberkulosis pada paru-paru. Penyebaran penyakit ini dapat terjadi melalui

orang yang telah terkena TB paru. Kemudian, batuk atau bersin

menyemburkan air liur yang telah terkontaminasi dan terhirup oleh orang

sehat yang kekebalan tubuhnya lemah terhadap penyakit tuberkulosis.

Biasanya menyerang paru-paru, tetapi penyakit ini dapat memberi dampak

juga pada tubuh lainnya, seperti sistem saraf pusat, jantung, kelenjar getah

bening, dan lainnya.

Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis tahun 2016

menyebutkan bahwa upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam mencapai

angka kebehasilan pengobatan yaitu melakukan promosi kesehatan tentang

TB paru pada keluarga dan masyarakat, mengendalikan faktor resiko dengan

memberikan suntik BCG kepada bayi untuk mencegah penularan dan

meningkatkan kekebalan tubuh, strategi TOSS TB (Temukan Obati Sampai


Sembuh), dan pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) secara gratis.

Keberhasilan pengobatan tuberkulosis dapat dicapai dengan melaksanakan

Strategi Nasional Penanggulangan Tuberkulosis seperti peran perawat dalam

memberikan edukasi tentang batuk efektif guna meningkatkan pengeluaran

sputum pada penderita TB paru (Kemenkes, 2016).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Alie dan Rodiyah

(2013) yaitu tindakan batuk efektif pada pasien TB di Puskesmas Kabupaten

Jombang dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat

mengeluarkan dahak secara maksimal, dan dapat dikatakan bahwa tindakan

batuk efektif bisa mengurangi masalah bersihan jalan napas tidak efektif.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan

masalah yang dapat diambil adalah “Bagaimana Penerapan Asuhan

Keperawatan Pada Ny. C Dengan Diagnosa Medis Tuberkulosis Paru Di

Ruang Bandeng 2 RSUD M.A Sentot Patrol Kabupaten Indramayu?”

1.3 Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui penerapan asuhan keperawatan pada Ny. C dengan

diagnosa medis tuberkulosis paru di Ruang Bandeng 2 RSUD M.A

Sentot Patrol Kabupaten Indramayu.

2. Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui konsep tuberculosis paru


2) Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan

tuberkulosis paru

3) Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada Ny. C dengan

tuberkulosis paru di Ruang Bandeng 2 RSUD M.A Sentot

Patrol Kabupaten Indramayu

1.4 Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Hasil penyusunan makalah ini diharapkan dapat menambah ilmu

pengetahuan dan dapat mengembangkan konsep serta teori ilmu

keperawatan khususnya bidang keperawatan medikal bedah mengenai

asuhan keperawatan pada pasien dengan tuberculosis paru di Ruang

Bandeng II RSUD M.A Sentot Kabupaten Indramayu

2. Manfaat Praktisi

1) Bagi Rumah Sakit

Hasil penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan

informasi mengenai tuberkulosis paru di Ruang Bandeng II

RSUD M.A Sentot Kabupaten Indramayu.

2) Bagi Tenaga Kesehatan

Penyusunan makalah ini dapat menjadi masukan dan acuan

dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan mengenai

asuhan keperawatan pada pasien dengan tuberkulosis paru .


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies
Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M.
Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).
Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis yang
bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT
(Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu
penegakan diagnosis dan pengobatan TBC. (Pusdatin Kemenkes, 2018)

2.2 Etiologi
Tuberculosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Penyebarannya melalui batuk atau bersin dan orang yang menghirup droplet
yang dikeluarkan oleh penderita. Meskipun TB menyebar dengan cara yang
sama dengan flu, tetapi penularannya tidak mudah. Infeksi TB biasanya
menyebar antar anggota keluarga yang tinggal serumah. Akan 8 tetapi
seseorang bisa terinfeksi saat duduk disamping penderita di dalam bus atau
kereta api. Selain itu, tidak semua orang yang terkena TB bisa menularkannya
(Puspasari, 2019).
TB disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini
berbentuk batang, memiliki dinding lemak yang tebal, tumbuh lambat, tahan
terhadap asam dan alcohol, sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA).
Kuman ini memasuki tubuh manusia terutama melalui paru-paru, namun
dapat juga lewat kulit, saluran kemih, dan saluran makanan (Sofro, dkk,
2018). Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri atau
kuman ini berbentuk batang, dengan ukuran panjang 1-4 µm dan tebal 0,3-0,6
µm. sebagian besar kuman berupa lemak /lipid, sehingga kuman tahan
terhadap asam dan lebih tahan terhadap kimia/ fisik. Sifat lain kuman ini
adalah aerob yang menyukai daerah dengan banyak oksigen, dan daerah yang
memiliki kandungan oksigen tinggi yaitu apical/apeks paru. Daerah ini
menjadi predileksi pada penyakit tuberculosis (Somatri, 2012).

2.3 Patofisiologi
Menghirup Mycobacterium Tuberculosis menyebabkan salah satu
dari empat kemungkinan hasil, yakni pembersihan organisme, infeksi laten,
permulaan penyakit aktif (penyakit primer), penyakit aktif bertahuntahun
kemudian (reaktivasi penyakit). Setelah terhirup, droplet infeksius tetesan
menular menetap diseluruh saluran udara. Sebagian besar bakteri terjebak
dibagian atas saluran nafas dimana sel epitel mengeluarkan lender. Lender
yang dihasilkan menangkap zat asing dan silia dipermukaan sel terus-
menerus menggerakkan lender dan partikelnya yang terangkap untuk
dibuang. System ini memberi tubuh pertahanan fisik awal yang mencegah
infeksi tuberculosis (Puspasari, 2019).
Sistem kekebalan tubuh berespon dengan melakukan reaksi
inflamasi. Neutrophil dan magrofag memfagositosis (menelan) bakteri.
Limfosit yang spesifik terhadap tuberculosis menghancurkan (melisiskan)
basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
terakumulasinya eksudat dalam alveoli dan terjadilah bronkopneumonia.
Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar.
Massa jaringan baru disebut granuloma, yang berisi gumpalan basil
yang hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang
membentuk dinding. Granuloma berubah bentuk menjadi massa jaringan
fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut Ghon Tubercle. Materi
yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik, membentuk
perkijuan (necrotizing caseosa). Setelah itu akan terbentuk kalsifikasi,
membentuk jaringan kolagen. Bakteri menjadi non-aktif.
Penyakit akan berkembang menjadi aktif setelah infeksi awal,
karena respons system imun yang tidak adekuat. Penyakit aktif juga timbul
akibat infeksi ulang atau aktifnya kembali bakteri yang tidak aktif. Pada
kasus ini, terjadi ulserasi pada ghon tubercle, dan akhirnya menjadi
perkijuan. Tuberkel yang ulserasi mengalami proses penyembuhan
membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang,
mengakibatkan bronkopneumonia, pembentukan tuberkel, dan seterusnya
(Somantri, 2012).
2.4 Pathway
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan (Puspasari, 2019) :
a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit
1. Tuberculosis paru adalah TB yang menyerang jaringan (parenkim)
paru dan tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberculosis ekstra paru adalah TB yang menyerang organ tubuh
selain paru seperti pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar limfe, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan
lain-lain.

b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya


1. Klien baru TB, yakni klien yang belum pernah diobati dengan OAT
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan (< dari 28
dosis).
2. Klien yang pernah diobati TB, yakni klien yang sebelumnya pernah
menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis).
3. Klien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan
TB terakhir :
1. Klien kambuh, yaitu klien TB yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologi atau klinis.
2. Klien yang diobati kembali setelah gagal, yaitu klien TB yang
pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
3. Klien yang diobati kembali setelah putus obat, yakni klien yang
telah berobat dan putus obat 2 bulan atau lebih dengan BTA
positif.
4. Lain-lain, yaitu klien TB yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
1. Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja.
2. Poli resistan (TB RR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Insoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
3. Multidrug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan.
4. Extensive drug resistan (TB XDR): TB MDR yang sekaligus juga
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan
minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan.
5. Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan
atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan
metode genotype atau metode fenotipe.

