PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
TB paru merupakan penyakit yang masih menjadi masalah didunia
disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis, TB paru dapat ditularkan
melalui airbon (Widodo.W, 2020). Penyakit TB dapat menyerang siapa saja tetapi
sangat rentang menyerang usia remaja sampai usia lanjut 15-45 tahun. Menurut
WHO TB paru merupakan masalah kesehatan yang sangat penting dan sangat
serius dan penyakit yang dapat menyebabkan keadaan darurat global karena
sebagian besar penyakit TB paru diindonesia tidak dapat dikendalikan sehingga
dapat menyababkan masalah yang serius dan selalu meningkat setiap tahunnya.
(WHO, 2018). Menurut World Health Organization tahun 2018 menunjukkan
bahwa TB Paru di dunia, Indonesia menempati urutan ke tiga dengan jumlah
sebesar 700 ribu kasus yang ditunjukkan dari dua pertiga jumlah kasus TB paru
didunia yang diduduki oleh Delapan Negara diantaranya Yaitu India berada
diurutan pertama dengan jumalah 27%, Cina 9%, Indonesia 8%, Filipina 6%,
Pakistan 5%, Nigeria dan Bangladesh masing-masing 4% dan Afrika Selatan 3%
(WHO, 2018).
Berdasarkan survei Dinas Kesehatan palembang tahun 2020, cakupan
penemuan penderita TB paru selama lima tahun terakhir selalu meningkat
yaitu pada tahun 2016 sebanyak 1.376 kasus, dan pada tahun 2017 sebanyak
1.474 kasus pada tahun 2018 sebanyak 1.947 kasus pada tahun 2019 sebanyak
1.972 kasus dan pada tahun 2020 terjadi penurunan menjadi sebanyak 1.037 kasus
penyakit TB paru yang tertinggi saat ini menyerang anak usia 0-14 tahun (Profil
Dinas Kesehatan Kota Palembang 2020). Berdasarkan laporan dari RS
muhammadiyah palembang dalam kurun waktu 3 tahun terakhir dari tahun 2018-
2020 yaitu tercatat ada 90 kasus TB paru di rawat inap pada tahun 2018,
kemudian ditahun 2019 terjadi kenaikan yaitu 137 kasus, dan ditahun 2020
mengalami penurunan yaitu 92 kasus (Profil Rumah sakit RS Muhammadiyah
palembang, 2021).
Meningkatnya kasus TB paru ini menjadi masalah, salah satu masalah
yang sering muncul yaitu bersihan jalan napas tidak efektif. Masalah bersihan
jalan napas tidak efektif ini disebabkan oleh ketidakmampuan membersihkan
sekresi. Sekresi tersebut akan terkumpul pada jalan nafas yang dapat
menyebabkan penyumbatan. Penumpukan sekresi mengakibatkan ventilasi tidak
menjadi adekuat yang terus-menerus dapat menyebabkan penyempitan jalan
nafas sehingga timbul permasalahan keperawatan bersihan jalan napas tidak
efektif (Tahir.R, 2019). Bersihan jalan nafas tidak efektif disebabkan oleh
hipersekresi jalan nafas, benda asing dalam jalan nafas, dan sekresi yang tertahan
dengan gejala batuk tidak efektif, sputum yang berlebih dan pola nafas berubah
(SDKI, 2017). Tindakan keperawatan yang dilakukan dengan masalah bersihan
jalan nafas tidak efektif yaitu dilakukannya relaksasi nafas dalam dan batuk
efektif. Menurut (Listiana, 2020) setelah dilakukan batuk efektif sekret
menunjukkan bahwa jumlah pengeluaran sekret pada pasien TB paru menjadi baik
setelah diajarkan teknik batuk efektif. Menurut (Lestari, 2020) pengeluaran sekret
pada pasien TB paru dengan relaksasi nafas dalam dan taknik batuk efektif
memiliki pengaruh yang signifikan sebelum dan sesudah pengajaran batuk efektif,
manfaat dari latihan batuk efektif ini bertujuan untuk meredakan saluran
pernafasan ataupun mengatasi sesak nafas akibat adanya lendir yang memenuhi
saluran pernafasan dan meningkatkan mobilisasi sekresi dan mencegah risiko
tinggi retensi sekresi (Suryanti. D, 2018).
Berdasarkan data diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan studi
kasus tentang “Latihan teknik Relaksasi Nafas Dalam dan Batuk Efektif Pada
Pasien TB Paru Dengan Masalah Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif”.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Bagi Rumah sakit
Dapat dijadikan bahan informasi untuk membuat Standar
Operasional Prosedur (SOP) Asuhan Keperawatan pasien dengan TB Paru.
Sebagai acuan untuk dapat mempertahankan mutu pelayanan terutama
dalam memberikan asuhan keperawatan dan untuk tenaga kesehatan dapat
memberikan ilmu yang dimiliki serta mau membimbing kepada
mahasiswa tentang cara memberikan asuhan yang berkualitas.
1.4.2 Manfaat bagi pasien
hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
tentang TB paru secara umum, baik penanganan serta pengetahuan dalam
melakukan implementasi keperawatan dengan masalah bersihan jalan
nafas tidak efektif pada pasien TB paru di RS Muhammadiyah Palembang
2022.
1.4.3 Manfaat Bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah keluasan ilmu
dibidang keperawatan khususnya mahasiswa Poltekkes Kemenkes
Palembang jurusan D3 Keperawatan dan Sebagai masukan dalam rangka
pengembangan ilmu dalam upaya implemetasi keperawatan dengan
masalah bersihan jalan nafas tidak efektif pada pasien TB paru di RS
Muhammadiyah Palembang 2022.
1.4.4 Manfaat Bagi Peneliti
Dengan Karya Tulis Ilmiah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman penulis tentang Latihan Teknik Relaksasi Nafas Dalam dan
Batuk Efektif Pada Pasien TB Paru Dengan Masalah Bersihan Jalan Nafas
Tidak Efektif di RS Muhammadiyah palembang 2022.
1.4.5 Bagi tempat peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan dan
sumbangan pemikiran dalam melakukan implementasi keperawatan
dengan masalah bersihan jalan nafas tidak efektif pada pasien TB paru di
RS Muhammadiyah Palembang 2022.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
TB Paru disebabkan oleh sejenis bakteri yang disebut
Mycrobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyebar saat penderita TB
batuk atau bersin dan orang lain menghirup droplet yang dikeluarkan,
yang mengandung bakteri TB. Meskipun TB menyebar dengan cara yang
sama dengan flu, penyakit ini tidak menular dengan mudah. Seseorang
harus kontak dalam waktu beberapa jam dengan orang yang terinfeksi
(manurung, 2016).
Menurut Depkes RI (2016) Faktor Risiko dari Tb paru ini yaitu:
1. Kontak yang dekat dengan seseorang yang memiliki TB aktif.
2. status imunocompromized (penurunan imunitas) (misalnya, lansia,
kanker, terapi kortikosteroid, dan HIV).
3. Penggunaan narkoba suntikan dan alkoholisme.
4. Orang yang kurang mendapat perawatan kesehatan yang memadai
(misalnya, tunawisma atau miskin, minoritas, anak-anak, dan orang
dewasa muda).
5. Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, termasuk diabetes,
gagal ginjal kronis, silikosis, dan kekurangan gizi.
6. Imigran dari negara-negara dengan tingkat tuberkulosis yang tinggi
(misalnya, Haiti, Asia Tenggara).
7. Pelembagaan (misalnya, fasilitas perawatan jangka panjang,
penjara).
8. Tinggal di perumahan yang padat dan tidak sesuai standar.
9. Pekerjaan (misalnya, petugas layanan kesehatan, terutama mereka
yang melakukan kegiatan berisiko tinggi).
2.1.3 Patofisiologi
Basil Tuberkel yang mencapai permukaan alveoli biasanya
diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil
karena gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di rongga
hidung dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang
alveolus (biasanya dibagian bawah lobus atas atau dibagian atas lobus
bawah) basil Tuberkulosis ini membangkitkan reaksi peradangan.
Lekosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan mefagosit
bakteri tetapi tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari
pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang
akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala-gejala pneunomia akut.
Pneunomia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya tanpa
menimbulkan kerusakan jaringan paru atauproses dapat berjalan terus
dan bakteri terus difagosit. Makrofag yang mengalami infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel
tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya
berlangsung selama 10-20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi
memberikan gambaran yang relatif padat seperti keju, lesi nekrosis ini
disebut nekrosis kaseosa. Daeah yang mengalami nekrosis kaseosa
dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan
febroblas menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi
lebih febrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya suatu kapsul
yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru disebut fokus ghon dan gabungan
terserangnya kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan
kompleks ghon. Komplek ghon yang mengalami perkapuran ini dapat
dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemriksaan
radiogram rutin. Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah
pencairan dimana bahan cair lepas ke dalam bronkus dan
menimbulkan kavitas.
Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan
masuk ke percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat terulang
kembali pada bagian lain dari paru atau basil dapat terbawa ke laring,
telinga tengah atau usus. Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa
pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan
mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan
parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus. Bahan
perkejuan dapat mengenal sehingga tidak dapat mengalir melalui
saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak
terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu
lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi
tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui saluran
limfe atau pembuluh darah (limfohemtogen). Organisme yang lolos
dari kelenjar limfe akan mencapai aliran darah dalam jumlah yang
lebih kecil yang kadangkadang dapat menimbulkan lesi pada
berrbagai organ lain (ekstrapulmoner). Penyebaran hematogen
merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan
Tuberkulosis milier . ini terjadi bila fokus nekrotik merusak pembuluh
darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskuler
dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ-organ tubuh (Padila,
2017).
1.2.8 pathway
Terjadi peroses
Sembuh tanpa peradangan
pengobatan
Mempengaruhi
hipotalamus Sarang primer/afek
primer (fokus ghon)
Hipertermi
Menyebar keorgan lain (paru Sembuh sendiri tanpa Sembuh dengan bekas
lain, saluran pencernaan,
pengobatan fibrosis
tulang) melalui media
(brontiinuitum, hematogen,
limfogen
Radang tahunan Pertahanan primer tidak
adekuat
dibronkus
Pembentukan
tuberkculosis
Kerusakan membran
alveolar
Pembentukan sputum
berlebihan
2. Komplikasi lanjut
1) Obstruksi jalan nafas : SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis).
2) Kerusakan parenkim berat : SOPT, Fibrosis Paru, Korpulmonal
3) Amiloiddosis
4) Karsinoma paru
5) Sindrom gagal nafas dewasa
2. Penatalaksanaan farmakologis
1.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan teori proses
keperawatan diperlukan pengkajian yang cermat untuk mengenal masalah
pasien, agar dapat memberi arah kepada tindkan keperawatan sangat
tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian.
1. Identitas klien :
Nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan,
suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan, pekerjaan
klien, dan asuransi kesehatan.
2. Keluhan utama :
Keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian.
3. Riwayat kesehatan sekarang :
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit
yang di rasakan saat ini. Dengan adanya batuk, batuk darah,sesak
napas, nyeri dada, demam, keringat malam dan menggigil.
4. Riwayat penyakit dahulu :
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita Tuberkulosis paru, keluhan
batuk lama pada masa kecil, tuberkulosis dari organ lain,
pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperberat
tuberkulosis paru seperti diabetes militus.
5. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan
6. Riwayat keluarga :
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.
7. Aspek psikososial :
Merasa dikucilkan dan tidak dapat berkomunikasi dengan bebas,
menarik diri.
8. Biasanya pada keluarga yang kurang mampu :
Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu
waktu yang lama dan biaya yang banyak. Tidak bersemangat dan
putus harapan.
9. Lingkungan :
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat,
ventilasi rumah yang kurang sehingga pertukaran udara kurang,
daerah di dalam rumah lembab, tidak cukup sinar matahari,jumlah
anggota keluarga yang banyak.
