PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman dari kelompok
Mycobacterium yaitu Mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan adalah pasien TB BTA
positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkannya (Kemenkes RI, 2014). Tuberkulosis (TB)
adalah infeksi bakteri yang dapat menyerang hampir semua bagian tubuh, tetapi paling sering
menyerang paru-paru, kondisi ini disebut ‘tuberkulosis paru-paru’ (Queensland Health, 2017).
Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa). Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan global.
Diperkirakan sepertiga dari populasi dunia sudah tertular TB paru, dimana sebagian besar
penderita TB paru adalah usia produktif (15-50 tahun). Tahun 2013 terdapat 9 juta kasus baru
dan 1,5 juta kematian akibat penyakit TB paru (WHO, 2014). TB Paru merupakan penyakit dengan
morbiditas tinggi dan sangat mudah menyebar di udara melalui sputum (air ludah) yang dibuang
sembarangan di jalan oleh penderita TB Paru. Oleh sebab itu TB Paru harus ditangani dengan
segera dan hati-hati apabila ditemukan kasus tersebut di suatu wilayah (Kemenkes RI, 2015).
TB diperkirakan sudah ada di dunia sejak 5000 tahun sebelum Masehi, namun kemajuan dalam
penemuan dan pengendalian penyakit TB baru terjadi dalam dua abad terakhir (KemenKes RI,
2016). Pada Bulan Maret sekitar 1,3
abad yang lalu tepatnya tanggal 2 Maret 1882 merupakan hari saat Robert Koch mengumukan
bahwa dia telah menemukan bakteri penyebab tuberculosis (TBC) yang kemudian membuka jalan
menuju diagnosis dan penyembuhan penyakit ini (Kemenkes, 2018).
Menurut WHO tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian global. Dengan
berbagai upaya pengendalian yang dilakukan, insiden dan kematian akibat tuberkulosis telah
menurun, namun tuberkulosis diperkirakan masih menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan
1,2 juta kematian pada tahun 2014. India, Indonesia dan China merupakan negara dengan
penderita tuberkulosis terbanyak yaitu berturut-turut 23%, 10%, dan 10% dari seluruh penderita
di dunia (WHO, 2015).
Lingkungan sosial ekonomi, kualitas rumah kedekatan kontak dengan penjamu BTA+ sangat
mempengaruhi penyebaran bakteri ini pada manusia. Kondisi lingkungan rumah seperti ada
tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik, kelembaba, suhu rumah, dan kepadatan hunian
rumah menjadi salah satu faktor yang berperan dalam penyebaran kuman tuberkulosis (Najmah,
2015).
Program penyehatan perumahan dan pemukiman di Kabupaten Bangli memberikan gambaran
bahwa sanitasi rumah terutama rumah adat Bali masih rendah yaitu kurangnya ventilasi,
pencahayaan alami dan kepadatan hunian. Sedangkan prilaku hidup bersih dan sehat masyarakat
di Kabupaten Bangli dalam membuang ludah sembarangan masih menjadi masalah dalam
program promosi kesehatan tahun 2011 (Lanus, 2012).
Nurhidayah juga mengungkapkan, lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang berperan
dalam penyebaran kuman tuberkulosis. Kuman tuberkulosis dapat hidup selama 1-2 jam bahkan
sampai beberapa hari hingga berminggu-minggu tergantung ada tidaknya sinar ultraviolet,
ventilasi yang baik, kelembaban, suhu rumah dan kepadatan penghuni rumah (Sidiq, 2013). Dari
hasil penelitian Rosiana (2012) didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara jenis
lantai, jenis dinding, intensitas pencahayaan, kelembaban dengan kejadian TB Paru (Syafri, 2015).
