Anda di halaman 1dari 10

I.

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman dari kelompok
Mycobacterium yaitu Mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan adalah pasien TB BTA
positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkannya (Kemenkes RI, 2014). Tuberkulosis (TB)
adalah infeksi bakteri yang dapat menyerang hampir semua bagian tubuh, tetapi paling sering
menyerang paru-paru, kondisi ini disebut ‘tuberkulosis paru-paru’ (Queensland Health, 2017).
Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa). Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan global.
Diperkirakan sepertiga dari populasi dunia sudah tertular TB paru, dimana sebagian besar
penderita TB paru adalah usia produktif (15-50 tahun). Tahun 2013 terdapat 9 juta kasus baru
dan 1,5 juta kematian akibat penyakit TB paru (WHO, 2014). TB Paru merupakan penyakit dengan
morbiditas tinggi dan sangat mudah menyebar di udara melalui sputum (air ludah) yang dibuang
sembarangan di jalan oleh penderita TB Paru. Oleh sebab itu TB Paru harus ditangani dengan
segera dan hati-hati apabila ditemukan kasus tersebut di suatu wilayah (Kemenkes RI, 2015).
TB diperkirakan sudah ada di dunia sejak 5000 tahun sebelum Masehi, namun kemajuan dalam
penemuan dan pengendalian penyakit TB baru terjadi dalam dua abad terakhir (KemenKes RI,
2016). Pada Bulan Maret sekitar 1,3

abad yang lalu tepatnya tanggal 2 Maret 1882 merupakan hari saat Robert Koch mengumukan
bahwa dia telah menemukan bakteri penyebab tuberculosis (TBC) yang kemudian membuka jalan
menuju diagnosis dan penyembuhan penyakit ini (Kemenkes, 2018).
Menurut WHO tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian global. Dengan
berbagai upaya pengendalian yang dilakukan, insiden dan kematian akibat tuberkulosis telah
menurun, namun tuberkulosis diperkirakan masih menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan
1,2 juta kematian pada tahun 2014. India, Indonesia dan China merupakan negara dengan
penderita tuberkulosis terbanyak yaitu berturut-turut 23%, 10%, dan 10% dari seluruh penderita
di dunia (WHO, 2015).
Lingkungan sosial ekonomi, kualitas rumah kedekatan kontak dengan penjamu BTA+ sangat
mempengaruhi penyebaran bakteri ini pada manusia. Kondisi lingkungan rumah seperti ada
tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik, kelembaba, suhu rumah, dan kepadatan hunian
rumah menjadi salah satu faktor yang berperan dalam penyebaran kuman tuberkulosis (Najmah,
2015).
Program penyehatan perumahan dan pemukiman di Kabupaten Bangli memberikan gambaran
bahwa sanitasi rumah terutama rumah adat Bali masih rendah yaitu kurangnya ventilasi,
pencahayaan alami dan kepadatan hunian. Sedangkan prilaku hidup bersih dan sehat masyarakat
di Kabupaten Bangli dalam membuang ludah sembarangan masih menjadi masalah dalam
program promosi kesehatan tahun 2011 (Lanus, 2012).

Nurhidayah juga mengungkapkan, lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang berperan
dalam penyebaran kuman tuberkulosis. Kuman tuberkulosis dapat hidup selama 1-2 jam bahkan
sampai beberapa hari hingga berminggu-minggu tergantung ada tidaknya sinar ultraviolet,
ventilasi yang baik, kelembaban, suhu rumah dan kepadatan penghuni rumah (Sidiq, 2013). Dari
hasil penelitian Rosiana (2012) didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara jenis
lantai, jenis dinding, intensitas pencahayaan, kelembaban dengan kejadian TB Paru (Syafri, 2015).
Di tahun 2014 angka kejadian tuberkulosis berdasarkan data Dinas kesehatan Provinsi Bali
tercatat kasus tuberkulosis yakni sebesar 3.034 kasus dengan rincian kasus baru sebanyak 2.892
kasus dan pengobatan ulang sebanyak 142 kasus penyebaran jumlah pasien tuberkulosis di
masing-masing kabupaten di Provinsi Bali (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2015). Di tahun 2015
angka kejadian tuberkulosis berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Bali tercatat kasus
tuberkulosis paru yakni sebesar 2.875 kasus dengan rincian kasus baru sebanyak 2.782 kasus dan
pengobatan ulang sebanyak 93 kasus. Penyebaran jumlah pasien tuberkulosis di masing-masing
kabupaten di Provinsi Bali tahun 2015 yakni : Denpasar (1028 kasus), Buleleng(585 kasus),
Badung (328 kasus), Karangasem (222 kasus), Gianyar (216 kasus), Tabanan (186 kasus),
Jembrana (181 kasus), Klungkung (77 kasus), dan Bangli (52 kasus).
Berdasarkan data yang didapatkan di Puskesmas Kintamani IV Kabupaten Bangli pada tahun 2015
sampai dengan 2019 yang dimana di Desa Trunyan memiliki target suspek sebesar 50
orang/tahun dan kasus sebesar 5 orang/tahun. Desa Terunyan memiliki penderita penyakit
Tuberkulosis paru tertinggi yaitu

