DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1
2021
BAB 1
PENDAHULUAN
organ terutama paru-paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya
2016).
populasi terkena TB paru dan sekitar 1,5 juta meninggal setiap tahunnya.
Lebih dari 90% kasus TB paru berasal dari negara berkembang salah satunya
di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus sebanyak 845.000 atau
bandingkan pada tahun 2017 yaitu sebanyak 446.732 penderita. Jumlah kasus
tertinggi di laporkan di tiga provinsi yaitu provinsi Jawa Barat, Jawa Timur
dan Jawa Tengah sebesar 44% dari jumlah seluruh kasus di Indonesia
(Kemenkes, 2019).
Indonesia yang didiagnosis TBC oleh tenaga kesehatan sama yaitu 0,4%,
atau sebesar 1.017.290 kasus. Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan
(Riskesdas, 2018).
dibandingkan pada tahun 2017 yaitu dari 82.063 penderita menjadi 76.546
penderita ditahun 2018. Begitu pula Angka Notifikasi Kasus atau Case
dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2017 CNR yaitu 171 per 100.000
penduduk sedangkan pada tahun 2018 sebesar 168 per 100.000 penduduk.
tertinggi yaitu Kota Sukabumi, Kota Cirebon dan Kota Cimahi (Dinkes Jawa
Barat, 2019).
2017 sebanyak 1.600 penderita, sedangkan pada tahun 2018 sebanyak 796
penderita dan pada tahun 2019 sebanyak 2.327 penderita. Untuk jumlah angka
mengalami penurunan yang cukup signifikan menjadi 56%, untuk data tahun
dan dinas sehingga data masih bersifat sementara dan bisa berubah (Dinkes
masalah kesehatan terbesar kedua di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh basil
bagian tubuh manapun, tetapi yang tersering dan paling umum adalah infeksi
menyemburkan air liur yang telah terkontaminasi dan terhirup oleh orang
juga pada tubuh lainnya, seperti sistem saraf pusat, jantung, kelenjar getah
Jombang dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat
batuk efektif bisa mengurangi masalah bersihan jalan napas tidak efektif.
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
tuberkulosis paru
1.4 Manfaat
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktisi
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies
Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M.
Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).
Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis yang
bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT
(Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu
penegakan diagnosis dan pengobatan TBC. (Pusdatin Kemenkes, 2018)
2.2 Etiologi
Tuberculosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Penyebarannya melalui batuk atau bersin dan orang yang menghirup droplet
yang dikeluarkan oleh penderita. Meskipun TB menyebar dengan cara yang
sama dengan flu, tetapi penularannya tidak mudah. Infeksi TB biasanya
menyebar antar anggota keluarga yang tinggal serumah. Akan 8 tetapi
seseorang bisa terinfeksi saat duduk disamping penderita di dalam bus atau
kereta api. Selain itu, tidak semua orang yang terkena TB bisa menularkannya
(Puspasari, 2019).
TB disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini
berbentuk batang, memiliki dinding lemak yang tebal, tumbuh lambat, tahan
terhadap asam dan alcohol, sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA).
Kuman ini memasuki tubuh manusia terutama melalui paru-paru, namun
dapat juga lewat kulit, saluran kemih, dan saluran makanan (Sofro, dkk,
2018). Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri atau
kuman ini berbentuk batang, dengan ukuran panjang 1-4 µm dan tebal 0,3-0,6
µm. sebagian besar kuman berupa lemak /lipid, sehingga kuman tahan
terhadap asam dan lebih tahan terhadap kimia/ fisik. Sifat lain kuman ini
adalah aerob yang menyukai daerah dengan banyak oksigen, dan daerah yang
memiliki kandungan oksigen tinggi yaitu apical/apeks paru. Daerah ini
menjadi predileksi pada penyakit tuberculosis (Somatri, 2012).
2.3 Patofisiologi
Menghirup Mycobacterium Tuberculosis menyebabkan salah satu
dari empat kemungkinan hasil, yakni pembersihan organisme, infeksi laten,
permulaan penyakit aktif (penyakit primer), penyakit aktif bertahuntahun
kemudian (reaktivasi penyakit). Setelah terhirup, droplet infeksius tetesan
menular menetap diseluruh saluran udara. Sebagian besar bakteri terjebak
dibagian atas saluran nafas dimana sel epitel mengeluarkan lender. Lender
yang dihasilkan menangkap zat asing dan silia dipermukaan sel terus-
menerus menggerakkan lender dan partikelnya yang terangkap untuk
dibuang. System ini memberi tubuh pertahanan fisik awal yang mencegah
infeksi tuberculosis (Puspasari, 2019).