10. Pola fungsi kesehatan :
1) Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan :
Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh, jumlah
anggota keluarga banyak, lingkungan dalam rumah lembab,
jendela jarang dibuka sehingga sinar matahari tidak dapat
masuk,ventilasi minim menyebabkan pertukaran udara kurang,
sejak kecil anggota keluarga tidak dibiasakan imunisasi
2) Pola nutrisi-metabolik :
Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun,turgor kulit jelek,
kulit kering dan kehilangan lemak subkutan, sulit dan sakit
menelan.
3) Pola eliminasi :
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran
kanan atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas
dan splenomegali.
4) Pola aktifitas – latihan :
Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan karena
sesak nafas, mudah lelah, tachicardia, jika melakukan aktifitas
berat timbul sesak nafas (nafas pendek).
5) Pola tidur dan istirahat :
Sulit tidur, frekuensi tidur berkurang dari biasanya, sering
berkeringat pada malam hari.
6) Pola hubungan-peran :
Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan dalam hal
hubungan dan peran yang dikarenakan adanya isolasi untuk
menghindari penularan terhadap anggota keluarga yang lain.
7) Pola kognitif – perceptual :
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum,
sedangkan dalam hal daya pancai ndera (perciuman, perabaan,
rasa, penglihatan dan pendengaran) jarang ditemukan adanya
gangguan.
8) Pola persepsi diri :
Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu
Ketakutan dan kecemasan akan muncul pada penderita
tuberkulosis paru dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang
pernyakitnya yang akhirnya membuat kondisi penderita menjadi
perasaan tak berbedanya dan tak ada harapan.
9) Pola reproduksi dan seksual :
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan
berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
10) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan
mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan
penolakan terhadap pengobatan.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan
terganggunya aktifitas ibadah klien.
11. Pemeriksaan fisik
Menurut Muttaqin (2014) Pemeriksaan fisik pada klien dengan
tuberkulosis paru meliputi pemeriksaan fisik umum per sistem dari
observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1
(Breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan
B6 (Bone).
1) B1 (Breathing)
a) Inspeksi : Bentuk dada dan gerakan pernapasan.
Sekilas pandang klien dengan TB paru biasanya tampak
kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi
diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan
proporsi diameter lateral.
b) Palpasi : Palpasi trakhekhea
Adanya pergeseran trakhea menunjukkan-meskipun tetapi
tidak spesifik penyakit dari lobus atas paru
Fisiologis
3. Disfungsi neuromuskular
8. Proses infeksi
9. Respon alergi
Situasional
1. Merokok aktif
2. Merokok pasif
3. Terpajan polutan
Tanda dan Gejala Mayor dan Minor pada Pasien Tuberkulosis Paru
dengan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif.
Edukasi
Kolaborasi
1.2.4 Implementasi
Menurut Debora (2019), Implementasi keperawatan adalah tahap
keempat dari proses keperawatan. Tahap ini muncul jika perencanaan yang
dibuat diaplikasikan pada klien. Sebelum melakukan suatu tindakan,
perawat harus yakin bahwa :
1. tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan tindakan yang
sudah direncanakan
2. dilakukan dengan cara yang tepat, aman, serta sesuai dengan kondisi
klien
3. selalu dievaluasi apakah sudah efektif; dan
4. selalu didokumentasikan menurut urutan waktu.
1.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap kelima dari proses keperawatan.
Evaluasi adalah proses yang berkelanjuta yaitu proses yang digunakan
untuk mengukur dan memonitor kondisi klien untuk mengetahui :
1. kesesuaian tindakan keperawatan
2. perbaikan tindakan keperawatan
3. kebutuhan klien saat ini
4. perlunya dirujuk pada tempat kesehatan lain, dan
5. apakah perlu menyusun ulang prioritas diagnosis supaya kebutuhan
klien bisa terpenuhi. Selain digunakan untuk menevaluasi tindakan
keperawatan yang sudah dilakukan, evaluasi juga digunakan untuk
memeriksa semua proses keperawatan (Debora, 2019).