Tuberkulosis paru positif sebanyak 14 kasus. Oleh karena itu, upaya penanggulangan dan
pencegahan Tuberkulosis paru di Desa Terunyan berfokus pada bagaimana hubungan sanitasi
lingkungan fisik rumah dengan penderita tuberkulosis paru.
Berdasarkan latar belakang di atas, penting untuk diteliti ’’Hubungan Sanitasi Fisik Rumah
Dengan Penderita Tuberkulosis Paru di Desa Terunyan Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
Tahun 2020’’.

II. DEFINISI

TB paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium
tuberculosis). Kuman tersebut masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara ke dalam paru-
paru,dan menyebar dari paru-paru ke organ tubuh yang lain melalui peredaran darah seperti
kelenjar limfe, saluran pernapasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh lainnya (Febrian,
2015).
TB merupakan penyakit infeksi kronis yang sering terjadi atau ditemukan di tempat tinggal
dengan lingkungan padat penduduk atau daerah urban, yang kemungkinan besar telah
mempermudah proses penularan dan berperan terhadap peningkatan jumlah kasus TB (Ganis
indriati, 2015).

III. ETIOLOGI dan FAKTOR RISIKO

Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak berspora sehingga
mudah dibasmi dengan sinar matahari, pemanasan dan sinar ultraviolet. Terdapat 2 macam
mycobacterium tuberculosis yaitu tipe human dan bovin. Basil tipe human berada di bercak
ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TB paru dan orang yang rentan terinfeksi bila
menghirup bercak ludah ini (Nurrarif & Kusuma, 2015).
Menurut (Puspasari, 2019) Faktor resiko TB paru sebagai berikut:
1. Kontak dekat dengan seseorang yang memiliki TB aktif.
2. Status imunocompromized (penurunan imunitas) misalnya kanker,
lansia, HIV.
3. Penggunaan narkoba suntikan dan alkoholisme.
4. Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, termasuk diabetes,
kekurangan gizi, gagal ginjal kronis.
5. Imigran dari negara-negara dengan tingkat tuberkulosis yang tinggi
misal Asia Tenggara, Haiti.
6. Tingkat di perumahan yang padat dan tidak sesuai standart.
7. Pekerjaan misalnya petugas pelayanan kesehatan.
8. Orang yang kurang mendapat perawatan kesehatan yang memadai
misalnya tunawisma atau miskin.

IV. MANIFESTASI KLINIK

Tanda dan gejala pada TB paru yaitu batuk >3 minggu, nyeri dada, malaise, sesak nafas, batuk
darah, demam. Tanda dan gejala pada TB paru dibagi menjadi 2 bagian yaitu gejala sistemik dan
respiratorik (Padila,2013).
1. Gejala sistemik yaitu :
a. Demam
Adanya proses peradangan akibat dari infeksi bakteri
sehingga timbul gejala demam. Ketika mycobacterium tuberculosis terhirup oleh udara ke paru
dan menempel pada bronkus atau alveolus untuk memperbanyak diri, maka terjadi peradangan
(inflamasi) ,dan metabolisme meningkat sehingga
suhu tubuh meningkat dan terjadilah demam.
b. Malaise
Malaise adalah rasa tidak enak badan, penurunan nafsu makan, pegal-pegal, penurunan berat
badan dan mudah lelah.
2. Gejala respiratorik yaitu :
a. Batuk
Batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian muncul peradangan menjadi produktif
atau menghasilkan sputum yang terjadi lebih dari 3 minggu (Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
b. Batuk darah
Batuk darah atau hemoptisis merupakan batuk yang terjadi
akibat dari pecahnya pembuluh darah. Darah yang dikeluarkan bisa bervariasi, berupa garis atau
bercak darah, gumpalan darah
atau darah segar dalam jumlah yang banyak. (Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
c. Sesak nafas
Pada awal TB sesak nafas tidak ditemukan. Sesak nafas
ditemukan jika penyakit berkelanjutan dengan kerusakan paru yang meluas atau karena adanya
hal lain seperti efusi pleura, pneumothorax dan lain-lain (Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
d. Nyeri dada
Gejala nyeri dada dapat bersifat bersifat lokal apabila yang dirasakan berada pada tempat
patologi yang terjadi, tapi dapat beralih ke tempat lain seperti leher,abdomen dan punggung.
Bersifat pluritik apabila nyeri yang dirasakan akibat iritasi pleura parietalis yang terasa tajam
seperti ditusuk-tusuk pisau (Smeltzer & Bare,2013).

V. PATHOFISIOLOGI
Tuberkulosis (Tb) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis (M. Tb). Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga
dengan sebagai basil tahan asam (BTA). Bakteri ini ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada
tanggal 24 maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama basil
Koch. Tb biasanya menyerang paru- paru sebagai infeksi primer, selain itu Tb juga menyerang
kulit, kelenjar limfa, tulang, dan selaput otak (Sitinjak, 2017)
Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar
melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan
Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas).
Basil juga menyebar melalui sistem limfa dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan
korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh
memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi
fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan basil dan
jaringan normal. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.
Interaksi antara Mycobacterium tuberculos dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi
membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas
gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma
selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut
disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang
selanjutnya membentuk materi yang berbentuk seperti keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan
menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif
(Sitinjak, 2017)
Setelah infeksi awal respons sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah.
Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak
aktif kembali menjadi aktif. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan
timbulnya bronco pneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat
sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang
biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian
bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20
hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan
fibroblas akan memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk suatu kapsul
yang dikelilingi oleh tuberkel (Sitinjak, 2017)

VI. PATHWAY
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan diagnostik yang


sering dilakukan pada pasien Tb
paru yaitu: a. Pemeriksaan
laboratorium
1) Kultur
Pemeriksaan kultur bertujuan untuk mengidentifikasikan suatu mikroorganisme yang
menyebabkan infeksi klinis pada sistem pernapasan. Bahan yang digunakan dalam pemeriksaan
kultur yaitu sputum dan apus tenggorok. Bahan pemeriksaan sputum dapat mengidentifikasi
berbagai penyakit seperti Tb paru, pneumonia, bronkitis kronis dan bronkiektasis (Manurung,
2008).
2) Pemeriksaan sputum
Sputum adalah suatu bahan yang diekskresikan dari traktus
trakeobronkial dan dapat dikeluarkan dengan cara membatukkan (Sutedjo, 2008). Pemeriksaan
sputum digunakan untuk mengidentifikasi suatu organisme patogenik dan menentukan adanya
sel-sel maligna di dalam sputum. Jenis-jenis pemeriksaan sputum yang dilakukan yaitu kultur
sputum, sensitivitas dan Basil Tahan Asam (BTA). Pemeriksaan sputum BTA adalah pemeriksaan
yang khusus dilakukan untuk mengetahui adanya Mycobacterium tuberculosis. Diagnosa Tb paru
secara pasti dapat ditegakkan apabila di dalam biakan terdapat Mycobacterium tuberculosis
(Manurung, 2008).
Pemeriksaan sputum mudah dan murah untuk dilakukan, tetapi kadang- kadang susah untuk
memperoleh sputum khususnya pada pasien yang tidak mampu batuk atau batuk yang
nonproduktif. Sebelum dilakukan pemeriksaan sputum, pasien sangat dianjurkan untuk minum
air putih sebanyak 2 liter dan dianjurkan untuk latihan batuk efektif. Untuk memudahkan proses
pengeluarkan sputum dapat dilakukan dengan memberikan obat-obat mukolitik ekspektoran atau
inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Apabila masih sulit, sputum dapat
diperoleh dengan bronkoskopi diambil dengan broncho alveolar lavage (BAL) (Sudoyo, 2010).
Pemeriksaan sputum BTA dilakukan selama tiga kali berturut-turut dan biakan atau kultur BTA
dilakukan selama 4-8 minggu. Kriteria dari sputum BTA positif yaitu sekurang-kurangnya
ditemukan 3 batang kuman BTA yang terdapat dalam satu sedian (Manurung, 2008). Waktu
terbaik untuk mendapatkan sputum yaitu pada pagi hari setelah bangun tidur, sesudah kumur
dan setelah gosok gigi. Hal ini dilakukan agar sputum tidak bercampur dengan ludah (Sutedjo,
2008).
b. Pemeriksaan radiologi dada
Pemeriksaan radiologis atau rontgen dada bertujuan untuk mendeteksi adanya penyakit paru
seperti tuberkulosis, pneumonia, abses paru, atelektasis, pneumotoraks, dll. Dengan
pemeriksaan rontgen dada dapat dengan mudah menentukan terapi yang diperlukan oleh pasien
dan dapat mengevaluasi dari efektifitas pengobatan. Pemeriksaan radiologis dada atau rotgen
dada pada pasien Tb paru bertujuan untuk memberikan gambaran karakteristik untuk Tb paru
yaitu adanya lesi terutama di bagian atas paru, bayangan yang berwarna atau terdapat bercak,
adanya kavitas tungga atau multipel, terdapat klasifikasi, adanya lesi bilateral khususnya di bagian
atas paru, adanya bayangan abnormal yang menetap pada foto toraks. Lesi yang terdapat pada
orang dewasa yaitu di segmen apikal dan posterior lobus atas serta segemen apikal lobus bawah
(Manurung, 2008).