Sistem kekebalan tubuh berespon dengan melakukan reaksi
inflamasi. Neutrophil dan magrofag memfagositosis (menelan) bakteri.
Limfosit yang spesifik terhadap tuberculosis menghancurkan (melisiskan)
basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
terakumulasinya eksudat dalam alveoli dan terjadilah bronkopneumonia.
Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar.
Massa jaringan baru disebut granuloma, yang berisi gumpalan basil
yang hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang
membentuk dinding. Granuloma berubah bentuk menjadi massa jaringan
fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut Ghon Tubercle. Materi
yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik, membentuk
perkijuan (necrotizing caseosa). Setelah itu akan terbentuk kalsifikasi,
membentuk jaringan kolagen. Bakteri menjadi non-aktif.
Penyakit akan berkembang menjadi aktif setelah infeksi awal,
karena respons system imun yang tidak adekuat. Penyakit aktif juga timbul
akibat infeksi ulang atau aktifnya kembali bakteri yang tidak aktif. Pada
kasus ini, terjadi ulserasi pada ghon tubercle, dan akhirnya menjadi
perkijuan. Tuberkel yang ulserasi mengalami proses penyembuhan
membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang,
mengakibatkan bronkopneumonia, pembentukan tuberkel, dan seterusnya
(Somantri, 2012).
2.4 Pathway
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan (Puspasari, 2019) :
a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit
1. Tuberculosis paru adalah TB yang menyerang jaringan (parenkim)
paru dan tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberculosis ekstra paru adalah TB yang menyerang organ tubuh
selain paru seperti pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar limfe, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan
lain-lain.
d. Konseling Nutrisi
Malnutrisi adalah umum pada pasien TB Paru dan terjadi pada
lebih dari 50% pasien TB Paru yang masuk rumah sakit. Berikan nutrisi
yang terpenuhi bagi pasien agar tidak terjadi malnutrisi.
1. Pengkajian
A. Anamnesis
1) Identitas Diri Pasien Yang terdiri dari nama pasien, umur, jenis kelamin,
agama dan lain-lain
2) Keluhan Utama
A. Batuk
Keluhan batuk timbul paling awal dan paling sering dikeluhkan,
apakah betuk bersifat produktif/nonproduktif, sputum bercampur
darah
B. Batuk Berdahak
Seberapa banyak darah yang keluar atau hanya blood streak, berupa
garis atau bercak-bercak darah
C. Sesak Nafas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal menyertai seperti efusi pleura, pneumotoraks,
anemia, dll.
D. Nyeri Dada
3) Keluhan Sistematis
a. Demam
Keluhan ini sering dijumpai yang biasanya timbul pada sore hari atau
pada malam hari mirip dengan influenza
B. Riwayat Kesehatan
b) Nyeri dada
c) Batuk, dan
d) Sputum
2) Kesehatan Dahulu :
Jenis gangguan kesehatan yang baru saja dialami, cedera dan pembedahan
3) Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita empisema, asma, alergi dan TB
C. Pemeriksaan Fisik
2) Breathing
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Pada klien TB Paru tanpa komplikasi biasanya ditemukan
resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. pada klien dengan
komplikasi efusi pleura didapatkan bunyi redup sampai pekak pada
sisi yang sakit sesuai dengan akumulasi cairan
Aukultasi :
Pada klien TB Paru bunyi napas tambahan ronki pada sisi yang sakit
1) Brain
Kesadaran biasanya komposmentis, ditemukan adanya sianosis
perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian
objektif, klien tampak wajah meringis, menangis, merintih. Pada
saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan
konjungtiva anemis pada TB Paru yang hemaptu, dan ikterik pada
pasien TB Paru dengan gangguan fungsi hati.