1.3 Konsep Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Pada Tuberkulosis Paru
1.3.1 Definisi Bersihan Jalan Nafastidak Efektif
Bersihan jalan napas tidak efektif adalah ketidakmampuan
membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan
jalan napas tetap paten (SDKI, 2016). Penyebab bersihan jalan napas tidak
efektif pada tuberkulosis paru adalah hipersekresi pada percabangan
trakeobronkial yang terakumulasi dan mengental sehingga menyumbat jalan
napas (Smeltzer & Bare, 2013).
1.3.2 Etiologi Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Pada Tuberkulosis Paru
Bersihan jalan napas tidak efektif secara fisiologis disebabkan oleh
spasme jalan napas, hipersekresi jalan napas, disfungsi neuromuskuler,
benda asing dalam jalan napas, adanya jalan napas buatan, sekresi yang
tertahan, hiperplasia dinding jalan napas, proses infeksi, respon alergi, dan
efek agen farmakologi (mis. anastesi). Sedangkan penyebab secara
situasional diantaranya merokok aktif, merokok pasif, dan terpajan polutan
(SDKI, 2016). Penyebab bersihan jalan napas tidak efektif pada tuberkulosis
paru adalah hipersekresi pada percabangan trakeobronkial yang
terakumulasi dan mengental sehingga menyumbat jalan napas (Smeltzer &
Bare, 2013). Sekresi trakeobronkial ini berasal dari pencairan nekrosis
kaseosa (pengkijuan) (Price & Wilson, 2006).
1.3.3 Patofisiologi Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Pada Tuberkulosis
Paru
Terjadinya bersihan jalan napas tidak efektif pada pasien TB paru
diawali dengan penularan penyakit yang terjadi ketika penderita dengan
BTA positif bersin atau batuk tanpa menutup hidung atau mulutnya
sehingga kuman akan menyebar ke udara dalam bentuk percikan dahak atau
droplet (Widyanto & Triwibowo, 2013).
Penularan bakteri melalui udara disebut dengan istilah air-bone
infection. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu
berpotensi terkena infeksi (Muttaqin, 2008). Gumpalan basil yang
berukuran besar cenderung tertahan di saluran hidung, trakea, atau bronkus
dan akan segera dikeluarkan oleh gerakan silia selaput lendir dalam saluran
pernapasan (Danusantoso, 2013). Basil yang berhasil melewati saluran
napas dan mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu
unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil (Price & Wilson, 2006). Bakteri
akan menyebar melalui jalan napas menuju ke alveoli tempat bakteri
bertumbuh dan berkembang biak (Smeltzer & Bare, 2013).
Sumber Christian Bob. SOP Batuk Efektif & Nafas Dalam. [Online].
Tersedia di : https://www.scribd.com/doc/313149922/SOP-
Batuk-Efektif-Nafas-Dalam di akses pada 2 Februari 2020.
BAB III
METODELOGI STUDI KASUS
Desain studi kasus ini adalah deskriptif dalam bentuk studi kasus untuk
mengeksprolarikan masalah bersihan jalan nafas tidakefektif pada pasien Tb
Paru di ruang Penyekit dalam Rs muhammadiyah palembang. Pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan asuhan keperawatan yang meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan (intervensi), pelaksanaan
(implementasi), evaluasi serta dokumentasi.
Implementasi Keperawatan
Meningkatkan kesembuhan pada
Pelaksanaan Keperawatan penderita TB paru dengan relaksasi
nafas dalam dan batuk efektif
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN
PALEMBANG
LEMBAR KONSULTASI
BIMBINGAN KARYA TULIS ILMIAH
TANDA
NO BAB/BAHAN SARAN/REKOMENDASI
TANGGAL TANGAN
. KONSUL PEMBIMBING
PEMBIMBING
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan
TANDA
NO BAB/BAHAN SARAN/REKOMENDASI
TANGGAL TANGAN
. KONSUL PEMBIMBING
PEMBIMBING
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan