Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
TB paru merupakan penyakit yang masih menjadi masalah didunia
disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis, TB paru dapat ditularkan
melalui airbon (Widodo.W, 2020). Penyakit TB dapat menyerang siapa saja tetapi
sangat rentang menyerang usia remaja sampai usia lanjut 15-45 tahun. Menurut
WHO TB paru merupakan masalah kesehatan yang sangat penting dan sangat
serius dan penyakit yang dapat menyebabkan keadaan darurat global karena
sebagian besar penyakit TB paru diindonesia tidak dapat dikendalikan sehingga
dapat menyababkan masalah yang serius dan selalu meningkat setiap tahunnya.
(WHO, 2018). Menurut World Health Organization tahun 2018 menunjukkan
bahwa TB Paru di dunia, Indonesia menempati urutan ke tiga dengan jumlah
sebesar 700 ribu kasus yang ditunjukkan dari dua pertiga jumlah kasus TB paru
didunia yang diduduki oleh Delapan Negara diantaranya Yaitu India berada
diurutan pertama dengan jumalah 27%, Cina 9%, Indonesia 8%, Filipina 6%,
Pakistan 5%, Nigeria dan Bangladesh masing-masing 4% dan Afrika Selatan 3%
(WHO, 2018).
Berdasarkan survei Dinas Kesehatan palembang tahun 2020, cakupan
penemuan penderita TB paru selama lima tahun terakhir selalu meningkat
yaitu pada tahun 2016 sebanyak 1.376 kasus, dan pada tahun 2017 sebanyak
1.474 kasus pada tahun 2018 sebanyak 1.947 kasus pada tahun 2019 sebanyak
1.972 kasus dan pada tahun 2020 terjadi penurunan menjadi sebanyak 1.037 kasus
penyakit TB paru yang tertinggi saat ini menyerang anak usia 0-14 tahun (Profil
Dinas Kesehatan Kota Palembang 2020). Berdasarkan laporan dari RS
muhammadiyah palembang dalam kurun waktu 3 tahun terakhir dari tahun 2018-
2020 yaitu tercatat ada 90 kasus TB paru di rawat inap pada tahun 2018,
kemudian ditahun 2019 terjadi kenaikan yaitu 137 kasus, dan ditahun 2020
mengalami penurunan yaitu 92 kasus (Profil Rumah sakit RS Muhammadiyah
palembang, 2021).
Meningkatnya kasus TB paru ini menjadi masalah, salah satu masalah
yang sering muncul yaitu bersihan jalan napas tidak efektif. Masalah bersihan
jalan napas tidak efektif ini disebabkan oleh ketidakmampuan membersihkan
sekresi. Sekresi tersebut akan terkumpul pada jalan nafas yang dapat
menyebabkan penyumbatan. Penumpukan sekresi mengakibatkan ventilasi tidak
menjadi adekuat yang terus-menerus dapat menyebabkan penyempitan jalan
nafas sehingga timbul permasalahan keperawatan bersihan jalan napas tidak
efektif (Tahir.R, 2019). Bersihan jalan nafas tidak efektif disebabkan oleh
hipersekresi jalan nafas, benda asing dalam jalan nafas, dan sekresi yang tertahan
dengan gejala batuk tidak efektif, sputum yang berlebih dan pola nafas berubah
(SDKI, 2017). Tindakan keperawatan yang dilakukan dengan masalah bersihan
jalan nafas tidak efektif yaitu dilakukannya relaksasi nafas dalam dan batuk
efektif. Menurut (Listiana, 2020) setelah dilakukan batuk efektif sekret
menunjukkan bahwa jumlah pengeluaran sekret pada pasien TB paru menjadi baik
setelah diajarkan teknik batuk efektif. Menurut (Lestari, 2020) pengeluaran sekret
pada pasien TB paru dengan relaksasi nafas dalam dan taknik batuk efektif
memiliki pengaruh yang signifikan sebelum dan sesudah pengajaran batuk efektif,
manfaat dari latihan batuk efektif ini bertujuan untuk meredakan saluran
pernafasan ataupun mengatasi sesak nafas akibat adanya lendir yang memenuhi
saluran pernafasan dan meningkatkan mobilisasi sekresi dan mencegah risiko
tinggi retensi sekresi (Suryanti. D, 2018).
Berdasarkan data diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan studi
kasus tentang “Latihan teknik Relaksasi Nafas Dalam dan Batuk Efektif Pada
Pasien TB Paru Dengan Masalah Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya yaitu
Bagaimanakah gambaran Implementasi Keperawatan Pemberian Teknik Relaksasi
Nafas Dalam dan Batuk Efektif Pada Pasien TB Paru dengan Masalah Bersihan
Jalan Nafas Tidak Efektif Pada Pasien TB Paru Di RS Muhammadiyah
Palembang 2022?
1.3 Tujuan Studi Kasus
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran pelaksanaan implementasi keperawatan
latihan teknik relaksasi nafas dalam dan batuk efektif pada pasien TB Paru
Dengan Masalah Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif di RS
Muhammadiyah palembang 2022.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mampu Melakukan Latihan Teknik Relaksasi Nafas Dalam pada pasien
TB paru di RS Muhammadiyah palembang 2022.
2. Mampu Melakukan Latihan Batuk Efektifpada pasien TB paru di RS
Muhammadiyah palembang 2022.

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Bagi Rumah sakit
Dapat dijadikan bahan informasi untuk membuat Standar
Operasional Prosedur (SOP) Asuhan Keperawatan pasien dengan TB Paru.
Sebagai acuan untuk dapat mempertahankan mutu pelayanan terutama
dalam memberikan asuhan keperawatan dan untuk tenaga kesehatan dapat
memberikan ilmu yang dimiliki serta mau membimbing kepada
mahasiswa tentang cara memberikan asuhan yang berkualitas.
1.4.2 Manfaat bagi pasien
hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
tentang TB paru secara umum, baik penanganan serta pengetahuan dalam
melakukan implementasi keperawatan dengan masalah bersihan jalan
nafas tidak efektif pada pasien TB paru di RS Muhammadiyah Palembang
2022.
1.4.3 Manfaat Bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah keluasan ilmu
dibidang keperawatan khususnya mahasiswa Poltekkes Kemenkes
Palembang jurusan D3 Keperawatan dan Sebagai masukan dalam rangka
pengembangan ilmu dalam upaya implemetasi keperawatan dengan
masalah bersihan jalan nafas tidak efektif pada pasien TB paru di RS
Muhammadiyah Palembang 2022.
1.4.4 Manfaat Bagi Peneliti
Dengan Karya Tulis Ilmiah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman penulis tentang Latihan Teknik Relaksasi Nafas Dalam dan
Batuk Efektif Pada Pasien TB Paru Dengan Masalah Bersihan Jalan Nafas
Tidak Efektif di RS Muhammadiyah palembang 2022.
1.4.5 Bagi tempat peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan dan
sumbangan pemikiran dalam melakukan implementasi keperawatan
dengan masalah bersihan jalan nafas tidak efektif pada pasien TB paru di
RS Muhammadiyah Palembang 2022.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU


2.1.1 Definisi Tuberkulosis Paru
TB paru disebabkan oleh myobacterium Tuberulosis yang
merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang
ditularkan melalui airbone hal ini termasuk bakteri tahan asam (BTA)
yang dapat bertahan hidup pada suhu 4o-70oC dan sangat peka terhadap
sinar ultaviolet sehingga kuman tb dapat mati jika terpapar oleh sinar
tersebut (sembiring, 2019).
TB paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hampir
seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran
pernafasan dan saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Tetapi
paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang
terinfeksi bakteri tersebut (Amin & Hardhi, 2015).

2.1.2 Etiologi
TB Paru disebabkan oleh sejenis bakteri yang disebut
Mycrobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyebar saat penderita TB
batuk atau bersin dan orang lain menghirup droplet yang dikeluarkan,
yang mengandung bakteri TB. Meskipun TB menyebar dengan cara yang
sama dengan flu, penyakit ini tidak menular dengan mudah. Seseorang
harus kontak dalam waktu beberapa jam dengan orang yang terinfeksi
(manurung, 2016).
Menurut Depkes RI (2016) Faktor Risiko dari Tb paru ini yaitu:
1. Kontak yang dekat dengan seseorang yang memiliki TB aktif.
2. status imunocompromized (penurunan imunitas) (misalnya, lansia,
kanker, terapi kortikosteroid, dan HIV).
3. Penggunaan narkoba suntikan dan alkoholisme.
4. Orang yang kurang mendapat perawatan kesehatan yang memadai
(misalnya, tunawisma atau miskin, minoritas, anak-anak, dan orang
dewasa muda).
5. Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, termasuk diabetes,
gagal ginjal kronis, silikosis, dan kekurangan gizi.
6. Imigran dari negara-negara dengan tingkat tuberkulosis yang tinggi
(misalnya, Haiti, Asia Tenggara).
7. Pelembagaan (misalnya, fasilitas perawatan jangka panjang,
penjara).
8. Tinggal di perumahan yang padat dan tidak sesuai standar.
9. Pekerjaan (misalnya, petugas layanan kesehatan, terutama mereka
yang melakukan kegiatan berisiko tinggi).

2.1.3 Patofisiologi
Basil Tuberkel yang mencapai permukaan alveoli biasanya
diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil
karena gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di rongga
hidung dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang
alveolus (biasanya dibagian bawah lobus atas atau dibagian atas lobus
bawah) basil Tuberkulosis ini membangkitkan reaksi peradangan.
Lekosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan mefagosit
bakteri tetapi tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari
pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang
akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala-gejala pneunomia akut.
Pneunomia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya tanpa
menimbulkan kerusakan jaringan paru atauproses dapat berjalan terus
dan bakteri terus difagosit. Makrofag yang mengalami infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel
tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya
berlangsung selama 10-20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi
memberikan gambaran yang relatif padat seperti keju, lesi nekrosis ini
disebut nekrosis kaseosa. Daeah yang mengalami nekrosis kaseosa
dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan
febroblas menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi
lebih febrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya suatu kapsul
yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru disebut fokus ghon dan gabungan
terserangnya kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan
kompleks ghon. Komplek ghon yang mengalami perkapuran ini dapat
dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemriksaan
radiogram rutin. Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah
pencairan dimana bahan cair lepas ke dalam bronkus dan
menimbulkan kavitas.
Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan
masuk ke percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat terulang
kembali pada bagian lain dari paru atau basil dapat terbawa ke laring,
telinga tengah atau usus. Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa
pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan
mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan
parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus. Bahan
perkejuan dapat mengenal sehingga tidak dapat mengalir melalui
saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak
terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu
lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi
tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui saluran
limfe atau pembuluh darah (limfohemtogen). Organisme yang lolos
dari kelenjar limfe akan mencapai aliran darah dalam jumlah yang
lebih kecil yang kadangkadang dapat menimbulkan lesi pada
berrbagai organ lain (ekstrapulmoner). Penyebaran hematogen
merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan
Tuberkulosis milier . ini terjadi bila fokus nekrotik merusak pembuluh
darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskuler
dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ-organ tubuh (Padila,
2017).

1.2.8 pathway

Microbacterium Doplet infection Masuk lewat jalan nafas


tuberkulosa

Menempel pada paru

Keluar dari Dibersihkan oleh Menetap di jalan paru


tracheobionchial makrofag
bersama scret

Terjadi peroses
Sembuh tanpa peradangan

pengobatan

Pengeluaran zat pirogen Tumbuh dan berkembang


di sitoplasma makrofag

Mempengaruhi
hipotalamus Sarang primer/afek
primer (fokus ghon)

Mempengaruhi sel point

Hipertermi

Kompleks primer Limfangitis lokal Limfadinitis regional

Menyebar keorgan lain (paru Sembuh sendiri tanpa Sembuh dengan bekas
lain, saluran pencernaan,
pengobatan fibrosis
tulang) melalui media
(brontiinuitum, hematogen,
limfogen
Radang tahunan Pertahanan primer tidak
adekuat
dibronkus

Pembentukan
tuberkculosis

Kerusakan membran
alveolar

Pembentukan sputum
berlebihan

Bersihan Jalan Nafas


Tidak Efektif

Gambar 2.1 patofisisologi TB paru

2.1.5 Manifestasi Klinis


Menurut Wong (2018) tanda dan gejala Tb paru adalah :
1. Tanda :
1) Deman 40-41oC
2) Batuk berdahak lebih dari 2 minggu
3) Batuk dengan mengeluarkan darah
4) Dada terasa sakit atau nyeri
5) Dada terasa sesak pada waktu bernafas
6) keringat malam
2. Gejala :
1) Anoreksia
2) Badan lemah, letih dan cepat lelah
3) Bila berat terjadi batuk berdarah (hemoptu)
4) Kadang-kadang terjadi dyspneu sampai sianosis.
2.1.6 Komplikasi
Penyakit TB Paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi, yang dibagi atas komplikasi dini dan
komplikasi lanjut (Manurung, 2017).
1. Komplikasi dini
1) Pleuritis
2) Effusi pleura
3) Emplema
4) Laringitis
5) Menjalar ke organ lain seperti usus.

2. Komplikasi lanjut
1) Obstruksi jalan nafas : SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis).
2) Kerusakan parenkim berat : SOPT, Fibrosis Paru, Korpulmonal
3) Amiloiddosis
4) Karsinoma paru
5) Sindrom gagal nafas dewasa

2.1.7 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan pasien dengan tuberkulosis paru dibagi menjadi 2
yaitu farmakologis dan non farmakologis, sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan non farmakologis
Penerapan batuk efektif dan fisioterapi dada pada pasien TB
Paru yang mengalami ketidakefektifan bersihan jalan nafas mampu
meningkatkan pengeluaran sekret. (Sitorus, dkk, 2018 dalam lestari
2019).

2. Penatalaksanaan farmakologis

3. Tahap intensif (2-3 bulan)


Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan
diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap
OAT terutama rifamfisin.

4. Tahap lanjutan (4-7 bulan)

Pada tahap lanjutan penderita mendapatkan jenis obat lebih sedikit


namun dalam jangka waktu yang lama. Tahap lanjutan penting untuk
membunuh kuman yang persisten, sehingga mencegah kekambuhan.
Panduan obat yang digunakan dari obat utama dan obat tambahan.
Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO
adalah Rifamfisin, INH, pirasinamid, stemtomisin, dan etambutol.
Sedangkan jenis obat tambahan seperti kanamisin, kuinolon,
makrolide, amoksisilin + asam klavulanat, derivat rifamfisin / INH.
(wahid, 2018).
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TB PARU

1.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan teori proses
keperawatan diperlukan pengkajian yang cermat untuk mengenal masalah
pasien, agar dapat memberi arah kepada tindkan keperawatan sangat
tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian.
1. Identitas klien :
Nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan,
suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan, pekerjaan
klien, dan asuransi kesehatan.
2. Keluhan utama :
Keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian.
3. Riwayat kesehatan sekarang :
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit
yang di rasakan saat ini. Dengan adanya batuk, batuk darah,sesak
napas, nyeri dada, demam, keringat malam dan menggigil.
4. Riwayat penyakit dahulu :
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita Tuberkulosis paru, keluhan
batuk lama pada masa kecil, tuberkulosis dari organ lain,
pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperberat
tuberkulosis paru seperti diabetes militus.
5. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan
6. Riwayat keluarga :
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.
7. Aspek psikososial :
Merasa dikucilkan dan tidak dapat berkomunikasi dengan bebas,
menarik diri.
8. Biasanya pada keluarga yang kurang mampu :
Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu
waktu yang lama dan biaya yang banyak. Tidak bersemangat dan
putus harapan.
9. Lingkungan :
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat,
ventilasi rumah yang kurang sehingga pertukaran udara kurang,
daerah di dalam rumah lembab, tidak cukup sinar matahari,jumlah
anggota keluarga yang banyak.
10. Pola fungsi kesehatan :
1) Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan :
Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh, jumlah
anggota keluarga banyak, lingkungan dalam rumah lembab,
jendela jarang dibuka sehingga sinar matahari tidak dapat
masuk,ventilasi minim menyebabkan pertukaran udara kurang,
sejak kecil anggota keluarga tidak dibiasakan imunisasi
2) Pola nutrisi-metabolik :
Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun,turgor kulit jelek,
kulit kering dan kehilangan lemak subkutan, sulit dan sakit
menelan.
3) Pola eliminasi :
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran
kanan atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas
dan splenomegali.
4) Pola aktifitas – latihan :
Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan karena
sesak nafas, mudah lelah, tachicardia, jika melakukan aktifitas
berat timbul sesak nafas (nafas pendek).
5) Pola tidur dan istirahat :
Sulit tidur, frekuensi tidur berkurang dari biasanya, sering
berkeringat pada malam hari.
6) Pola hubungan-peran :
Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan dalam hal
hubungan dan peran yang dikarenakan adanya isolasi untuk
menghindari penularan terhadap anggota keluarga yang lain.
7) Pola kognitif – perceptual :
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum,
sedangkan dalam hal daya pancai ndera (perciuman, perabaan,
rasa, penglihatan dan pendengaran) jarang ditemukan adanya
gangguan.
8) Pola persepsi diri :
Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu
Ketakutan dan kecemasan akan muncul pada penderita
tuberkulosis paru dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang
pernyakitnya yang akhirnya membuat kondisi penderita menjadi
perasaan tak berbedanya dan tak ada harapan.
9) Pola reproduksi dan seksual :
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan
berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
10) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan
mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan
penolakan terhadap pengobatan.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan
terganggunya aktifitas ibadah klien.
11. Pemeriksaan fisik
Menurut Muttaqin (2014) Pemeriksaan fisik pada klien dengan
tuberkulosis paru meliputi pemeriksaan fisik umum per sistem dari
observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1
(Breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan
B6 (Bone).
1) B1 (Breathing)
a) Inspeksi : Bentuk dada dan gerakan pernapasan.
Sekilas pandang klien dengan TB paru biasanya tampak
kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi
diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan
proporsi diameter lateral.
b) Palpasi : Palpasi trakhekhea
Adanya pergeseran trakhea menunjukkan-meskipun tetapi
tidak spesifik penyakit dari lobus atas paru

c) Perkusi : pada klien dengan tuberkulosis paru


minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan
bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru.

d) Auskultasi :pada klien dengan tuberkulosis paru


didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada sisi
yang sakit.
2) B2 (Blood)
Pada klien dengan tuberkulosis paru pengkajian yang didapat
meliputi : Inspeksi : inspeksi tentang adanya perut dan keluhan
kelemahan fisik Palpasi : denyut nadi perifer melemah
a) Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada
tuberkulosis paru dengan efusi pleura masif mendorong
ke sisi sehat
b) Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi
jantung tambahan biasanya tidak didapatkan.
3) B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya
sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada
pengkajian objektif, klien tampak dengan wajah meringis,
menangis, merintih, meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan
pengkajian mata, biasanya didapatkan adanya konjungtiva
anemis pada tuberkulosis paru dengan hemoptoe masif dan
kronis, dan sklera ikterik pada tuberkulosis paru dengan
gangguan fungsi hati.
4) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake
cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya
oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal syok.
5) B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu
makan, dan penurunan berat badan.
6) B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan
tuberkulosis paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan,
kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga
menjadi tak teratur.

1.2.2 Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis


mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun
potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
respons klien individu. Keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2016).

Diagnosa keperawatan pada pasien Tb paru menurut padila


berdasarkan dengan kalimat PPNI 2016 yaitu :

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sputum yang


berlebihan

1.2.3 Rencana Keperawatan


Rencana keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (PPNI, 2016). Perencanaan ini
difokuskan pada ketidakefektifan bersihan jalan nafas menurut standar
diagnosis keperawatan indonesia SDKI (2017) sebagai berikut :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sputum
yang berlebihan.
a. Definisi
Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas
untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2017
b. Batasan Karakteristik : (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)

Fisiologis

1. Spasme jalan nafas

2. Hipersekresi jalan nafas

3. Disfungsi neuromuskular

4. Benda asing dalam jalan nafas

5. Adanya jalan nafas buatan

6. Sekresi yang tertahan

7. Hiperplasia dinding jalan nafas

8. Proses infeksi

9. Respon alergi

10. Efek agen farmakologis (mis. Anastesi)

Situasional

1. Merokok aktif

2. Merokok pasif

3. Terpajan polutan
Tanda dan Gejala Mayor dan Minor pada Pasien Tuberkulosis Paru
dengan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif.

1. Gejala dan Tanda Mayor


a. Subjektif
(tidak tersedia)
b. Objektif
1. Batuk tidak efektif
2. Tidak mampu batuk
3. Spuntum berlebih
4. Mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering
2. Gejala dan Tanda Minor
a. Subjektif
1. Dispnea
2. Sulit bicara
3. Ortopnea
b. Objektif
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi napas menurun
4. Frekuensi napas berubah
5. Pola napas berubah

(Sumber: Tim Pokja SDKI DPP PPNI, SDKI, 2016)

c. Intervensi SIKI : (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)


a. Latihan batuk efektif
Observasi
1. identifikasi kemampuan batuk batuk
2. monitor adanya retensi sputum
3. monitor tanda dan gejala infeksi saluran
nafas
4. monitor input dan output cairan (mis.
Jumlah dan karakteristik
Terapeutik

5. atur posisi semi fowler atau fowler


6. pasang perlak dan bengkok di pangkuan
pasien
7. buang sekret pada tempat sputum

Edukasi

8. jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif


9. anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan selama 2 detik
kemudian keluarkan dari mulut dan bibir
mencucu dibulatkan selama 8 detik
10. anjurkan mengulangi tarik nafas dalam
hingga 3 kali
11. anjurkan batuk dengan kuat langsung
setelah tarik nafas dalam yang ke-3

Kolaborasi

12. kolaborasi pemberian mukolitik atau


ekspektoran jika perlu

1.2.4 Implementasi
Menurut Debora (2019), Implementasi keperawatan adalah tahap
keempat dari proses keperawatan. Tahap ini muncul jika perencanaan yang
dibuat diaplikasikan pada klien. Sebelum melakukan suatu tindakan,
perawat harus yakin bahwa :
1. tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan tindakan yang
sudah direncanakan
2. dilakukan dengan cara yang tepat, aman, serta sesuai dengan kondisi
klien
3. selalu dievaluasi apakah sudah efektif; dan
4. selalu didokumentasikan menurut urutan waktu.
1.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap kelima dari proses keperawatan.
Evaluasi adalah proses yang berkelanjuta yaitu proses yang digunakan
untuk mengukur dan memonitor kondisi klien untuk mengetahui :
1. kesesuaian tindakan keperawatan
2. perbaikan tindakan keperawatan
3. kebutuhan klien saat ini
4. perlunya dirujuk pada tempat kesehatan lain, dan
5. apakah perlu menyusun ulang prioritas diagnosis supaya kebutuhan
klien bisa terpenuhi. Selain digunakan untuk menevaluasi tindakan
keperawatan yang sudah dilakukan, evaluasi juga digunakan untuk
memeriksa semua proses keperawatan (Debora, 2019).

1.3 Konsep Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Pada Tuberkulosis Paru
1.3.1 Definisi Bersihan Jalan Nafastidak Efektif
Bersihan jalan napas tidak efektif adalah ketidakmampuan
membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan
jalan napas tetap paten (SDKI, 2016). Penyebab bersihan jalan napas tidak
efektif pada tuberkulosis paru adalah hipersekresi pada percabangan
trakeobronkial yang terakumulasi dan mengental sehingga menyumbat jalan
napas (Smeltzer & Bare, 2013).
1.3.2 Etiologi Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Pada Tuberkulosis Paru
Bersihan jalan napas tidak efektif secara fisiologis disebabkan oleh
spasme jalan napas, hipersekresi jalan napas, disfungsi neuromuskuler,
benda asing dalam jalan napas, adanya jalan napas buatan, sekresi yang
tertahan, hiperplasia dinding jalan napas, proses infeksi, respon alergi, dan
efek agen farmakologi (mis. anastesi). Sedangkan penyebab secara
situasional diantaranya merokok aktif, merokok pasif, dan terpajan polutan
(SDKI, 2016). Penyebab bersihan jalan napas tidak efektif pada tuberkulosis
paru adalah hipersekresi pada percabangan trakeobronkial yang
terakumulasi dan mengental sehingga menyumbat jalan napas (Smeltzer &
Bare, 2013). Sekresi trakeobronkial ini berasal dari pencairan nekrosis
kaseosa (pengkijuan) (Price & Wilson, 2006).
1.3.3 Patofisiologi Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Pada Tuberkulosis
Paru
Terjadinya bersihan jalan napas tidak efektif pada pasien TB paru
diawali dengan penularan penyakit yang terjadi ketika penderita dengan
BTA positif bersin atau batuk tanpa menutup hidung atau mulutnya
sehingga kuman akan menyebar ke udara dalam bentuk percikan dahak atau
droplet (Widyanto & Triwibowo, 2013).
Penularan bakteri melalui udara disebut dengan istilah air-bone
infection. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu
berpotensi terkena infeksi (Muttaqin, 2008). Gumpalan basil yang
berukuran besar cenderung tertahan di saluran hidung, trakea, atau bronkus
dan akan segera dikeluarkan oleh gerakan silia selaput lendir dalam saluran
pernapasan (Danusantoso, 2013). Basil yang berhasil melewati saluran
napas dan mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu
unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil (Price & Wilson, 2006). Bakteri
akan menyebar melalui jalan napas menuju ke alveoli tempat bakteri
bertumbuh dan berkembang biak (Smeltzer & Bare, 2013).