Di tahun 2014 angka kejadian tuberkulosis berdasarkan data Dinas kesehatan Provinsi Bali
tercatat kasus tuberkulosis yakni sebesar 3.034 kasus dengan rincian kasus baru sebanyak 2.892
kasus dan pengobatan ulang sebanyak 142 kasus penyebaran jumlah pasien tuberkulosis di
masing-masing kabupaten di Provinsi Bali (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2015). Di tahun 2015
angka kejadian tuberkulosis berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Bali tercatat kasus
tuberkulosis paru yakni sebesar 2.875 kasus dengan rincian kasus baru sebanyak 2.782 kasus dan
pengobatan ulang sebanyak 93 kasus. Penyebaran jumlah pasien tuberkulosis di masing-masing
kabupaten di Provinsi Bali tahun 2015 yakni : Denpasar (1028 kasus), Buleleng(585 kasus),
Badung (328 kasus), Karangasem (222 kasus), Gianyar (216 kasus), Tabanan (186 kasus),
Jembrana (181 kasus), Klungkung (77 kasus), dan Bangli (52 kasus).
Berdasarkan data yang didapatkan di Puskesmas Kintamani IV Kabupaten Bangli pada tahun 2015
sampai dengan 2019 yang dimana di Desa Trunyan memiliki target suspek sebesar 50
orang/tahun dan kasus sebesar 5 orang/tahun. Desa Terunyan memiliki penderita penyakit
Tuberkulosis paru tertinggi yaitu
Tuberkulosis paru positif sebanyak 14 kasus. Oleh karena itu, upaya penanggulangan dan
pencegahan Tuberkulosis paru di Desa Terunyan berfokus pada bagaimana hubungan sanitasi
lingkungan fisik rumah dengan penderita tuberkulosis paru.
Berdasarkan latar belakang di atas, penting untuk diteliti ’’Hubungan Sanitasi Fisik Rumah
Dengan Penderita Tuberkulosis Paru di Desa Terunyan Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
Tahun 2020’’.
II. DEFINISI
TB paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium
tuberculosis). Kuman tersebut masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara ke dalam paru-
paru,dan menyebar dari paru-paru ke organ tubuh yang lain melalui peredaran darah seperti
kelenjar limfe, saluran pernapasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh lainnya (Febrian,
2015).
TB merupakan penyakit infeksi kronis yang sering terjadi atau ditemukan di tempat tinggal
dengan lingkungan padat penduduk atau daerah urban, yang kemungkinan besar telah
mempermudah proses penularan dan berperan terhadap peningkatan jumlah kasus TB (Ganis
indriati, 2015).
Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak berspora sehingga
mudah dibasmi dengan sinar matahari, pemanasan dan sinar ultraviolet. Terdapat 2 macam
mycobacterium tuberculosis yaitu tipe human dan bovin. Basil tipe human berada di bercak
ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TB paru dan orang yang rentan terinfeksi bila
menghirup bercak ludah ini (Nurrarif & Kusuma, 2015).
Menurut (Puspasari, 2019) Faktor resiko TB paru sebagai berikut:
1. Kontak dekat dengan seseorang yang memiliki TB aktif.
2. Status imunocompromized (penurunan imunitas) misalnya kanker,
lansia, HIV.
3. Penggunaan narkoba suntikan dan alkoholisme.
4. Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, termasuk diabetes,
kekurangan gizi, gagal ginjal kronis.
5. Imigran dari negara-negara dengan tingkat tuberkulosis yang tinggi
misal Asia Tenggara, Haiti.
6. Tingkat di perumahan yang padat dan tidak sesuai standart.
7. Pekerjaan misalnya petugas pelayanan kesehatan.
8. Orang yang kurang mendapat perawatan kesehatan yang memadai
misalnya tunawisma atau miskin.
Tanda dan gejala pada TB paru yaitu batuk >3 minggu, nyeri dada, malaise, sesak nafas, batuk
darah, demam. Tanda dan gejala pada TB paru dibagi menjadi 2 bagian yaitu gejala sistemik dan
respiratorik (Padila,2013).
1. Gejala sistemik yaitu :
a. Demam
Adanya proses peradangan akibat dari infeksi bakteri
sehingga timbul gejala demam. Ketika mycobacterium tuberculosis terhirup oleh udara ke paru
dan menempel pada bronkus atau alveolus untuk memperbanyak diri, maka terjadi peradangan
(inflamasi) ,dan metabolisme meningkat sehingga
suhu tubuh meningkat dan terjadilah demam.
b. Malaise
Malaise adalah rasa tidak enak badan, penurunan nafsu makan, pegal-pegal, penurunan berat
badan dan mudah lelah.
2. Gejala respiratorik yaitu :
a. Batuk
Batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian muncul peradangan menjadi produktif
atau menghasilkan sputum yang terjadi lebih dari 3 minggu (Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
b. Batuk darah
Batuk darah atau hemoptisis merupakan batuk yang terjadi
akibat dari pecahnya pembuluh darah. Darah yang dikeluarkan bisa bervariasi, berupa garis atau
bercak darah, gumpalan darah
atau darah segar dalam jumlah yang banyak. (Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
c. Sesak nafas
Pada awal TB sesak nafas tidak ditemukan. Sesak nafas
ditemukan jika penyakit berkelanjutan dengan kerusakan paru yang meluas atau karena adanya
hal lain seperti efusi pleura, pneumothorax dan lain-lain (Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
d. Nyeri dada
Gejala nyeri dada dapat bersifat bersifat lokal apabila yang dirasakan berada pada tempat
patologi yang terjadi, tapi dapat beralih ke tempat lain seperti leher,abdomen dan punggung.
Bersifat pluritik apabila nyeri yang dirasakan akibat iritasi pleura parietalis yang terasa tajam
seperti ditusuk-tusuk pisau (Smeltzer & Bare,2013).
V. PATHOFISIOLOGI
Tuberkulosis (Tb) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis (M. Tb). Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga
dengan sebagai basil tahan asam (BTA). Bakteri ini ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada
tanggal 24 maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama basil
Koch. Tb biasanya menyerang paru- paru sebagai infeksi primer, selain itu Tb juga menyerang
kulit, kelenjar limfa, tulang, dan selaput otak (Sitinjak, 2017)
Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar
melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan
Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas).
Basil juga menyebar melalui sistem limfa dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan
korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh
memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi
fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan basil dan
jaringan normal. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.
Interaksi antara Mycobacterium tuberculos dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi
membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas
gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma
selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut
disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang
selanjutnya membentuk materi yang berbentuk seperti keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan
menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif
(Sitinjak, 2017)
Setelah infeksi awal respons sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah.
Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak
aktif kembali menjadi aktif. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan
timbulnya bronco pneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat
sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang
biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian
bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20
hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan
fibroblas akan memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk suatu kapsul
yang dikelilingi oleh tuberkel (Sitinjak, 2017)
VI. PATHWAY
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
•Pengobatan Kombinasi
Ini merupakan penggunaan berbagai macam obat untuk memastikan bakteri tidak menjadi kebal
terhadap antibiotik yang sedang dikonsumsi. Terapi ini biasanya melibatkan empat macam obat
antibakteri yang dikonsumsi selama dua bulan. Jika diperlukan bisa diperpanjang hingga
diperoleh hasil tes. Jika terbuki terdapat kekebalan obat, kombinasi pengobatan harus diubah.
Perawatan ini dilakukan dengan mengawasi pasien secara ketat oleh dokter yang datang setiap
kali mereka mengkonsumsi obat. Kunjungan khusus ini membantu memastikan bahwa semua
dosis antibiotik yang diresepkan telah dikonsumsi.
Orang dengan TB laten hanya memerlukan satu tipe antibiotik pada satu waktu. Antibiotik yang
biasanya diresepkan termasuk isoniazid (6-9 bulan) dan rifampin (4 bulan).
•Terapi gabungan
Untuk TB Laten, paling banyak dua tipe obat dapat dikonsumsi bersamaan. Pengobatan
Pengawasan Langsung juga dapat dilakukan.
IX. KOMPLIKASI
•Kerusakan sendi.
•Kelainan pada jantung.
•Nyeri punggung.
•Masalah pada ginjal dan hati.
•Peradangan selaput otak atau meningitis
X. KONSEP TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN