PENDAHULUAN
Manajemen penyakit menular pada dasarnya merupakan upaya tata laksana pengendalian
penyakit dengan cara mengintegrasikan penemuan kasus secara proaktif, tepat dan tuntas yang
dilakukan sebagai upaya pengendalian beberapa faktor risiko penyakit untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat serta harus di laksanakan secara simultan, paripurna,
Tuberkulosis paru sebagai salah stau golongan penyakit menular masih menjadi masalah
kesehatan global. Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TBC dimana sebagian
besar penderita TBC adalah usia produktif (15-55 tahun). Hal ini menyebabkan kesehatan yang
buruk di antara jutaan orang setiap tahun dan menjadi penyebab utama kedua kematian dari
Prevalensi angka kejadian TBC cukup tinggi mulai dari luar hingga dalam negeri. Secara
global pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus insiden TBC yang setara dengan 120 kasus per
100.000 penduduk di dunia. Lima negara dengan insiden kasus tertinggi yaitu India, Indonesia,
China, Philipina, dan Pakistan. Sebagian besar insiden TBC pada tahun 2016 terjadi di
Kawasan Asia Tenggara sebanyak (45%) dimana Indonesia merupakan salah satu di dalamnya
dan 25% nya terjadi di kawasan Afrika (WHO, 2017 dalam (Tika & Cahyati, 2019).
Indonesia sebagai negara tropis merupakan kawasan endemik berbagai penyakit menular.
Oleh karena itu, manajemen pemberantasan penyakit menular di setiap wilayah kabupaten/kota
memerlukan pengobatan jangka panjang seperti halnya TBC ini, harus ada jaminan ketersediaan
Sejauh ini terapi tuberkulosis masih mengalami banyak permasalahan dalam pengobatan,
dikarenakan masa pengobatannya membutuhkan waktu yang lama minimal 6 bulan, hal tersebut
memutuskan untuk berhenti meminum obat. Akibatnya, kasus tuberkulosis di indonesia terus
Jumlah kasus baru tuberkulosis di Indonesia sebanyak 420.994 pada tahun 2017 (data
per 17 Mei 2018). Berdasarkan survei prevalensi tuberkulosis pada laki- laki 3 kali lebih tinggi
dibandingkan pada perempuan. Hal ini kemungkinan karena laki-laki lebih mudah terpapar pada
faktor risiko TBC misalnya merokok, asap kendaraan bermotor, bekerja di kawasan industri yang
rentan menghirup polusi udara yang kotor dan kurangnya ketidakpatuhan minum obat
Angka penderita penyakit tuberkulosis di Garut, Jawa Barat masih tinggi dan terus
meningkat setiap tahunnya. Khusus di Garut, kondisi rumah yang sempit dan terbuat dari bilik
bambu tanpa sirkulasi udara yang baik, dan adanya penyakit bawaan lainnya juga turut menjadi
faktor penyebab tuberkulosis di Garut meningkat. Dinas Kesehatan Kabupaten Garut mencatat,
pada 2019 lalu ada 17.700 warga terduga TB dari sekitar 2,6 juta penduduk Garut dan 4.788
diantaranya terduga TB yang terdiagnosa dan diobati. Penyebab angka penderita TBC masih
tinggi sampai saat ini karena belum ada kesadaran masyarakat terhadap penyakit yang masih
rendah. Kemudian banyak penderita tuberkulosis yang tidak menjalani keseluruhan terapi
menyebabkan sulit bernafas, sehingga klien merasa sesak nafas. Bakteri mycobacterium
tuberculosis ini akan menginvasi saluran nafas atas yang menyebabkan adanya inflamasi pada
bagian bronkus, sehingga mengalami penumpukan secret yang sulit dikeluarkan. Hal tersebut
membuat kebersihan jalan nafas menjadi masalah utama penderita TBC. Beberapa pasien TB
mungkin mempunyai cara yang baik dalam mengontrol kebersihan jalan nafas, namun penderita
lain belum tentu tahu cara mengontrol masalah tersebut. Pasien yang belum bias mengeluarkan
sputumnya secara mandiri menyebabkan resiko mengalami ekserbasi akut dan menyebabkan
jalan napas terganggu yang memicu masalah bersihan jalan nafas tidak efektif (Setiawan, 2018).
Oleh karena itu, salah satu intervensi yang dapat dilakukan untuk mengeluarkan sputum
pada penderita TBC adalah dengan teknik tarik nafas dalam dan batuk efektif. Teknik napas
dalam dan batuk efektif merupakan teknik batuk untuk menekan inspirasi secara maksimal lalu
diikuti ekspirasi yang diulang selama tiga kali yang bertujuan untuk merangsang terbukanya
system kolateral, meningkatkan distribusi ventilasi, dan meningkatkan volume paru yang
kemudian lakukan batuk dengan kuat, sehingga sputum yang berada di jalan nafas dapat keluar
Menurut riset yang dilakukan Hasaini (2018) masalah keperawatan yang sering muncul
pada pasien TB Paru adalah bersihan jalan nafas tidak efektif. Masalah ini merupakan keaadaan
individu tidak mampu mengeluarkan sekresi atau obstruksi dari saluran nafas untuk
mempertahankan kepatenan jalan nafas. Hal ini dikarenakan batuk dan nafas dalam dengan cara
yang benar dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak
secara maksimal. Oleh karena itu selain terapi farmakologi penting sekali kita melakukan
pengelolaan khusus dengan latihan nafas dalam dan batuk efektif dalam melaksanakan asuhan
keperawatan setiap hari untuk membantu pengeluaran sekret dari jalan nafas (Hasaini, 2018).
Penelitian tersebut ada hubungan dengan hasil penelitian yang dilakukan Tahir et al
(2019) mengungkapkan bahwa indikator dari kepatenan jalan napas adalah respirasi normal,
irama napas teratur, tidak ada suara napas tambahan, serta pasien mampu mengeluarkan sputum
dari jalan napas. Kepatenan jalan napas dapat dicapai melalui tindakan fisoterapi dada dan batuk
efektif karena tindakan ini dapat memanajemen secret di saluran napas untuk meningkatkan
fungsi respirasi. Hal ini ditunjang dengan teori yang menyebutkan bahwa dengan dilakukan
batuk efektif akan membantu proses pengeluaran sekret yang menumpuk pada jalan nafas
sehingga tidak ada lagi perlengketan pada jalan nafas (Tahir et al., 2019).
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan studi kasus tentang “Analisis
Asuhan Keperawatan Tuberkulosis Pada Tn.R Dengan Batuk Efektif Sebagai Manajemen
Garawangsa
5) Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien TB Paru di Puskesmas Garawangsa
(1) Studi kasus ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan referensi bagi peneliti
selanjutnya dalam melakukan studi kasus di berbagai rumah sakit yang ada di Indonesia
(2) Memberikan pengetahuan dari berbagai sudut pandang penelitian lain, terkait
keberhasilan penerapan teknik Batuk Efektif dalam Memanajemen Bersihan Jalan Nafas
Studi kasus ini diharapkan dapat berguna bagi perawat dalam melakukan pelayanan
kesehatan sebagai acuan dasar untuk memberikan asuhan keperawatan dengan teknik
batuk efektif sebagai manajemen bersihan jalan nafas pada pasien tuberkulosis
Rumah Sakit dapat menggunakan hasil studi kasus ini sebagai sumber informasi dalam
memberikan tindakan asuhan keperawatan pada pasien tuberkulosis agar dapat sedikitnya
membantu menekan angka kejadian tuberkulosis di Indonesia setiap tahunnya agar tidak
Sistematika penulisan pada karya ilmiah akhir ini disusun menggunakan metode
deskriptif dengan pendekatan studi kasus dimana penulis melakukan analisis asuhan keperawatan
pada pasien tuberkulosis paru untuk menerapkan intervensi yang sesuai berdasarkan Evidence
Based Practice (EBP). Pengumpulan data dalam studi kasus ini menggunakan data primer dan
sekunder diamana data diperoleh berdasarkan anamnesa pada klien dan keluarga serta dari
Adapun susunan penulisan dalam karya ilmiah ini adalah sebagai berikut : BAB I
Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, manfaat, dan sistematika
penulisan.
BAB II Tinjauan Teoritis, terdiri dari konsep dasar tuberkulosis, teknik batuk efektif dan
BAB III Tinjauan Kasus dan Pembahasan meliputi proses asuhan keperawatan yang berisi:
laporan askep pada kasus yang diambil, dan disajikan sesuai dengan sistematika dokumentasi
keperawatan dan catatan perkembangan. Evidence Based Practice terkait intervensi minimal dari
BAB IV Kesimpulan dan Saran, bab ini berisikan kesimpulan dari pelaksanaan asuhan