2.3.6. Implementasi Keperawatan dengan Masalah Bersihan Jalan Napas


Tidak Efektif Pada Tuberkulosis Paru
Penatalaksanaan pada pasien tuberkulosis paru dengan bersihan jalan napas
tidak efektif antara lain sebagai berikut.
1. LATIHAN NAFAS DALAM
a. Pengertian nafas dalam
Latihan nafas dalam adalah bernafas dengan perlahan dan
menggunakan diafragma sehingga memungkinkan abdomen
terangkat perlahan dan dada mengembang penuh
b. Tujuan latihan nafas dalam
Latihan pernafasan dirancang dan dijalankan untuk mencapai
ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien meningkatkan inflasi
alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan
ansietas, menyingkirkan pola aktifitas otot-otot pernafasan yang
tidak berguna, tidak terkoordinasi, melambatkan frekuensi
pernafasan, serta mengurangi udara yang terperangkap
c. Prosedur latihan batuk efektif

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) LATIHAN NAFAS


DALAM
Pengertian Melatih pasien melakukan nafas dalam.
Indikasi Untuk pasien yang sesak nafas
Untuk pasien yang merasakan nyeri

Tujuan 1. Meningkatkan kapasitas paru


2. Meningkatkan ventilasi

Persiapan pasien 1. Pastikan identitas pasien benar


2. Kaji kondisi pasien
3. Jaga privasi pasien
4. Atur posisi pasien

Prosedur 1. Berikan salam dan menyapa nama pasien


2. Jelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
3. Tanyakan persetujuan/kesiapan pasien
4. Jaga privasi pasien
5. Persiapkan pasien
6. Minta pasien meletakkan satu tangan di dada dan satu
tangan di abdomen
7. Latih pasien melakukan nafas perut (menarik nafas dalam
melalui hidung hingga 3 hitungan ,jaga mulut tetap
tertutup).
8. Minta pasien merasakan mengembangnya abdomen
(cegah lengkung pada punggung)
9. Minta pasien menahan nafas hingga 3 hitungan
10. Minta menghembuskan nafas perlahan dalam 3 hitungan
(lewat mulut, bibir seperti meniup)
11. Minta pasien merasakan mengempisnya abdomen dan
kontraksi dari otot
12. Jelaskan kepada pasien untuk tidak melakukan latihan ini
bila mengalami sesak nafas
13. Rapikan pasien.
Evaluasi Tanyakan keadaan dan kenyamanan pasien setelah tindakan

Sikap 1. Sikap sopan dan ramah


2. Jamin privasi pasien
3. Bekerja dengan teliti
4. Perhartikan body mechanism
Dokumentasi 1. Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal dan jam
pelaksaan.
2. Catat hasil tindakan (respons subjektif dan objektif) di
dalam catatan.
3. Bersihkan dan kembalikan peralatan yang digunakan
pada tempatnya.

Sumber Hastuti, Dhanik Tri, dkk. 2017. Keterampilan Dasar


Tindakan Keperawatan. Pilar Utama Mandiri. Jakarta Timu.

2. Latihan Batuk Efektif


a. Pengertian batuk efektif
Merupakan aktivitas yang dilakukan untuk membersihkan
sekresi pada jalan napas. Dengan suatu metode yang mengajarkan
teknik batuk yang benar diharapkan pasien dapat menghemat
energi agar tidak mudah lelah serta dapat mengeluarkan dahak
secara maksimal (Mubarak, Indrawati, & Susanto, 2015).
b. Tujuan latihan batuk efektif
Tujuan batuk efektif adalah untuk meningkatkan ekspansi
paru mobilisasi sekresi dan mencegah efek samping dari restensi
sekresi. Dengan batuk efektif pemderita tuberkulosis paru tidak
harus mengeluarkan banyak tenaga untuk mengeluarkan banyak
sekret (Hidayat, 2018).
c. Prosedur latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif merupakan aktifitas perawat untuk
membersihkan sekresi pada jalan nafas, penulis melakukan
tindakan batuk efektif pada pasien, yaitu dengan mengacu pada
teori intervensi kurnianto (2015).
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) LATIHAN BATUK
EFEKTIF
Pengertian Latihan mengeluarkan sekret yang terakumulasi dan
mengganggu disaluran nafas dengan cara dibatukkan.
Indikasi Pasien dengan penyakit COPD/PPOK, Emphysema, Fibrosis,
Asma, chest infection, pasien bedrest atau post operasi.

Tujuan 1. Membebaskan jalan nafas dari akumulasi secret


2. Mengeluarkan sputum untuk pemeriksaan diagnostik
laborat
3. Mengurangi sesak nafas akibat akumulasi secret⁣

Persiapan 1. Kertas tissue


tempat dan 2. Bengkok
alat 3. Perlak/alas
4. Sputum pot berisi desinfektan
5. Air minum hangat

Persiapan 1. Pastikan identitas pasien benar


pasien 2. Kaji kondisi pasien
3. Jaga privasi pasien
4. Atur posisi pasien

Persiapan 1. Jaga privacy klien dengan cara memasang sampiran atau


lingkungan menutup hordeng pembatas kamar.
2. Atur pencahayaan ruangan.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.

Prosedur 1. Beri salam sebagai pendekatan terapeutik.


2. Jelaskan tentang prosedur dan tingkatan kepada keluarga
dan pasien.
3. Persiapkan pasien
4. Minta pasien meletakkan satu tangan di dada dan satu
tangan di abdomen
5. Latih pasien melakukan nafas perut (menarik nafas dalam
melalui hidung hingga 3 hitungan, jaga mulut tetap
tertutup)
6. Minta pasien merasakan mengembangnya abdomen (cegah
lengkung pada punggung)
7. Minta pasien menahan nafas hingga 3 hitungan
8. Minta menghembuskan nafas perlahan dalam 3 hitungan
(lewat mulut, bibir seperti meniup)
9. Minta pasien merasakan mengempisnya abdomen dan
kontraksi dari otot
10. Pasang perlak/alas dan bengkok (di pangkuan pasien bila
duduk atau di dekat mulut bila tidur miring)
11. Minta pasien untuk melakukan nafas dalam 2 kali, yang
ke-3 inspirasi, tahan nafas dan batukkan dengan kuat
12. Tampung lender dalam sputum pot
13. Rapikan pasien

Evaluasi Tanyakan keadaan dan kenyamanan pasien setelah tindakan

Sikap 1. Sikap sopan dan ramah


2. Jamin privasi pasien
3. Bekerja dengan teliti
4. Perhartikan body mechanism

Dokumentasi 1. Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal dan jam


pelaksaan.
2. Catat hasil tindakan (respons subjektif dan objektif) di
dalam catatan.
3. Bersihkan dan kembalikan peralatan yang digunakan pada
tempatnya.

Sumber Christian Bob. SOP Batuk Efektif & Nafas Dalam. [Online].
Tersedia di : https://www.scribd.com/doc/313149922/SOP-
Batuk-Efektif-Nafas-Dalam di akses pada 2 Februari 2020.

BAB III
METODELOGI STUDI KASUS

3.1 RANCANGAN STUDI KASUS

Desain studi kasus ini adalah deskriptif dalam bentuk studi kasus untuk
mengeksprolarikan masalah bersihan jalan nafas tidakefektif pada pasien Tb
Paru di ruang Penyekit dalam Rs muhammadiyah palembang. Pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan asuhan keperawatan yang meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan (intervensi), pelaksanaan
(implementasi), evaluasi serta dokumentasi.

3.2 KERANGKA STUDI KASUS


Implementasi keperawatan yang dilakukan berupa mengatur posisi semi
fowler, mengkaji fungsi pernafasan, melatih batuk efektif dan melatih nafas
dalam yang bertujuan untuk membantu pengeluaran sputum yang tertahan
pada percabangan trakeobronkial yang terakumulasi dan mengental sehingga
menyumbat jalan napas. imlem/entasi ini dibuat berdasarkan (Tim Pokja SIKI
DPP PPNI, 2017) yaitu sebagai berikut :

Hasil Kajian yang Menggambarkan


Pengkajian Keperawatan
Masalah Bersihan Jalan Nafas
Tidak Efektif.

Diagnosis Keperawatan Pasien


Diagnosa Keperawatan
Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
berhubungan dengan sputum yang
berlebihan.

Rencana Asuhan Keperawan


Dengan Masalah Bersihan Jalan
Nafas Tidak Efektif Yaitu Dengan
Cara Relaksasi Nafas Dalam dan
Batuk Efektif
Rencana Keperawatan

Implementasi Keperawatan
Meningkatkan kesembuhan pada
Pelaksanaan Keperawatan penderita TB paru dengan relaksasi
nafas dalam dan batuk efektif

Hasil Implementasi Bersihan Jalan


Evaluasi Keperawatan
Nafas Tidak Efektif dengan Cara
Relaksasi Nafas Dalam dan Batuk
Efektif
Masalah teratasi

: Fokus studi kasus

(Gambar 3.1 kerangka konsep penelitian)

3.3 Definisi Istilah


1. TB Paru merupakan infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh
mycrobakterium tuberkulosis yang tahan akan asam.
2. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas merupakan ketidakmampuan
membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan
jalan nafas tetap paten
3. Posis semi fowler merupakan posisi pasien setengah duduk yaitu 30o – 45o
4. Fungsi pernafasan merupakan proses pengangkutan udara kedalam paru-
paru untuk memfasilitasi difusi oksigen kedalam aliran darah
5. Latihan batuk efektif merupakan tindakan melatih pasien yang tidak
memiliki kemampuan batuk secara efektif untuk membersihkan laring,
trakea dan bronkus dari sekret atau benda asing di jalan nafas.
6. Latihan nafas dalam merupakan bernafas dengan perlahan dan
menggunakan diafragma sehingga memungkinkan abdomen terangkat
perlahan dan dada mengembang penuh.

3.4 Subyek Studi Kasus


Subyek studi kasus yang digunakan dalam studi kasus keperawatan medikal
bedah untuk memenuhi kriteria penelitian adalah pasien yang memiliki
penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) dengan masalah ketidak efektifan
bersihan jalan nafas, dengan kriteria pasien :
1. pasien dengan diagnosa TB Paru
2. Pada pemeriksaan auskultasi terdengan suara (gurgling, mengi, wheezing,
ronkhi)
3. Pasien yang mengalami bersihan jalan nafas tidak efektif.
4. Pasien yang berada di wilayah rs muhammadiyah palembang.

3.5 Tempat Dan Waktu Studi kasus


1. Tempat atau lokasi studi kasus
Tempat atau lokasi studi kasus yang digunakan oleh penulis yaitu
berada di ruang penyakit dalam RS Muhammadiyah palembang.
2. Waktu Pelaksanaan pada rentang pada bulan Januari – Maret Tahun 2022

3.6 Instrumen Dan Metode Pengumpulan Data


1. Instrumen Pengumpulan Data.
1) Lembar pengkajian
Lembar pengkajian berisi format pengkajian asuhan keperawatan
medikal bedah yang berisikan identitas pasien, riwayat kesehatan
sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dari pelaksanaan
pengobatan, lembar pengkajian akan penulis isi sesuai dengan hasil
wawancara pasien
2) Rekam medis
Rekam medis merupakan berkas yang berisi catatan dan dokumen
yang terdiri dari identitas pasien, pemeriksaan yang telah dilakukan,
pengobatan yang diberikan dokter, dan tindakan yang dilakukan secara
berkolaborasi. Agar penulis dapat mencocokkan data rekam medis
dengan hasil pengkajiannya.

2. Metode Pengumpulan Data


Pada sub ini dijelaskan terkait metode pengumpulan data yang
menggunakan beberapa tahap, sebagai berikut :
1) Wawancara/ Anamnesa.
Berkaitan dengan hal-hal yang perlu diketahui, baik dalam aspek fisik,
mental, sosial, budaya, ekonomi, kebiasaan, lingkungan dan
sebagainya.
2) Observasi
Terhadap hal-hal yang tidak perlu ditanyakan, karena dianggap cukup
melalui pengamatan saja, diantaranya yang berkaitan dengan
lingkungan fisik, misalnya ventilasi, penerangan, kebersihan dan
sebagainya.Dalam metode ini, pengambilan data asuhan keperawatan
medikal bedah dilakukan pengamatan langsung terhadap keadaan
pasien, menggunakan format pengkajian.
3) Pemeriksaan Fisik (head to toe)
Pemeriksaan terhadap pasien yang memiliki masalah kesehatan
dilakukan secara head to toe dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi.

3.7 Etika Studi Kasus


Dalam melaksanakan sebuah penelitian atau studi kasus ada empat prinsip
yang harus dipegang teguh yakni:
1. Menghormati Harkat dan Martabat Manusia (Respect for Human
Dignity).
Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subyek penelitian untuk
mendapatkan informasi tentang tujuan penelitian. Disamping itu,
penelitian juga memberikan kebebasan kepadas obyek untuk
berpartisipasi atau tidak berpartisipasi dalam penelitian.
2. Menghormati Privasi dan Kerahasiaan Subyek Penelitian (Respect for
Privacy and Confidentially).
Peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas dan
kerahasiaan identitas subyek.
3. Keadilan dan Inklusivitas/Keterbukaan (Respect for Justice an
Inclusiveness).
Prinsip keterbukaan perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,
keterbukaan dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan peneliti perlu
dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan
menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa
semua obyek penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang
sama tanpa membedakan gender, agama, etnis dan sebagainya.
4. Memperhatikan Manfaat dan Kerugian yang Ditimbulkan
(Balancing Harms and Benefits).
Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin
bagi masyarakat pada umumnya, dan subyek penelitian pada khususnya.
Peneliti hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang merugikan
bagi suatu subyek. Oleh sebab itu, pelaksanaan penelitian harus dapat
mencegah atau paling tidak mengurangi rasa sakit, cidera, stress,
maupun kematian subjek penelitian.

3.8 Penyajian Data


Penyajian data pada studi kasus ini, yaitu data disajikan dengan menggunakan
asuhan keperawatan medikal bedah yang terdiri dari pengkajian, diagnosa,
intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN
PALEMBANG
LEMBAR KONSULTASI
BIMBINGAN KARYA TULIS ILMIAH

NAMA MAHASISWA : ZAHARA ILMIA SAFITRI


NIM : PO.71.20.1.19.094
NAMA PEMBIMBING : EVA SUSANTI, S.Kep,Ns,M.Kes
(UTAMA/PENDAMPING)
JUDUL KTI : IMPLEMENTASI KEPERAWATAN LATIHAN
RELAKSASI NAFAS DALAM DAN BATUK
EFEKTIF PADA PASIEN TB PARU DENGAN
MASALAH BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK
EFEKTIF DI RS MUHAMMADIYAH
PALEMBANG.

TANDA
NO BAB/BAHAN SARAN/REKOMENDASI
TANGGAL TANGAN
. KONSUL PEMBIMBING
PEMBIMBING
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan

Hj. Devi Mediarti, S.Pd, S.Kep, M.Kes


NIP. 196801281990032002
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN
PALEMBANG
LEMBAR KONSULTASI
BIMBINGAN KARYA TULIS ILMIAH

NAMA MAHASISWA : ZAHARA ILMIA SAFITRI


NIM : PO.71.20.1.19.094
NAMA PEMBIMBING : SUMITRO ADI PUTRA, S.Kep,Ns,M.Kes
(UTAMA/PENDAMPING)
JUDUL KTI : IMPLEMENTASI KEPERAWATAN LATIHAN
RELAKSASI NAFAS DALAM DAN BATUK
EFEKTIF PADA PASIEN TB PARU DENGAN
MASALAH BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK
EFEKTIF DI RS MUHAMMADIYAH
PALEMBANG.

TANDA
NO BAB/BAHAN SARAN/REKOMENDASI
TANGGAL TANGAN
. KONSUL PEMBIMBING
PEMBIMBING
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan

Hj. Devi Mediarti, S.Pd, S.Kep, M.Kes


NIP. 196801281990032002

Anda mungkin juga menyukai