d. Klasifikasi klien TB berdasarkan status HIV


1. Klien TB dengan HIV positif
2. Klien TB dengan HIV negative
3. Klien TB dengan status HIV tidak diketahui

2.6 Manifestasi Klinis


Berdasarkan Nanda, 2015 :
1. Demam 40-41◦ C, serta ada batuk atau batuk berdarah
2. Sesak nafas dan nyeri dada
3. Malaise (perasaan tidak enak), keringat malam
4. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada
5. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit.
Berdasarkan (Sofro, dkk, 2018):
1. Keluhan pokok
a. Mirip gejala flu biasa
b. Selera makan menurun
c. Demam atau agak demam pada malam hari, selama
bermingguminggu
d. Batuk kering
e. Batuk darah
f. Dada terasa sakit, sesak
g. Badan terasa lemah (malaise)
2. Tanda penting
a. Batuk berdahak minimal 2 minggu
b. Umumnya berat badan berkurang atau kurus
c. Kelemahan
d. Dokter akan mendengar suara ronki basah di apeks paru-paru

2.7 Data Penunjang


Menurut Somantri (2012) pemeriksaan penunjang TB paru antara lain
sebagai berukut :
a. Kultur sputum : menunjukkan hasil positif Mycobacterium tuberculosis
pada stadium aktif.
b. Ziehl Neelsen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluid) : positif
untuk bakteri tahan asam (BTA).
c. Skin test (PPD, Mantoux, Tine, Vollmer Patch) : reaksi positif (area
indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen
intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibody tetapi
tidak mengindikasikan penyakit sedang aktif.
d. Foto rongen dada (chest x-ray) : dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada
lesi awal di bagian paru-paru bagian atas, deposit kalsium pada lesi primer
yang membaik atau cairan pada efusi. Perubahan mengindikasikan TB
yang lebih berat, dapat mencakup area berlubang dan fibrosa.
e. Histologi atau kultur jaringan (termasuk kumbah lambung, urine dan CSF,
serta biopsy kulit) : menunjukkan hasil positif untuk Mycobacterium
tuberculosis.
f. Needle biopsy of lung tissue : positif untuk granuloma TB, adanya selsel
besar yang mengindikasikan nekrosis.
g. Elektrolit : mungkin abnormal bergantung pada lokasi dan beratnya infeksi,
misalnya hyponatremia mengakibatkan retensi air, mungkin ditemukan
pada TB paru kronik lanjut.
h. ABGs : mungkin abnormal, bergantung pada lokasi, berat dan sisa
kerusakan paru.
i. Bronkografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan
bronkus atau kerusakan paru karena TB.
j. Pemeriksaan darah : leukositosis, laju endap darah (LED) meningkat.
k. Tes fungsi paru : VC menurun, dead space meningkat, TLC menurun, dan
saturasi oksigen menurun yang merupakan gejala sekunder dari fibrosis
infiltrasi paru da penyakit pleura.

2.8 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan yang diberikan menurut Somantri, 2012 bisa berupa
metode preventif dan kuratif. Cara-caranya sebagai berikut :
1. Penyuluhan Penyuluhan yang dilakukan mengenai penyakit TB paru,
penyebab, manifestasi klinis, dan penatalaksanaan.
2. Pencegahan Cara pencegahanya yaitu berhenti merokok dan minum
alcohol, olah raga secara teratur, makan makanan yang bergizi dan
istirahat yang cukup, selalu menjaga kebersihan mulut dan mempelajari
cara batuk yang baik
3. Pemberian obat-obatan
a) OAT (Obat Anti Tuberkulosis)

Obat Anti TB Rekomendasi Dosis (mg/kgBB)


Esensial Perhari Perminggu
3x 2x
Isoniazid (H) 5 1 1
Rifampisin (R) 10 1 1
Pirasinamid (Z) 25 3 5
Streptomisin (S) 15 1 1
Etambul (E) 15 3 4
Sumber : Somantri, 2012
b) Bronkodilator
c) Ekspektoran
d) OBH
e) Vitamin
4. Fisioterapi dan rehabilitasi Tindakannya yaitu seperti pengaturan posiss
postural drainase, claping, dan vibrasi, serta diakhiri dengan metode batuk
efektif.
5. Konsultasi secara teratur Yang bertujuan untuk mengetahui dan melakukan
pemeriksaan agar tau perkembangan kesehatan yang dialami oleh klien.

Penatalaksanaan Farmakologi (Puspasari, 2019) :


1 Obat lini pertama : isoniazid atau INH (Nydrazid), rifampisin (Rifadin),
pirazinamida, dan etambutol (Myambutol) setiap hari selama 8 minggu dan
berlanjut hingga 4 sampai 7 bulan.
2 Obat lini kedua : capreomycin (Capastat), etionamida (Trecator), sodium
para-aminosalicylate, dan sikloserin (Seromisin).
3 Vitamin B (Piridoksin) biasanya diberikan dengan INH. Penatalaksanaan
Non – Farmakologi menurut (Morton,dkk, 2012) adalah:
a. Mencapai Bersihan Jalan Napas
1) Pantau adanya dyspnea dan hipoksemia pada pasien
2) Jika bronkodilator atau kortikosteroid diprogramkan, berikan obat secara
tepat dan aspadai kemungkinan efek sampingnya.
3) Dorong pasien untuk menghilangkan semua iritan paru, terutama
merokok sigaret
4) Intruksikan pasien untuk batuk efektif
5) Fisioterapi dada dengan drainase postural

b. Meningkatkan Pola Pernafasan


1) Latihan otot inspirasi dan latihan ulang pernafasan dapat membantu
meningkatkan pola pernafasan.
2) Latihan nafas diafragma dapat mengurangi kecepatan respirasi.
3) Pernafasan melalui bibir dapat membantu memperlambat ekspirasi,
mencegah kolaps jalan napas kecil.

c. Aktivitas Olahraga Program


Aktivitas olahraga untuk TB Paru dapat terdiri atas sepedah
ergometri, latihan treadmill, atau berjalan dengan diatur waktunya, dan
frekuensinya dapat berkisar dari setiap hari sampai setiap minggu.

d. Konseling Nutrisi
Malnutrisi adalah umum pada pasien TB Paru dan terjadi pada
lebih dari 50% pasien TB Paru yang masuk rumah sakit. Berikan nutrisi
yang terpenuhi bagi pasien agar tidak terjadi malnutrisi.

2.9 Pengkajian Keperawatan

Konsep keperawatan Tuberkulosis Paru meliputi :

1. Pengkajian

A. Anamnesis

1) Identitas Diri Pasien Yang terdiri dari nama pasien, umur, jenis kelamin,
agama dan lain-lain

2) Keluhan Utama

Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB Paru meminta


pertolongan pada tenaga medis dibagi menjadi 4 keluhan, yaitu :

A. Batuk
Keluhan batuk timbul paling awal dan paling sering dikeluhkan,
apakah betuk bersifat produktif/nonproduktif, sputum bercampur
darah
B. Batuk Berdahak
Seberapa banyak darah yang keluar atau hanya blood streak, berupa
garis atau bercak-bercak darah

C. Sesak Nafas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal menyertai seperti efusi pleura, pneumotoraks,
anemia, dll.

D. Nyeri Dada

Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleural terkena TB

3) Keluhan Sistematis

a. Demam

Keluhan ini sering dijumpai yang biasanya timbul pada sore hari atau
pada malam hari mirip dengan influenza

b. Keluhan Sistematis Lain

Keluhan yang timbul antara lain : keringat malam, anoreksia, penurunan


berat badan dan malaise

B. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang :

a) Keadaan pernapasan (napas pendek)

b) Nyeri dada

c) Batuk, dan

d) Sputum

2) Kesehatan Dahulu :

Jenis gangguan kesehatan yang baru saja dialami, cedera dan pembedahan

3) Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita empisema, asma, alergi dan TB

C. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum dan tanda – tanda vital

Hasil pemeriksaan tanda – tanda vital klien biasanya didapatkan


peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat
disertai sesak napas, denyut nadi meningkat seirama dengan peningkatan
suhu tubuh dan frekuensi pernapasan dan tekanan darah biasanya sesuai
dengan adanya penyakit penyulit seperti hipertensi.

2) Breathing

Inspeksi :

a) Bentuk dada dan gerakan pernapasan klien dengan TB Paru


biasanya terlihat kurus sehingga pada bentuk dada terlihat adanya
penurunan proporsi anterior-posterior bading proporsi diameter
lateral

b) Batuk dan sputum Batuk produktif disertai adanya peningkatan


produksi sekret dan sekresi sputum yang purulen

Palpasi :

Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB


Paru tanpa komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada
biasanya normal dan seimbang bagian kiri dan kanan. Adanya
penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan pada klien
TB Paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas.

Perkusi :
Pada klien TB Paru tanpa komplikasi biasanya ditemukan
resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. pada klien dengan
komplikasi efusi pleura didapatkan bunyi redup sampai pekak pada
sisi yang sakit sesuai dengan akumulasi cairan

Aukultasi :

Pada klien TB Paru bunyi napas tambahan ronki pada sisi yang sakit

1) Brain
Kesadaran biasanya komposmentis, ditemukan adanya sianosis
perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian
objektif, klien tampak wajah meringis, menangis, merintih. Pada
saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan
konjungtiva anemis pada TB Paru yang hemaptu, dan ikterik pada
pasien TB Paru dengan gangguan fungsi hati.
2) Bledder

Pengukuran volume output urin berhubungan dengan intake


cairan. Memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan
tanda awal syok.

3) Bowel
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu
makan dan penurunan berat badan
4) Bone
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien TB Paru.
gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia,
pola hidup menetap.

5) Pemeriksaan Fisik Head To Toe


(a) Kepala Kaji keadaan Kulit kepala bersih/tidak, ada
benjolan/tidak, simetris/tidak
(b) Rambut Kaji pertumbuhan rata/tidak, rontok, warna rambut
(c) wajah Kaji warna kulit, struktur wajah simetris/tidak
(d) Sistem Penglihatan 18 Kaji kesimetrisan mata, conjungtiva
anemia/tidak, sclera ikterik/tidak )
(e) Wicara dan THT
1. Wicara Kaji fungsi wicara, perubahan suara,afasia, dysfonia
2. THT
a. Inspeksi hidung : kaji adanya obtruksi/tidak, simetris/tidak,ada
secret/tidak
b. Telinga : Kaji Telinga Luar bersih/tidak, membran tympani, ada
secret/tidak
c. Palpasi : Kaji THT ada/tidak nyeri tekan lokasi dan penjalaran.

2.10 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Yang Muncul Secara teoritis diagnosa
keperawatan yang dapat muncul dengan klien TB Paru adalah sebagai
berikut :
a. Ketidak efektifan bersihan jalan napas b.d penumpukan sekret berlebih
b. Resiko infeksi b.d kerusakan jaringan atau tambahan infeksi
c. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan jumlah hemoglobin
dalam darah
d. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan suplai oksigen
e. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
makanan tidak adekuat, anoreksia
f. Gangguan Pola Tidur b.d kebisingan lingkungan sekitar
g. Resiko terjadinya penularan b.d kurang pengetahuan keluarga tentang cara
penularan TB
2.11 Intervensi

No. SDKI SLKI SIKI


1. Bersihan nafas tidak efektif Jalan Nafas 1. Menejemen Jalan Nafas

Definisi : ketidakmampuan Definisi: kemampuan Definisi : mengidentfikasi dan

membersihkan sekret atau obstruksi membersihkan sekret atau mengelola kepatenan jalan nafas

jalan nafas untuk mempertahankan obstruksi jalan nafas untuk Tindakan :

jalan nafas tetap paten. mepertahankan jalan nafas paten Observasi :

Setelah dilakukan tindakan - Monitor pola nafas ( frekuensi,

keprawatan diharapkan masalah kedalaman, usaha napas )

pada jalan nafas dapat teratasi - Monitor bunyi nafas tambahan


Penyebab:
dengan kriteria hasil: ( mis, gurgling, mengi,
fisiologis
1. Jalan nafas paten wheezing, ronkhi kering )
1. Spasme jalan nafas
2. Sekret berkurang - Monitor sputum ( jumlah,
2. Benda asing dalam jalan nafas
3. Frekuensi nafas dalam batas warna, aroma )
3. Sekresi yang tertahan
4. Proses infeksi normal
4. Kilen mampu melakuan Batuk Teraupeutik :
5. Respon alergi
efektif dengan benar - Pertahankan kapatenan jalan
napas dengan head-tilt dan
Situasional
chin- lift ( jaw-thrust jika
1. Merokok aktif
curiga trauma Servikal )
2. Merokok pasif
- Posisikan semi-fowler atau
3. Terpajan polutan
fowler
- Berikan minum hangat
Gejala tanda mayor
- Lakukan fisiotrapi dada, jika
Subjektif :-
perlu
Obektif :
- Lakukan penghisapan lendir
1. Batuk tidak efektif
kurang dari 15 detik
2. Tidak mampu batuk
- Berikan oksigen , jika perlu
3. Sputum berlebih
4. Mengi,wheezing dan/atau ronkhi
Edukasi :
kering
- Anjurkan asupan cairan 2000
5. Mekonium di jalan nafas ( pada
ml/hari,jika tidak
neonatus ) kontraindikasi
Gejala tanda minor - Ajarkan teknik batuk efektif
Subjektif :
1. Dispnea Kolaborasi :
2. Sulit bicara - Kolaborasi pemberian
3. Ortopnea bronkodilator,
ekspetoran,mukolitik, jika
Objektif : perlu
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi nafas menurun
4. Frekuensi nafas berubah
5. Pola nafas berubah
2. Defisit nutrisi Setatus Nutrisi 1. Menejemen Nutrisi
Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup Definisi : keadekuatan asupan Definisi : Mengidentifikasi dan
untuk memenuhi kebutuhan dari nutrisi untuk memenuhi mengelola asupan nutrisi yang
metabolisme kebutuhan metabolisme. seimbang
Penyebab :
1. Ketidakmampuan menelan makanan Setelah dilakukan tindakan Tindakan Observasi :
2. Ketidakmapuan mencerna makanan keprawatan nutrisi dapat - Identifikasi stataus nutrisi
3. Ketidakmampuan mengabsorbsi terpenuhi dengan kreteria hasil. - Identifikasi alergi dan
nutrien 1. Kekuatan otot mengunyah intoleransi makanan
4. Peningkatan kebutuhan metabolisme meningkat - Identifikasi makanan yang
5. Faktor ekonomi 2. Kekuatan otot menelan disukai
6. Faktor pisikologis meningkat - Identifikasi kebutuhan kalori
3. Serum albumin meningkat dan jenis cairan
Gejala dan tanda mayor : 4. Verbalisasi keinganan untuk - Identifikasi perlunya
Subjektif : - meningkatkan nutrisi penggunaan selang nasogastric
Objektif : Berat badan menurun 5. Pengetahuan untuk memilih - Monitor asupan makan
minimal 10% dibawah rentang ideal makanan yang sehat meningkat makanan
6. Pengetahun untuk memilih - Monitor berat bedan
Gejala dan tanda minor : minuman yang baik meningkat - Monitor hasil pemeriksaan
Subjektif : 7. Pengetahuan tentang standar laboraturium
asupan nutrisi yang tepat
1. Cepat kenyang setelah makan 8. Penyiapan dan penyimpanan
2. Kram/nyeri abdomen makanan meningkat Trapeutik :
3. Nafsu makan menurun 9. Sikap terhadap - Lakukan oral hygiene seblum
makanan/minuman sesuai dengan makan , jika perlu
tujuan kesehatan meningkat - Fasilitasi menentukan pedoman
10. Perasaan cepat kenyang diet, (mis.piramida makanan )
menurun - Sajikan makanan secara
11. Nyeri abdomen menurun menarik dan suhu yang sesuai
12. Rambut rontok menurun - Berikan makanan tinggi serat
13. Diare menurun untuk mencegah konstipasi
14. Berat badan membaik - Berikan makanan tinggi kalori
15. Indek masa tubuh (IMT) dan tinggi protein
membaik - Berikan siplemen
16. Frekuensi makan membaik makanan ,jika perlu
17. Bising usus membaik - Hentikan pemberian makanan
18. Tebal lipatan kulit trisep melalui selang nasogastrik jika
membaik asupan oral dapat ditoleransi
19. Membrane mukosa membaik

Edukasi :
- Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
- Ajarkan diet yang di
programkan

Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan ( mis. Pereda
nyeri, antiemetic), jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang di
butuhkan.