2) Bledder
3) Bowel
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu
makan dan penurunan berat badan
4) Bone
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien TB Paru.
gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia,
pola hidup menetap.
membersihkan sekret atau obstruksi membersihkan sekret atau mengelola kepatenan jalan nafas
Edukasi :
- Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
- Ajarkan diet yang di
programkan
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan ( mis. Pereda
nyeri, antiemetic), jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang di
butuhkan.
2. Peromosi Berat
Badan
Definisi : Memfasilitasi
peningkatan berat badan
Tindakan
Observasi :
- Identifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang
- Monitor adanya mual dan
muntah
- Monitor jumlah kalori yang
dikonsumsinya sehari -hari –
- Monitor berat badan
- Monitor albumin,limfosit, dan
elektrolit serum
Terapeutik :
-Berikan perawatan mulut
sebelum pemberian makan,jika
perlu
- Sediakan makanan yang tepat
sesuai kondisi pasien ( mis.
Makanan dengan tekstur
halus,makanan yang dibelender,
makanan yang cair diberikan
melalaui NGT atau gastrostomy,
total parenteral nutrition sesuai
indikasi)
- Hidangkan makanan secara
menarik
- Berikan suplemen, jika perlu
Berikan pujian pada pasien
/keluaraga untung peningkatan
yang capai
Edukasi :
- jelaskan jenis makanan yang
bergizi tinggi, namun tetap
terjangkau
- jelaskan peningkatan asupan
kalori yang dibutuhkan.
3. Gangguan pola tidur Pola Tidur 1. Dukungan Tidur
Edukasi :
- Jelaskan tidur cukup selama
sakit
-Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
-Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur
-Anjurkan penggunaan obat tidur
yang tidak mengganggu supresor
terhadap tidur REM
- Ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap gangguan
pola tidur ( mis. Pisikologis,
gaya hidup, sering berubah shift
bekerja )
- Ajarkan relaksasi otot
autogenik atau cara
nonfarmokologi lainnya
2.Edukasi Aktivitas
/Istirahat
Definisi :
Mengajarkan pengaturan
aktivitas dan istirahat
Tindakan :
Observasi :
- Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima informasi
Terapeutik :
-Sediakan materi dan media
pengaturan aktivitas dan istirahat
-Jadwalkan pemeberian
pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
-Berikan kesempatan kepada
pasien dan keluarga untuk
bertanya
Edukasi :
-Jelaskan pentingnya melakukan
aktivitas fisik / olahraga secara
rutin
-Anjurkan terlibat dalam
aktivitas kelompok, aktivitas
bermain atau aktivitas lainnya
-Anjurkan menyusun jadwal
aktivitas dan istirahat
-Ajarkan cara mengindentifikasi
kebutuhan istirahat ( mis.
Kelelahan , sesak napas saat
aktivitas)
-Ajarkan cara mengidentifikasi
target dan jenis aktivitas sesuai
kemampuan
4. Defisit Pengetahuan Tingkat Pengetahuan 1. Eedukasi Kesehatan Definisi
: mengajarkan mengelola faktor
resiko penyakit dan perilaku
Definisi : ketiadaan atau kurangnya Definisi : kecukupan informasi
hidup bersih dan sehat.
informasi kognitif yang berkaitan kognitif yang berkaitan dengan
Tindakan
dengan topik tertentu. topik tertentu
Observasi :
- Identifikasi kesiapan dan
Penyabab : Setelah dilakukan tindakan
kemampuan menerima informasi
1. Keteratasan kognitif keprawatan diaharapkan
- Identifikasi faktor-faktor yang
2. Gangguan fungsi kognitif pengetahuan dapat terpenuhi dank
dapat meningkatkan dan
3. Kekeliruan mengikuti anjuran lien mampu memahami tentang
menurunkan motivasi perilaku
4. Kurang terpapar informasi kesehatan dengan kriteria hasil :
hidup bersih dan sehat.
5. Kurang minat dalam belajar 1. Perilaku sesuai enjuran
Terapeutik :
6. Kurang mampu mengingat meningkat
- Sediakan materi dan media
7. Ketidaktahuan menemukan sumber 2. Verbalisasi minat dalam belajar
pendidikan kesehatan
Informasi meningkat
- Jadwalkan pendidikan
3. Kemampuan menjelaskan
kesehatan sesuai kesepakatan
Gejala dan Tanda Mayor pengetahuan tentang suatu topik
- Berikan kesempatan untuk
Subjektif : meningkat
bertanya
1. Menanayakan masalah yang di 4. Kemampuan menggambarkan
haadapi pengalaman sebelumnya yang
Edukasi :
sesuai topik meningkat
-Jelaskan faktor risiko yang
5. Perilaku sesuai dengan
dapat mempengaruhi kesehatan
pengetahuan
- Ajarkan perilaku hidup bersih
6. Pertanyaan tentang masalah
yang di hadapi menurun sehat
- Ajarkan strategi yang dapat
7. Peresepsi yang keliru terhadap
digunakan untuk meningkatkan
masalah menurun
perilaku hidup bersih dan sehat
8. Menjalani pemeriksaan yang
tidak tepat menurun
9. Perilaku membaik
2.Edukasi Pola Perilaku
Kesehatan
Edukasi
-Jelaskan masalah yang dapat
timbul akibat tidak menjaga
kebersihan diri dan lingkungan
-Ajarkan cara menjaga
kebersihan diri dan lingkungan
3. Edukasi Berhenti
Merokok
Definisi: Memberikan
inbformasi terkait dampak
merokok dan upaya berhenti
merokok.
Tindakan :
Observasi:
-Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima informasi
Terapeutik :
-Sediakan materi dan media
edukasi
-Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan
-Berikan kesempatan keluargan
dan pasien untuk bertanya
Edukasi :
-Jjelaskan gejala fisik penarikan
nikotin (mis. Sakit kepala,
pusing, mual, dan insomnia )
-jelaskan gejala berhenti
merokok ( mis. Mulut kering,
batuk , tenggorokan gatal )
-jelaskan aspek pisikososial yang
mempengaruhi perilaku
merokok
-informasikan produk pengganti
nikotin ( mis, permen karet,
semprotan hidung, inhaler )
-ajarkan cara berhenti merokok.
BAB III
TINJAUAN KASUS
a. Pengkajian
1. Identitas
Nama : Ny C
Umur : 28 th
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status marital : Cerai hidup
Tanggal masuk : 4 November 2021
Tanggal pengkajian : 6 November 2021
Diagnosa medis : Tuberkulosis paru
No.Medrek : 226920
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Ny O
Umur : 50 th
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Hubungan dengan klien : Orangtua
Alamat : Sukahaji
2. Status kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
1). Keluhan utama : klien mengatakan sesak napas, lemas, dan
batuk berdahak sejak 2 bulan yang lalu. Sebelum masuk rs
keluhan memberat terasa dalam beberapa bulan terakhir.
Saat batuk terasa sesak
2). Faktor pencetus : klien mengatakan susah tidur, sulit nafsu
makan, dan dahulu klien memiliki riwayat minum alcohol
dan merokok
3). Lamanya keluhan : ± 2 bulan yang lalu
4). Timbulnya keluhan : keluhan saat timbul ketika klien
batuk, sesak dan nyeri dada
5). Faktor yang memperberat : klien memiliki riwayat minum
alcohol dan merokok
b. Status kesehatan masa lalu
1). Penyakit yang pernah dialami : Tidak terkaji
2). Kecelakaan : Tidak terkaji
c. Pernah dirawat
1). Penyakit yang diderita : Tidak terkaji
2). Waktu : -
3). Riwayat operasi : Tidak terkaji
d. Status kesehatan keluarga : Tidak terkaji
3. Pengkajian pola fungsi
a. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
1). Persepsi tentang kesehatan diri :
Klien mengatakan harapannya untuk dapat sembuh kembali
agar dapat bekerja dan menjaga anaknya
2). Pengetahuan dan persepsi pasien tentang penyakit dan
perawatnya
Tidak terkaji
3). Upaya yang bisa dilakukan dalam mempertahankan kesehatan
a. Kebiasaan diit yang adekuat, diit yang tidak sehat
Keluarga klien mengatakan bahwa klien sudah tidak
minum alcohol mengkonsumsi obat dan merokok
b. Pemeriksaan kesehatan berkala, perawatan kesehatan diri,
imunisasi
Tidak terkaji
c. Kemampuan untuk mengontrol kesehatan
Tidak terkaji
d. Faktor social ekonomi yang berhubungan dengan
kesehatan
Klien mengatakan sebagai IRT, Klien mengatakan tidak
berpenghasilan dan masuk ke Rs menggunakan bpjs
e. Pola nilai kepercayaan spiritual
Tidak terkaji
4. Kebutuhan Dasar
a. Rasa nyaman dan bersih
1). Adanya nyeri
Pada saat pengkajian klien mengatakan nyeri di bagian dada,
sesak napas dan lemas
2). Kebersihan tempat tidur
Tempat tidur pasien terlihat sedikit kotor akibat keringat
3). Kebersihan pakaian
Klien tidak menggunakan pakaian hanya menggunakan selimut
4). Kebersihan badan
Badan klien terlihat bersih
b. Oksigenasi
Klien menggunakan oksigen dengan frekuensi 3-5 Liter
c. Cairan dan nutrisi
Keluarga klien mengatakan bahwa frekuensi makan klien hanya 3-5
sendok yang disajikan oleh RS dan minum 1 hari hanya 600 ml
d. Eliminasi
1). Pola BAB
Tidak terkaji
2). Perubahan dalam kebiasaan BAB
Tidak terkaji
3). Penggunaan alat kateter
Klien menggunakan kateter dan terlihat 1000 ccl 18 jam
e. Istirahat dan tidur
Tidak terkaji
E. IMPLEMENTASI
DIAGNOSA
N TANGGA PARA
KEPERAWATA IMPLEMENTASI
O L F
N
1 6-11-2021 Bersihan jalan 1. Melakukan pemeriksaan
nafas tidak efektif ttd pasien
berhubungan 2. Memberikan edukasi agar
dengan sekresi pasien dapat batuk secara
yabg tertahan efektif
ditandai dengan 3. Mengajurkan
batuk tidak memperbanyak minur air
efektif,mengi atau putih
weezing dan 4. Melakukan kolaborasi
gelisah dengan dokter untuk
memoerbian cairan IV
(NACL 0,9%)
2 7-11-2021 Intoleransi 1. Mengidentifikasi
aktivitas fungsi tubuh yang
berhubungan mengalami kelemahan
dengan ketidak 2. Memonitoring ttv
seimbangan atara 3. Menganjurkan tirah
suplai dan baring
kebutuhan 4. Kolaborasi dengan tim
oksigen ditandai medis
dengan mengeluh
lelah, dispean
saat/setelah
aktivitas,merasa
lemah
F. CATATAN PERKEMBANGAN DAN EVALUASI
Nama pasien : Ny.C.
Diagnosa Medis : Tubercolosis Paru
Ruangan : Bandeng 2
RESPON PERKEMBANGAN
NO TINDAKAN KEPERAWATAN PARAF
(SOAP)
BAB IV
PEMBAHASAN
OUTLINE
1. Pendahuluan
a. Latar Belakang
b. Tujuan Proyek
2. Persiapan
a. Analisa Diri
Menurut Puspitasari dkk (2021) Tuberkulosis paru merupakan
penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru, disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis. Batuk efektif merupakan latihan batuk untuk
mengeluarkan sekret. Batuk efektf merupakan suatu metode batuk dengan
benar, yaitu klien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan
dapat mengeluarkan dahak secara maksimal. Tujuan: untuk mengetahui
efektivitas penerapan teknik batuk efektif dan untuk meningkatkan
bersihan jalan napas pada pasien Tuberkulosis Paru.
Pada penderita Tuberkulosis masalah utama adalah adanya
penumpukan sekret di jalan nafas, sehingga penderita merasakan banyak
lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi
penderita Tuberkulosis paru untuk mengeluarkan lendir atau sekret
tersebut.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari
dkk (2021) hasil penerapan menunjukkan bahwa setelah dilakukan
penerapan teknik batuk efektif selama 1 hari pasien menunjukkan bahwa
pasien dapat mengeluarkan sputum, frekuensi pernapasan menurun
menjadi 20 x/menit, namun masih terdapat suara napas ronkhi. Sejalan
juga dengan hasil penelitian Maulana dkk (2021) menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh signifikan pemberian terapi batuk efektif terhadap
pengeluaran sputum didapatkan dari 15 responden terdapat 12 responden
yang dapat mengeluarkan sputum secara efektif menggunakan uji paired
T-test diperoleh nilai p=0.001.
