Anda di halaman 1dari 104

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN DENGAN PENYAKIT TB PARU

LOGO

Oleh:

Nama Mahasiswa
NIM.

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES BAHRUL ULUM TAMBAKBERAS JOMBANG
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tb paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang

paru-paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Sofro, dkk, 2018).

Tuberculosis dapat menyebar dari satu orang ke orang lain melalui transmisi

udara (droplet dahak pasien tuberkulosis). Pasien yang terinfeksi Tuberkulosis

akan memproduksi droplet yang mengandung sejumlah basil kuman TB

ketika mereka batuk, bersin, atau berbicara. Orang yang menghirup basil

kuman TB tersebut dapat menjadi terinfeksi tuberkulosis (Erlina, 2020).

Masalah yang timbul pada penderita tuberculosis bagi kehidupan sehari-hari

salah satunya sering mengalami kehilangan nafsu makan sehingga berat

badan menurun yang diserta dengan demam, keringat malam hari, maupun

kelelahan, dan infeksi tuberculosis pada paru telah menyebabkan kerusakan

maka timbul gejala sesak nafas (Fadli, 2021). Pola nafas tidak efektif/ sesak

nafas diakibatkan karena disfungsi ventilasi/ gagalnya proses pertukaran

oksigen sehingga mengakibatkan rasa seperti di cekik. Tuberkulosis paru jika

tidak diobati dengan benar akan menimbulkan berbagai komplikasi bagi

organ lain , seperti penyebaran infeksi ke organ lain, kekurangan nutrisi, batuk

darah yang berat, resistensi terhadap banyak obat (Santoso, 2020)

Data yang diperoleh pada World Health Organization (WHO)

berjumlah penduduk sebanyak 10 juta orang yang mengalami Tuberculosis

pada tahun 2020, yang meliputi 10 negara yaitu India, Cina, Indonesia,
Republik Demokratif Kongo, Mozambik, Myanmar, Nigeria, Filipina, Afrika

Selatan, dan Zambia (Kemenkes RI, 2021). Tahun 2020 prevelensi penderita

Tuberculosis di Indonesia terdapat 845.000 juta jiwa dengan angka kematian

sebanyk 98.000 juta jiwa (Kemenkes RI, 2020). Jawa Timur pada tahun 2018

terdapat jumlah penderita Tuberculosis yang berjumlah 54.863 juta jiwa

(Dinkes, 2018). Berdasarkan data yang diperoleh di RSUD Jombang pada

tahun 2022, orang yang terserang peyakit tuberculosis paru sebesar 600 orang

( Rekam Medis Gatut Kaca,2022 )

Tuberculosis yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium

tuberculosis dapat menyerang/ masuk dan terkumpul di dalam paru-paru

dapat berkembang biak terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang

rendah dan menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening.

Tidak hanya melalui itu penyebaran basin juga melalui system limfe ke

sebagian tubuh lain (komplikasi) seperti kerusakan ginjal, kerusakan tulang,

korteks serebri, mata, jantung, bahkan bisa menyebabkan kerusakan pada

otak. Penyakit berkembang menjadi aktif saat setelah terinfeksi, Gejala dari

penyakit TB paru ini bervariasi mulai batuk, sesak nafas, keringat pada

malam hari, batuk darah, sampai berat badan yang terus turun penderita TB

paru pada umumnya juga mengalami gangguan nafsu makan sehingga terjadi

gangguan pada fungsi penyerapan nutrisi makanan di usus. Batuk yang di

derita pasien TB paru biasanya merupakan batuk yang yang tak kunjung reda

(sembuh). Pasien TB paru mengalami batuk berdarah, pendarahan ini terjadi

akibat perdarahan pada saluran pernafasan yang terjadi akibat kerusakan pada

dinding pembuluh darah (Santana, 2019). Gangguan pola pernafasan pada


Tuberculosis diakibatkan adanya reaksi inflamasi yang merusak membrane

alveolar-kapiler yang menyebabkan terganggunya ekspansi paru akibat

akumulasi cairan sehingga dapat menimbulkan pola nafas tidak efektif

(Santoso, 2020).

Salah satu pada penyakit Tuberculosis ini dibutuhkan peran dan fungsi

perawat dalam asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami pola nafas

tidak efektif. Klien yang mengalami Tuberculosis membutuhkan perawatan

yang khusus supaya tidak terjadi komplikasi lebih lanjut. Perawat mempunyai

peranan penting terhadap pemberian pelayanan kesehatan, berikut peran

penting seorang perawat merupakan sebagai educator, yang mana

pembelajaran adalah dasar dari health education yang berhubungan pada

semua tahap kesehatan dan tingkat pencegahan. Perawat dapat memberikan

pelayanan kesehatan yang telah disusun pada perencanaan keperawatan

diantaranya memanagemen jalan nafas dengan monitor pola nafas, monitor

bunyi nafas tambahan, monitor sputum, dan mempertahankan kepatenan jalan

nafas (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Adapun tindakan keperawatan

mandiri yang dapat dilakukan antara lain memberikan posisi semi fowler/

fowler selain itu perawat juga bisa mengajarkan pursed lip breathing agar

pasien mendapatkan oksigen yang sesuai pada aliran darah mereka, selain itu

terapi menghirup aroma mint juga dapat membantu melancarkan pernafasan

sehingga nafas kembali normal (Santoso, 2020).

Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk mengangkat masalah

tersebut dalam suatu Proposal Tugas Akhir dengan judul “Asuhan


Keperawatan Pasien TB Paru Dengan Masalah Keperawatan Pola Nafas

Tidak Efektif Di RSUD Jombang”

1.2 Batasan Masalah

Masalah studi kasus ini dibatasi pada asuhan keperawatan pada pasien

penyakit TB paru dengan masalah keperawatan pola nafas tidak efektif di

RSUD Jombang.

1.3 Rumusan Masalah

Latar belakang yang diuraikan diatas rumusan masalah yang diangkat

adalah “Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien yang mengalami

Penyakit TB paru dengan prioritas masalah pola nafas tidak efektif, di RSUD

Jombang.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan pada klien yang

mengalami Penyakit TB paru dengan prioritas masalah Pola nafas tidak

efektif di RSUD Jombang.

1.4.2 Tujuan Khusus

1) Melakukan pengkajian Asuhan Keperawatan pada klien yang

mengalami TB paru dengan masalah keperawatan pola nafas tidak

efektif di RSUD Jombang.

2) Menetapkan diagnosis Asuhan Keperawatan pada klien yang

mengalami TB paru dengan masalah keperawatan pola nafas tidak

efektif RSUD Jombang.


3) Menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalami

TB paru dengan masalah keperawatan gangguan pola nafas tidak efektif

RSUD Jombang.

4) Melaksanakan tindakan Asuhan Keperawatan pada klien yang

mengalami TB Paru dengan masalah keperawatan pola nafas tidak

efektif di RSUD Jombang.

5) Melakukan evaluasi Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalami

TB Paru dengan masalah keperawatan pola nafas tidak efektif di RSUD

Jombang.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Bagi pengembangan ilmu pengetahuan hasil penelitian secara

teoritis dapat menjadi bahan kepustakaan memberikan sumbangan bagi

pengembang ilmu pengetahuan dan ilmu kesehatan serta teori-teori

kesehatan khususnya dalam upaya penerapan asuhan keperawatan pada

klien yang mengalami penyakit TB paru dengan masalah pola nafas

tidak efektif.

1.5.2 Manfaat Praktis

1) Bagi instusi pendidikan

Hasil studi akhir ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi

institusi pendidikan untuk menambah bahan masukan bagi

perpustakaan, sebagai referensi bagi mata kuliah keperawatan dan

pedoman sebagai asuhan penelitian berikutnya tentang Asuhan

Keperawatan pada klien dengan TB Paru dengan masalah keperawatan


pola nafas tidak efektif dalam pemberian aromaterapi daun mint dan

teknik pursed libreathing.

2) Bagi keluarga klien

Meningkatkan pengetahuan bagi keluarga tentang perawatan

pada klien TB Paru terutama penatalaksanaan penanganan pola nafas

tidak efektif dalam pemberian aromaterapi daun mint dan teknik pursed

libreathing. Sehingga bisa mengambil keputusan yang sesuai dalam

masalah, serta ikut dalam melakasanakan tindakan yang dilakukan oleh

perawat.

3) Bagi penulis

Sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan sejauh

mana pemberian aroma terapi daun mint dan teknik pursed libreathing

dalam dalam mengatasi masalah keperawatan pola nafas tidak efektif

pada klien yang mengalami TB Paru.

4) Bagi rumah sakit

Bahan pertimbangan dalam pemecahan masalah yang

meningkatkan penatalaksanaan keperawatan pada pasien penyakit TB

Paru dengan masalah keperawatan pola nafas tidak efektif.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep TB Paru

2.1.1 Definisi TB Paru

TB paru ini merupakan penyakit radang parenkim paru disebabkan

oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Darmanto, 2014) dalam

Santoso, dkk (2020). TB paru bisa menimbulkan gangguan sistem

pernafasan. Pernafasan merupakan suatu keadaan dimana udara yang

mengandung O2 masuk kedalam tubuh dan membuang CO2 keluar dari

tubuh sebagai sisa dari oksidasi (Andarmoyo, 2012) dalam Santoso, dkk

(2020).

Tuberculosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

basil mikrobacterium tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit

saluran pernapasan bagian bawah yang sebagian besar hasil tuberculosis

masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya

mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer (Kurnia, 2021).

2.1.2 Etiologi TB Paru

Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

Basil Mikrobakterium Tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang

berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm.

Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang

menyebabkan kuman tahan asam sehingga basil ini digolongkan menjadi

Basil tahan Asam (BTA) maksudnya bila basil ini di warnai, maka warna

ini tidak akan luntur walaupun pada bahan kimia yang tahan asam.

7
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan

dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena

kuman berada dalam sifat dormant.Dari sifat dormant ini kuman dapat

bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain

kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih

menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini

tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya,

sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit

tuberculosis (Werdhani, 2019).

Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran

pernapasan. Basil Mikobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru

melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah

infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kelenjar getah bening

setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). Keduanya dinamakan

tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan

mengalami penyembuhan.

Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh

mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mykrobakterium

Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan

yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan

jaringan paru karena terjadi penularan ulang yang mana didalam tubuh

terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut dengan bantuan sinar

matahari atau sinar ultraviolet dapat mudah untuk membasmi basil yang

tidak berspora.
Mycobacterium tuberculosis terdiri dari dua macam yaitu Tipe

Human dan Tipe Bovin. Basil tipe Bovin terdapat pada susu sapi yang

menderita penyakit mastitis tuberculosis usus. Basil Tipe Humansia

terdapat pada ludah serta udara yang berasal pada penderita TBC, dan

jika ada seseorang yang menghirup ataupun terkena bercak ludah akan

rentan terinfeksi penyakit TBC. Bakteri yang tertular dapat bertahan hidup

dan dapat menyebar ke nodus limfatikus local dikarenakan organisme

yang terinhalasi masuk ke paru-paru. Penyebab penyebaran penyakit ini

melalui aliran darah dan infeksi laten tersebut dapat bertahan dalam tubuh

sampai bertahun-tahun.

2.1.3 Faktor resiko

1) Kontak dekat dengan seorang yang menderita TB paru aktif

2) Status gangguan imun (misalnya lansia dsb)

3) Penggunaan obat injeksi dan alkoholisme

4) Masyarakat yang kurang mendapatkan layanan Kesehatan yang

memadai

5) Imigrasi dan negara dengan indikasi TB paru tinggi

6) Tinggal di lingkungan padat penduduk dan di bawah standar

7) Pekerjaan (misalnya tenaga Kesehatan)

Tingkat penularan Tubekulosis paru di lingkungan keluarga

penderita cukup tinggi, dimana seorang penderita rata-rata dapat

menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya, sedangkan besar resiko

terjadinya penularan untuk tangga dengan penderita lebih dari 1 orang

adalah 4 kali dibanding rumah tangga dengan hanya 1 orang penderita


Tuberkulosis paru. Hal tersebut terjadi karena adanya penderita

Tuberkulosis paru di rumah dan sekitarnya meningkatkan frekuensi dan

durasi kontak dengan kuman Tuberkulosis paru yang merupakan faktor

penting patogenesis Tuberkulosis paru (Sibarani, 2018)

2.1.4 Klasifikasi TB Paru

1) Tuberkulosis primer

Menurut Arif Muttaqim (2014) dalam Afif (2017)

menyatakan bahwa, tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari

penderita yang belum mempunyai reaksi spesifik terhadap penyakit

TB. Bila bakteri TB terhirup dari udara melalui saluran pernafasan

dapat mencapai alveoli atau bagian terminal saluran pernafasan, maka

bakteri akan ditangkap dan dihancurkan oleh makrofag yang berada di

alveoli. Jika pada proses ini, bakteri ditangkap oleh makrofag yang

lemah, maka bakteri akan berkembang biak dalam tubuh mikrofag

yang lemah itu menghancurkan makrofag. Dari proses ini, dihasilkan

bahan kemotaksik yang menarik monosit (makrofag) dari aliran darah

membentuk tuberkel. Sebelum menghancurkan bakteri, bakrofag harus

diaktifkan terlebih dahulu oleh limfokil yang dihasilkan limfosit T.

Tidak semua makrofag pada glanula TB mempunyai fungsi yang

sama, ada mikrofag yang mempunyai fungsi sebagai pembunuh,

pencerna bakteri, dan perangsat lifosit. Beberapa mikrofag

menghasilkan protease, elestase, kolagenase, serta colony stimulating

faktor untuk merangsang produksi monosit dan granulosit pada

sumsung tulang.
Bakteri TB menyebar melalui saluran pernafasan ke

kelenjar getah bening regional (hilus) membentuk epiteloid

granuloma. Granuloma menggalami nekrosis sentral sebagai akibat

timbulnya Hipersensitifitas seluler (delayer hipersensitivity) terhadap

bakteri TB. Hal ini terjadi sekitar 2-4 minggu dan akan terlihat dalam

tes tuberkulin. Hipersensitivitas seluler terlihat sebagai akumulasi

lokal dari limfosit dan makrofag. Bakteri TB yang berada di alveoli

akan membentuk fokus lokal (fokus ghon), sedangkan fokus inisial

bersama-sama dengan limfadenopati bertempat di hulus (komplek

primer ranks) dan disebut juga disebut TB primer. Fokus primer baru

biasanya bersifat unilateral dengan subpleura terletak diatas atau

dibawah fisura atau aliran darah dan akan tersangkut pada berbagai

organ. Jadi TB primer merupakan infeksi yang bersifatsistemik.

2) Tuberkulosis sekunder

Menurut (Arif Muttaqim, 2014) dalam Afif (2017) Setelah

terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB masih

hidup dalam keadaan dorman di jaringan perut.Sebanyak 90%

diantaranya tidak mengalami kekambuhan. Reaktivasi penyakit TB

(TB pascaprimer/TB sekunder) terjadi bila daya tahan tubuh menurun,

alkoholisme, keganasan, silikolis, diabetus militus, dan AIDS.

Pada penderita TB sekunder limfe regional dan organ lainnya

jarang terkena, lesi lebih terbatas dan terlokalisasi.Reaksi imunologis

terjadi dengan adanya pembentukan granuloma, mirip dengan yang

terjadi pada TB primer.Tetapi, nekrosis jaringan lebih mencolok dan


menghasilkan lesi kaseosa (perkijuan) yang luas dan disebut

tuberkuloma. Protease yang dikeluarkan oleh makrofag aktif akan

menyebabkan pelunasan bahan kaseosa. Secara umum dapat dikatakan

bahwa terbentuknya kavitas dan manifestasi lainnya dari TB sekunder

adalah akibat dari reaksio nekrotik yang dikenal sebagai

hipersensitivitas seluler (delayed hipersensitivity).

TB paru paskaprimer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari

sumber oksigen, terutama pada usia tua dengan riwayat semasa muda

pernah terinfeksi bakteri TB. Biasanya hal ini terjadi pada daerah

apikal atau segmen posterior lubus superior (fokus simon), 10-20 mm

dari pleura, dan segmen apikal lobus inferior. Hal ini disebabkan oleh

kadar oksigen yang tinggi didaerah ini sehingga menguntungkan

untuk pertumbuhan bakteri TB. Lesi sekunder berkaitan dengan

kerusakan paru.Kerusakan paru disebabkan oleh produksi sitokin

(tumor necroting factor) yang berlebihan. Kavitas yang terjadi diliputi

oleh jaringan fibrotik yang tebal dan berisi pembulu darah pulmonal.

Kavitas yang kronis diliputi oleh jaringan fibrotik yang tebal.Masalah

lainya pada kavitas yang kronis adalah kolonisasi jamur seperti

aspergillus yang menumbuhkan mycetoma.

2.1.5 Manifestasi Kilinis TB Paru

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3

minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu

dahak bercampurdarah, batuk darah,sesak nafas, badan lemas, nafsu


makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari

tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.

Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-

macam atau malah banyak pasien ditemukan Tb paru tanpa keluhan sama

sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Gejala tambahan yang sering

dijumpai (Asril, 2015) dalam Rohman (2019) :

1) Demam

Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang

kadang dapat mencapai 40-41°C. Keluhab ini sangat dipengaruhi berat

atau ringannnya infeksi kuman yang masuk. Serangan demam pertama

dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali.

Begitulah seterusnya sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas

dari demam influenza ini.

2) Batuk/Batuk Darah

Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk

membuang produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada

tiap penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada

setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah

berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan

yang berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.

Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi

dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

3) Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak

napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah

lanjut,yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

4) Nyeri Dada

Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang

sudah ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Gesekan kedua

pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.

5) Malaise

Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise

sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan

makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan

keringat pada malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin

lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

2.1.6 Patofisiologi TB Paru

Micobakteria tuberculosis yang terhirup oleh seseorang akan

menyebabkan orang tersebut terinfeksi. Setelah terinfeksi, penyebaran

bakteri melewati jalan pernafasan yang menuju ke alveoli, di alveoli

bakteri akan menyebar secara cepat dan bertumpuk. Tidak hanya melalui

itu penyebaran basin juga bisa melalui aliran darah dan system limfe ke

sebagian tubuh yang lain contohnya ginjal, korteks serebri, tulang, dan

tempat lain yaitu lobus atas.

Dengan cara melakukan reaksi inflamasi dapat berespon pada

sistem kekebalan tubuh, Neutrophil dan Mukrofag dapat memfagositosis

atau menelan bakter. Limfosit lebih spesifik pada tuberculosis marusak


(melisikan) basil serta jaringan normal. Reaksi pada jaringan dapat

menimbulkan akumulasi pada eksudat di alveoli hingga terbentuk

bronkopneumonia. Infeksi biasanya mulai kelihatan dalam kurun waktu

sekitar 2 sampai 10 minggu.

Masa pada jaringan yang baru atau granuloma, berisi

gumpalanhasil hidup juga yang telah mengalami kematian, kemudian

diitari makrofak untuk dibentuk menjadi dinding. Setelah itu Granuloma

akan mengalami perubahan bentuk menjadikan masa jaringan Fibrosa.

Pada tengah-tengah dari masa itu dinamakan dengan Ghon Tubercle.

Dan materi yang susunanya dari makrofak juga bakteri berubah jadi

nekrotik, membuat pengkijuan (necrotizing caseosa). Kemudian

terbentuklah klasifikasi, jaringan berbentuk kolagen. Bakteripun menjadi

tidak aktif.

Penyakit menyebar menjadi aktif saat telah terinfeksi, hal terjadi

akibat respons sistem dahan tahan tubuh yang lemah. Penyakit yang aktif

juga dapat muncul karena infeksi yang berulang yakni kembali aktifnya

bakteri sbelumnya non aktif. kasus tersebut terjadi pada ulserasi Ghon

Tubecle, yang kemudian disebut dengan perkiijuan. Tubercle

mengalami ulserasi pada proses penyebuhan membuat jaringan parut.

Paru yang terinfeksi akan meradang, yang mengakibatkan tumbuhnys

bronkopnemonia. Pneumonia seluler bisa sembuh sendiri. Proses yang

terjadi ini akan berjalan dan basil terus difagosit. Basil juga

menyebarnya lewat kelenjar getah bening. Pada saat makrofag

menginfiltrasi menjadikan melebihi dari ukuran sebelumnya serta bagian


lain akan menyatu membuat sel tuberkelepiteloid yang diputari oleh

limfosit yang membutuhkan sekitar 10 sampai 20 hari. Pada area yang

terkena nekrosis dan juga jaringan granulasi yang diitari oleh sel epiteloid

serta fibroblast akan membuat respon menjadi beda yang dasarnya

membuat suatu bentuk kapsul yang dlindungi ole h tubercel

(Somantri, 2009; Yunita, 2017).


2.1.6 Pathway TB Paru

Bakteri Mycrobacterium tuberculosis

Masuk ke paru-paru melalui udara Daya tahan tubuh


melemah
Imun tidak adekuat, menjadi lebih parah
Bakteri akan
menyebabkan histosis

Reaksi inflamasi/peradangan, dan Metabolisme


meningkat
merusak parenkim paru

Produksi secret meningkat Perubahan cairan Suhu tubuh


meningkat intrapleura meningkat

Batuk produktif/ berdarah


Sesak, sianosis, penggunaan Demam
Bersihan jalan tidak efektif otot bantu nafas
Hipertermi

Pola nafas tidak efektif

Produksi mediator nyeri meningkat

Nosiseptor terangsang

Nyeri dada

Nyeri Akut
Gambar 2.1 Pathway TB paru sumber (Somantri, 2012). Dalam (Caroline, 2020)
2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik

1) Kultur sputum : memberikan hasil positif untuk Mycobacterium

tuberculosis saat stadium aktif.

2) Zielh Neelsen (Acid-fast staind applied to smear of body fluidy :

positif untuk bakteri tahan asam (BTA).

3) Skin test ( PPD, Mantoux, Tine, Vollmer Patch) : reaksi positif

(area indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah melakukan

injeksi antigen intradermal) mengidentifikan penyakit sedang aktif.

4) Foto rontgen dada : mampu memperlihatkan infeltrasi pada awal

dibagian paru-paru, mengindikasikan TB yang lebih berat, serta

dapat mencakup area berlubang dan fibrosa.

5) Histologi atau kultur jaringan (termasuk kumbah lambung, urine dan

CSF, serta biopsy kulit) dapat memberitahukan hasil positif untuk

Mycobacterium tuberculosis.

6) Needle biopsy of lung tissue : positif pada granuloma TB, adanya sel-

sel besar yang dapat mengindikasikan nekrosis.

7) Elektrolit : bergantung pada lokasi serta parahnya infeksi, misalnya pada

hyponatremia berakibat retensi air, ditentukan pada TB paru kronik

lanjut.

8) ABGs : Bergantung pada lokasi, beratnya kerusakan paru.

9) Bronkografi : merupakan sebuah pemeriksaan untuk mengehui

kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB.

10) Darah : leukositosiss, laju endap darah (LED) meningkat.

11) Tes fungsi paru : VC menurun dan dead space meningkat, TLC
meningkat serta saturasi oksigen menurun merupakan gejala sekunder

dari fibrosis/infiltrasi parenkim paru (Santana, 2019).

2.1.9 Faktor Resiko

Faktor resiko pada Tb Paru terjadi karena kondisi sosial ekonomi,

status gizi,umur jenis kelamin, dan faktor toksis pada manusia,ternyata

menjadi faktor penting dari penyebab penyakit TB.

a. Faktor sosial ekonomi

Faktor sosial ekonomi disini sangat erat kaitannya dengan

kondisi rumah,kepadatan hunian,lingkungan dan sanitasi tempat

bekerja yang buruk. Semua faktor tersebut dapat memudahkan

penularan TB. Pendapatan keluarga juga sangat erat dengan

penularan TB, karena pendapatan yang kecil membuat orang

tidak dapat hidup layak yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.

b. Faktor gizi

Kekurangan kalori,protein,vitamin,zat besi,dan

mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang, sehingga rentan

terhadap berbagai penyakit,termasuk tuberkulosis paru. Keadaan

ini merupakan faktor penting yang berpengaruh dinegara

miskin,baik pada orang dewasa maupaun anak-anak.

c. Umur

Penyakit tuberkulosis paru paling sering ditemukan pada usia

muda atau usia produktif. Dewasa ini,dengan terjadinya transisi

demografi, menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi

lebih tinggi. Pada usia lanjut,lebih dari 55 tahun sistem


imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap

berbagai penyakit, termasuk penyakit tuberkulosis.

d. Jenis kelamin

Sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar 1 juta

perempuan yang meninggal akibat tuberkulosis paru. Dari fakta

ini dapat disimpulkan bahwa kaum perempuan lebih rentan

terhadap kematian akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada

laki-laki,penyakit ini lebih tinggi, karena rokok dan minuman

alkohol dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh. Sehingga

wajar jika perokok dan peminum berakohol sering disebut

sebagai agen dari penyakit tuberkulosis paru (Naga,2012)

2.1.10 Proses Penularan

Tuberkulosis paru tergolong aitborne disease yakni penularan

melalui droplet nuclei yang dikeluarkan keudara oleh individu terinfeksi

dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000

droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana

droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah

sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam

ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor

penentuan keberhasilan pernaparan Tuberkulosis paru pada individu baru

yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu

bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping daya tahan

tubuh yang bersangkutan.

Disamping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering)


Mycobacterium Tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui

saluran pencernaan dan luka terbuka pada tubuh. (Rahmawati, 2020).

2.1.11 Penatalaksanaan TB Paru

1) penatalaksanaan non farmakologis

(1) Pemberian posisi semi fowler pada pasien Tb Paru telah dilakukan

sebagai salah satu cara untuk membantu mengurangi sesak napa.

Posisi yang tepat bagi pasien dengan penyakit kardiopulmonari

adalah diberikan posisi semi fowler dengan derajat kemiringan 30-45

derajat. Tujuan untuk diketahui pengaruh pemberian posisi semi

fowler terhadap kestabilan pola napas pada pasien Tb paru

(Majampoh,et al.,2013).

(2) Terapi inhalasi uap daun mint atau aroma terapi daun mint adalah

pemberian efek uap ke dalam saluran menggunakan uap air panas

yang diberikan daun mint. Terapi inhalasi juga dapat diartikan

sebagai suatu pengobatan yang ditujukan untuk mengembalikan

respirator atau alat penghasil aerosol, tujuannnya untuk membuka

saluran pernafasan yang tidak efektif dan untuk mengencekan sekret

dengan jalan memancarkan butir-butir air melalui jalan napas (

Nopita.,2019)

(3) Penerapan batuk efektif pada pasien Tb Paru yang mengalami

bersihan jalan napas tidak efektif mampu meningkatkan pengeluaran

sekret.disarankan untuk menerapkan latihan batuk efektif bagi pasien

Tb paru dengan masalah keperawatan bersihan jalan napas tidak

efektif sebagai tindakan mandiri keperawatan


(Sitorus,lubis,dkk,2018).

(4) Terapi sinar matahari/vitamin D dimulai pada musim panas antara

pukul 05.00-06.00 pagi sampai tengah hari. Klien dengan Tb Paru

diperkenankan untuk berjemur selama 15 hari. Pada hari pertama

kaki terkena sinar matahari selama 15 menit,pada hari kedua 10

menit dan kaki bagian bawah selama 5 menit. Dengan demikian

terus berlanjut selama 15 hari secara bertahap. Vitamin D telah

tebukti dalam meningkatkan kekebalan orang-orang yang

berhubungan dengan Tb. Pengobatan Tb akan tampak bahwa vitamin

D bukan obat tetapi tambahan berharga untuk menghilangkan

patogen oleh sistem kekebalan tubuh dan antibiotic (Greenhalgh &

Butler,2017).

1. Penatalaksanaan farmakologis

Ada 2 tahap pengobatan Tuberkulosis yaitu :

(1) Tahap intensif, pengobatan setiap hari selama 2-3 bulan

(2) Tahap lanjutan, pengobatan tiga kali seminggu selama 4-5 bulan

Kelompok obat ini disebut sebagai obat primer, digunakan selama 2

bulan fase intensif, yang merupakan fase awal penderita mendapat

obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah

terjadinya kekebalan obat. Bila pengobatan tahap intensif diberikan

secara tepat, penderita TB menular menjadi tidak menular dalam

kurun waktu 2 minggu. Kemudian terapi dilanjutkan dengan

pemberian isoniazid dan rifampisin selama 4 bulan atau fase lanjutan

(Rofi,M.et al 2018)
Penyakit tuberkulosis dapat diobati dengan terapi kombinasi yang

terdiri atas 3 atau lebih obat.

Selama terapi pasien TB umumnya diberikan (Indah M,2018)

a. Isoniazid (INH), kerusakan pada saraf tepi ( Neuropati),sehingga

muncul gejala kesemutan dan rasa terbakar khususnya di ujung

anggota gerak tubuh.

b. Rifampisan,perubahan warna cairan tubuh ( keringat,air mata

atau urine) kemungkinan akan berubah warna menjadi merah

(bukan merah)

c. Pirazinamid, obat ini bekerja dengan cara membunuh dan

menghentikan perkembangan penyebab TB

d. Etambutol, etambutol yang paling sering terjadi adalah gangguan

pada kemampuan penglihatan. Beberapa contoh gangguan

penglihatan yang bisa terjadi akibat konsumsi obat ini adalah

penurunan ketajaman mata,pandangan buram, dan buta warna.

Selain itu, obat ini juga dapat menyebabkan buram, dan buta

warna. Selain itu obat ini juga menyebabkan rasa

mual,muntah,hilang nafsu makan,neuropati perifer (rasa

kesemutan atau kebas di tangan/kaki),toksisitas pada

hati,kebingungan, dan disorientasi.

e. Streptomicin, gangguan pendengaran. Fungsi pendengaran

biasanya akan kembali normal jika dikonsumsi obat dihentikan.

2. Penatalaksanaan yang diberikan bisa berupa metode preventif dan kuratif

menurut Somantri, (2012) dalam Yuliana (2017), yang meliputi cara-cara


seperti ini :

(1) Penyuluhan

(2) Pencegahan

(3) Pemberiaan obat-obatan, seperti : OAT (Obat Anti-Tuberkulosis),

bronkodilator, ekspentoran, OBH dan vitamin.

(4) Fisioterapi dan rehabilitas

(5) Pemberian posisi semi fowler.

(6) Konsultasi secara teratur.

3. Pencegahan Tuberkulosis paru dapat di tangani dengan cara sebagai

berikut:

(1) Hidup sehat (makan makanan yang bergizi, istirahat yang cukup,

olahragateratur, hindari rokok, alkohol, obat bius, hindari stress).

(2) Bila batuk mulut di tutup.

(3) Jangan meludah di sembarang tempat.

(4) Lingkungan sehat.

(5) Vaksinasi pada bayi.

4. Pencegahan penularan:

(1) Pencegahan penularan di rumah sakit

Infeksi nosokomial merupakan kuman-kuman dari orang

sakit di rumah sakit yang dapat menularkan pada orang yang ada di

rumah sakit baik dokter, perawat dan pengunjung. Tingkat bahaya

infeksi Nosokomial ini cukup besar, pasalnya tingakat resistansi

(kekebalan) kuman terhadap obat sudah tinggi. Jadi,jika ditularkan

pada orang lain maka kumannya akan kebal dengan beberapa obat
yang diberikan. Agar tercegah dari infeksi Nosokomial ketika

berkunjung ke rumah sakit sebaiknya mengikuti peraturan tetap

rumah sakit sebagai pencegahan,misalnya mengikuti jam

berkunjung. Sebab, di luar jam berkunjung risiko penularan infeksi

Nosokomial sangat tinggi karena ada kegiatan lain misalnya

pembersihan ruangan, penggantian sprei, penggantian pembalut luka

dan sebagainya.

Bagi tim medis yang setiap harinya berada di rumah sakit, harus

mengikuti aturan tetap yang sudah dibuat, pertama melalui

pencegahan infeksi Nosokomial, membiasakan mencui tangan

sebelum dan setelah memegang pasien.

(2) Pencegahan penularan di rumah

Jika berbicara tidak berhadapan, bila batuk mulut ditutup

dan tidak meludah disembarang tempat (ludah di tutupi tanah atau

meludah ke tissue), peralatan makan harus di sendirikan, ventilasi

dan pencahayaan harus memnuhi syarat (suprapto,2013 dalam

Rahmawati ( 2019 )

2.1.13 Komplikasi TB Paru

Komplikasi dari TB paru berdasarkan klasifikasinya menurut

Zulkoni (2011) dalam Yuliana (2017) Komplikasi yang sering terjadi

pada penderita stadium lanjut adalah hemoptisis berat (perdarahan dari

saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena

syok, tersumbatnya jalan napas, kolaps spontan karena kerusakan

jaringan paru, penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang,


persendian ginjal, dan sebagainya.

2.2 Konsep Pola Nafas Tidak Efektif

2.2.1 Definisi Pola nafas tidak efektif

Pola nafas tidak efektif adalah inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak

memberikan ventilasi yang adekuat ( SDKI, 2017).

2.2.2 Batasan Karakteristik

Seperti bradipnea, dispnea, fase ekpirasi memanjang, ortopnea,

penggunaan otot bantu pernapasan, pengguanan posisi tiga-titik,

peningkatan diameter anterior-posterio, penurunan kapasitas vital,

penurunan tekanan ekspirasi, penurunan tekanan ekspirasi, penurunan

ventilasi semenit, penapasan bibir, pernapasan cuping hidung, perubahan

ekskrusi dada., pola nafas abnormal (misal : irama, frekuensi, kedala),

takipnea.

2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi

Ansietas, Cedera medula spinalis, Deformitas dinding dada, Deformitas

tulang, Disfungsi neuromuskular, Gangguan muskuloskeletal, Gangguan

neurologis (misal : Elektroen sefalogram [EEG] positif, trauma kepala,

gangguan kejang), Hiperfentilasi, Imaturitas neurologis, Keletihan.


2.2.4 Pola pernafas normal
Tabel 2.1 Pola pernapasan normal

No Pola Definisi
1. Eupnea 1) Merupakan pernafasan normal yang spontan (Terjadi tanpa
disadari).
2) Ventilasi ini terjadi sesuai dengan kebutuhan tubuh agar
metabolisme dapatberjalan normal.
3) Frekuensi 13 17 X/menit
2. Hiperpnea 1) Peningkatan ventilasi paru yang dihubungkan dengan
kebutuhan metabolisme karena kebutuhan oksigen meningkat.
Dapat dicapai dengan cara meningkatkan frekuensi
pernafasan, volumeatau keduanya.
3. Hiperventilasi
1) Peningkatan fentilasi paru sebagai akibat ventilasi yang
berlebihan.
2) Atau PCO2 atau PO2 .
4. Apnea 1) Pernafasan berhenti atau gerakan pernafasan hilang. Jika apnea
berlangsung cukup lama maka disebut respiratori areest.

2.2.5 Pola pernafasan abnormal


Tabel 2.2 Pola pernapasan abnormal

No Pola Definisi
1 Pernafasan 1) Sering terjadi pada penyakit akibat kerusakan otak.
Biot 2) Secara klinis pola yang terlihat adalah 1 ataubeberapa kali
usaha melakukan pernafasan dengan amplitudo dan irama
yang tidak teratur serta diiringgi periode istirahat.
2 Pernafasan 1) Merupakan suatu keadaan pernafasan dengan irama
Cheynestokes pernafasan yangsemakin lama akan semakin besar.
2) Setelah mencapai maksimum irama pernafasan berubah
semakin lama semakin kecil dan kemudian lanjut dengan
tahap apnea.
3 Penafasan 1) Berupa irama pernafasan yang lambat, dalam dan teratur.
Kussmaul 2) Klinis keadaan ini dijumpai dapa klien dengan asidosis
metabolik.
2.2.6 P
ola pernafasan lain
Tabel 2.3 Pola Pernapasan Lain
No Pola Definisi
1 Hipoventilasi 1) Merupakan suatu penurunan frekuensi ventilasi.
2) Penurunan ini berkaitan dengan metabolisme atau kecepatan
metabolisme yang sedang berlangsung.
3) Hipofentilasi dapat menyebabkan peningkatan PCO2.
2 Takipnea 1) Merupakan peningkatan frekuensi pernafasan tanpa
memperhatikan ada atau tidaknya perubahan pada ventilasi paru
secara keseluruhan.
2) Takipnea dapat timbul pada ventilasi pada keadaan ventilasi paru
menurun secara keseluruhan sehubungan dengan penurunan
volume tidal.
3 Dispnea 1) Merupakan kesukaran bernafas dan keluhan subjektif akan
kebutuhanoksigen yang meningkat.
2) Dispnea dapat juga diartikan sebagai suatu tanda
diperlukanyapeningkatan pernafasan.
3) Dispnea suatu keluhan bukan gejala.
4 Ortopnea 1) Adalah sesak nafas yang terjadi penderita pada posisi terbaring.
2) Sesak nafas akan berkurang bila penderita dalam posisi tegak
(dudukatau berdiri).

2.2.7 Suara paru-paru normal

Suara Paru-paru normal menurut Ramadhan,M,Z, (2012) dalam Afif

(2017)

1) Tracheal Sound yaitu suara yang terdengar pada bagian trakea yaitu

padabagian laring dan pangkal leher.

2) Bronchial Sound yaitu suara yang terdengar pada bagian bronchial

yaitu suara yang terdengar pada bagian percabangan antara paru-

paru kanan danparu-paru kiri.

3) Bronchevesicular sound suara ini terdengar pada bagian ronchus

yaitu

tepat pada bagian dada sebelah kanan dan kiri.

4) Vasicular Sound suara yang dapat didengar pada bagian vasicular

yaitupada bagian dada dekat perut.

2.2.8 Suara paru-paru tambahan (Adeventitious Sounds)

Kategori terahir dari suara paru-paru yaitu suara tambahan


(Adeventitious Sounds).Suara paru-paru tambahan ini muncul karena

adanya kelainan pada paru-paru yang disebabkan oleh penyakit.

Beberapa contoh suara tambahan pada paru-paru menurut Ramadhan,

M,Z (2012) dalam Afif (2017), yaitu:

1) Crackles

Crackles adalah jenis suara yang bersifat discontinuous (terputus-

putus), pendek, dan kasar. Suara ini umumnya terdengar pada proses

inspirasi. Suara crackles ini juga sering disebut rales atau crepitation.

Suara ini dapat diklasifikasikan sebagai fine, yaitu memiliki pitch

tinggi, lembut, sangat singkat.Atau sebagai coarse, yaitu pitch rendah,

lebih keras, atau terlalu singkat. Spectrum frekuensi suara crackles

antara 100-2000Hz (sovijarvi, et al. 2000). Suara crackles dihasilkan

akibat dua proses yang terjadi. Proses pertama yaitu ketika terdapat

saluran udara yang sempit tiba-tiba terbuka hingga menimbulkan

suara mirip seperti suara “plop” yang terdengar saat bibir dibahasi

tiba-tiba dibuka.

2) Wheeze

Suara ini dihasilkan oleh pergerakan udara turbulen melalui lumen

jalan nafas yang sempit. Wheeze merupakan jenis suara yang bersifat

kontiniu, memiliki pitch tinggi, lebih sering terdengar pada proses

ekspirasi, benda asing ataupun luka yang menghalangi. Jika wheeze

terjadi, terdapat perubahan setelah bernafas dalam atau batuk. Wheeze

yang terdengar akan menandakan peak ekspirasi yang 50% lebih

renda dibandingkan dengan pernafasan normal. Terdapat dua macam


suara wheeze, yaitu:

(1) Saluran monophonic yaitu suara yang terjadi karena adanya blok

pada suatu saluran nafas, biasanya sering terjadi saat tumor

menekan dinding bronchioles.

(2) Suara polyphonic yaitu suara yang terjadi karena adanya halangan

padasemua saluran nafas pada saat proses ekspirasi.

3) Ronchi (coarse ratling sound)

Ronchi kering (bronchitis geruis, sonorous, dry rales).Pada fase

inspirasi maupun ekspirasi dapat nada tinggi (sibilant) dan nada

rendah (sonorous); rhonchi, rogchos berati ngorok.Sebabnya ada

getaran lendir oleh aliran udara.Dengan dibatukkan sering hilang atau

berubah sifat.

Rhonchi basah (moist rales).Timbul letupan gelembung dari aliran

udara yang lewat cairan. Bunyi di fase inspirasi :

(1) Rhonkhi basah halus (suara timbul di bronchioli).

(2) Rhonkhi basah sedang (bronchus sedang).

(3) Rhonkhi basah kasar (suara berasal dari bronchus besar).

(4) Rhonkhi basah meletup. Sifatnya musikal, khas pada infiltrat,

pneuminia, TB.

(5) Krepitalis, suara halus timbul karena terbukanya alveolus

secaramendadak, serentak terdengar di fase inspirasi.

(6) Suara gesekan, adanya pleura dan gesekan perikardial sebabnya

adalah gesekan dua permukaan yang kasar.

4) Stridor Merupakan suara Wheeze pada saat inspirasi yang terdengar


keras pada trachea. Stridor menunjukkan indikasi luka pada trachea

atau pada larynx sehingga sangat dianjurkan pertolongan medis.

5) Pleura rub merupakan suara yang terdengar menggesek atau

menggeretak yang terjadi saat permukaan pleural membengkak atau

menjadi kasar dan bergesekan satu dan lainnya. Suaranya dapat

bersifat kontiniu atau diskontiniu.

2.2.9 Frekuensi pernafasan normal

Tabel 2.4 Frekuensi pernafasan normal

Usia Rentang normal Rata-rata normal


(kali/menit) (kali/menit)
Bayi baru lahir 30-50 40
1-3 tahun 20-40 25
6-14 tahun 16-22 17-19
Dewasa 12-20 18

2.3 Konsep Posisi Semi fowler

2.3.1 Pengertian Posisi Semi fowler

Posisi semi fowler menurut ilmu kedokteran adalah posisi setengah

duduk yakni 45-60 derajat, variasi sudut yang dapat di lakukan dibagi

menjadi 2 yakni fowler tinggi berkisar 90 derajat serta 30-40 derajat

adalah fowler rendah, tujuan di lakukannya posisi semi fowler ini pada

pesien asma adalah untuk meningkatkan suplai oksigen supaya

fungsinya lebih optimal dan efektif, karena asma merupakan penyakit

peradangan kronis pada saluran pernafasan sehingga dapat

menyebabkan penyempitan yang sifatnya berulang, jika nilai saturasi

oksigen rendah berbagai masalah kesehatan dapat terjadi antara lain

hipoksemia, hipoksemia merupakan keadan dimana suplai oksigen


mengalami penurunan dalam pemenuhan kebutuhan oksigen seluler

akibat defisiensi yang diinspirasi, hipoksemia di tandai dengan sesak

napas, menurut penelitian yang di lakukan rata rata angka kenaikan

saturasi saturasi oksigen pada posisi semi fowler rendah 2.87% dan rata

rata saturasi oksigen pada posisi semi fowler tinggi adalah 4.99%, efek

dari melakukan terapi oksigen dengan posisi semi fowler ini adalah

kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen yang di tujukan

sebagai derajat kejenuhan atau saturasi.(Rachmadi et al, 2019).

2.3.2 Tujuan Posisi semi fowler

1) untuk mengurangi penyempitan jalan nafas

2) memenuhi kadar oksigen pada darah


3) memberikan kenyamanan atau rasa rileks pada pasien

2.3.3 Prosedur Posisi Semifowler

1) posisi pasien tidur telentang dengan kepala di dekat tempat tidur

2) pada bagian kepala di sandarkan setinngi 45⁰ sampai 60⁰ (untuk


posisi fowler)
3) pada bagian kepala di sandarkan setinngi 15⁰ sampai 30⁰ (untuk

semi posisi fowler)

4) buat pasien dalam posisi senyaman mungkin

2.4 Konsep terapi daun mint

2.4.1 Pengertian terapi daun mint

Terapi inhalasi Uap daun mint adalah pemberian efek uap ke

dalam saluran napas dengan cara penguapan sederhana menggunakan

uap air panas yang diberikan daun mint. Terapi inhalasi juga dapat

diartikan sebagai suatu pengobatan yang ditujukan untuk


mengembalikan perubahan-perubahan patofisiologi pertukaran gas

sistem kardiopulmoner ke arah yang normal, seperti dengan

menggunakan respirator atau alat penghasil aerosol (Nopita 2019)

2.4.2 Tujuan terapi uap dan mint

1) Untuk mengencerkan sekret dengan jalan memancarkan butir-butir

air melalui jalan napas

2) Membuka saluran pernafasan yang tidak efektif

3) Pemberian obat-obat aerosol / inhalasi

2.4.3 Prosedur pelaksanaan

1) Berikan penjelasan kepada pasien tentang perasat yang akan di

lakukan dan minta izinnya.

2) Lakukan diruang privasi, dan dekatkan alat yang akan digunakan.

3) Cuci tangan

4) Atur posisi nyaman saat tindakan (posisi duduk).

5) Tempatkan meja didepan pasien

6) Pasang pengalas dengan kain pengalas baskom air panas.

7) Pasang handuk pada dada pasien, lipat kebelakang dan rekatkan

dengan peniti.

8) Letakkan baskom diatas meja yang sudah diberi alas.

9) Masukkan daun mint dalam air panas dalam baskom

10) Tutup / balut baskom dengan handuk secara melingkar mengikuti

bulatan baskom dan bentuk area atas handuk menyerupai corong.


11) Kemudian mulut dan hidung dimasukkan dalam lubang corong

handuk yang menghadap ke dalam baskom, selanjutnya minta pasien

menghirup uap air dari dalam baskom sekuat pasien.

12) Lakukan berulang hingga pasien dapat mengeluarkan sekresi

saluran napasnya (selama kurang lebih 15 menit)

13) Buang dahak pada pot dahak yang telah diberi larutan lisol.

14) Setelah selesai bersihkan sekitar area mulut dan hidung pasien,

serta rapikan pasien.

15) Bereskan dan bersihkan peralatan, simpan kembali pada

tempatnya.

16) Perawat Cuci tangan, dan dokumentasikan seluruh tindakan yang

dilakukan

2.5 Konsep pursed lip breathing

2.5.1 Pengertian pursed lip breathing

Pursed lip breathing adalah sebuah Latihan pernafasan dengan

menghirup udara melalui hidung dan mengeluarkan udara dengan

carabibir lebih di rapatkan atau di monongkan dengan waktu ekshalasi

lebih diperpanjang. Terapi rehabilitasi paru paru dengan pursed lip

breathing ini adalah cara yang sangat di mudah dilakukan tanpa

memerlukan alat bantu apapun dan juga tanpa efek negative seperti

pemakaian dan obat obatan. Pursed lip breathing adalah strategi

ventialasi yang sering diadopsi secara spontan oleh pasien dengan

PPOK, TB paru, Sesak Nafas, Asma. Praktiknya banyak diajarkan


sebagai strategi pemafasan untuk meningkatkan toleransi Latihan (Fatur

2019)

2.4.2 Tujuan pursed lip breathing

1) Membantu klien memperbaiki transport oksigen

2) Membantu mengontrol pernafasan

3) Mengontrol kolaps

4) Meningkatkan ventilasi dan mengurangi laju pernafasan

5) Dapat mengurangi tekanan ekspirasi akhir

2.4.3 Teknik pelaksanaan pursed lip breathing

1) Menata posisi pasien dengan duduk di tempat tidur

2) Meletakan satu pasien di abdomen (tepat di bawah proc. Sipoidues)

dan tangan lainya di tengah dada untuk merasakan Gerakan dada dan

abdomen saat bernafas

3) Menarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik sampai dada dan

abdomen terasa terangkat maksimal melalui jaga mulut tetap tertutup

selama inspiransi dan tahan nafas selama 2detik

4) Hembuskan nafas melalui bibir yang di rapatkan dan sedikri terbuka

sambal mengontrasikan otot-otot abdomen selama 4 detik

2.6 Konsep Asuhan Keperawatan


Menurut Wherdhani, (2015) dalam Sara (2020) dasar data pengkajian

pasien tergantung pada tahap penyakit dan derajat yang terkena. Pada pasien

dengan tuberkulosis paru pengkajian pasien meliputi:

2.6.1 Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan TB paru

(Irman Somantri, p.68 2009) dalam Sara (2020).


1) Data Pasien

Penyakit TB paru dapat menyerang manusia mulai dari usia anak sampai

dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki- laki dan

perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien yang

tinggal didaerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya

matahari kedalam rumah sangat minim. TB paru pada anak dapat terjadi

pada usia berapapun, namun usia paling umum adalah antara 1-4 tahun.

Anak-anak lebih sering mengalami TB diluar paru-paru (extrapulmonary)

dibanding TB paru dengan perbandingan 3:1. TB diluar paru-paru adalah

TB berat yang terutama ditemukan pada usia<3 tahun. angka kejadian

(prevalensi) TB paru pada usia 5-12 tahun cukup rendah, kemudian

meningkat setelah usia remaja dimana TB paru menyerupai kasus pada

pasien dewasa (sering disertai lubang/ kavitas pada paru-paru).

2) Riwayat Kesehatan

Keluhan yang sering muncul antara lain:

(1) demam: subfebris, (febris 40°C - 41°C) hilang timbul

(2) Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus batuk ini terjadi untuk

membuang/mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari batuk

kering sampai dengan atuk purulent (menghasilkan sputum).

(3) Sesak nafas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah

paru-paru.

(4) Keringat malam.

(5) Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang

sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.


(6) Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat

badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam.

(7) Sianosis, sesak nafas, kolaps: merupakan gejala atelektasis. Bagian

dada pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong ke

sisi yang sakit. Pada foto toraks, pada sisi yang sakit nampak bayangan

hitam dan diagfragma menonjol keatas.

(8) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit

ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi merupakan

penyakit infeksi menular.

3) Riwayat Kesehatan Dahulu

(1) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh

(2) Pernah berobat tetapi tidak sembuh

(3) Pernah berobat tetapi tidak teratur

(4) Riwayat kontak dengan penderita TB paru

(5) Daya tahan tubuh yang menurun

(6) Riwayat vaksinasi yang tidak teratur

(7) Riwayat putus OAT.

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Keluarga Biasanya pada keluarga pasien ditemukan ada yang

menderita TB paru.Biasanya ada keluarga yang menderita penyakit

keturunan seperti Hipertensi, Diabetes Melitus, jantung dan lainnya.

5) Riwayat Pengobatan Sebelumnya

(1) Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya


(2) Jenis, warna, dan dosis obat yang diminum.

(3) Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan

penyakitnya

(4) Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.

6) Riwayat Sosial Ekonomi

(1) Riwayat pekerjaan.

Jenis pekerjaan, waktu, dan tempat bekerja, jumlah penghasilan.

(2) Aspek psikososial.

Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik

diri, biasanya pada keluarga yang kurang mampu, masalah berhubungan

dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan

biaya yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak

bersemangat dan putus harapan.

7) Faktor Pendukung:

(1) Riwayat lingkungan.

(2) Pola hidup: nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat

dan tidur, kebersihan diri.

(3) Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit,

pencegahan, pengobatan dan perawatannya.

8) Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : biasanya keadaan umum sedang atau buruk

Tekanan darah : Normal ( kadang rendah karena kurang istirahat)

Nadi : Pada umumnya nadi pasien meningkat

Pernafasan : nafas pasien meningkat (normal : 16- 20x/menit)


Suhu: Biasanya kenaikan suhu ringan pada malam hari. Suhu mungkin

tinggi atau tidak teratur. Seiring kali tidak ada demam

(1) Kepala Inspeksi : Biasanya wajah tampak pucat, wajah tampak

meringis, konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik, hidung tidak

sianosis, mukosa bibir kering, biasanya adanya pergeseran trakea.

(2) Thorak Inpeksi : Kadang terlihat retraksi interkosta dan tarikan dinding

dada, biasanya pasien kesulitan saat inspirasi Palpasi : Fremitus paru

yang terinfeksi biasanya lemah Perkusi : Biasanya saatdiperkusi

terdapat suara pekak Auskultasi : Biasanya terdapat bronki

(3) Abdomen

Inspeksi : biasanya tampak simetris

Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar

Perkusi : biasanya terdapat suara tympani

Auskultasi : biasanya bising usus pasien tidak terdengar

(4) Ekstermitas

Ekremitas atas Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak

pucat, tidak ada edema

Ekremitas bawah Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak

pucat, tidak ada edema

9) Pemeriksaan Diagnostik

(1) Kultur sputum: Mikobakterium TB positif pada tahap akhir penyakit.

(2) Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm

terjadi 48-72 jam).


(3) Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas; pada tahap dini

tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas;

pada kavitas bayangan, berupa cincin; pada klasifikasi tampak

bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.

(4) Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atatu kerusakan paru

karena TB paru.

(5) Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).

(6) Spirometri: penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.

10) Pola Kebiasaan Sehari-hari

(1) Aktivitas / istirahat

Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek karena kerja,

kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil

dan/atau berkeringat. Tanda: Takikardi, takipnea/ dispnea pada saat

kerja , kelelahan otot,nyeri, sesak (tahap lanjut).

(2) Integritas Ego

Gejala : Adanya faktor stres lama, masalah keuangan, perasaan

tidakberdaya/putus asa. Tanda : Menyangkal (khususnya pada tahap

dini), ansietas,ketakutan,mudah terangsang.

(3) Makanan dan cairan

Gejala : Kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna,penurunanberat

badan. Tanda : Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan

otot/hilanglemak subkutan.
(4) Nyeri dan Kenyamanan

Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang. Tanda : Berhati-

hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,gelisah

(5) Pernafasan

Gejala : Batuk, produktif atau tidak produktif , nafas pendek, riwayat

tuberkulosis/terpajan pada individu terinfeksi. Tanda : Peningkatan

frekuensi pernafasan Penyakit luas atau fibrosisparenkim paru dan

pleura). Pengembangan pernafasan tak simetris (effusi pleural). Perkusi

pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural atau penebalan pleural).

Bunyi nafas menurun / tak ada secara bilateral atau unilateral (effusi

pleural/pneumotorak). Bunyi nafas tubuler dan / atau bisikan pektoral di

atas lesi luas. Krekel tercatat diatas apek pru selama inspirasi cepat

setelah batuk pendek (krekels pasttussic).

(6) Keamanan

Gejala : Adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker, tes

HIVpositif. Tanda : Demam rendah atau sakit panas akut.

(7) Interaksi Sosial

Gejala : Perasaan terisolasi/penolakan karena penyakit

menular,perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/perubahan

kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.

(8) Penyuluhan

Gejala : Riwayat keluarga TB , ketidakmampuan umum/status

kesehatanburuk, gagal untuk membaik/kambuhnya TB, tidak

berpartisipasi dalam terapi. Rencana Pemulangan : Memerlukan


bantuan dengan/gangguan dalamterapi obat dan bantuan perawatan diri

danpemeliharaan/perawatan rumah.

2.6.2 Diagnosa Keperawatan

Merupakan diagnosa keperawatan yang terdiri dari atas sekelompok

diagnosa keperawatan aktual atau resiko yang diduga akan muncul karena

suatu kejadian atau situasi tertentu (SDKI, 2017) .

Diagnosa yang sering muncul pada pasien TB :

1) Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan depresi pusat

pernapasan, hambatan upaya nafas

2) Bersihan Jalan Tidak Efektif berhubungan dengan spasme jalan nafas,

hipersekresi jalan nafas

3) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

4) Hipertermi berhubungan dengan resiko infeksi


2.6.3 Intervensi Keperawatan

Tabel 2.5 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa
Kode Kode Tujuan dan Kriteria Hasil Kode Intervensi
Keperawatan
Hal Hal Hal
SDKI SLKI SIKI
(D.0005) Pola napas tidak (L.01004) Pola napas (l.01011) Manajemen jalan napas
1. 26 efektif berhubungan 95 Definisi: inspirasi dan/atau 186 Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan
dengan hambatan ekspirasi yang memberikan napas
upaya napas ventilasi adekuat
Tindakan:
Definisi: inspirasi Setelah dilakukan intervensi Observasi
dan/atau ekspirasi keperawatan selama 3x 24 jam, 1. Monitor Pola napas ( frekuensi,kedalaman,usaha napas)
yang tidak maka frekuensi napas membaik, 2. Monitor bunyi napas tambahan
memberikan ventilasi dengan kriteria hasil : ( gurling,mengi,wheezhing,ronkhi kering)
adekuat frekuensi napas 3 menjadi 5 3. Monitor sputum (jumlah,warna,aroma)
Ket: Terapeutik:
Memburuk : 1 1. Pertahankan kepatenan jalan napas
Cukup memburuk : 2 2. Posisikan semi-fowler atau fowler
Sedang : 3 3. Berikan minum hangat
Cukup membaik : 4 4. Lakukan fisioterapi dada,jika perlu
Membaik : 5 5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
2). Dispnea : 1 menjadi 5 6. Lakukan hiperoksigenasi endotrakeal
Ket: 7. Berikan oksigen jika perlu
Menurun : 1 Edukasi :
Cukup menurun: 2 1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,jika tidak
Sedang : 3 kontraindikasi
Cukup meningkat : 4 2. Ajarkan teknik batuk efektif
meningkat : 5 Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,ekspektoran,mukolitik,jika perlu
No Diagnosa
Kode Kode Tujuan dan Kriteria Hasil Kode Intervensi
Keperawatan
Hal Hal Hal
SDKI SLKI SIKI
2. (D.0001) Bersihan jalan (L.01001) Bersihan jalan napas (I.03098) Manajemen jalan napas
18 napas tidak efektif 18 Definisi: kemampuan 159 Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan
Berhubungan dengan membersihkan secret atau napas
hipersekresi jalan obstruksi jalan napas untuk Tindakan:
napas mempertahankan jalan napas - Observasi
tetap paten 1. Monitor pola napas ( frekuensi,kedalaman,usaha napas )
Definisi: 2. Monitor bunyi napas tambahan ( mis
ketidakmampuan Setelah dilakukan intervensi gurgling,mengi,wheezing,ronkhi kering)
membersihkan sekret keperawatan selama 3x 24 3. Monitor sputum ( jumlah warna ,aroma )
atau obstruksi jalan jam, maka diharapkan masalah - Terapeutik
napas untuk pola nafas dapat teratasi dengan 1. Posisikan semi-fowler atau fowler
mempertahankan kriteria hasil : 2. Berikan minum air hangat
jalan napas tetap batuk efektif : 2 menjadi 5 3. Lakukan fisioterapi dada,jika perlu
paten. Ket: 4. Lakukan penghisapan lendir kuran dari 15 menit
Menurun : 1 5. Berikan oksigen,jika perlu
Cukup menurun : 2 - Edukasi
Sedang : 3 Ajarkan teknik batuk efektif
Cukup meningkat : 4 - Kolaborasi
Meningkat : 5 1. Kolaborasi pemberian
Frekuensi napas : 3 menjadi 5 bronkodilator,ekspektoran,mukolitik,jika perlu
Ket:
Memburuk : 1
Cukup memburuk : 2
Sedang : 3
Cukup membaik : 4
Membaik : 5
3. (D.0130) Hipertermia (L.03030) Teremoregulasi (I.03119) Manajemen hipertermia
284 Hipertermia 121 Definisi: pengaturan suhu tubuh 200 Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola kelebihan
berhubungan dengan agar tetap berada pada rentang volume cairan intravaskuler dan ekstraseluler serta
proses penyakit normal mencegah terjadinya komplikasi
No Diagnosa
Kode Kode Tujuan dan Kriteria Hasil Kode Intervensi
Keperawatan
Hal Hal Hal
SDKI SLKI SIKI
Definisi : suhu tubuh Setelah dilakukan intervensi Tindakan:
menigkat di atas keperawatan selama 3x 24 - Observasi
rentang normal jam, maka diharapkan suhu 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi,
tubuh membaik dengan kriteria terpapar lingkungan panas)
hasil : 2. Monitor suhu tubuh
1).suhu tubuh membaik dari 2 3. Monitor kadar elektrolit
menjadi 5 4. Monitor komplikasi akibat hipertermia
Ket: - Terapeutik
Memburuk : 1 1. Sediakan lingkungan yang dingin.
Cukup Memburuk : 2 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
Sedang : 3 3. Berikan cairan oral
Cukup membaik : 4 4. Lakukan pendinginan eksternal
Membaik : 5 - Edukasi
2). Suhu kulit membaik dari 1 1. Anjurkan tirah baring
menjadi 5 - Kolaborasi
Ket: 1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena.
Memburuk: 1
Cukup memburuk: 2
Sedang : 3
Cukup membaik: 4
Membaik : 5

4. (D.0077) Nyeri akut (L.14134) Tingkat Nyeri (l.08238) Manajemen nyeri


72 Berhubungan dengan 129 Definisi: pengalaman sensorik 201 Definisi : nengidentifikasidan mengelola pengalaman
agen pencedera atau emosional yang berkaitan sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
fisiologis dengan kerusakan jaringan aktual jaringan atau fungsional dengan oneset mendadak atau
atau fungsional dengan oneset lambat dan brintensitas ringan hingga berat dan konstan.
Definisi: pengalaman mendadak atau lambat dan
sensorik atau beinteraksi ringan hingga berat
No Diagnosa
Kode Kode Tujuan dan Kriteria Hasil Kode Intervensi
Keperawatan
Hal Hal Hal
SDKI SLKI SIKI
emosiomal yang dan konstan. Tindakan
berkaitan dengan Setelah dilakukan intervensi Observasi :
kerusakan jaringan keperawatan selama 3x 24 1.Identifikasi lokasi,karakteristik.durasi,intensitas,kualitas
aktual atau jam maka diharapkan fekuensi nyeri
fungsional,dengan nadi membaik dengan kriteria 2.Identifikasi skala nyeri
oneset mendadak atau hasil: 3.Identifikasi respon nyeri non verbal
lambat dan 1 frekuensi nadi membaik dari 1 4.Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
berintensitas ringan menjadi 5 nyeri
hingga berat yang Ket: 5.identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
berlangsung kurang Memburuk : 1 6.monior efek samping penggunaan analgetik
lebih 3 bulan Cukup memburuk : 2 Teraupeutik:
Sedang : 3 1.Berikan teknik non farmokologis untuk mengurangi rasa
Cukup membaik : 4 nyeri ( mis.TENS,hipnosis,akupresur,terap musik,terapi
Membaik : 5 pijat,aromaterapi,kompres hangat atau dingin )
2). Gelisah menurun dari 1 2.kontrol lingkungn yang memperberat rasa nyeri
menjadi 5 ( mis.suhu ruangan,pencahayaan,kebisingan )
Ket: 3.fasilitasi istrahat dan tidur
Meingkat : 1 4.pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
Cukup meningkat : 2 strategi meredakan nyeri.
Sedang : 3 Edukasi :
Cukup meningkat : 4 1.jelaskan strategi meredakan nyeri
Meningkat : 5 2.anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
3). Tekanan darah membaik dari 3.anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
menjadi 5 4,ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
Ket: nyeri
Memburuk : 1 Kolaborasi :
Cukup memburuk : 2 1.kolaborasi pemberian analgetik,jika perlu
Sedang : 3
Cukup membaik : 4
2.6.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi Keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan

oleh perawat dan pasien. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan

keperawatan yang berfokus pada pasien dan berorientasi pada tujuan

dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dimana tindakan

dilakukan dan diselesaikan, sebagaimana di gambarkan dalam rencana

yang sudah dibuat di atas. (A. Aziz Alimul Hidayat, 2009) dalam Erlina

(2020).

2.6.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan

dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana

keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi, perawat

seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami

respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan

kesimpulan tentang tujuan yang ingin dicapai serta kemampuan dalam

menghubungkan tindakan keperawatan dalam kriteria hasil. (A. Aziz

Alimul Hidayat,2009) dalam Erlina (2020).


2.5 Picot
Tabel 2.6 Picot TB Paru
Populasi Intervensi Comparation Outcome Time/lama penelitian Jurnal
2 responden pemberian posisi semi Pemberian posisi semi dilakukan selama 3 hari Pemberian posisi semi fowler pada pasien tb
penderita fowler dan posisi fowler dengan derajat paru dengan masalah keperawatan
paru orthopnea pada pasien kemiringan 30-45º dapat ketidakefektifan pola nafas. Santoso, dkk
TB paru membantu menurunkan (2020). Health Sciences Journal Vol 4 (No
sesak nafas pada pasien TB 2) (2020): 38-46 ISSN 2598-1196. Fakultas
paru Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Ponorogo.
40 pemberian posisi semi frekuensi pernapasan setelah Dilakukan pada tanggal 5 Pengaruh pemberian posisi semi fowler
responden fowler diberikan posisi semi fowler Desember 2014 – 6 terhadap kestabilan pola napas pada pasien
Tb paru sebagian besar termasuk Januari 2015 tb paru di irina c5 RSUP Prof dr. R. D.
frekuensi pernapasan Kandou Manado. Majampoh, dkk (2013).
normal, serta terdapat Ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 3.
pengaruh pemberian posisi Nomor 1 Februari 2013. Program Studi Ilmu
semi fowler terhadap Keperawatan Fakultas Kedokteran
kestabilan pola napas Universitas Sam Ratulangi
2 penderita pemberian posisi semi Kedua responden mengalami Dilakukan selama 3 hari Posisi semi fowler terhadap respiratory rate
TB Paru fowler penurunan sesak nafas (7 Agustus – Agustus untuk menurunkan sesak pada pasien tb
dengan angka respiratory 2020) paru. Suhatridjas, 2020. Jurnal Keperawatan
rate normal 12 – 20x/mnt Silampari Volume 3, Nomor 2, Juni 2020 e-
setelah dilakukan intervensi ISSN: 2581-1975 p-ISSN: 2597-7482.
posisi semi fowler Akademi Keperawatan Pelni Jakarta
12 Pemberian teknik ada pengaruh yang dilakukan pada bulan Efektivitas pemberian teknik pernafasan
responden tb pernafasan pursed lips signifikan anatara pemberian Desember – Januari 2019 pursed lips breathing dan posisi semi fowler
paru breathing dan posisi pursed lips breathing dan terhadap peningkatan saturasi oksigen pada
semi fowler posisi semi fowler terhadap pasien tb paru. Amiar (2020). Indonesian
nilai saturasi oksigen pada Journal of Nursing Sciences and Practice
pasien TB paru (IJNSP). Volume: 3, No. 1 Juni 2020 e-
ISSN: 2622 – 0997. Fakultas Ilmu
Keperawatan, Universitas Muhammadiyah
Jakarta, DKI Jakarta
22 pasien Pemberian posisi semi Keefektifan dari tindakan Dilakukan pada Juli- Pengaruh pemberian posisi semi fowler
TBC paru fowler memberikan posisi semi Agustus 2017 terhadap respiratory rate pasien tuberkulosis
fowler dapat dilihat dari paru di ruang flamboyan rsud soewondo
Respiratory Rates yang Kendal. Aini, dkk (2017). Dosen Program
menunjukkan angka normal Studi Ners STIKES Widya Husada
yaitu 16-24x per menit Semarang
12 Pemberian teknik Ada pengaruh yang Desember - Januari 2019 Volume: 3, No. 1 Juni 2020 e-ISSN: 2622 -
responden pernafasan pursed lips signifikan antara pemberian 0997 Website: jurnal.umj.ac.id Email:
pasien TB breathing dan posisi pursed lips breathing dan ijnsp@umj.ac.id
paru semi fowler posisi semi fowler dengan P
Value = 0,025 (P-value
0,025 < α 0,05)
1 orang Pursed lip breathing Kombinasi antara pursed lip Juli-Desember 2019 Jurnal Sosial Humaniora Terapan Volume 2
responde Tb dan diaphragmatic breathing dan Diaphragmatic No.1, Juli-Desember 2019 P-ISSN 2622-
paru breathing breating terbukti dapat 1764 E-ISSN 2622-1152
menurunkan sesak nafas dan
berperan penting dalam
menata pola nafas hal ini
dilihat dari penurunan brog
scale setelah di berikan
tindakan
38 Posisi semi fowler posisi semi fowler dengan dilakukan selama 3 hari Indonesian Journal of Nursing Science and
responden dengan pursed lip Pursed Lip Breathing lebih PracticeVolume 8 No.1, Juli-Desember 2019
breathing dan semi efektif untuk meningkatkan P-ISSN 2622-1764 E-ISSN 2622-1152
fowler dengan saturasi oksigen pasien TB
diaphragma breathing Paru dibandingkan dengan
Semi Fowler dengan
Diaphragma Breathing
berdasarkan uji Mann-
Withney diperoleh p-value
sebesar 0,049
28 Inhalasi sederhana Inhalasi sederhana daun dilakukan selama 3 hari manuju: malahayati nursing journal, p- issn:
responden menggunakan daun mint berpengaruh dengan 2655-2728 e-issn: 2655-4712 volume 2,
mint penurunan sesak napas pada nomor 3 juli 2020] hal 632-640
pasien TB Paru di UPT
Puskesmas Buhit Kecamatan
Balige, yang dapat dilihat
dari hasil ujiT-Paired T-Test
dengan nilai sig. (2-tailed)
0.000 < 0,005.
29 inhalasi sederhana da pengaruh inhalasi April-Mei tahun 2019 Jurnal Penelitian Kebidanan & Kespro Vol.
responden menggunakan sederhana menggunakan 2 No. 1 Edition: May – October 2019
aromaterapi daun mint aromaterapi daun mint http://ejournal.delihusada.ac.id/index.php/JP
(mentha piperita) (menthapiperita) terhadap K2R Received: 27 September 2019 Revised:
penurunan sesak nafas pada 18 October 2019 Accepted: 20 October 2019
pasien tuberculosis paru
BAB 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi dan kasus ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Jombang,

dengan responden sebanyak 2 orang dimana responden ini telah memenuhi

kriteria sebagai subyek penelitian dan menyatakan bersedia menjadi responden.

4.1 Hasil

4.1.1 Gambaran Lokal Pengambilan Data

Gambaran nyata didapatkan tentang pelaksanaan studi asuhan

keperawatan pada dua klien yang mengalami Tubercolosis Paru, maka

penulis menyajikan suatu kasus yang penulis amati di RSUD Jombang

merupakan rumah sakit daerah Kabupaten Jombang Jawa Timur,

Indonesia 64146 dan merupakan Rumah Sakit type B pendidikan yang

berlokasi di Jl.KH Wahid Hasyim 52 Jombang. Rumah Sakit ini memiliki

banyak instalasi diantaranya : Instalasi rawat jalan, instalasi gawat darurat,

instalasi ICU center, instalasi radiologi, instalasi bedah sentral, instalasi

hemodialisa, instalasi gizi, instalasi CSSD, instalasi rehab medik, instalasi

rehab forensik, instalasi sanitasi lingkungan, instalasi rekam medis,

instalasi rawat inap yang memiliki 504 tempat tidur dan dilengkapi dengan

laboratorium patologi anatomi dan klinik, dan di Rumah Sakit ini

mempumyai Sumber Daya Manusia (SDM) yang berjumlah 1495 dengan

43 dokter spesialis.

Penelitian studi kasus ini dilaksanakan di ruang Gatotkaca

khususnya diruang lantai 2, dimana terdapat 61 bad/ tempat tidur dan 15

kamar mandi di lantai 1, sedangkan dilantai 2 terdapat ruangan E yaitu

51
ruang paru yang berisikan 12 kamar, 1 kamar mandi dan ruangan C paru

terdapat 8 kamar, dan 1 kamar mandi, yang terakhir 12 kantor, 6 ruang

perawat, di Ruang gatut kaca khusus Tb paru yaitu lantai 2 terdapat

ventilasi ruangan yang cukup terang karena penggunaan sinar matahari

yang masuk ke dalam rawat inap khususnya penderita Tb Paru bertujuan

untuk meminimalisir penyebaran penyakit menular di udara karena udara

media penyebaran paling cepat untuk menularkan penyakit. terdapat

Taman di depan ruangan Tb Paru. di ruang Gatotkaca terdapat data 10

besar penyakit pada 1 tahun terakhir yang meliputi pneumonia terdapat

800 orang, dypepsia sebanyak 516 orang, pasien dengan covid 19 sejumlah

453 orang, TB paru dengan jumlah 600 orang, pada psien PPOK sebanyak

234 orang, efusi pleura sejumlah 224 orang, DM insulin berjumlah 219

orang, anemia terdapat 178 orang, status asmatikus berjumlah 135 orang,

dan hipokalemia berjumlah 135 orang.

Diruangan Tb Paru telah dilakukan intervensi Terapi inhalasi aroma

terapi daun mint dengan cara di hirup melalui saluran pernapasan selama

15 menit untuk dapat membantu melancarkan pernafasan sehingga

kembali menjadi normal.

Penelitian 2 kasus ini dilaksanakan dengan 2 responden yaitu Tn.S

yang berada diruang C1 bad/tempat tidur nomor 1 yang penulis amati pada

tanggal 26 Juli 2022 pada pukul 08.30 WIB dan Tn.M yang berada diruang

E2 bad/tempat tidur nomor 2 yang penulis amati pada tanggal 26 Juli 2022

pada pukul 13.00 WIB.


4.1.2 Pengkajian

1) Identitas Pasien

Tabel 4.1 Identitas Klien Tubercolosis Paru di Ruang Gatotkaca RSUD


Jombang, tanggal 26-28 Juli 2022.
Identitas Klien Klien 1 Klien 2
Nama Tn.S Tn.M
Umur 43 Tahun 45Tahun
Agama Islam Islam
Pendidikan SMP SMP
Pekerjaan Swasta Swasta
Status Pernikahan Kawin Kawin
Alamat Trowulan Mojokerto Mimika Papua
Tanggal masuk RS 25 Juli 2022 25 Juli 2022
Jam MRS 08.45 16.30
Diagnosa Medis TB paru TB Paru
Tanggal Pengkajian 26 Juli 2022 26 Juli 2022
Jam Pengkajian 08.30 13.00

Penanggung Jawab

Tabel 4.2 Identitas Penanggung Jawab Pada Klien Tubercolosis Paru di


Ruang Gatotkaca RSUD Jombang, tanggal 26-28 Juli 2022.
Identitas Penanggung Jawab Klien 1 Klien 2
Nama Ny.K Tn.S
Umur 70 Tahun 63 Tahun
Agama Islam Islam
Pendidikan SMP SMP
Pekerjaan IRT Swasta
Status Pernikahan Kawin Kawin
Alamat Trowulan Mojokerto Grobogan Mojowarno
Hubungan Dengan Klien Istri Saudara
Sumber : Klien, Keluarga, dan Rekam Medis (2022)

2) Riwayat Penyakit

Tabel 4.3 Riwayat Kesehatan Klien Tubercolosis Paru di Ruang Gatotkaca


RSUD Jombang, tanggal 26-28 Juli 2022.
Riwayat Klien 1 Klien 2
Penyakit
Keluhan Klien mengatakan sesak nafas Klien mengatakan sesak nafas
utama
Riwayat Klien mengatakan 5 hari yang Klien mengatakan sesak nafas
penyakit lalu pada tanggl 19 mengalami sejak seminggu yang lalu
sekarang sesak nafas nyeri disertai dengan demam, 2 hari
dada ,ngongsrong dan batuk, terakhir klien mengatakan
setelah tanggal 24 klien nafasnya memberat dan
merasakan sesak nafasnya badannya demam, keringat
memberat semalaman yang dimalam hari dan susah tidur.
disertai batuk berdahak. Keluarga Keluarga klien membawa ke
klien membawa ke RSUD RSUD Jombang pada tanggal
Jombang pada tanggal 25 Juli 25 Juli 2022 pukul 16.30 klien
2022 pukul 08.45 klien sampai di sampai di IGD, klien mendapat
IGD, klien mendapat penanganan penanganan observasi TTV, O2
observasi TTV, O2 simple mask simple mask 06 Lpm, Infus PZ
08 Lpm, Infus PZ 14 tpm, cek 14 tpm, cek laboratorium,
laboratorium, setelah pukul 10.15 setelah pukul 17.45 klien
klien dipindah keruang rawat inap dipindah keruang rawat inap di
di Gatotkaca. Saat pengkajian Gatotkaca. Saat pengkajian
klien mengatakan bahwa klien klien mengatakan sesak nafas ,
mengalami sesak nafas dan batuk, merasa keadaannya lemah,
merasa keadaannya lemah, hanya hanya bisa terbaring.
bisa terbaring.
Riwayat Klien mengatakan bahwa waktu Klien mengatakan bahwa waktu
penyakit masih kanak-kanak klien masih kanak-kanak klien
dahulu mengalami demam biasa dan mengalami demam biasa dan
klien tidak pernah mengalami klien tidak pernah mengalami
kecelakaan sebelumnya, klien kecelakaan sebelumnya, klien
berhenti merokok ± 5 bulan yang berhenti merokok ± 2 bulan
lalu. Klien juga pernah di rawat yang lalu. Klien tidak memiliki
inap di RSUD Prof Dr.Soekandar alergi makanan, minuman, dan
Mojosari karena sesak nafas pada obat-obatan, kebiasaan klien
bulan mei 2022.Klien tidak setiap hari bekerja dan
memiliki alergi makanan, menonton TV, klien jika merasa
minuman, dan obat-obatan, tidak enak badan dan pusing
kebiasaan klien setiap hari bekerja klien mengkonsumsi obat
dan menonton TV, klien jika paracetamol.
merasa tidak enak badan dan
pusing klien mengkonsumsi obat
paracetamol.
Riwayat Klien mengatakan ibu klien Klien mengatakan keluarga
penyakit mempunyai riwayat penyakit klien tidak mempunyai riwayat
keluarga Diabetes Mellitus dan hipertensi penyakit tidak menular/ menular
seperti hipertensi, DM, TB,
Hepatitis, dan penyakit lainnya.

Sumber : Keluarga klien (2022)


3) Genogram

Gambar 4.1 struktur keluarga klien 1

Gambar 4.2 struktur keluarga klien 2

Keterangan :

: Perempuan

: Laki-laki

: Klien

: Meninggal

: Garis turunan

: Garis pernikahan

: Tinggal serumah
4) Basic Promoting Physiology of Health

Tabel 4.4 Basic Promoting Physiology of Healt Tubercolosis Paru di


Ruang Gatotkaca RSUD Jombang, tanggal 26-28 Juli 2022.
Pola Kesehatan Klien 1 Klien 2

Aktivitas dan Sebelum sakit Sebelum sakit


latihan
DS:klien mengatakan klien DS:klien mengatakan klien
melakukan aktivitas melakukan aktivitasnya
dengan mandiri, aktivitas tanpa ketergantungan pada
yang dilakukan secara orang lain atau keluarga
mandiri meliputi makan, seperti berpakaian,makan
minum, toileting, minum,mobilitas di
berpakaian, mobilitas di tempat tidur dll .
tempat tidur, mobilisasi, Selama sakit
dan ambulasi / rom. DS:Klien mengatakan bisa
Selama sakit mobilisasi di tempat
DS:Klien mengatakan tidur,tetapi tetap perlu
aktivitas yang dilakukan bantuan dari orang lain
di rs memerlukan bantuan atau keluarga.
orang lain sebagian yang DO: klien tampak terbaring
meliputi toileting, lemah
berpakaian, untuk makan Masalah Keperawatan : Tidak
minum, mobilisasi dll ada masalah
dilakukan dengan mandiri.
DO : klien tampak terbaring
lemah
Masalah Keperawatan : Tidak
ada masalah

Tidur dan istirahat DS : Sebelum sakit DS : Sebelum sakit

Klien mengatakan klien Klien mengatakan klien


tidur selama kurang lebih tidur selama kurang lebih
5-7 jam, siang hanya 6-8 jam, siang hanya
istirahat biasa. istirahat biasa.

DS: Selama sakit DS: Selama sakit

Klien mengatakan tidak Klien mengatakan klien


bisa tidur siang karena tidur kurang lebih 8 jam
merasa tidak nyaman selama berbaring di rumah
dengan sesaknya dan tidur sakit.
malam hanya 3-4 jam
selama berbaring di rumah DO: klien tampak lemah.
sakit,klien merasa tidak Masalah keperawatan : tidak
nyaman,tidurnya tidak ada masalah
nyenyak karena sesak
nafasnya.

DO: klien tampak,lemah lesu


dan gelisah

Masalah keperawatan :
Gangguan pola tidur

Kenyamanaan dan Sebelum sakit Sebelum sakit


nyeri DS:Klien mengatakan DS : Klien mengatakan tidak
sebelumnya klien tidak terdapat nyeri.
mengalami nyeri pada Selama sakit
bagian apapun, setelah DS : Klien mengatakan klien
tangal 23 bulan tidak terapat nyeri
juli klien terkadang merasakan dibagian tubuhnya
pusing. DO : Klien hanya terbaring
Selama sakit dan setengah duduk.
DS : Masalah keperawatan : tidak
Klien mengatakan klien ada masalah
tidak terdapat nyeri
dibagian tubuhnya, dan
klien sudah tidak
merasakan pusing.
DO : Klien hanya terbaring.
Masalah keperawatan : tidak
ada masalah
Nutrisi Sebelum sakit Sebelum sakit

DS : Klien mengatakan klien DS : Klien mengatakan klien


makan 2 sampai 3 kali makan 3-4 kali dalam
dalam sehari dengan porsi sehari dengan porsi 1
1 piring, dengan sayur, piring.
ikan, dan lauk pauk
lainnya. Selama sakit
DO : Klien mengatakan klien
Selama sakit makan 3 kali dalam sehari
dengan nasi,sayur,lauk
DO : Klien mengatakan klien dan buah
makan 2 kali dalam sehari Masalah keperawatan : tidak
dengan sayur, ayam dan ada masalah
buah
Masalah keperawatan : tidak
ada masalah

Cairan, elektrolit, Sebelum sakit Sebelum sakit


dan asam basa DS : Klien mengatakan klien DS : Klien mengatakan klien
minum air putih 6-7 gelas minum air putih 7-8
dalam satu hari. gelas dalam satu hari.
Selama sakit Selama sakit
DS : Klien mengatakan klien DS : Klien mengatakan
minum air putih ±5-6 klien minum air putih ±6-
gelas perharinya. 7 gelas perharinya.
DO : Terpasang infus PZ 20 DO : Terpasang infus PZ 14
tpm dibagian tangan tpm dibagian tangan
sebelah kiri,turgor kulit sebelah kanan.
kering atau kulit bersisik Masalah keperawatan : tidak
Masalah keperawatan : ada masalah
Kebutuhan elektrolit
Oksigensi Sebelum sakit Sebelum sakit

DS : Klien mengatakan klien DS : Klien mengatakan klien


selama dirumah tidak selama dirumah tidak
menggunakan alat bantu menggunakan alat bantu
pernafasan. pernafasan.

Selama sakit Selama sakit

DS : Klien mengatakan klien DS : Klien mengatakan klien


sesak nafas. sesak nafas.

DO : terpasang O2 simple DO : terpasang O2 simple


mask 8 Lpm. mask 6 Lpm.

Masalah Keperawatan : pola Masalah Keperawatan : pola


nafas tidak efektif nafas tidak efektif

Eliminasi fekal/ Sebelum sakit Sebelum sakit


bowel
DS : Klien mengatakan klien DS : Klien mengatakan klien
BAB 1-2 kali sehari. BAB 1-2 kali sehari.

Selama sakit Selama sakit

DS : Klien mengatakan BAB DS : Klien mengatakan BAB


seperti biasanya 1-2 kali 1-2 kali dalam sehari
sehari
DO : warna kuning kecoklatan
DO : warna kuning kecoklatan tekstur sedikit lembek

Masalah keperawatan : tidak Masalah keperawatan : tidak


ada masalah ada masalah

Eliminasi urin Sebelum sakit Sebelum sakit


DS : Klien mengatakan BAK DS : Klien mengatakan BAK
teratur 4-5 kali sehari, teratur 5-6 kali sehari,
urine berwarna jernih urine berwarna jernih
kekuningan. kekuningan .
Selama sakit Selama sakit

DS : Klien mengatakan klien DS : Klien mengatakan klien


BAK 4-5 kali perharinya. BAK 5-6kali perharinya.

DO : Klien menggunakan DO : Klien menggunakan


pispot jika ingin BAK. pispot
Masalah Keperawatan : Tidak Masalah Keperawatan : Tidak
ada masalah ada masalah

Sensori, persepsi, Sebelum sakit Sebelum sakit


dan kognitif DS : Klien mengatakan DS : Klien mengatakan
penglihatan klien normal, penglihatan klien normal,
klien masih bisa mencium klien dapat mencium bau,
bau, pendengaran masih pendengaran masih jelas,
jelas, indra pengecapan indra pengecapan
berfungsi dengan baik. berfungsi baik.
Klien hanya mengerti Klien mengerti bahwa
bahwa penyakit yang penyakit yang dialaminya
dialaminya dulu adalah dulu adalah sesak nafas.
sesak nafas. Klien mempunyai
Klien mempunyai semangat tinggi untuk
semangat untuk selalu hidup sehat.
hidup sehat. Selama sakit

Selama sakit DS : penglihatan klien


normal, klien masih bisa
DS : penglihatan klien mencium bau,
normal, klien masih bisa pendengaran jelas,dan
mencium bau, indra pengecapan baik
pendengaran masih jelas,
indra pengecapan baik. Klien hanya mengerti
bahwa sesak yang dialami
Klien mengerti bahwa klien dikarenakan sesak
sesak yang dialami klien nafas.
dikarenakan penyakit TB
paru yag disebabkan pola Klien mempunyai
hidup yang kurang sehat. semangat untuk kembali
sehat dari penyakit yang
Klien mempunyai dialami.
semangat untuk kembali
sehat dari penyakit yang DO : keadaan klien lemah.
dialami.
Masalah keperawatan : tidak
DO : keadaan klien lemah. ada masalah

Masalah keperawatan : tidak


ada masalah

Sumber : Keluarga klien (2022)

5) Pemeriksaan Fisik (Pendekatan Head To Toe)

Tabel 4.5 Pemeriksaan Fisik Klien Tubercolosis Paru di Ruang Gatotkaca


RSUD Jombang, tanggal 26-28 Juli 2022.
Klien 1 Klien 2
Observasi
Keadaan umum Keadaan umum : lemah Keadaan umum : lemah
Kesadaran composmenthis Kesadaran composmenthis
GCS:456 GCS:456
BB : 70 kg BB : 78 kg
TB : 160 cm TB : 168 cm

Tanda-tanda Nafas spontan O2 simple mask 8 Nafas spontan O2 simple mask 6


vital Lpm Lpm
Tekanan darah : 110/70 mmHg Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi : 87 x/menit Nadi : 94 x/menit
Suhu : 38° C Suhu : 38,2° C
Pernafasan : 26 x/menit Pernafasan : 24 x/menit
(dispnea) (dispnea)
SpO2 : 98 % SpO2 : 92 %

Kepala Inspeksi : Inspeksi :

Bentuk simetris antara kanan Bentuk simetris antara kanan


dan kiri, kulit kepala bersih, dan kiri, kulit kepala kotor
tidak ada ketombe, tidak ada terdapat ketombe, tidak ada
lesi, tidak ada benjolan, benjolan, penyebaran rambut
penyebaran rambut merata, merata,keriting, tidak
tebal, lurus, tidak beruban beruban,berwarna hitam

Palpasi : Palpasi :

Tidak ada benjolan, dan tidak Tidak ada benjolan, dan tidak
ada nyeri tekan. ada nyeri tekan.

Muka Inspeksi : Inspeksi :

Wajah tampak pucat tamBulat, Wajah tampak merigis,Muka


warna sawo matang. bulat, warna coklat gelap.

Palpasi : Palpasi :

Tidak ada benjolan, dan tidak Tidak ada nyeri tekan dan tidak
ada nyeri tekan. ada benjolan

Mata Inspeksi : Inspeksi :

Kelopak mata, konjungtiva Kelopak mata, konjungtiva


anemis, sclera tidak ikterik, merah muda,cornea bening,
pupil isokor kanan dan kiri, alis sclera tidak ikterik, pupil isokor,
mata simetris, tidak ada alis mata simetris, tidak ada
gangguan penglihatan, tidak ada gangguan penglihatan, tidak ada
peradangan pada daerah mata, peradangan pada daerah mata,
tidak ada lesi, dan tidak ada tidak ada lesi, dan tidak ada
oedem. oedem.

Palpasi : Palpasi :

Tidak ada benjolan, dan tidak Tidak ada benjolan, dan tidak
ada nyeri tekan ada nyeri tekan

Hidung Inspeksi : Inspeksi :

Septum hidung di tengah, tidak Septum hidung di tengah, tidak


ada lesi, tidak ada polip, tidak ada lesi, tidak ada polip, tidak
ada peradangan pada hidung, ada peradangan pada hidung,
hidung bersih, fungsi hidung bersih, fungsi
penciuman baik, tidak ada penciuman baik, tidak ada
cuping hidung,tidak sianosis cuping hidung.

Palpasi : Palpasi :

Tidak ada nyeri tekan Tidak ada nyeri tekan

Mulut Inspeksi : Inspeksi :

Mukosa bibir sedikit kering, Mukosa bibir kering, tidak ada


tidak ada lesi, mulut sedikit bau, lesi, lidah berwarna merah aak
lidah berwarna merah keputihan, tidak ada karies,
keputihan, tidak ada karies, tidak terdapat gigi palsu, tidak
tidak terdapat gigi palsu, tidak ada pembengkakan.
ada pembengkakan.
Palpasi :
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan pada
Tidak ada nyeri tekan pada daerah bibir dan mulut
daerah bibir.
Telinga Inspeksi : Inspeksi :

Bentuk simetris antara kanan Bentuk simetris antara kanan


dan kiri, tidak ada serumen, dan kiri, tidak ada serumen,
tidak ada perdarahan, fungsi tidak ada perdarahan, fungsi
pendengaran baik, tidak ada pendengaran baik, tidak ada
benjolan, tidak ada lesi. benjolan, tidak ada lesi.

Palpasi : Palpasi :

Tidak ada nyeri tekan. Tidak ada nyeri tekan.

Leher Inspeksi : Inspeksi :

Tidak ada lesi, tidak ada Tidak ada lesi, tidak ada
benjolan, tidak ada pembesaran benjolan, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid. kelenjar tiroid.

Palpasi : Palpasi :

Tidak ada nyeri tekan Tidak ada nyeri tekan

Punggung Inspeksi : Inspeksi :

Bentuk simetris antara kanan Bentuk simetris antara kanan


dan kiri, tidak ada benjolan. dan kiri, tidak ada benjolan.

Palpasi : Palpasi :

Tidak ada nyeri tekan Tidak ada nyeri tekan

Dada Pulmo Pulmo


Inspeksi : Inspeksi :
Bentuk simteris, pergerakan Bentuk simteris, pergerakan
simetris antara kanan dan kiri, simetris antara kanan dan kiri,
tidak ada lesi pada bagian dada, tidak ada lesi pada bagian dada,
adanya retraksi dada (+), irama adanya retraksi dada (+), irama
nafas reguler. nafas reguler.
Palpasi : Palpasi :
Frekuensi nafas 26 x/menit, Frekuensi nafas 24 x/menit,
tidak ada nyeri tekan pada tidak ada nyeri tekan pada
bagian dada, tidak ada benjolan bagian dada, tidak ada benjolan
abnormal, vocal premitus sama abnormal, vocal premitus sama
antara kanan dan kiri. antara kanan dan kiri.
Perkusi : Perkusi :
Terdapat suara pekak. Sonor.
Auskultasi : Auskultasi :
ronchi (+), wheezing (-). Rales (-), ronchi (+),
Cor Cor
Inspeksi : Inspeksi :
Tidak ada pembesaran jantung. Tidak ada pembesaran jantung.
Palpasi : Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan.. Tidak ada nyeri tekan.
Auskultasi : Perkusi :
S1, S2 tunggal tidak ada suara Tidak terkaji.
tambahan. Auskultasi :
S1, S2 tunggal tidak ada suara
tambahan.

Abdomen Inspeksi : Inspeksi :

Tidak ada lesi, tidak ada Tidak ada lesi, tidak ada
benjolan, tidak ada asites, benjolan, tidak ada asites,
umbilicus tidak menonjol, tidak umbilicus tidak menonjol, tidak
ada massa, tidak ada jejas, tidak ada massa, tidak ada jejas, tidak
ada pembesaran hepar. ada pembesaran hepar.

Palpasi : Palpasi :

Tidak ada nyeri tekan. Tidak ada nyeri tekan.

Perkusi : Perkusi :

Timpani. Timpani.

Genetalia DS : keluarga klien mengatakan DS : keluarga klien mengatakan


tidak ada keluhan. tidak ada keluhan saat
BAK.
DO : tidak terpasang kateter.
DO : tidak terpasang kateter.

Rectum DS : keluarga klien mengatakan DS : keluarga klien mengatakan


tidak ada keluhan. tidak ada keluhan.

DO : tidak terkaji. DO : tidak terkaji.

Ekstremitas Ekstremitas atas Ekstremitas atas


Inspeksi : Inspeksi :
Terpasang infus PZ 20 tpm pada Terpasang infus PZ 14 tpm pada
tangan kiri, tidak terdapat tangan kiri, tidak terdapat
oedem, tangan kanan bisa oedem, tangan kanan bisa
digerakkan. digerakkan.
Palpasi : Palpasi :
Tidak ada benjolan, dan tidak Tidak ada benjolan, dan tidak
terdapat nyeri tekan. terdapat nyeri tekan.
Ekstremitas bawah Ekstremitas bawah
Inspeksi : Inspeksi :
Kaki kanan dan kiri bisa Kaki kanan dan kiri bisa
digerakkan, tidak ada oedema. digerakkan, tidak ada oedema
Palpasi : pada kaki kanan dan kiri.
Tidak ada benjolan, dan tidak Palpasi :
ada nyeri tekan. Tidak ada benjolan, dan tidak
Kekuatan otot : ada nyeri tekan.
5 5 Kekuatan otot :
5 5
5 5
5 5

Sumber : Klien (2022)

6) Psiko Sosial Budaya Dan Spiritual


Tabel 4.6 Psiko Sosial Budaya Dan Spiritual Klien Tubercolosis Paru di
Ruang Gatotkaca RSUD Jombang, tanggal 26-28 Juli 2022.
Observasi Klien 1 Klien 2

Psikologis Perasaan klien setelah mengalami Perasaan klien setelah mengalami


ini : ini :

Klien sedih namun tetap sabar Klien pasrah namun tetap sabar
atas cobaan yang di alami saat ini. atas cobaan pada klien yang di
alami saat ini.
Cara mengatasi perasaan
tersebut : Cara mengatasi perasaan
tersebut :
Memberikan motivasi serta
dukungan lebih dari orang Memberikan dukungan lebih serta
terdekat terutama keluarga motivasi dari orang tua

Rencana klien setelah masalah Rencana klien setelah masalah


terselesaikan adalah : terselesaikan adalah :

Keluarga klien mengatakan bisa Keluarga klien mengatakan bisa


melakukan aktivitasnya kembali. melakukan aktivitas kembali
seperti biasanya dapat bekerja.
Jika rencana klien tidak dapat
diselesaikan maka: Jika rencana klien tidak dapat
diselesaikan maka:
Klien masih berbaring tetapi akan
berusaha melakukan latihan Klien masih berbaring tetapi akan
pernafasan dengan cara berusaha sembuh dan periksa ke
menghirup melalui hidung yang puskesmas atau rumah sakit
dikeluarkan dari mulut. terdekat.

Pengetahuan klien tentang Pengetahuan klien tentang


masalah/ penyakit yang ada : masalah/ penyakit yang ada :

Keluarga klien mengatakan Keluarga klien mengatakan


bahwa klien mengalami sesak bahwa klien hanya mengetahui
nafas. klien mengalami sesak nafas tidak
seperti biasanya.

Sosial Aktivitas atau peran di Aktivitas atau peran di


masyarakat adalah : masyarakat adalah :

Aktivitas sehari-hari bekerja, dan Aktivitas sehari-hari bekerja dan


mengikuti kerja bakti dengan menonton tv
masyarakat setempat.
Kebiasaan yang tidak disukai
Kebiasaan lingkungan yang tidak adalah : mendengarkan suara
di sukai adalah : bising seperti keributan di dalam
rumah
Tidak ada.
Cara mengatasinya :menenangkan
Cara mengatasinya : salah satu anggota keluarga yang
Tidak ada. terlibat dalam keributan

Pandangan klien tentang aktifitas


sosial di lingkungannya: Pandangan klien tentang aktifitas
Tetap melakukan aktifitas sehari- sosial di lingkungannya:
hari.
Tetap melakukan aktifitas sehari-
hari.

Budaya Budaya yang diikuti klien adalah Budaya yang diikuti klien adalah
budaya : budaya :

Jawa. Jawa.

Kebudayaan yang dianut Kebudayaan yang dianut


merugikan kesehatannya : merugikan kesehatannya :

Tidak ada. Tidak ada

Spiritual Aktivitas ibadah sehari-hari : Aktivitas ibadah sehari-hari :

Sholat 5 waktu dan puasa senin Sholat


kamis
Kegiatan keagamaan yang biasa
Kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan :
dilakukan :
Mengikuti pengajian rutin.
Mengikuti pengajian rutin
tahlinan rutin Keyakinan klien tentang
peristawa/ masalah kesehatan
Keyakinan klien tentang yang sekarang sedang dialami :
peristawa/ masalah kesehatan
yang sekarang sedang dialami : Keluarga klien mengatakan
bahwa mungkin ini cobaan.
Keluarga klien mengatakan
bahwa mungkin ini cobaan dari
tuhan .

Sumber : Keluarga Klien (2022)

7) Pemeriksaan Penunjang

Tabel 4.7 Pemeriksaan Penunjang Klien Tubercolosis Paru di Ruang


Gatotkaca RSUD Jombang, tanggal 26-28 Juli 2022.
Hasil Hasil
Jenis Pemeriksaan Nilai Normal Satuan
Klien 1 Klien 2
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin 11.3 10.8 13.2-17.3 g/dl
Leukosit 8.05 6.84 3.8-10.6 10^3/ul
Hematokrit 41.12 34.3 40-52 %
Eritrosit 5.61 4.24 4.4-5.9 10^6/ul
MCV 73.4 80.9 82-92 Fl
MCH 24.6 25.5 27-31 Pg
MCHC 33.5 31.5 31-36 g/l
RDW-CV 15.8 15.0 11.5-14.5 %
Trombosit 141 296 150-440 10^3/ul
Hitung Jenis
Eosinofil 0 2 2-4 %
Basofil 0 0 0-1 %
Batang - - 3-5 %
Segmen 84 79 50-70 %
Limfosit 9 14 25-40 %
Monosit 7 5 2-8 %
Immature Granuloctye (IG) 0.4 1.6 3 %
Neutrofil Absolut (ANC) 6.79 5.37 2.5-7.0 10^3/ul
Limfosit Absolut (ALC) 0.7 1.0 1.1-3.3 10^3/ul
PLR 9.70 5.37 <3.13
Retikulosit 0.41 1.46 0.5-1.5 %
Ret-He 30.3 26.2 >30.3 Pg
Immature Platelet (IPF) 4.2 0.10 1.1-6.1 %
I/T ratio 0.00 0.02 <0.2
Kimia Darah
Glukosa Darah Sewaktu 93 97 <200 mg/dl
Kreatinin 0.47 0.60-1.10 Mg/dl
Urea 14.3 13.0-43.0 mg/dl
Rekam medis pasien RSUD Jombang (2022)

8) Penatalaksanaan Terapi Medis

Tabel 4.8 Penatalaksanaan Terapi Medis Klien Tubercolosis Paru di Ruang


Gatotkaca RSUD Jombang, tanggal 26-28 Juli 2022.
Terapi :
O2 simple mask 08 Lpm
Infus Pz 20 tpm
Lanzoprazol 1x1 tab
Klien 1 Ondansentron 3x40 mg
Paracetamol 3x1 tablet
Rifampron 450 1x1
Etambutol 500 1x1

Terapi :
O2 simple mask 06 Lpm
Infus Pz 14 tpm
Klien 2 Lanzoprazol 1x1 tab
Ondansentron 3x40 mg
Paracetamol 3x1 tablet
Rifampron 450 1x1
4.1.3 Analisa Data

Tabel 4.9 Analisa Data Keperawatan Klien Tubercolosis Paru di Ruang


Gatotkaca RSUD Jombang, tanggal 26-28 Juli 2022.
Analisa Data Etiologi Masalah
Klien 1
DS : Bakteri Kategori :
Klien mengatakan sesak nafas, mycrobacterium Fisiologis
kesulitan saat bernafas,dan tubercolosis
nafasnya cepat,nyeri Subkategori :
dada,ngongsrong dibuat jalan. Masuk ke paru-paru Respirasi
melalui udara
DO : K/U : lemah Kode :
TTV Imun tidak adekuat, D.0005
TD : 110/70 mmHg menjadi lebih parah
N : 87 x/menit Diagnosa
S : 38° C Reaksi inflamasi/ Pola nafas
RR : 26 x/menit (dispnea) peradangan, dan tidak efektif
SpO2 : 98 % merusak parenkim
1.Klien hanya bisa terbaring paru Hal : 26
lemah.
2. Kesadaran composmenthis Perubahan cairan
3. G C S : 4 5 6 intrapleura
4. Irama nafas tidak teratur
6. Pola nafas abnormal
(dispnea) Hambatan upaya
Inspeksi : napas
Terpasang O2 simple mask 8
Lpm
Palpasi : Pola nafas tidak
Tidak ada benjolan, dan nyeri efektif
tekan pada bagian hidung.
DS : Bakteri Kategori :
Klien mengatakan sesak nafas mycrobacterium Fisiologis
disertai dengan batuk berdahak. tubercolosis
Subkategori :
DO : K/U : lemah Masuk ke paru-paru Respirasi
. TTV melalui udara
TD : 110/70 mmHg Kode :
N : 87 x/menit Imun tidak adekuat, D.0001
S : 38° C menjadi lebih parah
RR : 26 x/menit (dispnea) Diagnosa
SpO2 : 98 % Reaksi inflamasi/ Bersihan jalan
O2 simple mask 8 Lpm peradangan, dan nafas tidak
1.Batuk,sputum berlebih merusak parenkim efektif
2.terdapat suara tambahan (+) paru
Ronchi Hal : 18
3.Sianosis Produksi secret
4.Gelisah meningkat
5.Kesadaran composmenthis
6. G C S : 4 5 6 Batuk produktif

Hipersekresi jalan
napas

Bersihan jalan nafas


tidak efektif
DS: Bakteri Kategori :
Klien mengatakan sesak nafas mycrobacterium Hipertermia
disertai batuk tubercolosis
Subkategori :
DO: K/U : lemah Masuk ke paru-paru Keamanan dan
1.TTV melalui udara proteksi
TD : 110/70 mmHg
N : 87 x/menit Imun tidak adekuat, Kode :
S : 38° C menjadi lebih parah D.0130
RR : 26 x/menit (dispnea)
SpO2 : 98 % Reaksi inflamasi/ Diagnosa
O2 simple mask 8 Lpm peradangan, dan Hipertermia
2.Klien hanya bisa terbaring merusak parenkim
lemah. paru Hal : 284
3 Akral hangat
4.Mukosa bibir kering Metabolisme
5. Kesadaran composmenthis meningkat
6. G C S: 4 5 6
7.Turgor kulit kering Suhu tubuh
8.Suhu tubuh di atas normal meningkat

Demam

Terpapar lingkungan
panas

Hipertermia
Klien 2
DS : Bakteri Kategori :
Klien mengatakan sesak nafas mycrobacterium Fisiologis
semenjak seminggu sebelum di tubercolosis
bawa ke rs Subkategori :
Masuk ke paru-paru Respirasi
DO : K/U : lemah melalui udara
1.TTV Kode :
TD : 110/60 mmHg Imun tidak adekuat, D.0005
N : 94 x/menit menjadi lebih parah
S : 38,2° C Diagnosa
RR : 24 x/menit (dispnea) Reaksi inflamasi/ Pola nafas
SpO2 : 92 % peradangan, dan tidak efektif
2. Kesadaran composmenthis merusak parenkim
3. G C S : 4 5 6 paru Hal : 26
4. Irama nafas tidak teratur
4.Pola nafas abnormal Perubahan cairan
(dispnea) intrapleura
Inspeksi :
Terpasang O2 simple mask 6 Hambatan upaya
Lpm napas
Palpasi :
Tidak ada benjolan, dan nyeri Pola nafas tidak
tekan pada bagian hidung. efektif
DS : Bakteri Kategori :
Klien mengatakan sesak napas mycrobacterium Fisiologis
semenjak seminggu sebelum di tubercolosis
bawa ke Rs Subkategori :
Masuk ke paru-paru Respirasi
DO : K/U : lemah melalui udara
1.Klien hanya bisa terbaring Kode :
lemah. Imun tidak adekuat, D.0001
2.tidak mampu batuk menjadi lebih parah
3.TTV Diagnosa
TD : 110/60 mmHg Reaksi inflamasi/ Bersihan jalan
N : 94 x/menit peradangan, dan nafas tidak
S : 38,2° C merusak parenkim efektif
RR : 24 x/menit (dispnea) paru
SpO2 : 98 % Hal : 18
O2 simple mask 6 Lpm sekresi yang tertahan
4. Kesadaran composmenthis
5. G C S 4 5 6 Bersihan jalan nafas
tidak efektif
DS : Bakteri Kategori :
Klien mengalami sesak nafas mycrobacterium Hipertermia
yang disertai dengan tubercolosis
demam,keringat malam Subkategori :
Masuk ke paru-paru Keamanan dan
DO : K/U : lemah melalui udara proteksi
1.TTV
TD : 110/60 mmHg Imun tidak adekuat, Kode :
N : 94 x/menit menjadi lebih parah D.0130
S : 38,2° C
RR : 24 x/menit (dispnea) Reaksi inflamasi/ Diagnosa
SpO2 : 98 % peradangan, dan Hipertermia
G C S: 4 5 6 merusak parenkim
2.Akral dingin paru Hal : 284
3.Turgor kulit merah
3.Kesadaran composmenthis Metabolisme
4.Mukosa bibir kering meningkat
5.suhu tubuh di atas normal
Suhu tubuh
meningkat

peningkatan laju
metabolisme

Hipertermia
Sumber : Klien, keluarga, dan perawat (2022)

4.1.4 Diagnosa Keperawatan

Tabel 4.10 Diagnosa Keperawatan Klien Tubercolosis Paru di Ruang


Gatotkaca RSUD Jombang, tanggal 26-28 Juli 2022.
Data Problem Etiologi

Klien 1
Data Subjektif Pola nafas tidak efektif Penyebab :
1) Pasien mengatakan 1) Hambatan upaya napas (
sesak napas kelemahan otot
Data Objektif pernafasan)
1) Penggunaan otot Tanda & Gejala mayor
bantu pernafasan Subjektif :
2) RR : 26/menit 1) 1) Dispnea
3) Terpasang O2 Objektif :
simple mask 8 lpm 1) Penggunaan otot bantu
4) Pola nafas dyspnea pernafasan
5) Mukosa bibir Tanda & Gejala Minor
kering Subjektif :-
Objektif
1) Pernafasan pursed-lip
2) Pernafasan cuping
hidung
3) Tekanan ekspetasi
menurun
Data Subjektif Bersihan jalan nafas Penyebab :
1) Pasien mengatakan tidak efektif 1) Hipersekresi jalan napas
sesak napas dan Situasional :
batuk berdahak 1) Merokok aktif
Data Objektif Tanda & Gejala mayor
1) Gelisah 1) Ronkhi
2) RR 26x/menit 2) Terdapat sputum
3) Pola napas dispnea Tanda & Gejala Minor
4) Terdengar ronchi 1) Dispnea
5) Terdapat sputum 2) Gelisah
berwarna 3) Pola napas berubah
kekuningan
6) Terpasang O2
simple mask 8 lpm

Data Subjektif Hipertermia Penyebab :


(tidak tersedia) 1) Terpapar lingkungan
Data Objektif panas
1) Suhu tubuh diatas Tanda & Gejala mayor
nilai normal 1) 1) Suhu tubuh di atas
2) Kulit terasa hangat normal
Tanda & Gejala minor
1) Kulit terasa hangat
Klien 2
Data Subjektif Pola nafas tidak efektif Penyebab:
1) Pasien mengatakan 1) Hambatan upaya napas
sesak napas ( kelemahan otot
Data Objektif pernafasan)
1) Penggunaan otot Tanda & Gejala mayor:
bantu pernafasan Subjektif :
2) RR 24/menit 1) Dispnea
3) Terpasang O2 Objektif :
simple mask 6 lpm 2) Penggunaan otot bantu
pernafasan
Tanda & Gejala minor
Subjektif : -
Objektif :
1) Pernafasan pursed-lip

Data Subjektif Bersihan jalan nafas Penyebab:


1) Dispnea tidak efektif 1) Sekresi yang tertahan
Data Objektif Situasional :
1) Tidak mampu 1) Merokok aktif
batuk Tanda & Gejala mayor
2) Sputum berlebihan 1) Tidak mampu batuk
3) Gelisah 2) Ronchi
4) Pola nafas berubah
Data Subjektif Hipertermia Penyebab :
Klien mengatakan 1) Peningkatan laju
demam metabolisme
Data Objektif
1) Suhu tubuh diatas
nilai normal
2) Kulit merah
3) Keringat dingin
4) Takipnea
5) Kulit terasa hangat
4.1.5 Intervensi Keperawatan

Tabel 4.11 Intervensi Keperawatan Klien Tubercolosis Paru di Ruang Gatotkaca RSUD Jombang, tanggal 26-28 Juli 2022.
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
Kode Diagnosis Kode SLKI Kode SIKI
Hal Hal Hal
Klien 1
1. (D.0005) Pola Napas Tidak (L.01004) Pola Nafas (1.01011) Manajemen Jalan Napas
Efektif berhubungan Definisi Definisi
26 dengan hambatan 95 Inspirasi dan/ ekspirasi yang tidak 186 Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan
upaya napas memberikan ventilasi adekuat jalan napas
Definisi
Inspirasi dan/ Setelah dilakukan intervensi Tindakan
ekspirasi yang tidak keperawatan selama 3x24 Observasi :
memberikan ventilasi jam maka frekuensi napas 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
adekuat membaik. usaha napas)
2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
Kriteria Hasil gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
Dispnea : 1 menjadi : 5 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Ket : Terapeutik :
Menurun 1 1. Ajarkan latihan pursed lips breathing
Cukup meningkat 2 2. Berikan terapi aromaterapi daun mint
Sedang 3 3. Posisikan semi-Fowler atau Fowler
Cukup meningkat 4 4. Berikan minuman hangat
Meningkat 5 5. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
6. Lakukan pengisapan lendir kurang dari 15
Frekuensi napas : 3 menjadi : 5 detik
Ket : 7. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
Memburuk 1 pengisapan endotrakeal
Cukup memburuk 2 8. Berikan oksigen, jika perlu
Sedang 3 Edukasi :
Cukup membaik 4 1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
Membaik 5 tidak kontraindikasi
2. Anjurkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspetoran, mukolitik, jika perlu
2. Kolaborasikan pemberian terapi semi
fowler dengan latihan pursed
2. (D.0001) Bersihan Jalan Napas (L.01001) Bersihan Jalan Napas (1.01006) Latihan Batuk Efektif
Tidak Efektif Definisi Definisi
18 berhubungan dengan 18 Kemampuan membersihkan sekret/ 142 Melatih pasien yang tidak memiliki kemampun
hipersekresi jalan obstruksi jalan napas untuk batuk secara efektif untuk membersihkan laring,
napas mempertahankan jalan napas tetap trakea dan bronkiolus dari sekret/ benda asing
paten dijalan napas.
Definisi
Ketidakmampuan Setelah dilakukan intervensi Tindakan
membersihkan sekret keperawatan selama 3x 24 jam Observasi :
atau obstruksi jalan maka diharapkan masalah pola 1. Identifikasi kemampuan batuk
napas untuk nafas dapat teratasi 2. Monitor adanya retensi sputum
mempertahankan jalan Kriteria Hasil 3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran
napas tetap paten Batuk efektif : 2 menjadi : 5 napas
Ket : 4. Monitor input dan output cairan (mis.
Menurun 1 jumlah dan karakteristik)
Cukup menurun 2 Terapeutik :
Sedang 3 1. Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
Cukup meningkat 4 2. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan
Meningkat 5 pasien
3. Buang secret pada tempat sputum
Mengi : 3 menjadi : 5 Edukasi :
Wheezing : 3 menjadi : 5 1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
Ket : 2. Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung
Meningkat 1 selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
Cukup meningkat 2 kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
Sedang 3 mecucu (dibulatkan) selama 8 detik
Cukup menurun 4 3. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam
Menurun 5 hingga 3 kali
4. Anjurkan batuk dengan kuat langsung
Dispnea : 3 menjadi : 5 setelah tarik npas dalam yang ke-3
Ket : Kolaborasi :
Memburuk 1 1. Kolaborasi pmenerian mukolitik atau
Cukup memburuk 2 ekspektoran, jika perlu
Sedang 3
Cukup membaik 4
Membaik 5

Frekuensi napas : 2 menjadi 5


Pola nafas : 2 menjadi 5
Ket :
Memburuk 1
Cukup memburuk 2
Sedang 3
Cukup membaik 4
Membaik 5
3. (D.0130) Hipetermia (L.14134) Termoregulasi (1.15506) Manajemen Hipertermia
berhubungan dengan Definisi Definisi
284 proses penyakit 129 Pengaturan suhu tubuh agar tetap 181 Mengidentifikasi & mengelola peningkatan
berada pada rentang normal suhu tubuh akibat disfungsi termoregulasi
Definisi
Suhu tubuh meningkat Setelah dilakukan intervensi Tindakan
diatas rentang normal keperawatan selama 3x 24 jam Observasi :
tubuh maka diharapkan suhu tubuh 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis.
membaik. dehidrasi, terpapar lingkungan panas)
2. Monitor suhu tubuh
Kriteria Hasil 3. Monitor kadar elektrolit
Menggigil : 3 menjadi : 5 4. Monitor komplikasi akibat hipertermia
Ket : Terapeutik :
Meningkat 1 1. Sediakan lingkungan yang dingin
Cukup meningkat 2 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
Sedang 3 3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
Cukup menurun 4 4. Berikan cairan oral
Menurun 5 5. Ganti linen setiap hari/ lebih sering jika
mengalami hiperhidrosis (keringat berlebih)
Suhu tubuh : 3 menjadi : 5 6. Lakukan pendinginan eksternal (kompres
Tekanan darah : 3 menjadi : 5 dingin pada dahi, leher, dada, abdomen,
Ket : aksila)
Memburuk 1 7. Berikan oksigen
Cukup memburuk 2 Edukasi :
Sedang 3 1. Anjurkan tirah baring
Cukup membaik 4 Kolaborasi :
Membaik 5 1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
Klien 2
1. (D.0005) Pola Napas Tidak (L.01004) Pola Nafas (1.01011) Manajemen Jalan Napas
Efektif berhubungan Definisi Definisi
26 dengan hambatan 95 Inspirasi dan/ ekspirasi yang tidak 186 Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan
upaya napas memberikan ventilasi adekuat jalan napas
Definisi
Inspirasi dan/ Setelah dilakukan intervensi Tindakan
ekspirasi yang tidak keperawatan selama 3x24 Observasi :
memberikan ventilasi jam maka frekuensi napas 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
adekuat membaik. u
2. saha napas)
3. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
Kriteria Hasil gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
Dispnea : 1 menjadi : 5 4. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Ket : Terapeutik :
Menurun 1 1. Ajarkan latihan pursed lips breathing
Cukup meningkat 2 2. Berikan terapi aromaterapi daun mint
Sedang 3 3. Posisikan semi-Fowler atau Fowler
Cukup meningkat 4 4. Berikan minuman hangat
Meningkat 5 5. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
6. Lakukan pengisapan lendir kurang dari 15
Frekuensi napas : 3 menjadi : 5 detik
Ket : 7. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
Memburuk 1 pengisapan endotrakeal
Cukup memburuk 2 8. Berikan oksigen, jika perlu
Sedang 3 Edukasi :
Cukup membaik 4 2. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
Membaik 5 tidak kontraindikasi
3. Anjurkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspetoran, mukolitik, jika perlu
2. Kolaborasikan pemberian terapi semi fowler
dengan latihan pursed
2. (D.0001) Bersihan Jalan Napas (L.01001) Bersihan Jalan Napas (1.01006) Latihan Batuk Efektif
Tidak Efektif Definisi Definisi
18 berhubungan dengan 18 Kemampuan membersihkan sekret/ 142 Melatih pasien yang tidak memiliki kemampun
hipersekresi jalan obstruksi jalan napas untuk batuk secara efektif untuk membersihkan laring,
napas mempertahankan jalan napas tetap trakea dan bronkiolus dari sekret/ benda asing
paten dijalan napas.
Definisi
Ketidakmampuan Setelah dilakukan intervensi Tindakan
membersihkan sekret keperawatan selama 3x 24 jam Observasi :
atau obstruksi jalan maka diharapkan masalah pola 1. Identifikasi kemampuan batuk
napas untuk nafas dapat teratasi. 2. Monitor adanya retensi sputum
mempertahankan jalan 3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran
napas tetap paten. Kriteria Hasil napas
Batuk efektif : 2 menjadi : 5 4. Monitor input dan output cairan (mis.
Ket : jumlah dan karakteristik)
Menurun 1 Terapeutik :
Cukup menurun 2 1. Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
Sedang 3 2. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan
Cukup meningkat 4 pasien
Meningkat 5 3. Buang secret pada tempat sputum
Edukasi :
Mengi : 3 menjadi : 5 1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
Wheezing : 3 menjadi : 5 2. Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung
Ket : selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
Meningkat 1 kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
Cukup meningkat 2 mecucu (dibulatkan) selama 8 detik
Sedang 3 3. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam
Cukup menurun 4 hingga 3 kali
Menurun 5 4. Anjurkan batuk dengan kuat langsung
setelah tarik npas dalam yang ke-3
Dispnea : 3 menjadi : 5 Kolaborasi :
Ket : 1. Kolaborasi pmenerian mukolitik atau
Memburuk 1 ekspektoran, jika perlu
Cukup memburuk 2
Sedang 3
Cukup membaik 4
Membaik 5

Frekuensi napas : 2 menjadi 5


Pola nafas : 2 menjadi 5
Ket :
Memburuk 1
Cukup memburuk 2
Sedang 3
Cukup membaik 4
Membaik 5
3. (D.0130) Hipetermia (L.14134) Termoregulasi (1.15506) Manajemen Hipertermia
berhubungan dengan Definisi Definisi
284 proses penyakit 129 Pengaturan suhu tubuh agar tetap 181 Mengidentifikasi & mengelola peningkatan
berada pada rentang normal suhu tubuh akibat disfungsi termoregulasi
Definisi
Suhu tubuh meningkat Setelah dilakukan intervensi Tindakan
diatas rentang normal keperawatan selama 3x 24 jam Observasi :
tubuh maka diharapkan suhu tubuh 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis.
membaik. dehidrasi, terpapar lingkungan panas)
2. Monitor suhu tubuh
Kriteria Hasil 3. Monitor kadar elektrolit
Menggigil : 3 menjadi : 5 4. Monitor komplikasi akibat hipertermia
Ket : Terapeutik :
Meningkat 1 1. Sediakan lingkungan yang dingin
Cukup meningkat 2 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
Sedang 3 3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
Cukup menurun 4 4. Berikan cairan oral
Menurun 5 5. Ganti linen setiap hari/ lebih sering jika
mengalami hiperhidrosis (keringat berlebih)
Suhu tubuh : 3 menjadi : 5 6. Lakukan pendinginan eksternal (kompres
Tekanan darah : 3 menjadi : 5 dingin pada dahi, leher, dada, abdomen,
Ket : aksila)
Memburuk 1 7. Berikan oksigen
Cukup memburuk 2 Edukasi :
Sedang 3 1. Anjurkan tirah baring
Cukup membaik 4 Kolaborasi :
Membaik 5 1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
Sumber : SDKI edisi I cetakan II, 2017, SLKI edisi I cetakan II, 2019 dan SIKI edisi I cetakan II, 2018
4.1.6 Implementasi Keperawatan

Tabel 4.12 Implementasi Keperawatan Klien Tubercolosis Paru di Ruang Gatotkaca RSUD Jombang, tanggal 26-28 Juli 2022.
Diagnosa 26 Juli 2022 27 Juli 2022 28 Juli 2022
Keperawatan
Klien 1
Pola Napas Implementasi Implementasi Implementasi
Tidak Efektif 08.30 1) Memberi salam pada keluarga 08.15 1) Menanyakan bagaimana 08.30 1) Menanyakan bagaimana
berhubungan klien keadaan klien keadaan klien
dengan Keluarga klien menjawab salam Klien menjawab keadaanya Klien menjawab keadaanya
hambatan upaya dengan baik sedang lemas sudah lebih baik
napas
08.35 2) Membina hubungan saling 08.20 2) Mengidentifikasi adanya nyeri/ 08.40 2) Mengidentifikasi pola nafas,
percaya dengan klien dan keluhan fisik lainnya dan bunyi nafas tambahan
keluarga klien Klien menjawab tidak terdapat Terpasang O2 simple mask 6
Keluarga klien merespon keluhan lainnya hanya sesak Lpm
dengan baik nafas dan batuk Adanya suara tambahan
ronchi (+), wheezing(-)
08.45 3) Menanyakan bagaimana 08.30 3) Mengidentifikasi pola nafas,
keadaan klien dan bunyi nafas tambahan 08.50 3) Mengidentifikasi tanda-tanda
Klien menjawab keadaanya Terpasang O2 simple mask 6 vital
sedang lemas Lpm TTV
Adanya suara tambahan ronchi TD : 120/80 mmHg
08.55 4) Mengidentifikasi adanya nyeri/ (+), wheezing (-) N : 90 x/menit
keluhan fisik lainnya S : 36,8° C
Klien menjawab tidak terdapat 08.35 4) Mengidentifikasi tanda-tanda RR : 24 x/menit (dispnea)
keluhan lainnya hanya sesak vital
nafas dan batuk TTV 09.05 4) Memberikan posisi senyaman
TD : 120/70 mmHg pasien semi fowler/ fowler
09.05 5) Mengidentifikasi pola nafas, N : 88 x/menit Klien menerima posisi dengan
dan bunyi nafas tambahan S : 37° C nyaman
Terpasang O2 simple mask 8 RR : 26 x/menit (dispnea)
Lpm Klien menerima 09.15
Adanya suara tambahan ronchi 5) Menjelaskan kembali tujuan
08.50 5) Memberikan posisi senyaman dan prosedur latihan Purse
6) Mengidentifikasi tanda-tanda pasien semi fowler/ fowler Lips Breathing
09.15 vital posisi dengan nyaman Klien menerima penjelasan
TTV 09.20 dengan baik
TD : 110/70 mmHg 08.55 6) Mengajarkan latihan Pursed
N : 87 x/menit Lips Breathing 6) Mengajarkan latihan Pursed
S : 38° C Klien melakukan latihan Pursed Lips Breathing
RR : 26 x/menit (dispnea) Lips Breathing dengan baik Klien melakukan latihan
Pursed Lips Breathing dengan
7) Memberikan posisi senyaman 09.00 7) Melibatkan keluarga untuk 09.35 baik
09.30 pasien semi fowler/ fowler latihan Pursed Lips Breathing
Klien menerima posisi dengan Klien menerima tindakan 7) Memberikan terapi
nyaman dengan baik dengan dibantu aromaterapi daun mint
keluarga Klien menerima tindakan
8) Menjelaskan tujuan latihan dan 09.15 dengan baik
09.35 prosedur Pursed Lips Breathing 8) Memberikan terapi aromaterapi 09.40
Klien dan keluarga menerima daun mint 8) Memonitor/ memberikan
penjelasan dengan baik Klien menerima tindakan oksigen melalui pemasangan
dengan baik O2 simpe mask
9) Mengajarkan latihan Pursed Klien menerima tindakan
09.40 Lips Breathing 09.20 9) Memonitor/ memberikan 09.50 dengan baik
Klien melakukan latihan Pursed oksigen melalui pemasangan
Lips Breathing dengan baik O2 simpe mask
Klien menerima tindakan
10) Melibatkan keluarga untuk dengan baik
09.50 latihan Pursed Lips Breathing 09.30
Klien menerima tindakan
dengan baik dengan dibantu
keluarga

10.00 11) Memberikan terapi aromaterapi


daun mint
Klien menerima tindakan
dengan baik

12) Memonitor/ memberikan


10.10 oksigen melalui pemasangan
O2 simpe mask
Klien menerima tindakan
dengan baik

Klien 2
Pola Napas 13.00 1) Memberi salam pada keluarga 11.00 1) Menanyakan bagaimana 13.30 1) Menanyakan bagaimana
Tidak Efektif klien keadaan klien keadaan klien
berhubungan Keluarga klien menjawab salam Klien menjawab keadaanya Klien menjawab keadaanya
dengan dengan baik sedang lemas sudah lebih baik
hambatan upaya
napas 13.05 2) Memembina hubungan saling 11.10 2) Mengidentifikasi adanya nyeri/ 13.40 2) Mengidentifikasi pola nafas,
percaya dengan klien dan keluhan fisik lainnya dan bunyi nafas tambahan
keluarga klien Klien menjawab tidak terdapat Terpasang O2 simple mask 6
Keluarga klien merespon keluhan lainnya hanya sesak Lpm
dengan baik nafas dan batuk Adanya suara tambahan rales
(-), ronchi (+)
13.15 3) Menanyakan bagaimana 11.15 3) Mengidentifikasi pola nafas,
keadaan klien dan bunyi nafas tambahan 13.50 3) Mengidentifikasi tanda-tanda
Klien menjawab keadaanya Terpasang O2 simple mask 6 vital
sedang lemas Lpm TTV
Adanya suara tambahan rales (- TD : 120/70 mmHg
13.20 4) Mengidentifikasi adanya nyeri/ ), ronchi (+) N : 92 x/menit
keluhan fisik lainnya S : 36,5° C
Klien menjawab tidak terdapat 11.25 4) Mengidentifikasi tanda-tanda RR : 24 x/menit (dispnea)
keluhan lainnya hanya sesak vital
nafas dan batuk TTV 14.00 4) Memberikan posisi senyaman
TD : 110/70 mmHg pasien semi fowler/ fowler
13.25 5) Mengidentifikasi pola nafas, N : 90 x/menit Klien menerima posisi dengan
dan bunyi nafas tambahan S : 37° C nyaman
Terpasang O2 simple mask 6 RR : 26 x/menit (dispnea)
Lpm 14.05 5) Memberikan terapi
Adanya suara tambahan rales (- 11.35 5) Memberikan posisi senyaman aromaterapi daun mint
), Ronchi (+) pasien semi fowler/ fowler Klien menerima tindakan
posisi dengan nyaman dengan baik
13.35 6) Mengidentifikasi tanda-tanda
vital 11.40 6) Memberikan terapi aromaterapi 14.10 6) Memonitor/ memberikan
TTV daun mint oksigen melalui pemasangan
TD : 110/60 mmHg Klien menerima tindakan O2 simpe mask
N : 94 x/menit dengan baik Klien menerima tindakan
S : 38,2° C dengan baik
RR : 24 x/menit (dispnea) 11.45 7) Memonitor/ memberikan
oksigen melalui pemasangan
13.45 7) Memberikan posisi senyaman O2 simpe mask
pasien semi fowler/ fowler Klien menerima tindakan
Klien menerima posisi dengan dengan baik
nyaman

13.50 8) Memberikan minum air hangat


terlebih dahulu
Klien meminum air hangat
tersebut

13.55 9) Menjelaskan tujuan latihan dan


prosedur Pursed Lips Breathing
Klien dan keluarga menerima
penjelasan dengan baik

14.10 10) Mengajarkan latihan Pursed


Lips Breathing
Klien melakukan latihan Pursed
Lips Breathing dengan baik

14.20 11) Melibatkan keluarga untuk


latihan Pursed Lips Breathing
Klien menerima tindakan
dengan baik dengan dibantu
keluarga

14.25 12) Memberikan terapi aromaterapi


daun mint
Klien menerima tindakan
dengan baik

14.35 13) Memonitor/ memberikan


oksigen melalui pemasangan
O2 simpe mask
Klien menerima tindakan
dengan baik
4.1.7 Evaluasi Keperawatan

Tabel 4.13 Evaluasi Keperawatan Klien Tubercolosis Paru di Ruang Gatotkaca RSUD Jombang, tanggal 26-28 Juli 2022.

Diagnosa Keperawatan Hari 1 Hari 2 Hari 3


(26 Juli 2022) (27 Juli 2022) (28 Juli 2022)
Klien 1
Pola nafas tidak efektif S : Klien mengatakan sesak nafas,nyeri S : Klien mengatakan bahwa masih sesak S : Klien mengatakan bahwa sesaknya
dada,batuk berdahak. nafas sudah mulai berkurang, dan
O : -Klien hanya bisa terbaring lemah. O : --Klien hanya bisa terbaring lemah. keadaannya mulai membaik
-K/U : lemah -K/U : lemah O : - Klien hanya terbaring
-Kesadaran composmenthis -Kesadaran composmenthis -K/U : cukup
-G C S 4 5 6 -G C S 4 5 6 -Kesadaran composmenthis
-TTV -TTV -G C S 4 5 6
TD : 110/70 mmHg TD : 120/70 mmHg -TTV
N : 87 x/menit N : 88 x/menit TD : 120/80 mmHg
S : 38° C S : 37° C N : 90 x/menit
RR : 26 x/menit (dispnea) RR : 26 x/menit (dispnea) S : 36,8° C
SpO2 : 98 % SpO2 : 99 % RR : 24 x/menit (dispnea)
Pola nafas abnormal (dispnea) Pola nafas abnormal (dispnea) SpO2 : 94 %
Adanya retraksi dada (+) Adanya retraksi dada (+) Pola nafas abnormal (dispnea)
Terdapat suara nafas tambahan ronchi Terdapat suara nafas tambahan ronchi Adanya retraksi dada (+)
(+),wheezing (-) (+),wheezing (-) Terdapat suara nafas tambahan
Inspeksi : Inspeksi : ronchi (-),wheezing (-)
Terpasang O2 simple mask 8 Lpm Terpasang O2 simple mask 6 Lpm Inspeksi :
Palpasi : Palpasi : Terpasang O2 simple mask 6 Lpm
Tidak ada benjolan, dan nyeri tekan Tidak ada benjolan, dan nyeri tekan Palpasi :
pada bagian hidung. pada bagian hidung. Tidak ada benjolan, dan nyeri tekan
A : Masalah belum teratasi A : Masalah belum teratasi pada bagian hidung.
P : Intervensi dilanjutkan P : Intervensi dilanjutkan A : Masalah teratasi sebagian
1) Mengidentifikasi adanya nyeri/ 1) Mengidentifikasi pola nafas, dan P : Intervensi dilanjutkan
keluhan fisik lainnya bunyi nafas tambahan
2) Mengidentifikasi pola nafas, dan 2) Mengidentifikasi tanda-tanda vital
bunyi nafas tambahan 3) Memberikan posisi senyaman
3) Mengidentifikasi tanda-tanda vital pasien semi fowler/ fowler
4) Memberikan posisi senyaman 4) Memberikan minum air hangat
pasien semi fowler/ fowler terlebih dahulu
5) Memberikan minum air hangat 5) Menjelaskan kembali tujuan dan
terlebih dahulu prosedur latihan Purse Lips
6) Mengajarkan latihan Pursed Lips Breathing
Breathing 6) Mengajarkan latihan Pursed Lips
7) Memberikan terapi aromaterapi Breathing
daun mint 7) Memberikan terapi aromaterapi
8) Memonitor/ memberikan oksigen daun mint
melalui pemasangan O2 simpe 8) Memonitor/ memberikan oksigen
mask melalui pemasangan O2 simpe
mask
Klien 2
Pola nafas tidak efektif S : Klien mengatakan sesak nafas selama S : Klien mengatakan bahwa nafasnya S : Klien mengatakan bahwa sesaknya
seminggu sebelum dibawa ke masih berat,demam dan keringat sudah mulai berkurang, dan
rs,demam dan keringat dimalam hari dimalam hari hari,susah tidur keadaannya mulai membaik,demam
dan,susah tidur. O : --Klien hanya terbaring sudah turun dan mulai bisa tidur
O : -Klien hanya bisa terbaring lemah. -K/U : lemah Cuma sebentar.
-K/U : lemah -Kesadaran composmenthis O : - Klien hanya terbaring
-Kesadaran composmenthis -G C S 4 5 6 -K/U : cukup
-G C S 4 5 6 -TTV -Kesadaran composmenthis
-TTV TD : 110/70 mmHg -G C S 4 5 6
TD : 110/60 mmHg N : 90 x/menit -TTV
N : 94 x/menit S : 37° C TD : 120/70 mmHg
S : 37,5° C RR : 24 x/menit (dispnea) N : 92 x/menit
RR : 24 x/menit (dispnea) SpO2 : 99 % S : 36,5° C
SpO2 : 92 % Pola nafas abnormal (dispnea) RR : 22 x/menit (dispnea)
Pola nafas abnormal (dispnea) Adanya retraksi dada (+) SpO2 : 96 %
Adanya retraksi dada (+) Terdapat suara nafas tambahan rales Adanya retraksi dada (+)
Terdapat suara nafas tambahan rales (-), Ronchi (+) Terdapat suara nafas tambahan rales
(-),Ronchi (+) Inspeksi : (-),Ronchi (+)
Inspeksi : Terpasang O2 simple mask 6 Lpm Inspeksi :
Terpasang O2 simple mask 6 Lpm Palpasi : Terpasang O2 simple mask 6 Lpm
Palpasi : Tidak ada benjolan, dan nyeri tekan Palpasi :
Tidak ada benjolan, dan nyeri tekan pada bagian hidung. Tidak ada benjolan, dan nyeri tekan
pada bagian hidung. A : Masalah belum teratasi pada bagian hidung.
A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan 1) Mengidentifikasi pola nafas, dan P : Intervensi dilanjutkan
1) Mengidentifikasi adanya nyeri/ bunyi nafas tambahan
keluhan fisik lainnya 2) Mengidentifikasi tanda-tanda vital
2) Mengidentifikasi pola nafas, dan 3) Memberikan posisi senyaman
bunyi nafas tambahan pasien semi fowler/ fowler
3) Mengidentifikasi tanda-tanda vital 4) Memberikan minum air hangat
4) Memberikan posisi senyaman terlebih dahulu
pasien semi fowler/ fowler 5) Menjelaskan kembali tujuan dan
5) Memberikan minum air hangat prosedur latihan Purse Lips
terlebih dahulu Breathing
6) Mengajarkan latihan Pursed Lips 6) Mengajarkan latihan Pursed Lips
Breathing Breathing
7) Melibatkan keluarga untuk latihan 7) Memberikan terapi aromaterapi
Pursed Lips Breathing daun mint
8) Memberikan terapi aromaterapi 8) Memonitor/ memberikan oksigen
daun mint melalui pemasangan O2 simpe
9) Memonitor/ memberikan oksigen mask
melalui pemasangan O2 simpe
mask
4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengkajian

Data yang didapat saat pengkajian klien 1 berusia 43 tahun dan

klien ke 2 berusia 45 tahun, keduanya berjenis kelamin laki-laki,

keduanya tinggal di area perkotaan.

Secara teori penyakit TB paru dapat menyerang manusia mulai dari

usia anak sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara

laki laki dan perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada

pasien yang tinggal didaerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga

masuknya cahaya matahari kedalam rumah sangat minim (Sara, 2020).

Menurut ( Naga, 2017 ) disimpulkan bahwa penyakit Tb Paru lebih

tinggi terkena laki-laki, karena rokok dan minuman alkohol dapat

menurunkan sistem pertahanan tubuh. Sehingga wajar jika perokok dan

peminum beralkohol sering disebut agen dari penyakit tuberculosis paru.

penulis terdapat kesesuaian antara pengkajian dengan teori yang ada

dikarenakan jenis kelamin laki-laki lebih rentan terkena Tb Paru

didapatkan dari pengkajian kien 1 dan 2 laki-laki, dan tempat tinggal

klien masuk dalam kategori seseorang yang lebih sering terkena TB paru.

1) Keluhan Utama

Data yang didapat saaat melakukan pengkajian antara klien 1 dan 2

mengeluhkan sesak nafas.

Secara teori Secara teori keluhan utama yang dikeluhkan oleh klien

dengan diagnosa penyakit TB paru antara lain sesak nafas, batuk,

demam, mual dan muntah, keringat malam, sianosis dsb (Sara, 2020).
Menurut (Asril,2015) Dalam Rohman (2019) keluhan utama Tb Paru

adalah sesak nafas.

Menurut penulis terdapat kesesuaian antara pengkajian dengan

teori yang ada dikarenakan keluhan utama kedua klien saat datang ke

rumah sakit yaitu sesak nafas.

2) Riwayat Penyakit Sekarang

Data yang didapat saat pegkajian antara lain klien 1 “Tn.S”

mengatakan 5 hari yang lalu pada tanggal 19 mengalami sesak nafas

ngongsrong, batuk., tanggal 24 klien merasakan nafasnya memberat

semalaman yang disertai batuk berdahak. Sedangkan klien 2 “Tn.M”

mengatakan sesak nafas sejak seminggu yang lalu disertai dengan demam

naik turun,keringat dimalam hari,mual tapi tidak muntah,2 hari terakhir

klien mengatakan sesak nafasnya memberat dan badannya demam.

Secara teori keluhan utama yang dikeluhkan oleh klien dengan

diagnosa penyakit TB paru antara lain sesak nafas, batuk, demam, mual

dan muntah, keringat malam, sianosis dsb (Sara, 2020).

Menurut ( Irman soemantri 2009 ) dalam Sara ( 2020 ) keluhan yang

sering muncul antara lain : demam,batuk terjadi karena adanya iritasi

pada bronkus,sesak napas,keringat malam,malaise.

Menurut penulis terdapat kesesuaian antara pengkajian dengan

teori yang ada dikarenakan keluhan kedua klien yaitu sesak nafas,

demam, batuk,mual .
3) Riwayat Penyakit Keluarga

Data yang di dapatkan saat pengkajian salah satu klien

mengatakan keluarganya ada yang menderita diabetes mellitus dan

hipertensi.

Secara teori pada klien yang menderita TB paru. ada keluarga yang

menderita penyakit keturunan seperti Hipertensi, Diabetes Melitus,

jantung dan lainnya (Sara, 2020).

Menurut penulis terdapat kesesuaian antara pengkajian dengan

teori yang ada karena saat dilakukan pengkajian salah satu klien

mengatakan keluarganya ada yang mempunyai riwayat penyakit Diabetes

mellitus dan hipertensi.

4) Pola perubahan kesehatan

(1) Pola Aktivitas

Data yang didapat saat melakukan pengkajian adalah klien 1 dan 2

mengatakan aktivitas yang dilakukan di RS memerlukan bantuan

orang lain sebagian yang meliputi toileting, berpakaian, untuk makan

minum, mobilisasi dll dilakukan dengan mandiri.

Secara teori pada klien dengan TB Paru akan mengalami gangguan

mobilisasi dikarenakan sesak nafas akibat adanya infeksi pada saluran

pernafasan sehingga membuat mobilisasi menjadi terganggu (Sara,

2020).

Menurut penulis terdapat persamaan antara hasil pengkajian dan

teori yang ada karena saat dilakukan pengkajian klien mengatakan

aktifitasnya dibantu karena klien merasa sesak nafas.


(2) Pola oksigenasi

Saat dilakukan pengkajian klien 1 dan 2 mengatakan sesak nafas.

Klien 1 menggunakan bantuan O2 dengan simple masker 8 lpm.

Sedangkan klien 2 memenggunakan bantuan O2 simpel masker 8 lpm.

Secara teori pada klien dengan TB Paru akan mengalami gangguan

oksigenasi dikarenakan sesak nafas akibat adanya infeksi pada saluran

pernafasan sehingga membuat pola oksigenasi terganggu sehingga

membutuhkan bantuan oksigen untuk memenuhi kebutuhan

oksigenasi (Sara, 2020).

Menurut penulis terdapat persamaan antara hasil pengkajian dan

teori yang ada karena saat dilakukan pengkajian klien mengatakan

sesak dan menggunakan bantuan oksigen untuk memenuhi kebutuhan

oksigenasi.

4.2.2 Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data pengkajian pada klien 1 dan klien 2 ditemukan

diagnosa yaitu pola nafas tidak efektif dengan alasan mengacu pada data

pengkajian yang didapatkan pada klien 1 “Tn.M” berdasarkan data

subjektif klien mengatakan sesak nafas,batuk disertai dahak, Data

objektifnya mukosa bibir kering,penggunaan otot bantu pernafasan

terpasang O2 simple mask 8 lpm,RR:26x/menit,pola nafas

dispnea,terdapat suara tambahan ronkhi. Pada klien 2 “Tn.S” berdasarkan

data subjektif klien mengatakan sesak nafas,dan demam 3 hari yan lalu.
Data objektifnya akral hangat,mukosa bibir kering,kulit kemerahan, suhu

tubuh 38,2 dan RR 24x/menit.

Secara teori Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi

paru seperti pola pernafasan, perubahan tanda-tanda vital, adalah

inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi

adekuat(SDKI,2017).

dari data yang ditemukan terdapat kesamaan antara fakta dan teori dan

dimana kasus kedua klien dilapangan sama-sama mengalami pola nafas

tidak efektif.

4.2.3 Intervensi Keperawatan

Rencana asuhan keperawatan klien 1 dan 2 dibuat berdasarkan

teori Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) cetakan II (2019),

dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) Cetakan II (2018).

Rencana tindakan ini penulis sesuaikan dengan teori yang ada pada buku

SLKI (2019) dan SIKI (2018).

Secara teori terapi inhalasi aroma terapi daun mint adalah pemberian

efek up ke dalam saluran napas dengan cara penguapan sederhana

menggunakan uap air panas yang diberikan daun mint,dan diartikan

sebagai suatu pengobatan yang ditujukan untuk sistem kardiopulmoner

ke arah yang normal Nopita (2019) . Menurut jurnal penelitian ( Vitrilina

Hutabarat, 2019 salah satu cara yang dapat mengurangi sesak napas yaitu

dengan memberikan aroma terapi daun mint dengan inhalasi sederhana

atau metode penguapan pada saluran pernapasan. Rencana asuhan

keperawatan klien 1 dan klien 2 mengalami TB Paru dengan diagnosa


keperawatan pola nafas tidak efektif, maka penulis melakukan

perencanaan dengan tujuan, kriteria hasil, dan intervensi pada diagnosa

tersebut. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari

diharapkan Inspirasi dan/ ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi

adekuat dengan kriteria hasil : Dispnea menurun, frekuensi nafas

meningkat. Intervensi yang dilakukan adalah Observasi:Monitor pola

napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas), Monitor bunyi napas

tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering), Monitor

sputum (jumlah, warna, aroma), Terapeutik : Ajarkan latihan pursed lips

breathing, Berikan terapi aromaterapi daun mint, Pertahankan kepatenan

jalan napas, Posisikan semi-Fowler atau Fowler, Berikan minuman

hangat, Lakukan fisioterapi dada, jika perlu, Lakukan pengisapan lendir

kurang dari 15 detik Berikan oksigen, jika perlu. Edukasi : Anjurkan

asupan cairan, 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi, Anjurkan teknik

batuk efektif. Kolaborasi : Kolaborasi pemberian bronkodilator,

ekspetoran, mukolitik, jika perlu, Kolaborasikan pemberian terapi semi

fowler dengan latihan pursed (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2017).

Menurut peneliti kelebihan dari penerapan intervensi tindakan pola

nafas tidak efektif yang telah disusun pada klien 1 dan 2 sudah sesuai

dengan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yaitu meliputi

observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi. Dan pada penerapan dan

penulisan kriteria hasil pada klien 1 dan 2 sudah sesuai dengan SLKI

(Standar Luaran Keperawatan Indonesia).

4.2.4 Implementasi Keperawatan


tindakan keperawatan pada klien 1 dan klien 2 dilakukan pada

ruangan yang sama yaitu dilakukan pada tanggal 26 s/d 28 Juli 2022 di

Gatutkaca. Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang dibuat

dan disesuaikan dengan masalah keperawatan yang ditemukan pada

klien. tindakan keperawatan mandiri yang dilakukan adalah terapi

inhalasi aromaterapi daun mint pemberian efek uap ke dalam saluran

napas dengan cara mennggunakan alat humaidifier yang diberikan aroma

daun mint dengan cara uap dihirup melalui hidung kurang lebih 15 menit.

Tindakan keperawatan pada klien 1 dan klien 2 dilakukan pada ruangan

yang sama yaitu dilakukan pada tanggal 26 s/d 28 Juli 2022 di Gatutkaca.

Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang dibuat dan

disesuaikan dengan masalah keperawatan yang ditemukan pada klien.

tindakan keperawatan mandiri yang dilakukan adalah terapi inhalasi

aromaterapi daun mint pemberian efek uap ke dalam saluran napas

dengan cara mennggunakan alat humaidifier yang diberikan aroma daun

mint dengan cara uap dihirup melalui hidung kurang lebih 15 menit.

Adapun implementasi yang telah dilakukan pada klien Tb Paru

Melakukan tindakan implementasi selama 3 hari,pemulis melakukan

implementasi berdasarkan intervensi yang telah dibuat.

Klien 1 Implementasi yang telah dilakukan : 1. Memberi salam pada

keluarga klien: keluarga klien menjawab salam dengan baik : 2.

Membina hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga klien :

keluarga klien merespon dengan baik 3 .Menanyakan bagaimana keadaan

klien : klien menjawab keadaanya lemas K/U lemah GCS : 4 5 6 . 4.


Mengidentifikasi adanya nyeri/ keluhan fisik lainnya : klien menjawab

tidak ada keluhan fisik lainnya hanya sesak dan batuk 5.

Mengidentifikasi pola nafas, dan bunyi nafas tambahan: pola nafas

abnormal RR 26x/menit,terdapat suara napas tambahan (+) Ronchi 6.

Mengidentifikasi tanda-tanda vital: TD 110/70 mmhg N: 87x/menit, RR

26x/menit, S: 38 derajat C Memberikan posisi senyaman pasien : semi

fowler/ fowler 8. Menjelaskan tujuan latihan dan prosedur Pursed Lips

Breathing : klien menerima penjelasan dengan baik 9. Mengajarkan

latihan Pursed Lips Breathing : klien melakukan latihan pursed

libreathing dengan baik 10. Memberikan terapi aromaterapi daun mint :

klien menerima tindakan dengan arahan perawat, mendekatkan alat

humaidifier dan memastikan uap aroma terapi daun mint terhirup ke

saluran pernapasan klien 11. Memonitor/ memberikan oksigen melalui

pemasangan O2 simpe mask : klien menerima tindakan dengan baik

menggunakan alat bantu penapasan O2 simple mask 8 lpm.

Klien 2 implementasi yang telah dilakukan adalah : 1 memberikan salam

kepada keluarga klien 2. Membina hubungan saling percaya dengan

klien dan keluarga : keluarga klien merespon dengan baik 3.

Menanyakan gimana keadaan klien : klien menjawab lemah (K/U

lemah ) 4. Mengindentifikasi pola napas,dan bunyi napas tambahan :

terpasang O2 simple mask 6 lpm ,dan adanaya suara napas tambahan

rales (+) Ronchi (+) 5. Mengindentifikasi tanda-tanda vital : TD : 110/60

N : 94x/menit S: 38,2 RR : 24x/menit 6. Memberikan posisi semi

fowler/fowler : klien menerima posisi dengan nyaman 7. Memberikan


aroma terapi daun mint : klien manerima tindakan dengan baik 8.

Memonitor/memberikan oksigen melalui pemasangan O2 simple mask :

klien menerima tindakan dengan baik,klien memakai O2 simple mask 6

lpm.

Menurut Jurnal penelitian Jatiningsih (2016) menjelaskan bahwa

terapi inhalasi daun mint adalah terapi yang dilakukan pada pasien Tb

Paru terapi inhalasi sederhana atau aroma terapi daun mint dapat

mengurangi sesak napas karena daun mint mengandung aroma menthol

terdapat pada daun mint memiliki anti inflamasi sehingga dapat

membebaskan saluran pernapasan.

Daun mint dapat melegakan hidung sehingga membuat napas menjadi

lebih mudah,selain itu dapat sebagai anastesi ringan yang bersifat

sementara,kandungan vitamin A dan C,serta mampu mengobati flu dan

menghentikan peradangan (Amelia, Oktorina, Astuti, 2018)

Berdasarkan opini peneliti bahwa terapi inhalasi sederhana daun

mint mampu mengurangi sesak napas karena daun mint mengandung

aroma menthol yang terdapat pada daun mint memiliki anti inflamasi

sehingga dapat membebaskan saluran pernapasan yang tidak efektif.

4.2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian

hasil menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai

keluaran dari tindakan. Penilaian proses menentukan apakah ada

kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa,


perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri (Agus, 2017). Hasil dari

evaluasi keperawatan pada klien TB Paru adalah:

1) Klien 1

Diagnosa : Pola nafas tidak efektif berhubungan hambatan upaya nafas

Evaluasi: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

masalah pola nafas tidak efektif teratasi sebagian ditandai dengan data

subyektif: klien mengatakan bahwa sesaknya sudah mulai berkurang, dan

keadaannya mulai membaik. Dan data objektif: Klien hanya terbaring,

Keadaan umum : cukup, Kesadaran composmentis, GCS 4 5 6, Tanda-

tanda vital : TD: 120/80 mmHg, N: 90 x/menit, S: 36,8° C, RR: 24

x/menit (dispnea), SpO2: 94 %, pola nafas abnormal (dispnea), adanya

wheezing (-),ronkhi (-) Inspeksi : terpasang O2 simple mask 6 Lpm.

Palpasi : tidak ada benjolan, dan nyeri tekan pada bagian hidung.

2) Klien 2

Diagnosa : Pola nafas tidak efektif berhubungan hambatan upaya nafas

Evaluasi: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

masalah Pola nafas tidak efektif teratasi sebagian ditandai dengan data

subyektif: klien mengatakan batuk sudah mulai berkurang demamnya

pun sudah hilang. Data Subjektif: Klien mengatakan bahwa sesaknya

sudah mulai berkurang, dan keadaannya mulai membaik. Data objektif :

Klien hanya terbaring, keadaan umum : cukup, kesadaran composmentis,

GCS 456, TTV: TD : 120/70 mmHg, N : 92 x/menit, S : 36,5° C, RR : 22

x/menit, SpO2 : 96 %,terdapat suara nafas tambahan ronkhi (+)Inspeksi :


Terpasang O2 simple mask 6 Lpm, Palpasi : Tidak ada benjolan, dan

nyeri tekan pada bagian hidung.


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah di uraikan dalam BAB 4

tentang perbandingan antara teori dengan kasus pada Tn. “S” dan Tn. “M”

yang sama-sama mengalami TB Paru di Ruang Gatutkaca RSUD

Jombang, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1) Pengkajian

Pengkajian telah dilakukan pada Tanggal 26-28 juli pada Tn.S dan

Tn.M pada pasien Tb Paru dengan keluhan sesak nafas.

2) Diagnosa

Diagnosa yang ditemukan pada klien 1 dan 2 adalah pola nafas tidak

efektif

3) Intervensi yang dilakukan oleh peneliti yaitu pursed lip pursed

breathing dan terapi menghirup aroma mint.

Implementasi

4) Dapat dilakukan sesuai rencana tindakan keperawatan yang telah

disusun dengan melakukan tindakan lip pursed libreathing dan terapi

menghirup aroma mint

5) Evalusi

Hasil evaluasi yang di dapatkan setelah dilakukan terapi inhalasi daun

mint dan teknik pursed libreathing pada klien 1 dan 2 selama 3 hari

yaitu Masalah yang teratasi sebagian yaitu adanya sesak nafas sudah

97
mulai berkurang, tidak ada suara tambahan wheezing, dan suara nafas

tambahan ronkhi.

5.2 Saran

1) Bagi instusi pendidikan

Dapat menjadi masukan bagi institusi pendidikan untuk menambah

bahan masukan bagi perpustakaan, sebagai referensi bagi mata kuliah

keperawatan dan pedoman sebagai asuhan penelitian berikutnya tentang

Asuhan Keperawatan pada klien dengan TB Paru dengan masalah

keperawatan pola nafas tidak efektif dalam pemberian aromaterapi

daun mint dan pursed libreathing.

2) Bagi keluarga klien

Meningkatkan pengetahuan bagi keluarga tentang perawatan pada

klien TB Paru terutama penatalaksanaan penanganan pola nafas tidak

efektif, menggunakan terapi daun mint dan pursed libreathing .

Sehingga bisa mengambil keputusan yang sesuai dalam masalah, serta

ikut dalam melakasanakan tindakan yang dilakukan oleh perawat.

3) Bagi penulis

Sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan sejauh

mana terapi aroma daun mint dan teknik pursed libreathing dalam

mengatasi masalah keperawatan pola nafas tidak efektif pada klien yang

mengalami TB Paru.
4) Bagi rumah sakit

Bahan pertimbangan dalam pemecahan masalah yang

meningkatkan penatalaksanaan keperawatan pada pasien penyakit TB

Paru dengan masalah keperawatan pola nafas tidak efektif.


DAFTAR PUSTAKA

Afif, Ba’diah, 2017. Asuhan Keperawatan Pada Klien Tuberkulosis Dengan


Masalah Ketidakefektifan Pola Nafas. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Insan Cendekia Medika. .Jombang
Akmal Hasan, Fadli. Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Perubahan Suhu Tubuh
Pada Pasien Febris. Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah, Vol 7 No.2 78-83.
Diakses pada tanggal 25 Juni 2020 melalui https://stikesmu-
sidrap.ejournal.id/JIKP/article/view/32
Darmanto, Djojodibroto. 2019. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: Buku
Kedokteran. Bersumber dari https://docplayer.info/45608972Profil-pasien-
tuberkulosis-denganmulti-drug-resistance-mdr-di-rsupprof-dr-r-d-kandou-
periode-agustusagustus-2016.html (diakses pada 20 November 2019)
Erlina, Elin , 2020. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tb Paru DiPuskesmas Siak
Hulu I Kabupaten Kampar Tahun 2020. Politeknik Kesehatan Kemenkes
Riau
Hidayat, Ridha, dkk. (2019). Pengaruh Pelaksanaan SOP Perawat Pelaksana
Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Di Rawat Inap RSUD Bangkinang.
Riau : Jurnal Ners.
https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=penatalaksa
naan+terapi+ROM&oq=#d+gs_qabs&u=%23p%3DJYOqNY3dD-EJ
Indah, M. (2018). 'Tuberkulosis', (ISSN 2442-7659)
Partono, 2019. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn B.M Dengan Tuberculosis
Paru Di Ruang Tulip Rsud Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang. Politeknik
Kesehatan Kemenkes Kupang
Profil Kesehatan Indonesia tahun 2020. Jumlah kasus tuberkolosis paru.
https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-
kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-indonesia-2019.pdf
Profil Kesehatan Indonesia tahun 2021. Jumlah kasus tuberkolosis paru.
https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-
kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-indonesia-2019.pdf
Putri Fazartika Santoso, 2020 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEBERHASILAN PENGOBATAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS
PARU DI PUSKESMAS TANJUNGSARI KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2020 UPN Veteran Jakarta, Fakultas Kedokteran, Program Studi
Kedokteran Program Sarjana [www.upnvj.ac.id - www.library.upnvj.ac.id
- www.repository.upnvj.ac.id]
Rahmawati, Gusti Ayu, 2020. Asuhan Keperawatan T uberkulosis Paru Pada Tn. T
Dan Tn. S Dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Pola Nafas Di Ruang
Melati Rsud Dr. Haryoto Lumajang. Fakultas Keperawatan Universitas
Jember

100
Ramadhan, M.Z., 2012. Perancangan Sistem Instrumentasi Untuk Identifikasi
Dan Analisis Suara Paru-Paru Menggunakan DSP TMS320C6416T,
FISIKA, Universitas Indonesia, Jakarta.
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI (2015) 'Tuberkulosis', p. 8.
Rofi, M. et al. (2018) 'Diagnosa Keperawatan yang Sering Ditegakkan
Perawat pada Pasien Tuberkulosis Paru di Rumah Sakit', 1(2), pp. 1-8.
Rohman, 2019. Penerapan Terapi Batuk Efektif Dalam Asuhan Keperawatan Tn.I
Dengan Tb Paru Di Ruangan Rawat Inap Paru Rsud. Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi Tahun 2019. Stikes Perintis Padang
Santoso, 2020. Studi Literatur: Pemberian Posisi Semi Fowler Pada Pasien Tb
Paru Dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Pola Nafas. Health
Sciences Journal. Vol 4 (No 2)(2020): 38-46
Sara, Yuni, 2020. Penerapan Posisi Semi Fowler Dalam Memberikan Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Tb Paru Di Ruangan Rawat Inap Paru Rsud Dr
AchmadMochtar Bukitinggi Tahun 2020. Stikes Perintis Padang
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia.Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia.Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta: PPNI.
Tim pokja SIKI DPP PPNI.(2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia.Jakarta : DPP PPNI
Wherdhani. 2007. Patogenesis Tuberkulosis. Jakarta : Gramedia.
Widiastari, N. L. S. (2018). Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Lansia
Hipertensi Dengan Ansietas Di UPT Kesmas Sukmawati I Gianyar.
Diploma Thesis. Poltekes Denpasar. Di akses pada 21 Januari 2022 Jam
15.35. http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1198/
Wijaya, S, Andra & Yessie M,. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 1.
Edisi 1.
Yokyakarta: Medical Book.
Yuliana, Shinta Erry, 2017. Pengaruh Pemberian Posisi Semi Fowler 30º dan 45ºt
Ketidakefektifan Pola Nafas Pada Pasien Tb Paru Di Ruang Anggrek RS
Paru Dungus.. Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun

Anda mungkin juga menyukai