2. Peromosi Berat
Badan

Definisi : Memfasilitasi
peningkatan berat badan
Tindakan
Observasi :
- Identifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang
- Monitor adanya mual dan
muntah
- Monitor jumlah kalori yang
dikonsumsinya sehari -hari –
- Monitor berat badan
- Monitor albumin,limfosit, dan
elektrolit serum

Terapeutik :
-Berikan perawatan mulut
sebelum pemberian makan,jika
perlu
- Sediakan makanan yang tepat
sesuai kondisi pasien ( mis.
Makanan dengan tekstur
halus,makanan yang dibelender,
makanan yang cair diberikan
melalaui NGT atau gastrostomy,
total parenteral nutrition sesuai
indikasi)
- Hidangkan makanan secara
menarik
- Berikan suplemen, jika perlu
Berikan pujian pada pasien
/keluaraga untung peningkatan
yang capai

Edukasi :
- jelaskan jenis makanan yang
bergizi tinggi, namun tetap
terjangkau
- jelaskan peningkatan asupan
kalori yang dibutuhkan.
3. Gangguan pola tidur Pola Tidur 1. Dukungan Tidur

Definisi : Gangguan kualitas Definisi : Kedekuatan kualitas Definisi : Memfasilitasi siklus


kuantitas waktu tidur akibat dan kuantitas tidur dan terjaga yang teratur
faktor eksternal. Setelah dilakukan tindakan Tindakan
Penyebab keprawatan diharapkan kualitas Observasi :
1.Hambatan lingkungan (mis, tidur pasien kembali normal - Identifikasi pola aktivitas dan
kelembapan lingkungan sekitar, suhu dengan kereteria hasil sebagai tidur
lingkungan ,pencahayaan ,kebisingan berikut : -Identifikasi faktor pengganggu
,bau tidak sedap, jadwal 1. Keluhan sulit tidur menurun / tidur ( fisik dan / atau pisikologi)
2. Kurang kontrol tidur hilang - Identifikasi makanan dan
3. Kurang privasi 2. Keluhan sering terjaga minuman yang mengganggu
4. Restraint fisik menurun/hilang tidur ( mis. Kopi, the, alcohol.
5. Ketiadaan teman tidur 3. Keluhan tidur tidak puas tidur Makan mendekti waktu tidur,
6. Tidak familiar dengan peralatan menurun/hilang minum banyak air sbelum tidur )
tidur 4. Keluhan pola tidur berubah - Identifikasi obat tifur yang
menurun/hilang dikonsumsi
Gejala dan tanda mayor 5. Keluhan istirahat tidak cukup
Subjektif : menurun/hilang Terapeutik :
1. Mengeluh sulit tidur 6. Kemampuan beraktivitas - Modifikasi lingkungan ( mis.
2. Mengeluh sering terjaga meningkat Pencahayaaan,kebisingan,
3. Mengeluh tidak puas tidur sushu,matras, dan tempat tidur )
4. Mengeluh pola tidur berubah - Batasi waktu tidur siang jika
5. Mengeluh istirahat tidak cukup perlu
- Fasilitasi menghilangkan stress
Objektif : sebelum tidur
- Gejala dan tanda minor - Tetapkan jadwal tidur rutin
Subjektif : - Lakukan perosedur untuk
1.Mengeluh kemampuan beraktifitas meningkatan kenyamanan
menurun ( mkis. pijat, pengaturan posisi,
Objektif : - terapi akupresur )
- Sesuaikan jadwal pemberian
obat dan/ atau tinjakan untuk
menunjang siklur tidur terjaga

Edukasi :
- Jelaskan tidur cukup selama
sakit
-Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
-Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur
-Anjurkan penggunaan obat tidur
yang tidak mengganggu supresor
terhadap tidur REM
- Ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap gangguan
pola tidur ( mis. Pisikologis,
gaya hidup, sering berubah shift
bekerja )
- Ajarkan relaksasi otot
autogenik atau cara
nonfarmokologi lainnya

2.Edukasi Aktivitas
/Istirahat
Definisi :
Mengajarkan pengaturan
aktivitas dan istirahat
Tindakan :
Observasi :
- Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima informasi

Terapeutik :
-Sediakan materi dan media
pengaturan aktivitas dan istirahat
-Jadwalkan pemeberian
pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
-Berikan kesempatan kepada
pasien dan keluarga untuk
bertanya

Edukasi :
-Jelaskan pentingnya melakukan
aktivitas fisik / olahraga secara
rutin
-Anjurkan terlibat dalam
aktivitas kelompok, aktivitas
bermain atau aktivitas lainnya
-Anjurkan menyusun jadwal
aktivitas dan istirahat
-Ajarkan cara mengindentifikasi
kebutuhan istirahat ( mis.
Kelelahan , sesak napas saat
aktivitas)
-Ajarkan cara mengidentifikasi
target dan jenis aktivitas sesuai
kemampuan
4. Defisit Pengetahuan Tingkat Pengetahuan 1. Eedukasi Kesehatan Definisi
: mengajarkan mengelola faktor
resiko penyakit dan perilaku
Definisi : ketiadaan atau kurangnya Definisi : kecukupan informasi
hidup bersih dan sehat.
informasi kognitif yang berkaitan kognitif yang berkaitan dengan
Tindakan
dengan topik tertentu. topik tertentu
Observasi :
- Identifikasi kesiapan dan
Penyabab : Setelah dilakukan tindakan
kemampuan menerima informasi
1. Keteratasan kognitif keprawatan diaharapkan
- Identifikasi faktor-faktor yang
2. Gangguan fungsi kognitif pengetahuan dapat terpenuhi dank
dapat meningkatkan dan
3. Kekeliruan mengikuti anjuran lien mampu memahami tentang
menurunkan motivasi perilaku
4. Kurang terpapar informasi kesehatan dengan kriteria hasil :
hidup bersih dan sehat.
5. Kurang minat dalam belajar 1. Perilaku sesuai enjuran
Terapeutik :
6. Kurang mampu mengingat meningkat
- Sediakan materi dan media
7. Ketidaktahuan menemukan sumber 2. Verbalisasi minat dalam belajar
pendidikan kesehatan
Informasi meningkat
- Jadwalkan pendidikan
3. Kemampuan menjelaskan
kesehatan sesuai kesepakatan
Gejala dan Tanda Mayor pengetahuan tentang suatu topik
- Berikan kesempatan untuk
Subjektif : meningkat
bertanya
1. Menanayakan masalah yang di 4. Kemampuan menggambarkan
haadapi pengalaman sebelumnya yang
Edukasi :
sesuai topik meningkat
-Jelaskan faktor risiko yang
5. Perilaku sesuai dengan
dapat mempengaruhi kesehatan
pengetahuan
- Ajarkan perilaku hidup bersih
6. Pertanyaan tentang masalah
yang di hadapi menurun sehat
- Ajarkan strategi yang dapat
7. Peresepsi yang keliru terhadap
digunakan untuk meningkatkan
masalah menurun
perilaku hidup bersih dan sehat
8. Menjalani pemeriksaan yang
tidak tepat menurun
9. Perilaku membaik
2.Edukasi Pola Perilaku
Kesehatan

Definisi : Memberikan infomasi


untuk meningkatkan atau
mempertahankan perilaku
kebersihan diri dan lingkungan.
Tindakan
Observasi :
-Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima informasi
-Identifikasi kemampuan
menjaga kebersihan diri dan
lingkungan
-Monitor kemampuan
melakukan dan mempertahankan
kebersihan diri dan lingkungan.
Terapeutik :
-Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan
-Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan
-Berikan kesempatan untuk
bertanya
-Peraktekan bersama keluarga
cara menjaga kebersihan diri dan
lingkungan

Edukasi
-Jelaskan masalah yang dapat
timbul akibat tidak menjaga
kebersihan diri dan lingkungan
-Ajarkan cara menjaga
kebersihan diri dan lingkungan

3. Edukasi Berhenti
Merokok
Definisi: Memberikan
inbformasi terkait dampak
merokok dan upaya berhenti
merokok.
Tindakan :
Observasi:
-Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima informasi
Terapeutik :
-Sediakan materi dan media
edukasi
-Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan
-Berikan kesempatan keluargan
dan pasien untuk bertanya
Edukasi :
-Jjelaskan gejala fisik penarikan
nikotin (mis. Sakit kepala,
pusing, mual, dan insomnia )
-jelaskan gejala berhenti
merokok ( mis. Mulut kering,
batuk , tenggorokan gatal )
-jelaskan aspek pisikososial yang
mempengaruhi perilaku
merokok
-informasikan produk pengganti
nikotin ( mis, permen karet,
semprotan hidung, inhaler )
-ajarkan cara berhenti merokok.
BAB III

TINJAUAN KASUS

a. Pengkajian
1. Identitas
Nama : Ny C
Umur : 28 th
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status marital : Cerai hidup
Tanggal masuk : 4 November 2021
Tanggal pengkajian : 6 November 2021
Diagnosa medis : Tuberkulosis paru
No.Medrek : 226920
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Ny O
Umur : 50 th
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Hubungan dengan klien : Orangtua
Alamat : Sukahaji
2. Status kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
1). Keluhan utama : klien mengatakan sesak napas, lemas, dan
batuk berdahak sejak 2 bulan yang lalu. Sebelum masuk rs
keluhan memberat terasa dalam beberapa bulan terakhir.
Saat batuk terasa sesak
2). Faktor pencetus : klien mengatakan susah tidur, sulit nafsu
makan, dan dahulu klien memiliki riwayat minum alcohol
dan merokok
3). Lamanya keluhan : ± 2 bulan yang lalu
4). Timbulnya keluhan : keluhan saat timbul ketika klien
batuk, sesak dan nyeri dada
5). Faktor yang memperberat : klien memiliki riwayat minum
alcohol dan merokok
b. Status kesehatan masa lalu
1). Penyakit yang pernah dialami : Tidak terkaji
2). Kecelakaan : Tidak terkaji
c. Pernah dirawat
1). Penyakit yang diderita : Tidak terkaji
2). Waktu : -
3). Riwayat operasi : Tidak terkaji
d. Status kesehatan keluarga : Tidak terkaji
3. Pengkajian pola fungsi
a. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
1). Persepsi tentang kesehatan diri :
Klien mengatakan harapannya untuk dapat sembuh kembali
agar dapat bekerja dan menjaga anaknya
2). Pengetahuan dan persepsi pasien tentang penyakit dan
perawatnya
Tidak terkaji
3). Upaya yang bisa dilakukan dalam mempertahankan kesehatan
a. Kebiasaan diit yang adekuat, diit yang tidak sehat
Keluarga klien mengatakan bahwa klien sudah tidak
minum alcohol mengkonsumsi obat dan merokok
b. Pemeriksaan kesehatan berkala, perawatan kesehatan diri,
imunisasi
Tidak terkaji
c. Kemampuan untuk mengontrol kesehatan
Tidak terkaji
d. Faktor social ekonomi yang berhubungan dengan
kesehatan
Klien mengatakan sebagai IRT, Klien mengatakan tidak
berpenghasilan dan masuk ke Rs menggunakan bpjs
e. Pola nilai kepercayaan spiritual
Tidak terkaji
4. Kebutuhan Dasar
a. Rasa nyaman dan bersih
1). Adanya nyeri
Pada saat pengkajian klien mengatakan nyeri di bagian dada,
sesak napas dan lemas
2). Kebersihan tempat tidur
Tempat tidur pasien terlihat sedikit kotor akibat keringat
3). Kebersihan pakaian
Klien tidak menggunakan pakaian hanya menggunakan selimut
4). Kebersihan badan
Badan klien terlihat bersih
b. Oksigenasi
Klien menggunakan oksigen dengan frekuensi 3-5 Liter
c. Cairan dan nutrisi
Keluarga klien mengatakan bahwa frekuensi makan klien hanya 3-5
sendok yang disajikan oleh RS dan minum 1 hari hanya 600 ml
d. Eliminasi
1). Pola BAB
Tidak terkaji
2). Perubahan dalam kebiasaan BAB
Tidak terkaji
3). Penggunaan alat kateter
Klien menggunakan kateter dan terlihat 1000 ccl 18 jam
e. Istirahat dan tidur
Tidak terkaji

f. Kemampuan perawatan diri


SCORE
Kemampuan perawatan diri
0 1 2 3 4
Makan & minum
Toileting
Berpakaian
Mobilitas tempat tidur
Ambulasi atau room
g. Keselamatan dan keamanan
Tidak terdapat alergi pada makanan minuman, kondisi lingkungan
maupun obat-obatan
h. Peran seksual
Tidak terkaji
i. Psikososial
Tidak terkaji
5. Pemeriksaan fisik
a. Penampilan umum
Klien tampak lemas dan kondisi sedikit kotor
b. Kesadaran
Composmentis
c. TTV
TD : 120/80 mmhg N : 111 x/menit RR : 24 x/menit Spo2 : 92 % S :
360C
d. Kepala dan wajah
Kepala dan wajah klien simetris, ukuran kepala normal
e. Mata
Bentuk mata simetris, pupil isokor, konjuntiva normal
f. Telinga
Telinga terlihat bersih dan tidak terdapat nyeri tekan
g. Hidung
Tidak terdapat nyeri tekan
h. Mulut dan kerongkongan
Mukosa bibir kering dan lidah pucat
i. Leher
Tidak terkaji
j. Dada
Dada simetris dan terdapat nyeri pada dada
k. Jantung dan paru
Klien mengatakan nyeri pada paru
l. Abdomen
Abdomen simetris
m. Ginjal
Tidak ada pembesaran dan nyeri tekan
n. Ekstermitas
Akral dingin
o. Punggung
Tidak terkaji
p. Rectum
Tidak terkaji
q. Genetalia
Tidak terkaji
6. Pemeriksaan penunjang
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Leukosit 8,200 4,500 – 11,500 µ
Eritrosit 5,9 3,8 – 5,2 µ’l
Hemoglobin 16-3 11,7 – 15,5 g / dl
Hematokrit 54,5 35 - 47 %
trombosit 287,000 150.000 – ul
400.000
MCV 91,0 80 - 100 Fl
MCH 27,2 28-33 Pg
MCHC 29,0 33-36 g/dl
Basophil 0 0-1 %
Eosinofil 2 2-4 %
Netrofil batang 5 2-7 %
Netrofil segmen 42 50-70 %
limfosit 46 25-40 %
Monosit 5 2-8 %
GDS 121.3 74-180 Mg/dl
Sgot 12 <31 u/l
sgpt 40 <31 u/l
ureum 30 13-43 Mg/dl
Kreatinin 0,97 0.6-1.2 Mg/dl

7. Terapi dan penatalaksanaan medis


1. Drip resfar dalam Nacl 0,9 % / 24 jam
2. Ranitidine IV 2X50 gr
3. Paracitamol IV 3X50 gr
4. Methyl predisolon IV 3X3,25 gr
5. Pro TB 4 1X3 tablet Oral
6. Paracitamol 3X500 Oral
7. RL 20tpm
8. Diit yang diberikan pasien
Diit BB
B. ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif Bakteri demam Masalah
berhubungan dengan sekresi yang ↓ keperawatan
tertahan ditandai dengan batuk tidak Bakteri muncul bersihan jalan
efektif, mengi/ wheezing, dan beberapa taun nafas tidak efektif
gelisah kemudian
DS : - Pasien mengatakan sesak ↓
nafas Reaksi infeksi /
- Pasien mengatakan lemas inflasi kapitas dan
DO : - TTV : TD : 120/80 mmHg merusak parenkrim
N : 111x/m paru
RR : 24 x/m ↓
S : 36ºc Produksi secret
Mukosa bibir kering ↓
Batuk produktif

Bersihan jalan
nafas tidak efektif

2 Intoleransi aktivitas berhubungan Tuberkolosis paru Masalah


dengan ketidakseimbangan antara ↓ intoleransi
suplai dan kebutuhan oksigen Sesak nafas aktivitas
ditandai dengan mengeleluh lelah, ↓
dispneu saat aktivitas atau setelah Tidak nyaman
aktivitas, merasa lemah setelah beraktivitas
DS : - Pasien mengatakan lemah ↓
- Pasien mengatakan sulit Merasa lemah
- Beraktivitas sendiri ↓
DO : - TTV : TD : 120/80 mmhg\ Intoleransi
N : 111 x/m aktivitas
RR : 24 x/m
S : 360C
- Mukosa bibir kering
- Akral teraba hangat
C. PRIORITAS MASALAH
1). Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan d.d batuk tidak
efektif, mengi atau wheezing dan gelisah, akral teraba hangat, nyeri dada pada
sebelah kiru, spo2 menurun 92 %
2). Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplay dan kebutuhan oksigen
yang d.d dispneu, saat atau setelah aktivitas dan merasa lelah

D. NURSING CARE PLAN


DIAGNOSA PERENCANAAN
N
KEPERAW TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
O
ATAN K.H
1. Bersihan Setelah 1. Periksa tanda 1. Untuk
jalan napas dilakukan dan gejala mengetahui
tidak efektif tindakan tidak efektif tanda-tanda
berhubunga keperawatan 2. Berikan pasien batuk
n dengan 2x24 jam edukasi batuk tidak efektif
sekresi yang dijharapkan efektif 2. Untuk
tertahan pasien dengan 3. Anjurkan meningkatkan
kriteria hasil : pasien untuk kemampuan
1. Frekuens batuk efektif pasien agar
i secret 4. Kolaborasi dapat batuk
- Saat ini pemberian
:2 terapi IV secara efektif
- Hasil : 3. Untuk
4 mengerluarkan
2. Sesak dahak
napas 4. Memenuhi
- Saat ini kebutuhan
:2 cairan
- Hasil : melakukan IV
4 (Nacl 0,9 %)
3. Oksigena
si
- Saat ini
:4
- Hasil :
5

2. Intoleransi Setelah 1. Identifikas 1. Untuk


aktivitas dilakukan i fungsi mengetahui
berhubunga tindakan tubuh keluhan
n dengan keperawatan yang utama,kele
ketidak 2x24 jam mengalam mahan
seimbangan dijharapkan i pada pasien
antara suplai pasien dengan kelemhan 2. Mengetahu
dan kriteria hasil : a i
kebutuhan 1. Kemuda 2. Monitorin peningkata
oksigen han dlm g ttv n tekanan
ditandai melakuk pasien darah pada
dengan an 3. Anjurkan pasien
mengeluh tirah 3. Agar
lelah, aktivitas baring proses
dyspnea - Saat ini 4. Kolaboras penyembuh
saat/setelah :1 i dengan an pasien
aktivitas - Hasil tim medis optimal
merasa 3 laim 4. Untuk
lemah. 2. Perasaan membantu
lemas proses
- Saat ini penyembuh
:3 an
- Hasil :
4
3. Ttv
- Saat ini
:2
- Hasil :
4

E. IMPLEMENTASI
DIAGNOSA
N TANGGA PARA
KEPERAWATA IMPLEMENTASI
O L F
N
1 6-11-2021 Bersihan jalan 1. Melakukan pemeriksaan
nafas tidak efektif ttd pasien
berhubungan 2. Memberikan edukasi agar
dengan sekresi pasien dapat batuk secara
yabg tertahan efektif
ditandai dengan 3. Mengajurkan
batuk tidak memperbanyak minur air
efektif,mengi atau putih
weezing dan 4. Melakukan kolaborasi
gelisah dengan dokter untuk
memoerbian cairan IV
(NACL 0,9%)
2 7-11-2021 Intoleransi 1. Mengidentifikasi
aktivitas fungsi tubuh yang
berhubungan mengalami kelemahan
dengan ketidak 2. Memonitoring ttv
seimbangan atara 3. Menganjurkan tirah
suplai dan baring
kebutuhan 4. Kolaborasi dengan tim
oksigen ditandai medis
dengan mengeluh
lelah, dispean
saat/setelah
aktivitas,merasa
lemah
F. CATATAN PERKEMBANGAN DAN EVALUASI
Nama pasien : Ny.C.
Diagnosa Medis : Tubercolosis Paru
Ruangan : Bandeng 2

RESPON PERKEMBANGAN
NO TINDAKAN KEPERAWATAN PARAF
(SOAP)

1. 1. Melakukan pemeriksaan ttd S: pasien mengatakan lemah,lemas


pasien O: keadaan umum lemas, kes Cm
2. Memberikan edukasi agar Ttv Td:120/80
pasien dapat batuk secara mmHg,N:111x/menit, RR:
efektif 24x/menit, S:36
3. Mengajurkan A: bersihan jalan napas tidak
memperbanyak minur air efektif
putih P: masalah belum teratasi lanjutkan
Melakukan kolaborasi dengan intervensi
dokter untuk memoerbian cairan IV
(NACL 0,9%)
2. 1. Mengidentifikasi fungsi S : pasien mengatakan lemah dan
tubuh yang mengalami lemas
kelemahan O : kesadaran umum lemah
2. Memonitoring ttv Kes.CM
3. Menganjurkan tirah Ttv Td:120/80
baring mmHg,N:111x/menit, RR:
Kolaborasi dengan tim 24x/menit, S:36
medis A : Intoleransi aktivitas
P : Intervensi dilanjutkan

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Analisa Kasus


Pada tanggal 4 November 2021 di IGD RS M.A Patrol Sentot datang
Ny.C dengan keluhan sesak napas, lemas dan batuk berdahak sejak 2
bulan yang lalu. Sebelum masuk ke IGD keluhan memberat dan terasa
dalam beberapa bulan terakhir disertai dengan sesak, pasien tampak lemas
dan kondisi sedikit kotor. Pasien mengatakan susah tidur, nafsu makan
menurun, pasien memiliki Riwayat sering meminum alcohol dan
merokok. Pada saat pengkajian pasien mengeluh nyeri dibagian dada,
sesak napas dan lemas, pasien menggunakan oksigen 3-5 liter,
menggunakan kateter, TD 120/80 mmHg, Nadi 111 x/menit, Respirasi 24
x/menit, Sp02 92%, Suhu 36˚C, kesadaran composmetis, kepala dan
wajah simetris, ukuran kepala normal, bentuk mata simetris, pupil isokor,
konjungtiva anemis, telinga terlihat bersih dan tidak terdapat nyeri tekan,
mukosa bibir kering dan lidah pucat.
Pada pemeriksaan lab didapatkan Leukosit 8,200 µ, Eritrosit 5,9 µ’l,
Hemoglobin g/ dl, Hematokrit 54,5 %, Trombosit 287.000 µl, MCV 91,0
Fl, MCH 27,2 Pg, MCHC 29,0 g/dl, Basophil 0%, Eosinofil 2%, Netrofil
Batang 5%, Netrofil segmen 42 %, Limfosit 46%, Monosit 5%, GDS
121,3 mg/dl, Sgot 12 u/l, Sgpt 40 u/l, Ureum 30 mg/dl, Creatinin 0,97
mg/dl. Terapi yang didapatkan yaitu Drip resfar dalam Nacl 0,9%/24 jam,
Ranitidine 2x50 gr, Paracetamol 3x50 gr, Methylpredisolon 3x3,25 gr, Pro
TB 4 1x3 tablet, Paracetamol 3x500 dan RL 20tpm.

4.2 Data Kesenjangan


4.3 Analisis Jurnal
- Judul Jurnal : Batuk pada tuberculosis paru
- Penulis Jurnal : Richard Douglas Turner, PhD
https://doi.org/10.1016/j.pupt.2019.01.008
- Hasil Analisa : Pengetahuan saat ini tentang mekanisme batuk
pada TB dan bagaimana tepatnya pola batuk memprediksi penularan masih
sedikit, tetapi ini berubah. Penelitian ini merangkum bukti yang ada untuk
penularan batuk pada TB, korelasi klinis, dan kemungkinan penyebab batuk
pada TB. Potensi karakteristik unik batuk pada penyakit seperti pengobatan
dan kesadaran subjektif batuk pada penyakit TB. Karena batuk dominan
pada TB paru, baik sebagai gejala maupun cara penularan penyakit, sangat
mungkin bahwa refleks batuk bawaan manusia dan perilaku batuk yang
dipelajari telah dipengaruhi selama ribuan tahun oleh M.tb dan tuberkulosis.
Penularan kasus sumber tergantung pada kemampuan untuk menghasilkan
dan melepaskan tetesan kecil dari saluran pernapasan yang mengandung
M.tb hidup. Secara khusus, gejala batuk pada TB dapat dikaitkan dengan
waktu sejak onsetnya, atau hemoptisis, keduanya merupakan faktor pembaur
potensial untuk penularan, yang pada gilirannya mungkin berhubungan
dengan durasi dan dosis paparan kontak dengan M.tb di udara, masing-
masing. Hanya dua penelitian yang secara objektif mengukur frekuensi
batuk dari kasus indeks TB dalam kaitannya dengan infeksi pada kontak
serumah. Dari sejumlah variabel penjelas potensial untuk tingkat infeksi
M.tb laten di antara kontak serumah mereka, hanya jumlah basil sputum dan
frekuensi batuk sebelum pengobatan dari kasus indeks yang muncul penting
pada analisis univariat. Pada analisis multivariabel, kedua variabel ini
memiliki hubungan independen dan signifikan secara statistik dengan
ukuran penularan ini mungkin menjadi bukti terkuat hingga saat ini untuk
hubungan langsung antara frekuensi batuk harian dan penularan TB.
Viskositas lendir saluran napas mungkin sangat penting untuk pelepasan
bakteri ke dalam tetesan udara, dan variasi anatomi antara individu dalam
hal volume toraks, kaliber saluran napas, dan bentuk rongga mulut mungkin
juga mempengaruhi pengusiran M.tb aerosol dari saluran pernapasan.
Seleksi alam pada basil karena itu mungkin memiliki mekanisme yang
disukai untuk mempromosikan batuk pada oranang manusia.

4.4 Proyek Inovasi

OUTLINE

LAPORAN PELAKSANAAN PROYEK INOVASI

Judul/ Nama Proyek : Batuk Efektif Pada Pasien TB Paru

1. Pendahuluan
a. Latar Belakang
b. Tujuan Proyek

2. Persiapan
a. Analisa Diri
Menurut Puspitasari dkk (2021) Tuberkulosis paru merupakan
penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru, disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis. Batuk efektif merupakan latihan batuk untuk
mengeluarkan sekret. Batuk efektf merupakan suatu metode batuk dengan
benar, yaitu klien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan
dapat mengeluarkan dahak secara maksimal. Tujuan: untuk mengetahui
efektivitas penerapan teknik batuk efektif dan untuk meningkatkan
bersihan jalan napas pada pasien Tuberkulosis Paru.
Pada penderita Tuberkulosis masalah utama adalah adanya
penumpukan sekret di jalan nafas, sehingga penderita merasakan banyak
lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi
penderita Tuberkulosis paru untuk mengeluarkan lendir atau sekret
tersebut.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari
dkk (2021) hasil penerapan menunjukkan bahwa setelah dilakukan
penerapan teknik batuk efektif selama 1 hari pasien menunjukkan bahwa
pasien dapat mengeluarkan sputum, frekuensi pernapasan menurun
menjadi 20 x/menit, namun masih terdapat suara napas ronkhi. Sejalan
juga dengan hasil penelitian Maulana dkk (2021) menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh signifikan pemberian terapi batuk efektif terhadap
pengeluaran sputum didapatkan dari 15 responden terdapat 12 responden
yang dapat mengeluarkan sputum secara efektif menggunakan uji paired
T-test diperoleh nilai p=0.001.
b. Perencanaan

Penderita tuberkulosis paru dapat dilatih melakukan teknik batuk


efektif dengan cara :

1. Penderita tuberkulosis diposisikan duduk tegak (jika dapat duduk).


Penderita tuberkulosis diposisikan dengan nyaman. Menyiapkan pot
tempat sputum yang telah diisi pasir atau cairan desinfektan
2. Melatih penderita tuberkulosis melakukan napas perut (menarik napas
dalam melalui hidung hingga 3 hitungan, jaga mulut tetap tertutup)
3. Meminta penderita tuberkulosis merasakan mengembangnya abdomen
4. Meminta penderita tuberkulosis menahan napas hingga 3 hitung
5. Meminta penderita tuberkulosis menghembuskan napas perlahan
dalam 3 hitungan (lewat mulut, bibir seperti meniup)
6. Meminta penderita tuberkulosis merasakan mengempisnya abdomen
dan kontraksi dari otot
7. Memasang perlak/alas dan bengkok (di pangkuan penderita
tuberkulosis bila duduk atau di dekat mulut bila tidur miring)
8. Meminta penderita tuberkulosis untuk melakukan napas dalam 2 kali,
pada inspirasi yang ketiga tahan napas dan batukkan dengan kuat
9. Menampung lendir ditempat pot yang telah disediakan tadi
(Ambarwati & Nasution, 2015).

3. Pelaksanaan
4. Evaluasi
a. Proses
- Media dan Alat
1. Media : Jurnal
2. Waktu : Kurang lebih 5 menit
3. Kegiatan dilakukan di bandeng 2
- Proses Pelaksanan

NO. Tahapan & Waktu Kegiatan Mahasiswa Kegiatan Perawat


1 Pembukaan  Memberi salam  Menjawab salam
(1 menit )  Memperkenalkan  Mendengarkan dan
anggota kelompok memperhatikan
melakukan kontrak  Menyepakati
waktu kontrak
 Menjelaskan tujuan  Memperhatikan
dan materi yang dan mendengarkan
akan diberikan

2 Kegiatan  Memberikan  Menanggapi dan


(kurang lebih 4 pertanyaan dan menjelaskan
menit ) masukan kepada
perawat cara
implementasi
tentang batuk efektif
yang diberikan
perawat kepada
pasien yang ada di
ruang bandeng 2
 Menjelaskan dan
 Memberikan
mendemonstrasika
pertanyaan dan
n tekhnik batuk
masukan cara
efektif
mengambil sample
sputum
 Memberikan
pertanyaan contoh  Menjawab dan
sputum yang menjelaskan
berkualitas
 Memberikan
pertanyaan dan  Menjawab dan
masukan terkait menjelaskan
penularan dan
edukasi keluarga

3 Penutup  Menyimpulkan  Memperhatikan


bersama-sama dan mendengarkan
 Mengucapkan  Memperhatikan
terimakasih dan mendengarkan
 Mengucapkan salam  Menjawab salam
penutup

- Pengorganisasian
1. Penyaji :
2. Moderator :

Evaluasi

1. Pengorganisasian dilaksanakan sebelum pelaksanaan kegiatan


2. Kontrak dengan perawat pada H-1, diulangi kontrak pada hari H
3. Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan sesuai kontrak

b. Hasil
Hasil dari wawancara dengan perawat ruangan, perawat
mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan pada pasien tubercolisis
paru di ruangan sudah sesuai dengan jurnal internasional yang di
ambil, perawat mengatakan sehari sebelum pasien mengeluarkan
dahak untuk pemeriksaan lab, pasien di edukasi dan dianjurkan untuk
meminum air teh manis angat dan memberi tahu cara untuk
mengeluarkan dahak, cara mengelurkan dahak dengan 3 kali dehem,
pasien dianjurkan untuk tidur dengan posisi semi flower, menarik
nafas dalam melalui hidung dalam, menarik nafas selama 1-3 detik
lakukan berulang sampai 3 kali lalu batukan dengan kuat agar seputum
keluar
5. Penutup
a. Kesimpulan
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan dengan perawat di
ruangan bandeng 2, didapatkan bahwa terdapat kesamaan antara
praktik dilapangan dengan jurnal internasional maupun teori
mengenai batuk efektif.
b. Rekomendasi
Rekomendasi kasus dengan masalah ketidak efektifan bersihan
jalan nafas sehingga perawat dapat menambahkan intervensi batuk
efektif dalam tindakan keperawatan untuk mengatasi ketidak
efektifan bersihan jalan nafas sebanyak 2-3 kali supaya lebih
maksimal untuk mengeluarkan secret pasien.

Lampiran

a. SAP

Pokok Bahasan : TB Paru dan Penerapan Batuk Efektif

Sasaran : Perawat Bandeng 2

Tempat : Ruang Bandeng 2

Tanggal Pelaksanaan : 10 Juli 2019

Waktu : 11.00 - Selesai

A. Tujuan Instruksional Umum


Setelah berdiskusi tentang pencegahan TB Paru dan Etika Batuk pada
perawat, perawat mampu menerapkan edukasi mengenai pencegahan penularan
TB Paru dan etika batuk efektik
B. Tujuan Instruksional khusus
Setelah berdiskusi tentang pencegahan TB Paru dan Etika Batuk pada
perawat,perawat dapat:
1. Menjelaskan pengertian tuberculosis
2. Menjelaskan penyebab penyakit tuberculosis
3. Menjelaskan tanda dan gejala penyakit tuberculosis
4. Menjelaskan bagaimana cara penularan penyakit tuberculosis
5. Menjelaskan bagaimana pengobatan dari penyakit tuberculosis.
6. Menjelaskan bagaimana cara pencegahan dari penyakit tuberculosis.
7. Menjelaskan bagaimana etika batuk yang baik dan benar
C. Materi Penyuluhan
1. Materi Tuberculosis dan Etika batuk
2. Sub pokok pembahasan
a. Pengertian tuberculosis
b. Penyebab penyakit tuberculosis
c. Tanda dan gejala penyakit tuberculosis
d. Cara penularan penyakit tuberculosis
e. Pengobatan dari penyakit tuberculosis
f. Pencegahan dari penyakit tuberculosis.
g. Etika batuk yang baik dan benar
D. Metode
a. Diskusi dan tanya jawab
b. Dokumentasi
E. Media
Leaflet
F. Proses pelaksanaan

No Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Sasaran


1. 5 menit Pembukaan 1. Menjawab salam
1. Salam pembuka 2. Memperhatikan
2. Memperkenalkan diri 3. Memperhatikan
3. Menyebutkan materi
yang akan diberikan
2. 15 menit Pelaksanaan 1. Memperhatikan
1. Pengertian tuberculosis 2. Bertanya dan
2. Penyebab penyakit mendengar
tuberculosis jawaban
3. Tanda dan gejala 3. Menjelaskan
penyakit tuberculosis tindakan yang
4. Cara penularan penyakit biasa dilakukan
tuberculosis perawat
5. Pengobatan dari penyakit
tuberculosis
6. Pencegahan dari penyakit
tuberculosis.
7. Etika batuk yang baik
dan Benar
8. Meninjau hasil penelitian
dalam jurnal dengan
tindakan perawat yang
dilakukan
3. 10 menit Evaluasi 1. Bertanya dan
1. Memberikan kesempatan mendengar
untuk bertanya jawaban
2. Meminta perawat 2. Menjelaskan
menjelaskan tentang materi
kejadian tuberculosis dan
etika batuk di Ruang
Bandeng 2
4. 5 menit Terminasi 1. Memperhatikan
1. Mengucapkan terima 2. Menjawab salam
kasih atas perhatian yang
Diberikan
2. Mengucapkan salam

G. Evaluasi.

Evaluasi yang dilakukan adalah :

1. Evaluasi Struktur
a. Pengorganisasian dilaksanakan sebelum pelaksanaan kegiatan.
b. Kontrak dengan keluarga
c. Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan sesuai satuan acara penyuluhan.
2. Evaluasi Proses
Perawat antusias dalam menyimak dan men berdiskusi mengenai
materi penyuluhan tentang tuberculosis dan etika batuk.
3. Evaluasi Hasil
Setelah dilakukan penyuluhan selama 35 menit sasaran mampu :
a. Perawat memahami edukasi penvegahan TB Paru kepada psien
b. Perawat memahami keefektifan pengguaan teknik batuk efektik
c. Perawat memiliki antusias dalam penerapan edukasi teknik batuk
efektif
b. Kuesioner
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Riwayat Penyakit :

Batuk Efektif

No Pernyataan Jawaban
Ya Tidak
1. Sebelum melakukan tindakan,
pasien memposisikan badan duduk
dan agak membungkuk
2. Menarik napas dalam melalui
hidung dalam, tahan 1-3 detik dan
hembuskan melalui mulut perlahan-
lahan
3. Menarik napas selama 1-3 detik
lalu batukkan dengan kuat
4. Mengulang menarik napas Kembali
selama 1-2 kali, lalu batukkan
dengan kuat
5. Mengulang Kembali menarik napas
selama 1-3 detik lalu batukkan
dengan kuat
Sumber : digilib.ueu.ac.id

4. Leafleat
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Tuberkulosis Paru merupakan salah satu penyakit menular dan
merupakan penyebab kematian nomor 1 di dunia. Upaya yang dapat
dilakukan untuk mengendalikan TB Paru yaitu diantaranya menutup
mulut saat batuk dan bersin, tidak meludah atau membuang dahak
sembarangan, mengurangi interaksi sosial, berikan sinar matahari
masuk kedalam ruangan dan batasi kontak dengan kelompok rentan.
5.2 Saran
Diharapkan makalah ini dapat menjadi salah satu bahan bacaan
yang dapat membuka wawasan terkait penyakit tuberculosis paru.

DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.umpo.ac.id/6157/3/BAB%202.pdf diakses pada tanggal 28 November
2021

Kemenkes RI dan Dirjen P2PL (2014). Pedoman Nasional Pengendalian


Tuberkulosis. Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Departemen Kesehatan RI 2014. Jakarta

Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2018. Jakarta : Departemen


Kesehatan RI; 2019.

Pusdatin Kemenkes RI.2018.Tuberkulosis.Jakarta:Kemenkes RI

Puspasari, S. F. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Yogyakarta: Pustaka Baru

Rohman.2019.Penerapan Terapi Batuk Efektif Dalam Asuhan Keperawatan Tn.I


Dengan TB Paru Di Ruangan Rawat Inap Paru RSUD. DR. Achmad Mochtar
Bukit Tinggi Tahun 2019.Karya Ilmiah : STIKes Perintis Padang

Somantri, Irman. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Penebrit Salemba Medika

WHO. Global Tuberculosis Report 2019. Geneva : World Health Organization; 2019.

Anda mungkin juga menyukai