b. Perencanaan
3. Pelaksanaan
4. Evaluasi
a. Proses
- Media dan Alat
1. Media : Jurnal
2. Waktu : Kurang lebih 5 menit
3. Kegiatan dilakukan di bandeng 2
- Proses Pelaksanan
- Pengorganisasian
1. Penyaji :
2. Moderator :
Evaluasi
b. Hasil
Hasil dari wawancara dengan perawat ruangan, perawat
mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan pada pasien tubercolisis
paru di ruangan sudah sesuai dengan jurnal internasional yang di
ambil, perawat mengatakan sehari sebelum pasien mengeluarkan
dahak untuk pemeriksaan lab, pasien di edukasi dan dianjurkan untuk
meminum air teh manis angat dan memberi tahu cara untuk
mengeluarkan dahak, cara mengelurkan dahak dengan 3 kali dehem,
pasien dianjurkan untuk tidur dengan posisi semi flower, menarik
nafas dalam melalui hidung dalam, menarik nafas selama 1-3 detik
lakukan berulang sampai 3 kali lalu batukan dengan kuat agar seputum
keluar
5. Penutup
a. Kesimpulan
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan dengan perawat di
ruangan bandeng 2, didapatkan bahwa terdapat kesamaan antara
praktik dilapangan dengan jurnal internasional maupun teori
mengenai batuk efektif.
b. Rekomendasi
Rekomendasi kasus dengan masalah ketidak efektifan bersihan
jalan nafas sehingga perawat dapat menambahkan intervensi batuk
efektif dalam tindakan keperawatan untuk mengatasi ketidak
efektifan bersihan jalan nafas sebanyak 2-3 kali supaya lebih
maksimal untuk mengeluarkan secret pasien.
Lampiran
a. SAP
G. Evaluasi.
1. Evaluasi Struktur
a. Pengorganisasian dilaksanakan sebelum pelaksanaan kegiatan.
b. Kontrak dengan keluarga
c. Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan sesuai satuan acara penyuluhan.
2. Evaluasi Proses
Perawat antusias dalam menyimak dan men berdiskusi mengenai
materi penyuluhan tentang tuberculosis dan etika batuk.
3. Evaluasi Hasil
Setelah dilakukan penyuluhan selama 35 menit sasaran mampu :
a. Perawat memahami edukasi penvegahan TB Paru kepada psien
b. Perawat memahami keefektifan pengguaan teknik batuk efektik
c. Perawat memiliki antusias dalam penerapan edukasi teknik batuk
efektif
b. Kuesioner
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Riwayat Penyakit :
Batuk Efektif
No Pernyataan Jawaban
Ya Tidak
1. Sebelum melakukan tindakan,
pasien memposisikan badan duduk
dan agak membungkuk
2. Menarik napas dalam melalui
hidung dalam, tahan 1-3 detik dan
hembuskan melalui mulut perlahan-
lahan
3. Menarik napas selama 1-3 detik
lalu batukkan dengan kuat
4. Mengulang menarik napas Kembali
selama 1-2 kali, lalu batukkan
dengan kuat
5. Mengulang Kembali menarik napas
selama 1-3 detik lalu batukkan
dengan kuat
Sumber : digilib.ueu.ac.id
4. Leafleat
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Tuberkulosis Paru merupakan salah satu penyakit menular dan
merupakan penyebab kematian nomor 1 di dunia. Upaya yang dapat
dilakukan untuk mengendalikan TB Paru yaitu diantaranya menutup
mulut saat batuk dan bersin, tidak meludah atau membuang dahak
sembarangan, mengurangi interaksi sosial, berikan sinar matahari
masuk kedalam ruangan dan batasi kontak dengan kelompok rentan.
5.2 Saran
Diharapkan makalah ini dapat menjadi salah satu bahan bacaan
yang dapat membuka wawasan terkait penyakit tuberculosis paru.
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.umpo.ac.id/6157/3/BAB%202.pdf diakses pada tanggal 28 November
2021
Somantri, Irman. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Penebrit Salemba Medika
WHO. Global Tuberculosis Report 2019. Geneva : World Health Organization; 2019.