VIII. TERAPI MEDIS

•Pengobatan Kombinasi

Ini merupakan penggunaan berbagai macam obat untuk memastikan bakteri tidak menjadi kebal
terhadap antibiotik yang sedang dikonsumsi. Terapi ini biasanya melibatkan empat macam obat
antibakteri yang dikonsumsi selama dua bulan. Jika diperlukan bisa diperpanjang hingga
diperoleh hasil tes. Jika terbuki terdapat kekebalan obat, kombinasi pengobatan harus diubah.

•Pengobatan Pengawasan Langsung atau DOT (Direct Observed Therapy)

Perawatan ini dilakukan dengan mengawasi pasien secara ketat oleh dokter yang datang setiap
kali mereka mengkonsumsi obat. Kunjungan khusus ini membantu memastikan bahwa semua
dosis antibiotik yang diresepkan telah dikonsumsi.

•Terapi Tuberkulosis Laten


Pada kasus tuberkulosis laten, terapi TB dilakukan dengan:Antibiotik

Orang dengan TB laten hanya memerlukan satu tipe antibiotik pada satu waktu. Antibiotik yang
biasanya diresepkan termasuk isoniazid (6-9 bulan) dan rifampin (4 bulan).

•Terapi gabungan

Untuk TB Laten, paling banyak dua tipe obat dapat dikonsumsi bersamaan. Pengobatan
Pengawasan Langsung juga dapat dilakukan.

IX. KOMPLIKASI

•Kerusakan sendi.
•Kelainan pada jantung.
•Nyeri punggung.
•Masalah pada ginjal dan hati.
•Peradangan selaput otak atau meningitis
X. KONSEP TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN

Tuberkulosis Paru dengan Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian
terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Pada dasarnya
tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan subjektif dari klien (Baradah & Jauhar,
2013).
a. Keluhan utama
Keluhan yang sering menyebabkan pasien TBC paru meminta pertolongan dari tim kesehatan
dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu keluhan respiratoris dan keluhan sistemis (Ardiansyah,
2012).
1) Keluhan respiratoris
a) Batuk
Batuk merupakan refleks pertahanan tubuh yang timbul sebagai mekanisme fisiologis yang
penting untuk bertahan melawan bahan-bahan patogen dan membersihkan saluran nafas bagian
bawah (percabangan trakeobronkial) dari sekresi, partikel asing, debu, aerosol yang merusak
masuk ke paru-paru (Baradah & Jauhar, 2013). Pada penderita tuberkulosis paru sifat batuk
dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum) ini terjadi lebih dari 3 minggu (Wahid & Suprapto, 2013).
b) Batuk darah
Hemoptisis adalah batuk darah atau sputum yang bercampur dengan cairan
darah, akibat pecahnya pembuluh darah pada saluran nafas bagian bawah. Batuk darah
merupakan suatu gejala penyakit yang sangat serius dan salah satunya merupakan manifestasi
pertama yang terjadi pada penderita tuberkulosis aktif (Baradah & Jauhar, 2013).
Batuk darah diawali dengan gatal di daerah tenggorokan atau ada keinginan untuk batuk,
selanjutnya darah akan dikeluarkan lewat batuk. Karakteristik darah yaitu merah terang, berbuih
dan dapat bercampur dengan dahak. Berat ringannya batuk darah akan tergantung pada besar
kecilnya pembuluh darah yang pecah (Muttaqin, 2014).
c) Sesak nafas
Sesak nafas timbul pada tahap lanjut ketika inflitrasi radang sampai
setengah paru-paru (Somantri, 2012). Sesak nafas merupakam gejala yang nyata terhadap
gangguan pada trakeobronkial, parenkim paru, dan rongga pleural. Sesak nafas terjadi karena
terdapat peningkatan pernafasan akibat meningkatnya
resistensi elastik paru-paru, dinding dada, atau meningkatnya resistensi non- elastisitas
(Muttaqin, 2014).
d) Produksi sputum berlebih
Sputum adalah timbunan mukus yang berlebihan, yang diproduksi oleh sel
goblet dan kelenjar sub mukosa bronkus sebagai reaksi terhadap gangguan fisik, kimiawi ataupun
infeksi pada membran mukosa. Banyak sedikitnya sputum serta ciri-ciri dari sputum itu sendiri
(seperti warna, sumber, volume, dan konsistensinya) tergantung dari berat ringan serta jenis dari
penyakit saluran nafas yang menyerang pasien (Baradah & Jauhar, 2013).
Orang dewasa normal akan memproduksi sputum sekitar 100 ml/hari. Jika produksi sputum
berlebihan, akan mengakibatkan proses pembersihan menjadi tidak efektif lagi, sehingga sputum
akan menumpuk pada saluran pernafasan (Muttaqin, 2014).
2) Keluhan sistemis
a) Demam
Demam ini merupakan keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul
pada sore atau malam hari pada penderita TBC ini mirip dengan gejala demam influenza dan
gejalanya hilang timbul (Ardiansyah, 2012).
b) Keluhan sistemis lain
Keluhan yang biasanya timbul ialah keluar keringat di malam hari,
anoreksia, penurunan berat badan, dan tidak enak badan (malaise). Timbulnya keluhan biasanya
muncul secara bertahap dalam beberapa minggu atau bulan (Ardiansyah, 2012).
b. Riwayat kesehatan saat ini
Pengkajian sistem pernafasan seperti menanyakan tentang perjalanan sejak timbul keluhan
hingga klien meminta pertolongan. Misalnya: sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan
berapa kali keluhan tersebut terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, di mana pertama kali
keluhan timbul, apa yang sedang dilakukan ketika keluhan ini terjadi, keadaan apa yang
memperberat atau memperingan keluhan, adakah usaha mengatasi keluhan ini sebelum
meminta pertolongan, berhasil atau tidak usaha tersebut dan sebagainya (Muttaqin, 2014).
Pengkajian dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Pada pasien TBC yang paling sering
dikeluhkan adalah batuk, pasien TBC paru juga sering mengeluh batuk darah dan juga sesak nafas
(Ardiansyah, 2012).
c. Riwayat penyakit sebelumnya
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya
pasien pernah menderita TBC paru, waktu kecil pernah mengalami keluhan batuk dalam waktu
lama, menderita TBC dari organ lain, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang dapat
memperberat TBC paru (seperti diabetes mellitus). Tanyakan pula mengenai obat-obat yang biasa
diminum oleh pasien di masa lalu yang masih relevan seperti obat OAT dan antitusif. Tanyakan
pula ada alergi obat serta reaksi alergi yang timbul (Ardiansyah, 2012).
d. Riwayat keluarga
Secara patologi penyakit TBC paru tidak diturunkan. Tetapi, perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor
presdiposisi penularan di dalam rumah (Ardiansyah, 2012).
e. Faktor pendukung
Secara umum faktor-faktor yang dapat mendukung peningkatan kasus TBC paru yaitu: kondisi
lingkungan, pola hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan merokok, minum-minuman beralkohol,
pola istirahat dan tidur yang tidak teratur, kurang dalam kebersihan diri dan pola makan yang
tidak seimbang serta endahnya tingkat pengetahuan atau pendidikan yang dimiliki pasien dan
keluarga tentang penyakit, cara pencegahan, pengobatan, dan perawatan yang harus dilakukan
(Wahid & Suprapto, 2013).
f. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sering disebut sebagai diagnosis fisik. Pemeriksaan fisik
pada sistem pernafasan berfokus pada bagian thorax yang meliputi: 1) Inspeksi
Pemeriksaan dengan melihat keadaan umum sistem pernafasan dan menilai adanya tanda-tanda
abnormal misalnya adanya sianosis, pucat, kelelahan, sesak nafas, batuk dan menilai adanya
produksi sputum (Muttaqin, 2014). Inspeksi yang berkaitan dengan sistem pernafasan adalah
melakukan pengamatan atau observasi pada bagian dada, bentuk dada simetris atau tidak,
pergerakan dinding dada, pola nafas, frekuensi nafas, irama nafas, apakah terdapat proses
ekshalasi yang panjang, apakah terdapat otot bantu pernafasan, gerak paradoks, retraksi antara
iga dan retraksi di atas klavikula. Dalam penghitungan frekuensi pernafasan jangan diketahui oleh
pasien yang dilakukan pemeriksaan karena akan mengubah pola nafasnya (Djojodibroto, 2014).
2) Palpasi
Palpasi dilakukan dengan meletakkan tumit tangan pemeriksa mendatar di atas dada pasien. Saat
palpasi, perawat menilai adanya fremitus taktil pada dada
dan punggung pasien dengan memintanya menyebutkan “tujuh-tujuh” secara berulang. Jika
pasien mengikuti instruksi tersebut secara tepat, perawat akan merasakan adanya getaran pada
telapak tangannya. Normalnya, fremitus taktil akan terasa pada individu yang sehat, dan akan
meningkat pada kondisi konsolidasi. Selain itu palpasi juga dilakukan untuk mengkaji temperatur
kulit, pengembangan dada, adanya nyeri tekan, thrill, titik impuls maksimum, abnormalitas massa
dan kelenjar, sirkulasi perifer, denyut nadi, pengisian kapiler, dll (Mubarak et al., 2015).
3) Perkusi
Secara umum, perkusi dilakukan untuk menentukan ukuran dan bentuk
organ dalam serta untuk mengkaji adanya abnormalitas, cairan, atau udara di dalam paru. Perkusi
sendiri dilakukan dengan menekankan jari tengah (tangan nondominan) pemeriksaan mendatar
diatas dada pasien. Kemudian jari tersebut diketuk-ketuk dengan menggunakan ujung jari tengah
atau jari telunjuk tangan sebelahnya. Normalnya, dada menghasilkan bunyi resonan atau gaung
perkusi. Pada penyakit tertentu (misalnya: pneumotoraks, emfisema), adanya udara atau paru-
paru menimbulkan bunyi hipersonan atau bunyi drum. Sementara bunyi pekak atau kempis
terdengar apabila perkusi dilakukan diatas area yang mengalami atelektasis (Mubarak et al.,
2015).
4) Auskultasi
Auskultasi adalah proses mendengarkan suara yang dihasilkan didalam
tubuh. Auskultasi dapat dilakukan langsung atau dengan menggunakan stetoskop. Bunyi yang
terdengar digambarkan berdasarkan nada, intensitas, durasi, dan kualitasnya. Untuk
mendapatkan hasil yang lebih valid dan akurat, auskultasi sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali.
Pada pemeriksaan fisik paru, auskultasi dilakukan untuk mendengarkan bunyi nafas vesikular,
bronkial, bronkovesikular, rales, ronki, juga untuk mengetahui adanya perubahan bunyi nafas
serta lokasi dan waktu terjadinya (Mubarak et al., 2015). Pada pasien TBC paru timbul suara ronki
basah, kasar dan nyaring akibat peningkatan produksi sekret pada saluran pernafasan (Somantri,
2012)
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon klien terhadap
masalah kesehatan yang dialami baik secara aktual maupunpotensial. Diagnosa keperawatan
bertujuan untuk dapat menguraikan berbagai respon klien baik individu, keluarga dan komunitas
terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Diagnosa keperawatan memiliki dua
komponen utama yaitu masalah (problem), dan indikator diagnostik yang terdiri atas penyebab
(etiologi), tanda (sign) dan gejala (symptom), serta faktor resiko. Terdapat dua metode
perumusan diagnosis keperawatan yaitu penulisan tiga bagian yang dilakukan pada diagnosis
aktual yang terdiri atas masalah, penyebab, dan tanda/gejala ,dan penulisan dua bagian yang
dilakukan pada diagnosis resiko dan diagnosis promosi kesehatan (PPNI, 2016). Diagnosa
keperawatan yang di fokuskan pada penelitian ini yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan sekresi yang tertahan.
3. Perencanaan keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan
pada pengetahuan dan penelitian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (PPNI,
2018).

Anda mungkin juga menyukai