Anda di halaman 1dari 85

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN BERSIHAN JALAN NAPAS


TIDAK EFEKTIF PADA KASUS TUBERKULOSIS PARU
DI RSUD BANGIL KAB PASURUAN

Oleh :

ANING FITROTUN KHALIMATUS S


NIM : 201704051

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2020
2

ABSTRAK

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN BERSIHAN JALAN NAPAS


TIDAK EFEKTIF PADA KASUS TUBERKULOSIS PARU
DI RSUD BANGIL KAB PASURUAN

OLEH: ANING FITROTUN KHALIMATUS S.

Penyakit tuberkulosis paru di Indonesia menempati urutan ketiga dengan


80% pasien dari seluruh dunia. Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi
menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan
merupakan penyakit menular yang perlu mendapat perhatian dalam pelayanan
kesehatan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran tentang
pelaksanaan asuhan keperawatan yang ada di lapangan. Metode penelitian yaitu
studi kasus. Batasan istilah pada penelitian ini bersihan jalan napas tidakefektif
dan tuberkulosis paru. Partisipan pada penelitian ini terdiri dari satu pasien
tuberkulosis paru perempuan usia dewasa di ruang teratai RSUD Bangil Pasuruan
dengan kriteria mengalami batuk dan tidak dapat mengeluarkan sputum.
Implementasi yang diberikan antara lain minum air hangat, mempertahankan
intake cairan ±2000 ml, batuk efektif dan napas dalam, serta kolaborasi pemberian
mukolitik/ekspektoran. Hasil evaluasi selama 3x24 jam masalah teratasi sebagian
karena meskipun terjadi penurunan frekuensi batuk tetapi klien masih
mengeluhkan batuk berdahak, terkadang sesak, dan ronkhi disebagian lapang
paru. Kerjasama yang baik antara keluarga klien dengan petugas kesehatan dapat
membantu berjalannya asuhan keperawatan yang optimal sehingga diharapkan
pada pelaksaannya dilakukan dengan tepat dan benar sesuai dengan prosedur.
Kata kunci: asuhan keperawatan, tuberkulosis paru, bersihan jalan
napas tidakefektif.
3

ABSTRACT

NURSING CARE ON CLIENT PULMONARY TUBERCULOSIS


WITH INEFFECTIVE AIRWAY CIRCULATION
AT RSUD BANGIL PASURUAN

BY: ANING FITROTUN KHALIMATUS S.

Pulmonary tuberculosis in Indonesia the third leading with 80% of patients


from all over the world. Pulmonary tuberculosis is a direct infectious disease
caused by Mycobacterium tuberculosis and is an infectious disease that needs
attention in health services. The purpose of this study is to find a picture of the
implementation of nursing care in the field. The research method is a case study.
The term limits in this study are ineffective airway clearance and pulmonary
tuberculosis. Participants in this study consisted of one adult female pulmonary
tuberculosis patient in the lotus room of Bangil Pasuruan Regional Hospital with
the criteria of experiencing coughing and not being able to remove sputum. The
implementations included drinking warm water, maintaining ± 200 ml fluid
intake, effective coughing and deep breathing, collaborative mucolytic /
expectorant administration. The results of the 3x24 hour evaluation of the problem
were partially resolved because although there was a decrease in the frequency of
the cough but it still found ronchi. Good collaboration between the client's family
and health care workers can help the optimal running of nursing care so that it is
expected to be carried out properly and correctly in accordance with procedures.
Keywords: Nursing care, Pulmonary tuberculosis, ineffective
breathing way clearance.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis atau TB merupakan penyakit yang menjadi masalah

kesehatan serius di negara maju maupun negara berkembang. Penyakit ini

telah lama dikenal dan sampai saat ini masih menjadi salah satu penyebab

utama kematian di dunia. Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi

menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Pada

penderita TB paru bakteri merusak daerah parenkim paru menyebabkan

terjadinya reaksi-reaksi inflamasi sehingga sebagian besar pasien TB paru

menunjukkan demam, keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, dan

batuk menetap.Batuk yang awalnya non produktif dapat berkembang ke

arah pembentukan sputum mukopurulen, obstruksi jalan nafas disebabkan

karena peningkatan produksi sputum yang menimbulkan masalah

keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas. (Ardiansyah, 2012)

Berdasarkan badan kesehatan dunia [ CITATION WHO18 \y \l

1057 ] tahun 2018 terdapat sebanyak 9,6 juta jiwa terjangkit penyakit

tuberkulosis dan menyebabkan sekitar 1,3 juta kematian. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh (Uppe, Sharma, Sawant, Gupta, & Nair,

2018) tuberculosismenjadi penyakit menular tertinggi yang menyerang paru

dan dapat menyebabkan 58% orang mengalami masalah kesehatan, terutama

ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Di Indonesia kasus tuberkulosis ini

menempati urutan ketiga dengan 80% pasien dari seluruh dunia. Hasil
2

prevalensi tuberkulosis paru berdasarkan pemeriksaan sputum dan diagnosa

dokter, Jawa Timur menempati peringkat ke 17 dengan angka 0,29 %

(RISKESDAS, 2018). Jumlah penderita TB BTA+ paru Kab. Mojokerto

tahun 2018 sebesar 1.436 dengan jumlah kematian sebesar 4 jiwa (Dinas

Kesehatan Kabupaten Mojokerto, 2018). Berdasarkan data poli P2M 2018

terdapat penderita TB paru sebanyak 72 jiwa dan mengalami peningkatan

sampai bulan November 2019 sebanyak 85 jiwa. Berdasarkan studi

pendahuluan di poli P2M puskesmas Puri pada tanggal 12 November 2019

terdapat 11 klien TB paru, 8 klien menderita ketidakefektifan bersihan jalan

napas dengan keluhan batuk tidak efektif, tidak mampu batuk,

ronkhi/wheezing, terkadang sesak.

Pada dasarnya, Mycobacterium tuberculosis sendiri dapat masuk

kedalam paru-paru karena individu dengan BTA positif yang batuk, tertawa

ataupun bersin mengeluarkan droplet nuclei yang menguap terbang ke udara

dan terhirup oleh individu yang lain (Smeltzer & Bare, 2013). Dimulai dari

adanya edema trakeal/faringeal serta peningkatan produksi sekret berlebih

akibat aktivitas basil tuberkulosis yang membangkitkan reaksi peradangan

atau inflamasi kemudian membentuk kavitas dan menyebabkan rusaknya

parenkim paru. Kondisi tersebut akan menyebabkan timbulnya gejala batuk

produktif dan ketidakmampuan membersihkan sekret untuk

mempertahankan jalan napas tetap paten sehingga muncul masalah

ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada penyakit tuberkulosis paru

(Muttaqin, 2012). Apabila masalah tersebuttidak ditangani dengan baik


3

dapat menyebabkan suplai oksigen dalam otak berkurang. Jika otak

kekurangan oksigen maka otak akan mengalami hipoksia. Hipoksia yang

terlambat diatasi dapat mengakibatkan kerusakan sel, jaringan, maupun

organ, dan kemungkinan yang paling buruk yaitu dapat menyebabkan

kematian.(Andrade, Silva, & Chaves, 2014)

Upaya yang dapat dilakukan dalam penanganan bersihan jalan

napas tidak efektif pada klien tuberkulosis paru yaitu dengan cara

pemberian asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosis,

intervensi, implementasi dan evaluasi. Adapun tindakan yang diberikan oleh

petugas kesehatan yaitu mengajarkan batuk efektif, pemberian nebulizer,

memberikan banyak minum air hangat jika tidak ada kontra indikasi serta

memposisikan badan setengah duduk atau semi fowler. Berdasarkan hasil

penelitian (Sitorus, Lubis, & Kristiani, 2018) yang dilakukan di RSUD Kota

Jakarta Utara klien dengan TB paru yang mendapat terapi batuk efektif dan

fisioterapi dadamenunjukkan adanya peningkatan pengeluaran sekret

sehingga klien mampu mempertahankan jalan nafas yang efektif.

Berdasarkan beberapa fenomena diatas, mendorong peneliti untuk

memilih kasus keperawatan dengan judul “Asuhan Keperawatan Klien

dengan Masalah Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif pada Kasus

Tuberkulosis Paru di RSUD Bangil Pasuruan”

1.2 Batasan Masalah


4

Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada asuhan keperawatan

pada klien yang mengalami Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif pada kasus

Tuberkulosis Paru di RSUD Bangil Kab Pasuruan

1.3 Rumusan Masalah

Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien yang mengalami

Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif pada kasus Tuberkulosis Paru di RSUD

Bangil Kab Pasuruan

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami

Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif pada kasus Tuberkulosis Paru di RSUD

Bangil Kab Pasuruan

1.4.2 Tujuan Khusus

1) Melakukan pengkajian keperawatan pada Klien yang mengalami

Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif pada kasus Tuberkulosis paru di

RSUD Bangil Kab Pasuruan

2) Menetapkan diagnosis keperawatan pada Klien yang mengalami

Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif pada kasus Tuberkulosis Paru di

RSUD Bangil Kab Pasuruan

3) Menyusun perencanaan keperawatan pada Klien yang mengalami

Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif pada kasus Tuberkulosis Paru di

RSUD Bangil Kab Pasuruan


5

4) Melaksanakan tindakan keperawatan pada Klien yang mengalami

Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif pada kasus Tuberkulosis Paru di

RSUD Bangil Kab Pasuruan

5) Melakukan evaluasi pada Klien yang mengalami Bersihan Jalan Napas

Tidak Efektif pada kasus Tuberkulosis Paru di RSUD Bangil Kab

Pasuruan

1.5 Manfaat

1.5.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk

mengembangkan ilmu pengetahuan dibidang keperawatan khususnya

perawat dalam edukasi, monitoring, dan pengawasan untuk klien

Tuberkulosis paru dengan bersihan jalan napas tidak efektif.

1.5.2 Manfaat Praktis

a) Bagi Puskesmas

Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan, khususnya

dalam pemberian asuhan keperawatan klien dengan bersihan jalan

napas tidak efektif pada kasus tuberkulosis paru.

b) Bagi Klien

Untuk meningkatkan kemampuan klien tentang penyakit

tuberkulosis paru mengenai pengetahuan dan penanganan dengan

masalah bersihan jalan napas tidak efektif.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep yang di gunakan sebagian acuan penelitian ini meliputi

konsep Tuberkulosis Paru, konsep Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif,

dan konsep Asuhan Keperawatan Klien dengan masalah Bersihan Jalan

Napas Tidak Efektif pada Kasus Tuberkulosis Paru. Masing - masing

konsep tersebut akan di jabarkan dalam bab ini.

2.1 Konsep Tuberkulosis Paru

2.1.1 Pengertian Tuberkulosis Paru

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) Tuberkulosis (TB) adalah

penyakit infeksi menular yang disebabkan mycobacterium tuberculosis yang

menyerang paru-paru dan hampir seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri ini

dapat masuk melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan (GI) dan

luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang

berasal dari orang yang terinfeksi bakteri tersebut. Menurut (Somantri,

2009) Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang

parenkim paru paru. Penyakit ini dapat juga menyerang ke bagian tubuh lain

seperti meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe. Sedangkan menurut

(Manurung, Suratun, Krisanty, & Ekarini, 2009) Tuberkulosis paru adalah

suatu penyakit infeksi yang secara khas ditandai oleh pembentukan

granuloma dan menimbulkan nekrosi jaringan. Penyakit ini bersifat

menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain.

6
7

Berdasarkan beberapa pengertian diatas yang dimaksud penyakit

Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis yang masuk ke dalam saluran napas melalui

inhalasi serta dapat menyebabkan terjadi peradangan di daerah paru.

2.1.2 Etiologi Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru disebabkan oleh bakteri Mycobacterium

tuberculosis. Bakteri atau kuman ini berbentuk batang berukuran panjang 1-

4mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Mycobacterium tuberculosis ini tidak

berspora sehingga mudah di basmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan

sinar ultraviolet.Sebagian besar komponen Mycobacterium tuberculosis

adalah berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam

serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini

adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh

karena itu, Myobacterium tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-

paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat

yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis. Ada dua macam mikrobakteria

tuberculosis yaitu tipe Human dan tipe Bovin. Basil tipe bovin berada dalam

susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosis usus. Basil tipe Human bisa

berada di bercak ludah (droplet) dan di udara yang berasal dari penderita

tuberkulosis, serta orang yang terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya.

(Nurarif & Kusuma, 2015; Somantri, 2009)


8

2.1.3 Klasifikasi Tuberkulosis Paru

1) Klasifikasi menurut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2011) berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis meliputi:

a) Tuberkulosis paru BTA positif.

(1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya

BTA positif.

(2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks

dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.

(3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan

kuman TB positif.

(4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3

spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya

BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian

antibiotika non OAT.

b) Tuberkulosis paru BTA negatif

Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

(1) Spesimen dahak SPS paling tidak 3 dengan hasilnya BTA

negative.

(2) Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberkulosis.

(3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT,

bagi pasien dengan HIV negatif.

(4) Dokter mempertimbangkan/menentukan untuk diberi

pengobatan.
9

2) Klasifikasi menurut (Perpustakaan Nasioanal: KDT, 2010) berdasarkan

tipe pasien, dengan memperhatikan riwayat pengobatan terbagi

menjadi:

a) Kasus baru (new case) adalah klien yang belum pernah mendapat

pengobatanOAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu

bulan.

b) Kasus kambuh (relaps) adalah klien tuberkulosis yang sebelumnya

pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah di nyatakan

sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat

dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif

(hapusan atau kultur). Bila BTA negatif atau biakan negative tetapi

gambaran radiologic di curigai lesi aktif / perburukan dan terdapat

gejala klinis maka harus di pikirkan beberapa kemungkinan:

(1) Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) dalam hal ini

berikan dahulu antibiotic selama 2 minggu, kemudian

dievaluasi

(2) Infeksi jamur

(3) TB paru kambuh

Berdasarkan penelitian yang dilakukan (Sianturi, 2014) mengenai

analisis faktor yang berhubungan kekambuhan TB paru diperoleh

simpulan bahwa ada hubungan antara pendidikan, pengetahuan

penderita, sikap penderita, status gizi, dan riwayat minum obat

dengan kekambuhan TB paru.


10

c) Kasus after defaulted atau dropout adalah penderita yang kembali

berobat, dengan hasil bakteriologi positif, setelah berhenti minum

obat 2 bulan atau lebih.

d) Gagal Pengobatan (treatment after failure), yaitu :

(1) Klien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali

menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum

akhir pengobatan)

(2) Klien dengan hasil BTA negative gambaran radiologic positif

menjadi BTA positif pada akhir bulan ke 2 pengobatan

e) Kasus kronik atau persisten adalah klien dengan hasil pemeriksaan

BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2

dengan pengawasan yang baik.

2.1.4 Manifestasi Klinis Tuberkulosis Paru

Menurut (Manurung et al., 2009) pada stadium awal penyakit TB

paru tidak menunjukan tanda dan gejala yang spesifik. Namun seiring

dengan perjalanan penyakit akan menambah jaringan paruyang mengalami

kerusakan, sehingga dapat meningkatkan produksi sputum yang ditunjukan

dengan seringnya klien batuk sebagai kompensasi pengeluaran dahak.

Selain itu klien dapat merasa letih, lemah, berkeringat pada malam hari dan

mengalami penurunan berat badan yang berarti. Secara rinci tanda dan

gejala TB paru ini dapat dibagi atas dua golongan yaitu gejala respiratorik

dan sistemik.
11

1) Gejala respiratorik, meliputi:

a) Batuk

Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, sebagai

reaksi tubuh untuk membuang/mengeluarkan produksi radang,

dimulai dari batuk kering sampai dengan batuk purulen timbul

dalam jangka waktu lama (> 3 minggu).

b) Batuk darah

Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Darah

yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa

garis atau bercak-bercak darah. Berat dan ringannya batuk darah

yang timbul, tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang

pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat pecahnya aneurisma

pada dinding kavitas, juga dapat terjadi karena ulserasi pada

mukosa bronkus. Batuk darah inilah yang paling sering membawa

penderita berobat ke dokter.

c) Sesak nafas

Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah

luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,

pneumothorax, anemia dan lain-lain

d) Nyeri dada

Nyeri dada pada Tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik

yang ringan. Nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura,

sehingga menimbulkan pleuritis.


12

2) Gejala sistemik, meliputi:

a) Demam

Demam merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya

timbul pada sore dan malam mirip dengan influenza, hilang timbul

dan makin lama makin panjang serangannya. Demam dapat

mencapai suhu tinggi yaitu 400-410C.

b) Malaise

Tuberkulosisbersifat radang menahun, maka dapat terjadi

rasa tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan

makin kurus, sakit kepala, mudah lelah dan pada wanita kadang-

kadang dapat terjadi gangguan siklus haid.

2.1.5 Penularan dan Resiko Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui

udara. Individu terinfeksi melalui berbicara, batuk, bersin, tertawa atau

bernyanyi, melepaskan droplet. Droplet yang besar menetap, sementara

droplet yang kecil tertahan di udara dan terhirup oleh individu yang rentan.

Menurut (Andra & Yessie, 2013) individu yang beresiko tinggi untuk

tertular tuberkulosis adalah:

1) Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif

2) Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka

yang dalam terapi kortikosteroid atau mereka yang terinfeksi dengan

HIV)

3) Pengguna obat-obat IV dan Alkoholik


13

4) Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma,

tahanan, etnik dan ras minoritas)

5) Imigran dari Negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia Tenggara,

Afrika, Amerika Latin, Karibia)

6) Setiap individu yang tinggal di institusi (misalnya : fasilitas perawatan

jangka panjang, institusi psikiatrik, penjara)

7) Individu yang tinggal di daerah perumahan kumuh

8) Petugas kesehatan

9) Risiko untuk tertular TB juga tergantung pada banyaknya organisme

yang terdapat di udara.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Dotulong, Sapulete, &

Kandou, 2015)bahwa faktor resiko terjadinya tuberkulosis paru adalah umur

dan jenis kelamin. Dari hasil penelitian ditemukan respoden terbanyak

adalah responden yang memiliki jenis kelamin laki-laki sebanyak 59,8%

responden dan perempuan sebanyak 40,2% dimana jenis kelamin laki-laki

mempunyai kemungkinan 6x lebih besar untuk terkena penyakit TB

dibanding jenis kelamin perempuan. Responden memiliki kepadatan hunian

yang buruk sebanyak 56,7% dan lebih sedikit kepadatan hunian yang baik

sebanyak 43,3%.

2.1.6 Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

Anatomi dan fisiologi sistem pernapasan menurut (Muttaqin, 2012) yakni:

1) Anatomi Sistem Pernapasan

a) Hidung: Merupakan saluran udara pertama yang mempunyai 2 lubang,


14

dipisahkan oleh sekat hidung. Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang

berfungsi untuk menyaring dan menghangatkan udara.

b) Faring: Merupakan persimpangan antara jalan nafas dan jalan

makanan, terdapat di dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan

mulut sebelah depan ruas tulang leher. Terdapat epiglotis yang

berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan.

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

c) Laring (pangkal tenggorok): Merupakan saluran udara dan bertindak

sebagai pembentukan suara terletak di depan faring sampai ketinggian


15

vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya.

d) Trakea (batang tenggorok): Merupakan lanjutan dari laring yang

dibentuk oleh 16-20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang

berbentuk seperti kuku kuda (huruf C). Sebelah dalam diliputi oleh sel

bersilia yang berfungsi untuk mengeluarkan benda-benda asing yang

masuk bersama-sama dengan udara pernafasan. Percabangan trakea

menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina.

e) Bronkus (cabang tenggorokan): Merupakan lanjutan dari trakea yang

terdiri dari 2 buah pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V.

f) Paru-paru: Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri

dari gelembung-gelembung hawa (alveoli). Alveoli ini terdiri dari sel-

sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya  90

meter persegi, pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara.

2) Fisiologi Sistem Pernpasan

Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara yang

mengandung oksigen dan menghembuskan udara yang banyak

mengandung CO2 sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Adapun

guna dari pernafasan yaitu mengambil O2 yang dibawa oleh darah ke

seluruh tubuh untuk pembakaran, mengeluarkan CO2 sebagai sisa dari

pembakaran yang dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang,

menghangatkan dan melembabkan udara. Pada dasarnya sistem pernafasan

terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang menghangatkan udara luar

agar bersentuhan dengan membran kapiler alveoli. Terdapat beberapa


16

mekanisme yang berperan memasukkan udara ke dalam paru-paru

sehingga pertukaran gas dapat berlangsung. Fungsi mekanis pergerakan

udara masuk dan keluar dari paru-paru disebut sebagai ventilasi atau

bernapas.

Kemudian adanya pemindahan O2 dan CO2 yang melintasi

membran alveolus-kapiler yang disebut dengan difusi sedangkan

pemindahan oksigen dan karbondioksida antara kapiler-kapiler dan sel-sel

tubuh yang disebut dengan perfusi atau pernapasan internal.Proses

bernafas terdiri dari menarik dan mengeluarkan nafas. Satu kali bernafas

adalah satu kali inspirasi dan satu kali ekspirasi. Bernafas diatur oleh otot-

otot pernafasan yang terletak pada sumsum penyambung (medulla

oblongata). Inspirasi terjadi bila muskulus diafragma telah dapat

rangsangan dari nervus prenikus lalu mengkerut datar. Ekspirasi terjadi

pada saat otot-otot mengendor dan rongga dada mengecil. Proses

pernafasan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga

pleura dan paru-paru.

Proses fisiologis pernafasan dimana oksigen dipindahkan dari

udara ke dalam jaringan-jaringan dan karbondioksida dikeluarkan ke udara

ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah

ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan ke luar paru-

paru. Stadium kedua adalah transportasi yang terdiri dari beberapa aspek

yaitu difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi

eksterna) dan antara darah sistemik dengan sel-sel jaringan, distribusi


17

darah dalam sirkulasi pulmonar dan penyesuaiannya dengan distribusi

udara dalam alveolus-alveolus dan reaksi kimia, fisik dari oksigen dan

karbondioksida dengan darah. Stadium akhir yaitu respirasi sel dimana

metabolit dioksida untuk mendapatkan energi dan karbon dioksida yang

terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel akan dikeluarkan oleh

paru-paru.

2.1.7 Patofisiologi

Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil M.

tuberculosis.Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu

berkembangbiak. Sistem kekebalan tubuh berespons dengan melakukan

reaksi inflamasi. Neutroifil dan makrofag memfagositosis (menelan) bakteri.

Limfosit yang spesifik terhadap tuberkulosis menghancurkan (melisiskan)

basil dan jaringan normal. Interaksi antara M. tuberculosis dan sistem

kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan

baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup

dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma

selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah

dari massa tersebut disebut ghon tubercle.Materi yang terdiri atas makrofag

dan bakteri menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk perkijuan

(nekrotizing chaseosa).

Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan

kolagen kemudian bakteri menjadi non aktif.Berakhirnya infeksi awal, jika

respon sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih
18

parah.Penyakityang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau

bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif.Pada kasus ini,

ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan nekrotizing

caseosa di dalam bronkus.Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi

sembuh dan membentuk jaringan parut.Paru-paru yang terinfeksi kemudian

meradang, membentuk tuberkel. Proses ini berjalan terus dan basil terus

difagosit atau berkembangbiak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan

infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membantuk sel

tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit.Daerah yang mengalami

nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblast

akan menimbulkan proses berbeda, kemudian pada akhirnya akan

membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.[ CITATION

Placeholder2 \m Irm09 \t \l 1057 ]


19

2.1.8 PathwayTuberkulosis Paru

[ CITATION Placeholder2 \l 1057 ]

Micobacterium

Tuberculosa
Droplet

infection
Menempel pada paru

Terjadi proses peradangan

Tumbuh dan berkembang di sitoplasma makrofag

Sarang primer / efek primer (fokus shon)

Pertahanan primer tidak adekuat

Pembentukan tuberkel

Kerusakan membran alveolar

Pembentukan sputum berlebihan

Pecahnya pembuluh darah


Batuk-batuk >3 minggu pada saluran pernafasan

KETIDAKEFEKTIFAN
BERSIHAN JALAN NAFAS
Hemaptoe

Gambar 2.2 Pathway


20

2.1.9 Komplikasi

Menurut (Smeltzer & Bare, 2013) penyakit tuberkulosis paru

bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi,

komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.

1) Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empyema, laryngitis, usus,

Poncet’s arthropathy.

2) Komplikasi lanjut: obstruksi jalan nafas, kerusakan parenkim

berat/fibrosis paru, kor pulmonal, amyloidosis, karsinoma paru,

sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier

dan kavitas TB.

3) Empyema tuberkulosis dan fistula bronkopleura adalah komplikasi

Tuberkulosis paru yang paling serius.Ketika lesi Tuberkulosis ruptur,

basil dapat mengontaminasi ruang pleura.Ruptur juga dapat

memungkinkan udara masuk ke ruang pleura dari paru menyebabkan

pneumothoraks.

2.1.10 Pencehagan Tuberculosis paru

1) Menurut (Ardiansyah, 2012) pencegahan tuberkulosis paru meliputi:

a) Pemeriksaan kontak

Pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan

penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes

tuberculin, klinis, dan radiologis. Bila tes tuberculin positif, maka

pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan

mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila


21

positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberculin dan diberikan

kemoprofilaksis.

b) Mass chest X-ray

Pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok

populasi tertentu, misalnya karyawan rumah sakit atau puskesmas

atau balai pengobatan, penghuni rumah tahanan, siswa-siswi

pesantren.

c) Vaksinasi BCG

Vaksinasi BCG dapat melindungi anak yang berumur

kurang dari 15 tahun sampai 80 %, akan tetapi dapat mengurangi

makna dari pemeriksaan tes tuberculin.

d) Kemoprofilaksis

Kemoprofilaksis menggunakan INH 5 mg/kgBB selama

6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi

populasi bakteri yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis

primer atau utama ialah bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA

positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi

kelompok berikut :

(1) Bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberculin positif

karena risiko timbulnya TB milier dan meningitis TB.

(2) Anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan hasil tes

tuberculinpositif yang bergaul erat dengan penderita TB

yang menular.
22

(3) Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberculin

dari negative menjadi positif

(4) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat

imunosupresif jangka panjang.

(5) Penderita Diabetes Mellitus

e) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE)

KIE tentang penyakit tuberkulosis kepada masyarakat di

tingkat Puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh petugas

pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan

Pemberantasan tuberkulosis Paru Indonesia—PPTI).

2.1.11 Penatalaksanaan

Menurut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011)

pengobatantuberkulosis parudilakukan dengan prinsip berikut:

1) Pengawasan langsung (DOT) oleh seorang Pengawas Menelan Obat

(PMO) dilakukan untuk menjamin kepatuhan klien menelan obat.

2) Pengobatan TB terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)

dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan.

3) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,

dalam jumlah cukup dan dosis sesuai dengan kategori pengobatan.

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) panduan obat yang

digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.

1) Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

a) Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:


23

(1) Rifampisin: Dosis 10 mg /kg BB, maksimal 600 mg 2-

3x/minggu

(2) INH: Dosis 5 mg/kg BB, maksimal 300 mg; 10 mg/kg BB 3

kali seminggu

(3) Pirazinamid: Dosis fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB

3 kali seminggu, 50 mg/kg BB 2 kali seminggu

(4) Streptomisin: Dosis 15 mg/kg BB

(5) Etambutol: Dosis fase intensif 20 mg/kg BB, fase lanjutan 15

mg/kg BB, 30 mg/kg BB 3 kali seminggu, 45 mg/BB 2 kali

seminggu

b) Kombinasi Dosis Tetap (KDT) / Fixed Dose Combination (FDC),

kombinasi dosis tetap ini terdiri dari:

(1) Empat OAT dalam satu tablet yaitu rifampisin 150 mg,

isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg.

(2) Tiga OAT dalam satu tablet yaitu rifampisin 150 mg,

isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg.

(3) KDT penderita hanya minum obat 2-4 tablet sehari selama

fase intensif, sedangkan fase lanjutan dapat menggunakan

kombinasi 2 obat anti tuberkulosis seperti selama ini telah

digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan.

c) Jenis obat tambahan lainnya (lini 2): kanamicyn, quinolone, obat

lain masih dalam penelitian (makrolid, amoxilin + asam

klavunalat), derivat rifampisin, dan INH


24

2) Paduan OAT KDT

a) Kategori-1 (2HRZE/ 4HR)

Alternatif: 2 RHZE / 4R3H3 atau (program P2TB) 2 HRZE/6 HE

Paduan OAT ini dianjurkan untuk:

(1) Pasien baru TB paru BTA positif.

(2) Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

(3) Pasien TB ekstra paru

Tahap intensif Tahap lanjutan

Berat Badan tiap hari selama 56 hari RHZE 3 kali seminggu selama
16 minggu

30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Tabel 2.1 Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 1

b) Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah

diobati sebelumnya:

(1) Pasien kambuh

(2) Pasien gagal

(3) Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Tahap Intensif Tahap Lanjutan

tiap hari 3 kali seminggu

Berat Badan RHZE (150/75/400/275) + S RH (150/150) +


E (400)

Selama 56 Selama Selama 20


hari 28 hari minggu
25

30-37 kg 2 tab 4KDT 2 tab 2 tab 2KDT + 2


+ 500 mg 4KDT tab Etambutol
Streptomisin
inj

38-54 kg 3 tab 4KDT 3 tab 3 tab 2KDT + 3


+ 750 mg 4KDT tab Etambutol
Streptomisin
inj

55-70 kg 4 tab 4KDT 4 tab 4 tab 2KDT + 4


+ 1000 mg 4KDT tab Etambutol
Streptomisin
inj

71 kg 5 tab 4KDT 5 tab 5 tab 2KDT + 5


+ 1000 mg 4KDT tab Etambutol
Streptomisin
inj

Tabel 2.2 Dosis untuk paduan OAT-KDT Kategori 2

2.1.12 Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan sputum BTA: untuk memastikan apakah keberadaan M.

tuberculosis pada stadium aktif, untuk memastikan diagnostik TB

paru, namun pemeriksaan ooyyini tidak spesifik karena hanya 30-70

% pasien yang didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini

2) Ziehl neelsen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluid): positif

untuk BTA

3) Skin test (PPD, mantoux,tine, and vollmer patch): reaksi positif (area

indurasi 10 mm atau atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi

antigen intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya

antibodi, tetapi tidak mengindikasikan penyakit sedang aktif.

4) Chest x-ray: dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi primer

yang di bagian atas paru-paru, depositkalsium pada lesi primer yang


26

membaik atau cairan pleura. Perubahan yang mengindikasikan TB

yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrosa.

5) Histologi atau kultur jaringan (termasuk kumbah lambung, urine dan

CSF serta biopsy kulit): positif untuk M. tuberculosis .

6) Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya sel-

sel besar yang mengindikasikan nekrosis.

7) Elektrolit: mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya

infeksi; misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, dapat

ditemukan pada TB paru-paru kronis lanjut.

8) ABGs: mungkin abnormat, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan

paru-paru.

9) Bronkografi: merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan

bronchus atau kerusakan paru-paru karena TB.

10) Darah: lekositosis, LED meningkat.

11) Test fungsi paru-paru: VC menurun, dead space meningkat, TLC

meningkat, dan menurunnya saturasi O2 yang merupakan gejala

sekunder dari fibrosis/infiltrasi parenkim paru-paru dan penyakit

pleura. (Somantri, 2009)

2.2 Konsep Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif

2.2.1 Pengertian

Bersihan jalan napas tidak efektif adalah ketidakmampuan untuk

membersihkan sekret atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk

mempertahankan kebersihan jalan napas (Nurarif & Kusuma, 2015).


27

Menurut sumber lain yang dimaksud bersihan jalan napas tidak efektif

adalah kondisi ketika individu mengalami ancaman pada status pernapasan

mereka akibat ketidakmampuan untuk batuk secara efektif. (Carpenito,

2009)

Berdasarkan beberapa pengertian diatas yang dimaksud dengan

bersihan jalan napas tidak efektif adalah kondisi ketika individu mengalami

ancaman pada pernapasan mereka dimana terdapat sekret, obstruksi ataupun

sumbatan jalan napas sehingga tidak mampu mempertahankan jalan napas

secara paten.

2.2.2 Batasan karakteristik

Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) menyebutkan bahwa

pasien yang mengalami bersihan jalan napas tidak efektif memiliki beberapa

gejala yang timbul yaitu :

1) Data mayor : meliputi batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum

berlebihan, wheezing dan/ atau ronkhi kering

2) Data minor: meliputi dispneu, orthopnue, bunyi napas menurun,

frekuensi napas berubah

2.2.3 Faktor-faktor yang berhubungan

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) faktor-faktor yang

berhubungan antara lain:

1) Lingkungan: Pada penderita dengan diagnosa bersihan jalan napas

dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti merokok serta


28

individu lain sebagai perokok pasif dimana asap yang terlalu sering

dihisap dapat menyebabkan bersihan jalan napas tidak efektif.

2) Obstruksi jalan napas

a) Spasme jalan napas, yaitu dimana jalan napas seperti bronkus

mengalami kekakuan, tegang dan dapat berlangsung secara

mendadak.

b) Mukus dalam jumlah berlebihan, hal ini dapat menghambat proses

oksigenasi dalam paru menjadi terhambat sehingga suplai oksigen

kurang terpenuhi.

c) Eksudat dalam jalan alveoli

d) Materi asing dalam jalan napas

e) Adanya jalan napas buatan

f) Sekresi bertahan/sisa sekresi

g) Sekresi dalam bronkhi

2) Fisiologis: Adapun faktor fisiologis yang dapat mempengaruhi bersihan

jalan napas tidak efektif yaitu adanya alergi pada jalan nafas, penyakit

asma, PPOK, adanya pertumbuhan yang abnormal pada dinding

bronkial, dan adanya disfungsi neuromuscular.

2.2.4 Kriteria Hasil (Nursing Outcomes Classification/NOC) (PPNI, 2018b)

Kriteria hasil Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


29

menurun meningkat

Batuk efektif 1 2 3 4 5

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


meningkat menurun

Produksi sputum 1 2 3 4 5
Mengi 1 2 3 4 5
Wheezing 1 2 3 4 5
Dispneu 1 2 3 4 5
Ortopneu 1 2 3 4 5

Memburu Cukup Sedang Cukup Membaik


k memburuk membaik

Frekuensi napas 1 2 3 4 5
Pola napas 1 2 3 4 5

Tabel 2.3 Kriteria hasil bersihan jalan napas

2.2.5 Intervensi (Nursing Interventions Classification /NIC) (PPNI, 2018a)

1) Latihan batuk efektif

a) Observasi: Identifikasi kemampuan batuk, monitor adanya retensi

sputum, monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas, monitor

input dan output cairan.

b) Terapeutik: Atur posisi semifowler, pasang perlak dan bengkok di

pangkuan klien, buang sekret pada tempat sputum.

c) Edukasi

(1) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif

(2) Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik,

ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan

bibir mecucu (dibulatkan) selama 8 detik


30

(3) Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali

(4) Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas

dalam yang ke-3

d) Kolaborasi: Kolaborasi pemberian mukolitik dan ekspektoran,

jika perlu.

2) Manajemen jalan napas

a) Observasi: Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas),

monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing,

ronkhi kering), monitor sputum (jumlah, warna, aroma).

b) Terapeutik

(1) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head tilt dan chin

lift

(2) Posisikan semi fowler atau fowler

(3) Berikan minum hangat

(4) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

(5) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik

(6) Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal

(7) Keluarkan sumbatan benda padat dengan forcep McGill

(8) Berikan oksigen, jika perlu

c) Edukasi: Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak

kontraindikasi, ajarkan teknik batuk efektif.

3) Fisioterapi dada: Memobilisasi sekresi jalan napas melalui perkusi,

getaran, dan drainase postural.


31

a) Observasi

(1) Indentifikasi indikasi dilakukan fisioterapi dada ( mis.

Hipersekresi sputum, sputum kental dan tertahan, tirah baring)

(2) Identifikasi kontraindikasi fisioterapi dada (mis. Eksaserbasi

PPOK akut, pneumoni tanpa produksi sputum berlebih, kanker

paru-paru)

(3) Monitor status pernapasan (mis. Kecepatan, irama, suara napas,

dan kedalaman napas)

(4) Periksa segmen paru yang mengandung sekresi berlebihan

(5) Monitor jumlah dan karakter sputum

(6) Monitor toleransi selama dan setelah prosedur

b) Terapeutik

(1) Posisikan klien sesuai dengan area paru yang mengalami

penumpukan sputum

(2) Gunakan bantal untuk membantu pengaturan posisi

Gambar 2.3 Teknik pada posisi posturnal drainase


32

(3) Lakukan perkusi dengan posisi telapak tangan ditungkupkan

selama 3-5 menit

Gambar 2.4 Teknik clapping dada


(4) Lakukan vibrasi dengan posisi telapak tangan rata bersamaan

ekspirasi melalui mulut

Gambar 2.5 Teknik posisi vibrasi dada


(5) Lakukan fisioterapi dada setidaknya dua jam setelah makan

(6) Hindari perkusi pada tulang belakang, ginjal, payudara wanita,

insisi, dan tulang rusuk yang patah


33

(7) Lakukan penghisapan lendir untuk mengeluarkan sekret, jika

perlu

c) Edukasi

(1) Jelaskan tujuan dan prosedur fisioterapi dada

(2) Anjurkan batuk segera setelah prosedur selesai

(3) Ajarkan inspirasi perlahan dan dalam melalui hidung selama

prosedur fisioterapi dada

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan dengan Bersihan Jalan Napas Tidak

Efektif pada Kasus Tuberkulosis Paru

Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada

praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien/pasien di

berbagai tatanan pelayanan kesehatan dimulai dari pengkajian, diagnosis

keperawatan, perencanaan, tindakan, dan evaluasi.

2.3.1 Pengkajian

1) Identitas

a) Nama Pasien: Mempermudah pelaksanaan terapi pada pasien

b) Umur: Tuberkulosis pada anak dapat terjadi pada usia berapapun,

namun usia paling umum 1-4 tahun. Anak-anak lebih sering

mengalami TB luar paru dibanding TB paru dengan perbandingan

3:1. Angka kejadian TB paru pada usia 5-12 tahun cukup rendah,

kemudian meningkat setelah usia remaja dimana TB paru

menyerupai kasus pada klien dewasa (sering disertai lubang/kavitas

pada paru-paru). (Somantri, 2009)


34

c) Jenis Kelamin: Tuberkulosis paru dapat menyerang laki-laki maupun

perempuan. Pada perokok aktif kasusnya lebih banyak terjadi

dibanding yang tidak merokok, hal ini dikarenakan rokok

mengganggu mekanisme pertahanan alamiah yang dimediasi oleh

makrofag, sel epitel, sel dendrik, dan sel natural killer sehingga

meningkatkan risiko keparahan dan durasi infeksi.(Muttaqin, 2012)

d) Tempat, Tanggal Lahir

e) Pekerjaan: Penyakit TB paru dapat berhubungan dengan jenis

pekerjaan yang sering berinteraksi dengan penderita TB dan banyak

terpajan polusi udara setiap harinya. Polusi udara dapat menurunkan

efektifitas kerja paru-paru dan menurunkan sistem imunitas tubuh.

(Muttaqin, 2012)

f) Agama

g) Alamat: Penyakit TB biasanya ditemukan pada pasien di lingkungan

rumah dengan kepadatan penduduk tinggi yang tidak memungkinkan

cahaya matahari masuk ke dalam rumah. (Somantri, 2009)

2) Keluhan Utama

Menurut (Muttaqin, 2012) penderita TB paru datang dengan

keluhan sesak napas dan batuk menetap.

3) RiwayatPenyakit Sekarang

Sesak nafas dan batuk kadang di sertai sputum atau tidak,batuk

bercampur darah atau tidak, demam tinggi, kesulitan tidur, BB

menurun drastic, malaise, di temukan anoreksia, nafsu makan dan berat


35

badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, serta berkeringat pada malam

hari tanpa sebab. Pada atelectasis terhadap gejala sianosis, sesak nafas,

dan kolaps.

Tanda Batuk Darah Muntah Darah Epistaksis

Sumber Saluran pernapasan bagian Saluran Di hidung


perdarahan bawah gastrointestinal

Cara keluar Rasa gatal di tenggorokan Rasa mual dan D


darah dan ada rangsangan batuk kemudian e
dimuntahkan m
a
m

Warna darah Merah lebih terang dan Merah lebih tua dan Darah
segar karena bercampur gelap kaena berwarwa
dengan oksigen di jalan bercampur dengan merah
napas asam lambung segar

Ciri khas Darah segar, berbuih, dan Sering bercampur -


darah berwarna merah muda makanan dan asam
lambung

Tabel 2.4 Perbedaan batuk darah dan muntah darah pada


Tuberculosis
Riwayat penyakit sekarang juga di kembangkan dari keluhan

utama dengan PQRST

a) P (Provoking incident): apakah ada peristiwa yang menjadi factor

penyebab sesak napas, apakah sesak napas berkurang apabila

beristirahat?

b) Q (Quality of Pain): seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan,

seperti tercekik atau susah dalam melakukan inspirasi atau dalam

mencari posisi yang enak dalam melakukan pernapasan?


36

c) R (Region): dimana rasa berat dalam melakukan pernapasan harus

dtunjukkan secara tepat oleh pasien.

d) S (Severity of Pain): seberapa jauh rasa sesak atau batuk yang

dirasakan pasien.

e) T (Time): berapa rasa nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah

buruk saat malam hari atau saat melakukan aktivitas tertentu?.

4) Riwayat PenyakitDahulu

Pengkajian yang mendukung adalah dengan menkaji apakah

sebelumnya klien pernah dirawat di RS, apakah klien pernah menderita

penyakit kronik dan menular. Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa

dikonsumsi oleh klien dimasa lalu, obat-obat meliputi obat OAT dan

antitusif. Kaji apakah klien mempunyai riwayat alergi.

5) Riwayat Penyakit Keluarga

Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu

menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga

lainnya sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah.

6) Genogram

Gambarkan genogram klien dan dengan siapa klien tinggal

karena tinggal dengan keluarga yang menderita TB paru mempunyai

risiko tertular penyakit TB paru

7) Pemeriksaaan B1-B6

a) B1 (Breathing)
37

Kaji keluhan yang dirasakan mengenai pernapasan klien

meliputi sesak, batuk produktif atau tidak serta sianosis.

(1) Inspeksi: Bentuk dada dan pergerakan pernapasan, sekilas

pandang klien TB paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat

adanya penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-

posterior dibandingkan proporsi diameter lateral, peningkatan

frekuensi pernapasan, terdapat otot bantu pernapasan, batuk

berulang, napas pendek. Kaji irama nafas serta periksa jumlah

produksi sputum. Perawat perlu mengukur jumlah produksi

sputum per hari sebagai penunjang evaluasi terhadap intervensi

keperawatan yang diberikan.

(2) Palpasi: Gerakan dinding thoraks anterior pernapasan, gerakan

dada saat bernapas simetris kanan dan kiri, adanya penurunan

gerakan dinding pernapasan, penurunan vocal fremitus.

(3) Perkusi: Pada pasien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi

akan didapatkan bunyi sonor. Pada pasien dengan komplikasi

seperti efusi pleura didapatkan bunyi redup sampai dengan

pekak pada sisi yang banyak akumulasi cairan di rongga pleura.

Apabila disertai pneumothoraks, maka didapatkan buny

hipersonor terutama jika pneumothoraks ventil yang mendorong

posisi paru ke sisi yang sehat.

(4) Auskultasi: Kaji suara napas tambahan. Terdapat bunyi napas

tambahan ronkhi pada sisi yang sakit.


38

b) B2 (Blood)

(1) Inspeksi: Keluhan kelemahan fisik dan adanya jaringan parut.

Tuberkulosisbersifat radang menahun, maka dapat terjadi rasa

tidak enak badan, pegal-pegal, sakit kepala, mudah lelah.

(2) Palpasi: penghitungan frekuensi denyut nadi meliputi irama dan

kualitas denyut nadi, denyut nadi perifer melemah, kaji akral

klien apakah hangat, kering, basah atau pucat, ictus cordis, CRT,

raba adanya hepatomegali atau tidak

(3) Perkusi: Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru

dengan efusi pleura massif mendorong ke sisi sehat.

(4) Auskultasi: Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung

tambahan biasanya tidak didapatkan. S1 S2 tunggal.

c) B3 (Brain)

Kesadaran biasanya composmentis, ditemukan adanya

sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat.Pada

pengkajian objektif, pasien tampak dengan wajah meringis,

menangis, merintih, meregang dan menggeliat.Saat dilakukan

pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya konjungtiva

anemis pada TB paru dengan hemoptoe massif kronis, dan sclera

ikterik pada TB paru dengan gangguan fungsi hati.

d) B4 (Bladder)
39

Kaji produksi urine klien, warna, bau, karakteristik. Pasien

diberikan pemahaman agar terbiasa dengan urine yang berwarna

jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih

normal sebagai ekskresi karena OAT terutama rifampisin.

e) B5 (Bowel)

Kaji membran mukosa, frekuensi BAB, konsistensi, nafsu

makan, porsi makan.

(1) Inspeksi: Pasien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan

nafsu makan, dan penurunan berat badan.

(2) Palpasi: Nyeri tekan abdomen sebagai komplikasi

(3) Perkusi: Adakah distensi abdomen akibat batuk berulang

(4) Auskultasi: Terdengar bising usus menurun (normal 5-

12x/menit)

f) B6 (Bone)

Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada pasien TB paru.

Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia,

pola hidup menetap, dan jadwal olahraga menjadi tak teratur.

(1) Inspeksi: Kemungkinan adanya deformitas, aktivitas mandiri

terhambat, atau mobilitas dibantu sebagian akibat kelemahan

otot

(2) Palpasi: Adakah nyeri tekan pada sendi atau tulang akibat dari

komplikasi infeksi TB tulang

8) Pemeriksaan penunjang
40

a) Ro. Thorax: Tuberculosis paru mempunyai gambaran patologis,

manifestasi dini berupa suatu koplet kelenjar getah bening parenkim

dan lesi resi TB biasanya terdapat di apeks dan segmen posterior

lobus atas paru-paru atau pada segmen superior lobus bawah.

b) Pemeriksaan laboratorium:

(1) Darah: Adanya kurang darah, ada sel-sel darah putih yang

meningkatkan serta laju endap darah meningkat terjadi pada

proses aktif (Leukositosis (15.000-40.000/m3)).

(2) Sputum: Biasanya ditemukan adanya Basil Tahan Asam

(BTA) pada sputum yang terdapat pada pasien TB Paru

(3) Test Tuberkulosis: Test Tuberculosis memberikan bukti

apakah orang yang dites telah mengalami infeksi atau belum.

Tes menggunakan dua jenis bahan yang diberikan yaitu Old

Tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein Derivative (PPD) yang

diberikan dengan sebuah jarum pendek (1/2 inci) no 24-26,

dengan cara mencubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang

mempunyai kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5

tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi dianggap bermakna jika

diameter 10 mm atau lebih reaksi antara 5-9 mm dianggap

meragukan dan harus diulang lagi. Hasil akan diketahui selama

48-72 jam tuberkulosis disuntikkan.


41

2.3.2 Analisa Data

Penyebab(Etiol Masalah
Data (Symptom)
No ogi) (Problem)

DS: Sekresi yang Bersihan Jalan


1 tertahan Napas Tidak
1. Klien mengeluh batuk Efektif
produktif / kadang
disertai becak darah
2. Klien mengeluh sesak
napas
3. Klien mengatakan adanya
sekret di saluran napas

DO:

1. Suara napas abnormal


(ronkhi/wheezing)
2. Frekuensi nafas
>20x/mnt
3. Irama irreguler
4. Dispneu, ortopneu
5. Hasil pemeriksaan
sputum
6. Hasil tes tuberkulin +
7. Hasil rontgen

(Somantri, 2009)

Tabel 2.5 Analisa Data

2.3.3 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien yang mengalami

tuberkulosis paru adalah:

1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang

tertahan (Manurung et al., 2009)


42

2.3.4 Rencana Asuhan Keperawatan

No D Tujuan Intervensi Rasional


ia dan
g Kriteria
n hasil
os
a
K
ep

B Setelah di Observasi 1. Pengeluaran sputum akan sulit


er berikan asuhan bila secret sangat tebal.
si keperawatan 1. Observasi 2. Penurunan bunyi nafas dapat
ha selama 3x24 kemampuan batuk menunjukkan atelectasis.
n jam kebersihan 2. Observasi pola 3. Ronkhi, mengi menunjukkan
ja jalan nafas napas (frekuensi, akumulasi
la kembali efektif. kedalaman, usaha secret/ketidakmampuan untuk
n Kriteria hasil : napas) membersihkan jalan nafas yang
na 1. Klien 3. Observasi bunyi dapat menimbulkan
pa mampu napas tambahan penggunaan otot aksesori
s batuk (gurgling, pernafasan dan peningkatan
ti efektif wheezing, ronkhi) kerja pernafasan.
da 2. Produksi 4. Observasi sputum 4. Sputum berdarah kental atau
k sputum (jumlah, warna, berdarah cerah diakibatkan
ef menurun aroma) keruskan kavitas paru atau luka
ek 3. Ronkhi/whe Terapeutik bronkial yang dapat
tif ezing (-) menentukan evaluasi/intervensi
be 4. Dispneu, 5. Atur posisi lanjut
rh ortopneu semifowler atau 5. Posisi membantu
u menurun fowler memaksimalkan ekspansi paru
b 5. RR dalam 6. Buang sekret pada dan menurunkan upaya
u batas tempat sputum pernafasan.
n normal (16- 7. Berikan minum 6. Mencegah penyebaran virus
ga 20x/mnt) hangat 7. Air hangat memobilisasi dan
n 8. Berikan oksigen, mengencerkan dahak
de jika perlu 8. Ventilasi maksimal membuka
[ CIT
n 9. Lakukan fisioterapi area atelektasis dan peningkatan
ATION dada, jika perlu
ga gerakan sekret ke dalam jalan
n
Placeholder2 Edukasi nafas besar untuk di keluarkan.
se \l 1057 ] 9. Meningkatkan drainase dan
kr 10. Jelaskan tujuan dan eliminasi sekret agar lebih
es prosedur batuk mudah dikeluargkan
i efektif 10. Melatih klien agar terbiasa
ya 11. Anjurkan napas melakukan cara pernafasan
n dalam dan batuk dengan baik
g efektif 11. Ventilasi maksimal membuka
te 12. Anjurkan asupan area atelektasis dan peningkatan
43

rt cairan 2000 ml/hari gerakan sekret ke dalam jalan


ah jika tidak ada nafas besar untuk di keluarkan.
an kontra indikasi 12. Pemasukan tinggi cairan
Kolaborasi membantu untuk mengeluarkan
sekret, membuatnya mudah
13. Kolaborasi untuk dikeluarkan
pemberian 13. Menurunkan kekentalan dan
mukolitik dan perlengketan sekret pada
ekspektoran, jika saluran pernafasan untuk
perlu memudahkan pembersihan
Tabel 2.6 Konsep intervensi keperawatan dengan ketidakefektifan
bersihan jalan nafas pada kasus tuberkulosis paru
2.3.5 Implementasi

Ha
ri /
N Ja
tan Implementasi Ttd
o. m
gga
l

T Ber Ber a) Tindakan dituliskan Tuliskan paraf


ul isi isi berdasarkan urutan dan nama
is hari jam pelaksanaan tindakan terang:
la , tind b) Tulislah tindakan yang Menyediakan
h tan aka dilakukan beserta hasil bukti untuk
n gga n atau respon yang jelas kepentingan
o l,tin kep c) Jangan lupa menuliskan proses
m dak era nama/jenis obat, dosis, pengadilan/huk
o an wat cara memberikan, dan um
r kep an instruksi medis yang lain
di era dengan jelas
a wat d) Pelaksanaan asuhan
g an keperawatan adalah
n pengelolaan dan
o perwujudan dari rencana
si perawatan yang di
s rencanakan oleh perawat,
k melaksanakan anjuran
e dokter dan menjalankan
p ketentuan dari rumah
er sakit.
a
w
at
a
n
s
e
s
u
ai
d
e
44

n
g
a
n
m
a
s
al
a
h
y
a
n
g
s
u
d
a
h
te
ri
d
e
nt
if
ik
a
si
d
al
a
m
f
o
r
m
at
di
a
g
n
o
s
a
k
e
p
er
a
w
at
a
n

Tabel 2.7 Konsep implementasi Keperawatan


45

2.3.6 Evaluasi

Ha
ri/ Catatan
Ja
No Ta Perkemban Ttd
m
ngg gan
al
Tuli Beri Ber S: Informasi berupa Tuliskan paraf
slah si isi ungkapan yang dan nama terang:
nom hari, ja didapat dari klien Menyediakan
or tang m setelah tindakan bukti untuk
diag gal eva diberikan kepentingan
nosi eval lua proses
s uasi si O: Informasi yang pengadilan/hukum
kepe kepe kep didapat berupa
rawa rawa era hasil pengamatan,
tan tan wat penilaian,
sesu an pengukuran yang
ai dilakukan oleh
deng perawat setelah
an tindakan
mas keperawatan
alah
yang A: Membandingkan
suda antara informasi
h subjektif dan
terid objektif dengan
entif tujuan dan kriteria
ikasi hasil, kemudian
dala diambil kesimpulan
m bahwa masalah
form teratasi, teratasi
at sebagian, atau tidak
diag teratasi
nosa
kepe P: Rencana keperawa
rawa tan lanjutan yang
tan akan dilakukan
berdasarkan hasil
analisa

Tabel 2.8 Konsep evaluasi keperawatan


BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada babiniakan di sajikan tentang metode penelitian yang di gunakan

pada study kasus diantararanya 1). Desain penelitian, 2). Batasan istilah, 3).

Partisipan 4). Lokasi dan waktu penelitian 5). Pengumpulan data 6). Uji

keabsahan data 7). Analisis data 8). Etikapenelitian.

3.1 Desain penelitian

Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun

sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap

pertanyaan penelitian. Desain penelitian mengacu pada jenis atau macam

penelitian yang di pilih untuk mencapai tujuan penelitian, serta berperan

sebagai alat dan pedoman untuk mencapai tujuan tersebut. (Setiadi, 2013).

Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus.

Studi kasus merupakan rancangan penelitian yang mencakup penkajian satu

unit penelitian secara intensif misalnya satu klien, keluarga, kelompok dan

institusi. (Nursalam, 2016)

Pada penelitian ini peneliti mengeksplorasi masalah asuhan

keperawatan klien yang mengalami Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif

pada kasus Tuberkulosis Paru di RSUD Bangil.

3.2 Batasan istilah

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) menyebutkan bahwa pasien

yang mengalami bersihan jalan napas tidak efektif memiliki beberapa gejala

yang timbul yaitu :

46
47

1) Data mayor : Batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih,

wheezing dan/ ronkhi kering.

2) Data minor: Dispneu, Ortopneu, bunyi napas menurun, frekuensi napas

berubah

Bersihan jalan napas tidak efektif adalah ketidakmampuan untuk

membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk

mempertahankan kebersihan jalan napas (Nurarif & Kusuma, 2015).

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius kronik dan berulang yang

biasanya mengenai paru, meskipun semua organ dapat terkena. Disebabkan

oleh Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang kecil dan relative

tumbuh lambat serta cepat asam dengan kapsul luar berlilin, yang meningkat

resistensinya untuk hancur.Ditularkan olah droplet nuclei, droplet yang

ditularkan melalui udara dihasilkan ketika orang terinfeksi batuk, bersin,

bicara, atau bernyanyi. Droplet kecil sekali dapat tetap beredar di udara

selama beberapa jam.Infeksi dapat terjadi ketika penjamu yang rentan

bernapas di udara yang mengandung droplet nuclei dan partikel

terkontaminasi menghindari pertahanan normal saluran napas untuk

mencapai alveoli. (Smeltzer & Bare, 2013)

3.3 Partisipan

Partisipan merupakan objek yang akan diteliti dalam studi kasus

yaitu klien yang mengalami tuberkulosis paru dengan ketidakefektifan

bersihan jalan napas. Kriteria klien sadar dan kooperatif (mau dijadikan

partisipan), memiliki jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan, klien


48

mengalami batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum

berlebih,wheezing dan/ ronkhi kering.

3.4 Lokasi dan Waktu penelitian

Penelitian study kasus ini penulis mengambil kasus asuhan

keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada klien dengan

Tuberkulosis Paru di RSUD Bangil. Waktu pengambilan kasus atau

pengolahan data dimulai dari peneliti melakukan studi pendahuluan sampai

dengan pengambilan kasus.

3.5 Pengumpulan Data

Pada bagian ini secara ringkas teknik pengumpulan data penulisan

dan jenis instrument yang digunakan untuk pengumpulan data dilakukan

dengan metode wawancara kepada klien, serta orang - orang yang terdekat

dengan klien. Pengumpulan data juga dapat dilakukan dengan metode

observasi melalui pemeriksaan fisik serta melihat dari hasil pemeriksaan

laboratorium klien. Instrument pengumpulan data yang digunakan adalah

format pengkajian yaitu identitas klien, riwayat kesehatan klien dan

keluarga, pola – pola fungsional (model konsep fungsional Gordon),

pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan

laboratorium, serta data subjektif dan data objektif.

3.6 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data

informasi yang diperoleh sehingga menghasilkan data dengan validasi

tinggi. Disamping integritas peneliti (karena peneliti menjadi instrumen


49

utama), uji keabsahan data dilakukan dengan: 1) Memperpanjang waktu

pengamatan/tindakan; dan 2) Sumber informasi tambahan menggunakan

triangulasi dari tiga sumber data utama yaitu klien, perawat dan klien yang

berkaitan dengan masalah yang diteliti.

3.7 Analisis Data

Analisa data dilakukan sejak peneliti di lapangan sewaktu

pengumpulan data dengan semua data terkumpul. Analisa data dilakukan

dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan teori yang

ada dan selanjutnya di tuangkan dalam bentuk opini dan pembahasan.

Teknik analisa data yang digunakan dalam study kasus ini di peroleh dari

hasil interpretasi wawancara mendalam yang di lakukan untuk Tanya jawab

rumusan masalah. Teknik analisis digunakan dengan cara observasi oleh

peneliti dan studi dokumentasi yang menghasilkan data untuk selanjutnya

diinterpretasikan dan dibandingkan dengan teori yang ada sebagai bahan

untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi.

1) Pengumpulan data

Pada tahap peneliti melakukan pengumpulan data dari hasil

WOD (wawancara, observasi, dan dokumentasi) dari pasien masuk

rumah sakit sampai pasien keluar rumah sakit.

2) Mereduksi data

Data hasil wawancara dan observasi yang terkumpul dalam

bentuk catatan lapangan di ubah menjadi dalam bentuk trankrip

sehingga data yang terkumpul dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan


50

diagnostic kemudian dibandingkan dengannilai normal. Data di

kelompokkan menjadi data subyektif dan obyektif.

3) Penyajian data

Penyajian yang di lakukan pada hasil penelitian studikasus

berupa hasil data wawancara dan observasi dalam bentuk data sesuai

dengan format asuhan keperawatan. Penyajian data dilakukan dengan

tabel, gambaran, maupun teks naratif, kerahasiaan klien di jamin

dengan jalan mengaburkan identitas klien, dari data yang di sajikan

kemudian data di bandingkan dengan hasil penelitian terdahulu dan

secara teoritis dengan perilaku kesehatan.

4) Kesimpulan

Dari data yang di sajikan, kemudian di bahas dan di bandingkan

dengan hasil penelitian study kasus secara teoritis dari data pengkajian,

diagnosis, perencanaan, tindakan dan evaluasi.

3.8 Etika penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menekankan masalah etika

dalam penelitian, etika yang harus di perhatikan adalah sebagai berikut :

1) Informed consent (lembar persetujuan)

Lembar persetujuan merupakan cara persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan,

sehingga responden dapat memutuskan apakah bersedia atau tidak

diikutkan dengan penelitian.


51

2) Anonimity (tanpanama)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak

perlu memberikan nama responden pada lembar kuesioner dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.

3) Confidentiality (kerahasiaan)

Untuk menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian baik informasi

maupun masalah masalah lainya. Semua informasi yang telah di

kumpulkan di jamin kerahasiaanya oleh peneliti. Hanya data tertentu

yang akan di laporkan pada hasil riset.

3.9 Keterbatasan

Dalam setiap penelitian pasti mempunyai kelemahan. Kelemahan

tersebut dituliskan dalam keterbatasan yaitu penelitian terjadi selama 3x24

jam terhitung ketika peneliti memulai pengkajian terhadap partisipan,

apabila setelah batas waktu tersebut partisipan dikatakan belum sembuh,

maka penelitian tetap akan dihentikan sesuai dengan apa yang telah peneliti

dapat di tiga hari tersebut. Hal ini dikarenakan partisipan dengan masalah

bersihan jalan napas pada klien tuberkulosis paru masih mengeluhkan batuk

berdahak dan terkadang sesak sehingga masalah tersebut belum teratasi.

Selain itu juga terhalang waktu, pada saat ditentukan waktu penelitian

terjadi pandemi covid-19 yang mengharuskan tetap berada di rumah yang

tidak memungkinkan mengambil data di puskesmas maupun rumah sakit

sehingga peneliti meneliti pada tanggal asuhan keperawatan di rumah sakit

praktik yang sesuai dengan kasus.


52

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengkajian

4.1.1 Gambaran Lokasi Pengambilan Data

Pengambilan data dan penelitian studi kasus ini dilakukan di ruang

isolasi Teratai RSUD Bangil Pasuruan. Partisipan Ny. P di ruang Teratai 6.

Partisipan studi kasus ini adalah pasien Tuberkulosis Paru dengan

Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas.

4.1.2 Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada 1 partisipan dengan diagnosa medis

Tuberkulosis paru

1) Identitas Klien

Tabel 4.1 Pengkajian data umum pada klien yang mengalami

tuberkulosis paru di RSUD Bangil

Identitas Klien Klien


Nama Ny P
Umur 47 tahun
Jenis Kelamin Perempuan
Suku/Bangsa Jawa
Agama Islam
Pendidikan SD
Pekerjaan Bekerja di Pabrik sepatu
Alamat Kresikan, Bangil
Tanggal MRS 31 Desember 2019
Tanggal Pengkajian 31 Desember 2019
Diagnosa Masuk Tuberkulosis Paru
53

2) Riwayat Penyakit

Tabel 4.2 Riwayat penyakit Ny. P

Riwayat Penyakit Klien


Keluhan Utama Klien mengatakan batuk bercak darah

Riwayat Penyakit Sekarang Klien mengatakan batuk berdahak terus


menerus sejak 1 minggu yang lalu. Sehari
sebelum dibawa ke IGD RSUD Bangil klien
sesak napas, nyeri dada bagian kanan dan
batuk berdahak sulit dikeluarkan, ketika
dahak dapat keluar disertai bercak darah
sehingga oleh anaknya dibawa ke puskesmas
kersikan. Namun oleh pihak puskesmas
dianjurkan segera dirujuk ke IGD RSUD
Bangil. Klien sampai di IGD pada tanggal 31
Desember 2019 pukul 03.00 WIB. Pada pukul
08.00 klien dipindahkan ke ruang Teratai.

Riwayat Penyakit Dahulu Klien mengatakan menderita Tuberkulosis


paru sejak tahun 2014, dan sembuh pada
pengobatan yang pertama, namun ditahun
2018 dinyatakan kambuh serta tidak
mengkonsumsi OAT secara rutin dan
akhirnya putus obat hingga sekarang.

Riwayat Penyakit Keluarga Klien mengatakan ibunya pernah menderita


penyakit Tuberkulosis paru, pengobatan 6
bulan dan dinyatakan sembuh.

3) Pola Fungsional Kesehatan


54

Tabel 4.3 Pola fungsional kesehatan pada klien tuberkulosis paru

Pola Kesehatan Klien


Pola Nutrisi Metabolik Klien mengatakan mual, nafsu makan menurun
karena makanan terasa pahit dan adanya batuk
serta sesak yang mengganggu klien. Berat
badan klien pun menurun dari 70 kg menjadi
55kg.

Pola Aktivitas-latihan Klien mengatakan bahwa aktivitasnya


terganggu dan mudah lelah karena sakitnya,
sehingga klien beberapa kali meminta cuti
kerja.

Pola istirahat tidur Klien mengatakan tidurnya terganggu karena


batuk dan terkadang sesak napas

4) Pemeriksaan Fisik

Tabel 4.4 Pemeriksaan penunjang laboratorium pada klien yang

mengalami tuberkulosis paru

Pemeriksaan Fisik Klien


Keadaan umum Lemas

TTV TD : 110/80 Mmhg


N : 87x/mnt
RR : 26x/mnt
S: 36,5° c

Kesadaran Composmentis

B1 (Breath) DS: Klien mengatakan batuk berdahak namun


dahak sulit dikeluarkan

DO:
Inspeksi: Klien tidak mampu batuk efektif,
tidak mampu batuk, dahak tidak dapat keluar,
klien tampak ngos-ngosan, bentuk dada
simetris, Sputum (+), hemaptoe (+), terdapat
55

otot bantu pernafasan., RR 26x/mnt


Palpasi: Vocal fremitus sama kanan kiri,
pergerakan dinding dada sama kanan kiri, tidak
terdapat massa.
Perkusi: Suara paru sonor.
Auskultasi: Irama nafas regular, pernafasan
dangkal, terdapat suara nafas tambahan yaitu
ronkhi pada seluruh lapang paru.

B2 (Blood) Akral hangat, CRT >2 detik, berkeringat, tidak


terlihat ictus kordis.

B3 (Brain) GCS 456, klien masih ingat tahun berapa dia


diagnosis terkena TB.

B4 (Bladder) BAK ±7 x/hari, urine kuning, tidak terdapat


nyeri tekan.

B5 (Bowel) Mukosa kering, jumlah gigi 21, tidak memakai


gigi palsu, nafsu makan menurun, diet nasi tim
3x sehari, muntah (+) pagi hari saat pengkajian,
peristaltic 21x/menit, tidak terdapat hemoroid,
belum BAB selama 5 hari.

B6 (Bone) Warna kulit sawo matang, kuku kotor, kekuatan


otot normal
5 5
5 5

5) Pemeriksaan penunjang

Tabel 4.5 Pemeriksaan penunjang pada klien tuberkulosis paru

Pemeriksaan Hasil Normal


56

HEMATOLOGI
Darah lengkap
Leukosit (WBC) 10,51 4,5-11
Neutrofil 9,7 1,5-8,5
Limfosit 0,65 1,1-5,0
Monosit 0,1 0,14-0,66
Eosinofil 0,000 0-0,33
Basofil 0,02 0-0,11
Neutrofil % 60,0 35-66
Limfosit % 3,5 24-44
Monosit % 3,0 3-6
Eosinofil % 0,0 0-3
Basofil % 0,1 0-1
Eritrosit (RBC) 4,910 4,5-5,9
Hemoglobin (HGB) 12,65 13,5-17,5
Hematokrit (HCT) 40,0 37-53
MCV 81,36 80-100
MCH 26,02 26-34
MCHC 31,66 32-36
RDW 15,32 11,5-13,1
PLT 335 150-450
MPV

KIMIA KLINIK
FAAL GINJAL
BUN 20,0 7,8-20,23
Kreatinin 0,9 0,6-1,0

GULA DARAH
Gula Darah Sewaktu 133 <200

SPO2 94% 95-100%

Gambar 4.1 pemeriksaan penunjang foto thorax Ny. P


57

Hasil :

Cor : Besar dan bentuk normal

Pulmo : Tampak infiltrat pada basal paru bilateral

Kedua sinus phrenicocostalis tajam

Tulang-tulang dan soft tissue tak tampak kelainan

Kesan : TB Paru

Gambar 4.2 hasil lab TCM

6) Terapi medis
58

Infus Nacl 20 tpm

Inj. Moxifloaxin 400mg 1x1

Inj. Santagesik 500 mg 2x1

Inj. Ondansentron 4mg 2x1

Resfar 200 mg 1x1

P.O Codein 10mg 3x1

P.O Ambroxol 30mg 3x1

Ventolin 2,5 mg 3x1

4.1.3 Analisa data

Tabel 4.6 Analisa data pada klien tuberkulosis paru

Data Etiologi Problem


DS: Klien mengatakan sudah satu Sekresi yang tertahan Bersihan Jalan Napas
minggu mengalami batu berdahak yang tidak efektif
sulit dikeluarkan, klien juga mengatakan
merasa sesak, nyeri dada bagian kanan
dan mengeluarkan sedikit dahak
bercampur darah sehari sebelum dibawa
ke rumah sakit
DO :
1. KU Lemah
2. Klien tidak mampu batuk efektif
3. Dahak nampak sulit dikeluarkan
4. Klien tampak ngos-ngosan
5. Sputum berwarna hijau kental
terdapat bercak darah
6. Terdapat retraksi dinding dada.
7. RR 26x/mnt
8. Pernafasan dangkal
9. Terdapat suara nafas tambahan yaitu
ronkhi pada seluruh lapang paru.
59

+ +
+ +
10. Hasil foto rontgen
Kesan: Tuberkulosis paru
11. Hasil lab TCM
MTB Detected medium
12. Klien MRS dengan dx medis
Tuberkulosis paru pada tanggal 30
desember 2019
13. Terapi yang telah diberikan :
Infus 20tpm, inj. Moxifloaxin, inj.
Santagesik, resfar, PO codein, PO
ambroxol, nebul combiven 2,5mg

4.1.4 Diagnosa Keperawatan

Bersihan Jalan Napas Tidakefektif berhubungan dengan sekresi

yang tertahan ditandai dengan klien mengatakan dahak sulit dikelurkan,

klien tidak mampu batuk efektif, dahak nampak sulit keluar, klien tampak

ngos-ngosan, terdapat retraksi dinding dada, RR 26x/mnt, pernafasan

dangkal, terdapat suara nafas tambahan ronkhi pada seluruh lapang paru.

4.1.5 Rencana Asuhan Keperawatan


60

Tabel 4.7 Rencana asuhan keperawatan pada klien tuberkulosis paru

Diagnosa , Tujuan, dan


Kriteria hasil Intervensi Rasioanal

Bersihan jalan napas 1. Atur posisi semifowler 1. Posisi membantu memaksimalkan


tidakefektif berhubungan 2. Berikan oksigen, jika ekspansi paru dan menurunkan
dengan sekresi yang perlu upaya pernafasan.
tertahan ditandai dengan 3. Menganjurkan klien 2. Ventilasi maksimal membuka area
klien mengatakan batuk membuang sekret ke atelektasis dan peningkatan gerakan
berdahak namun dahak tempatnya sekret ke dalam jalan nafas besar
sulit dikeluarkan. 4. Jelaskan tujuan dan untuk di keluarkan.
prosedur batuk efektif 3. Mencegah penyebaran virus
Setelah dilakukan 5. Anjurkan minum hangat 4. Melatih klien agar terbiasa
tindakan keperawatan 6. Anjurkan napas dalam melakukan cara pernapasan dengan
selama 3x24 jam dan batuk efektif baik
diharapkan bersihan jalan 7. Anjurkan asupan cairan 5. Air hangat memobilisasi dan
napas efektif dengan 2000 ml/hari mengencerkan dahak
kriteria hasil : 8. Lakukan fisioterapi dada 6. Ventilasi maksimal membuka area
1. Batuk efektif meningkat jika perlu atelektasis dan peningkatan gerakan
2. Produksi sputum 9. Kolaborasi pemberian sekret ke dalam jalan nafas besar
menurun mukolitik atau untuk di keluarkan.
3. Mengi dan ronkhi ekspektoran jika perlu 7. Pemasukan tinggi cairan membantu
menurun 10. Observasi kemampuan untuk mengeluarkan sekret,
4. Dispnea, ortopnea batuk membuatnya mudah dikeluarkan.
menurun 11. Observasi pola napas 8. Meningkatkan drainase dan
5. Frekuensi napas (frekuensi, kedalaman, eliminasi sekret agar lebih mudah
membaik usaha napas) dikeluarkan
6. Pola napas membaik 12. Observasi bunyi napas 9. Menurunkan kekentalan pada
tambahan (gurgling, saluran pernafasan untuk
wheezing, ronkhi) memudahkan pembersihan
13. Observasi sputum 10. Pengeluaran sputum akan sulit bila
(jumlah, warna, aroma) secret sangat tebal.
11. Penurunan bunyi nafas dapat
menunjukkan atelectasis.
12. Ronkhi, mengi menunjukkan
akumulasi secret/ketidakmampuan
membersihkan jalan nafas yang
dapat menimbulkan penggunaan otot
aksesori pernafasan dan peningkatan
kerja pernafasan.
13. Sputum berdarah kental atau
berdarah cerah diakibatkan keruskan
kavitas paru atau luka bronkial yang
dapat menentukan
evaluasi/intervensi lanjut
4.1.6 Implementasi Keperawatan
61

Tabel 4.8 Implementasi keperawatan pada klien tuberkulosis paru

Diagnosa
Pukul Implementasi Paraf
keperawatan

Bersihan jalan 30-12-20 Membantu meninggikan posisi tempat tidur


napas 08.00 dengan menaikkan pengatur tempat tidur
tidakefektif H: Klien bersedia dan memberikan tambahan
berhubungan bantal agar lebih nyaman dengan perubahan
dengan sekresi posisi tempat tidurnya.
yang tertahan
ditandai dengan 08.05 Menganjurkan segera membuang sekret ke
klien tempatnya
mengatakan H: Keluarga klien segera membuang sekret ke
batuk berdahak tempat sampah kemudian mencuci tangan
namun dahak
sulit 08.15 Membantu pemasangan oksigen sesuai indikasi
dikeluarkan. H: Klien bersedia terpasang oksigen 3 lpm

Menjelaskan tujuan dan prosedur napas dalam


08.20 dan batuk efektif
H: Klien mengatakan akan berusaha
menerapkan cara tersebut jika akan
mempermudah pengeluaran sekret

Menganjurkan klien untuk napas dalam dan


08.35 batuk efektif dengan cara menarik napas melalui
hidung dan membuangnya perlahan melalui
mulut, dilakukan 3x, pada tarik napas ke 3
ditahan 3 detik kemudian dibatukkan secara
kuat
H: klien mengikuti intruksi yang diajarkan
dengan menirukannya secara bertahap

Menganjurkan klien minum air hangat


08.50 H: anak klien mengatakan akan segera
membawa air hangat dari rumah karena di
rumahsakit tidak membawa persediaan air
62

hangat

08.55 Menganjurkan klien minum ±2000ml


H: Klien bersedia mengikuti anjuran

09.00 Memberikan uap nebulizer dengan ventolin 2,5


mg di oplos dengan cairan NaCl 0,9% 2cc
H: Dahak belum keluar

Melakukan pengukuran frekuensi pernafasan,


11.00 irama pernafasan dan suara nafas tambahan
dengan mengamati kondisi pasien serta
mendengarkannya menggunakan stetoskop
H: Frekuensi pernafasan 26x/menit, irama nafas
reguller, terdapat retraksi dinding dada, terdapat
suara ronchi, SPO2 99% (terpasang nasal kanul)

Menanyakan tentang kemampuannya


11.30
mengeluarkan dahak dan mengamati ketika
klien batuk
H: Klien masih susah untuk mengluarkan dahak

Bersihan jalan 01-01-20 Memposisikan klien tempat tidur lebih tinggi


07.00
napas seperti hari sebelumnya
tidakefektif H: Klien bersedia dan posisi tempat tidur
berhubungan berubah
dengan sekresi
yang tertahan Menstimulasi klien untuk batuk efektif ketika
07.10
ditandai dengan batuk
klien H: Klien melakukan batuk efektif dengan baik
mengatakan
batuk berdahak Memberikan oksigen sesuai indikasi
namun dahak 07.50 H: Klien bersedia terpasang oksigen nasal 3 lpm
sulit
dikeluarkan.
Mengingatkan klien untuk minum air hangat
dan menambah asupan cairan ± 2000 ml/hari
63

dan menanyakan keadaannya setelah minum air


hangat
08.00 H: Klien mengatakan agak lega setelah sering
minum air putih dan air hangat karena dahak
sedikit mulai encer dan tenggorokan tidak gatal

Memberikan uap nebulizer dengan ventolin 2,5

mg dioplos dengan NaCl 0,9% 2cc


10.20
H: setelah rutin menghirup uap nebulizer
tenggorokan mulai lega karena dahak sudah
mulai keluar

Melakukan pengukuran frekuensi pernafasan,


irama pernafasan dan suara nafas tambahan
dengan mengamati kondisi pasien serta
mendengarkannya menggunakan stetoskop
10.45
H: Frekuensi pernafasan 24x/menit, terdapat
retraksi dinding dada, masih terdapat suara
ronchi disemua lapang paru, SPO2 99%
(terpasang nasal kanul)

Menanyakan tentang kemampuannya


11.00 mengeluarkan dahak dan mengamati ketika
klien batuk
H: Klien mulai mampu untuk mengeluarkan
dahak, dahak ± ½ cc, dahak hijau muda, kental,
tidak berbau, terdapat bercak darah

Bersihan jalan 02-01-20 Membantu meninggikan posisi tempat tidur


07.00
napas pasien semi fowler.
tidakefektif H : Pasien merasa lega
berhubungan
dengan sekresi Menganjurkan agar cara batuk efektif yang telah
07.05
yang tertahan diajarkan dapat dilaksanakan setiap pasien akan
ditandai dengan batuk.
klien H : pasien sudah melakukan cara batuk efektif
mengatakan dengan baik dan benar dan mengatakan ingin
64

batuk berdahak menerapkannya.


namun dahak
sulit Membantu pemasangan oksigen sesuai indikasi
dikeluarkan. H: Klien bersedia terpasang oksigen nasal 2 lpm
07.20

Menganjurkan pasien minum air hangat


±2000ml/hari
H : Sangat enteng, karna beberapa dahak sudah
07.40
keluar

Memberikan uap nebulizer dengan ventolin 2,5


mg
H : Dahak lebih mudah keluar, karna sudah
10.00 encer

Melakukan pengukuran frekuensi pernafasan,


irama pernafasan dan suara nafas tambahan
dengan mengamati kondisi pasien serta
mendengarkannya menggunakan stetoskop.
H : Frekuensi pernafasan 22x/menit, masih
terdapat suara ronchi di paru-paru bagian kanan,
terkadang sesak napas, SPO2 98% (O2 2lpm),
tidak terdapat retraksi dinding dada
10.30

Mengamati pasien saat batuk dan menanyakan


tentang kemampuannya untuk mengeluarkan
dahaknya.
H : klien mengatakan dahak mulai dapat keluar
sedikit demi sedikit, tapi masih merasakan nyeri
dada ketika batuk, klien mampu untuk
mengeluarkan dahak, ± ½ cc dahak keluar saat
pasien bangun tidur berwarna hijau tanpa bercak
darah
65

4.1.7 Evaluasi Keperawatan

Tabel 4.9 Evaluasi Keperawatan pada klien tuberkulosis paru

Diagnosa Tanggal Evaluasi Paraf


Keperawatan
Bersihan jalan 31-12-2019 S:
napas Klien mengatakan masih susah untuk
tidakefektif mengeluarkan dahak, batuk, sesak.
berhubungan O:
dengan sekresi Terdengar ronkhi , RR 26x/menit, irama
yang tertahan nafas reguller, terpasang O2, posisi klien
ditandai dengan semi fowler, SPO2 99% (terpasang
klien oksigen), klien menerapkan cara batuk
mengatakan efektif dan napas dalam, dahak tampak
batuk berdahak tidak keluar
namun dahak A:
sulit Masalah belum teratasi
dikeluarkan. P:
Intervensi dilanjutkan
1. Atur posisi semifowler
2. Anjurkan pasien minum air
hangat
3. Anjurkan klien mempertahankan
intake cairan ±2000ml/hari
4. Berikan penguapan (nebulizer)
dengan ventolin 2,5mg dioplos
dengan cairan nacl 0,9% 2 cc
5. Observasi kemampuan untuk
mengeluarkan sputum catat
karakter, jumlah sputum, adanya
hempotysis
6. Observasi frekuensi pernafasan,
irama pernafasan dan suara nafas
tambahan
Bersihan jalan 01-01-2020 S:
napas Klien mengatakan mengeluarkan sedikit
tidakefektif dahak, masih batuk dan sesak berkurang.
66

berhubungan O:
dengan sekresi Terdengar ronkhi , RR 22x/menit, irama
yang tertahan nafas reguller, sesak, terpasang O2, posisi
ditandai dengan klien semi fowler, SPO2 99% (terpasang
klien oksigen), mengelurkan dahak hijau kental
mengatakan tidak berbau terdapat bercak darah
batuk berdahak A:
namun dahak Masalah belum teratasi
sulit P:
dikeluarkan. Intervensi dilanjutkan
1. Atur posisi semifowler
2. Anjurkan pasien minum air
hangat ±2000ml/hari
3. Berikan penguapan (nebulizer)
dengan ventolin 2,5mg dioplos
dengan cairan nacl 0,9% 2 cc
4. Berikan oksigen jika perlu
5. Observasi kemampuan untuk
mengeluarkan sputum, catat
karakter, jumlah sputum, adanya
hempotysis
6. Observasi frekuensi pernafasan,
irama pernafasan dan suara nafas
tambahan

Bersihan jalan 02-01-2020 S:


napas
Klien mengatakan dahak banyak keluar,
tidakefektif
masih batuk, kadang-kadang sesak.
berhubungan
dengan sekresi O:
yang tertahan
ditandai dengan Terdengar ronkhi , RR 22x/menit, irama

klien nafas reguller, posisi klien semi fowler,

mengatakan SPO2 98% (dengan oksigen nasal 2 lpm),

batuk berdahak klien mampu untuk mengeluarkan dahak,

namun dahak ± ½ cc dahak keluar saat pasien bangun

sulit tidur, dahak encer, tidak bau, tidak disertai


67

dikeluarkan. bercak darah

A:

Masalah teratasi sebagian

P:

Intervensi dilanjutkan

1. Atur posisi semifowler


2. Anjurkan pasien minum air hangat
±2000ml/hari
3. Berikan penguapan (nebulizer)
dengan ventolin 2,5mg dioplos
dengan cairan nacl 0,9% 2 cc
4. Berikan oksigen jika perlu
5. Observasi kemampuan untuk
mengeluarkan sputum, catat
karakter, jumlah sputum, adanya
hempotysis

5.2 Pembahasan

Berisi tentang pembahasan asuhan keperawatan melalui dari

pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi dengan

maksud memperjelas karena tidak semua yang ada pada teori dapat

diterapkan dengan mudah pada kasus nyata. Berisi tentang perbandingan

antara kasus nyata dengan teori.

5.2.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan proses awal dari penerapan asuhan

keperawatan pada partisipan untuk memperoleh tanda dan gejala sesuai

dengan permasalahan oleh partisipan dan keluarga. Hasil pengkajian dari


68

study kasus ini dilakukan dengan cara pengambilan pada 1 partisipan yaitu

Ny P 47 tahun.

Hasil study kasus klien atas nama Ny. R memiliki keluhan utama

batuk berdahak disertai bercak darah. Riwayat kesehatan sekarang klien

mengatakan batuk berdahak terus menerus sejak 1 minggu yang lalu. Sehari

sebelum dibawa ke IGD RSUD Bangil klien sesak napas dan batuk

berdahak sulit dikeluarkan, ketika dahak dapat keluar disertai bercak darah

sehingga oleh anaknya dibawa ke puskesmas kersikan. Namun oleh pihak

puskesmas dianjurkan segera dirujuk ke IGD RSUD Bangil. Klien

mengatakan menderita Tuberkulosis paru sejak tahun 2014, dan sembuh

pada pengobatan yang pertama, namun ditahun 2018 dinyatakan kambuh

serta tidak mengkonsumsi OAT secara rutin dan akhirnya putus obat hingga

sekarang.

Menurut Andra & Yessie (2013) gejala respiratorik pada klien

dengan Tuberkulosis Paru adalah batuk berdahak, batuk darah dan nyeri

dada. Pada gejala sistemik klien mengalami demam dan penurunan nafsu

makan (anoreksia). Selain itu penyebab pasien kambuh bisa dipengaruhi

dari beberapa faktor resiko Tuberkulosis Paru yaitu mereka yang kontak

dekat dengan seseorang yang mempunyai Tuberkulosis Paru aktif, individu

imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka yang dalam

terapi kortikosteroid atau mereka yang terinfeksi dengan HIV) serta individu

tanpa perawatan kesehatan yang adekuat.


69

Gejala yang disebutkan dalam teori dengan pengkajian yang

dilakukan kepada partisipan yaitu sama, namun berat ringannya infeksi

bakteri tuberculosis yang pada partisipan berbeda dipengaruhi oleh daya

tahan tubuh klien, berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk,

serta lamanya klien menderita tuberculosis paru.

5.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada klien adalah Bersihan Jalan Napas

Tidakefektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan ditandai dengan

KU klien lemah, Klien tidak mampu batuk efektif, tidak mampu batuk,

dahak tidak dapat keluar, klien tampak ngos-ngosan, bentuk dada simetris,

Sputum (+), hemaptoe (+), terdapat otot bantu pernafasan., RR 26x/mnt,

vocal fremitus sama kanan kiri, pergerakan dinding dada sama kanan kiri,

tidak terdapat massa, suara paru sonor, irama nafas regular, pernafasan

dangkal, terdapat suara nafas tambahan yaitu ronkhi pada seluruh lapang

paru.

Menurut Nanda (2015) ketidakefektifan bersihan jalan napas

adalah ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari

saluran pernapasan untuk mempertahankan bersihan jalan napas. Batasan

karakteristik dari diagnosa keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif

menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) adalah batuk tidak efektif,

tidak mampu batuk, sputum berlebihan, dispnea, orthopnea, sianosis,

frekuensi napas berubah.


70

Diagnosa keperawatan bersihan jalan napas tidakefektif sudah

sesuai dalam penegakan diagnosa keperawatan dalam teori karena

memiliki data subjektif yaitu klien mengatakan batuk berdahak serta susah

untuk mengeluarkan dahak dan dari data objektif terdengar suara nafas

tambahan ronkhi dan perubahan frekuensi nafas. Dalam kebutuhan

hierarki maslow masalah yang berhubungan dengan pernafasan harus

didahulukan karena jika ada sumbatan pada jalan nafas dan tidak segera di

efektifkan kebutuhan oksigen pasien terganggu.

5.2.3 Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan untuk kasus diatas antara lain yaitu atur

posisi klien semi fowler/fowler, ajarkan dan anjurkan klien untuk latihan

nafas dalam dan batuk efektif, anjurkan minum air hangat dan

mempertahankan intake cairan minimal 2000 ml/hari, berikan uap nebulizer,

observasi frekuensi pernafasan, catat kemampuan untuk mengeluarkan

sputum, karakter, jumlah dan adanya hemoptysis.

Menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2017) selain dilakukan napas

dalam dan batuk efektif juga dapat dilakukan fisioterapi dada, namun di

dalam kasus tidak dimasukkan karena kontraindikasi dilakukannya

fisioterapi dada adalah klien yang mengalami hemaptoe. Peneliti

berpendapat bahwa hal tersebut tidak dilakukan karena akan dapat

memperburuk dimana hemaptoe terjadi karena paru sudah memiliki jaringan

parut dan terjadi pendarahan.


71

5.2.4 Implementasi Keperawatan

Berikut ini merupakan tindakan serta hasil yang dilakukan pada Ny. P

1) Membantu meninggikan possi tempat tidur (semifowler/fowler)

Respon= Pada hari 1: Klien bersedia dan memberikan tambahan bantal.

Pada hari ke 2 : klien berada diposisi semifowler, sesak

berkurang. Pada hari ke 3: klien kooperatif dan berada

diposisi semifowler

Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan

pernapasan (Muttaqin, 2012)

Teknik pengubahan posisi pada klien memberikan pengaruh yang

signifikan untuk mengurangi sesak dan memudahkan klien bernafas.

2) Memberikan O2 sesuai indikasi

Respon= Pada hari 1: terpasang 02 nasal 3lpm. Pada hari ke 2:

terpasang 02 nasal 3 lp. Pada hari 3: terpasang 02 nasal 2 lpm

Memudahkan upaya pernafasan dan memberikan O2 didalam tubuh

klien (Taufan, 2011)

Pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi dapat menyediakan

oksigen didalam tubuh klien sehingga klien merasakan sesak berkurang

3) Menjelaskan tujuan dan prosedur napas dalam dan batuk efektif serta

menganjurkan klien latihan batuk efektif

Respon= Pada hari 1: klien tampak kooperatif, Klien mengatakan akan

berusaha menerapkan cara tersebut jika akan mempermudah

pengeluaran sekret. Pada hari 2: klien tampak kooperatif dan


72

mampu melakukan nafas dalam dan batuk efektif (klien

mengeluarkan dahak hijau kental bercampur bercak darah).

Pada hari 3: klien kooperatif mampu melakukan nafas dalam

dan batuk efektif (klien mengeluarkan dahak hijau encer

tanpa bercak darah).

Kongesti alveolar dapat mengakibatkan batuk sering/iritasi (Taufan,

2011)

Pemberian intervensi nafas dalam dan batuk efektif sangat efektif. Klien

tidak menghabiskan banyak tenaga untuk mengeluarkan dahak karena

nafas dalam dan batuk efektif meningkatkan drainase dan eliminasi

sekret agar lebih mudah dikeluargkan

4) Menganjurkan minum air hangat

Respon= Pada hari 1: anak klien mengatakan akan membawakan air

hangat dari rumah karena tidak mempunyai persediaan air

hangat. Pada hari 2: klien mengatakan sudah mulai minum air

hangat. Pada hari 3: klien mengatakan lebih mudah

mengeluarkan dahak setelah minum air hangat

Hidrasi menurunkan kekentalan sekret dan mempermudah pengeluaran

(Taufan, 2011)

Pemberian intervensi minum air hangat dapat membantu pengeluaran

dahak klien

5) Menganjurkan klien mempertahankan asupan cairan ±2000ml perhari


73

Respon= Pada hari 1: klien mengatakan bersedia. Pada hari 2: klien

tampak banyak minum. Pada hari 3: klien mengatakan sedikit

lega ketika banyak minum dan dahak banyak keluar

Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengeluarkan sekret,

membuatnya mudah dikeluarkan (Muttaqin, 2012).

Kurang asupan cairan akan membuat dahak menjadi kental. Saat

dehidrasi/kekurangan cairan tubuh akan menghemat pembuangan cairan

termasuk mengurangi komposisi air dalam dahak. Sehingga menjaga

asupan cairan dapat mencegah dahak terlalu kental.

6) Kolaborasi pemberian mukolitik/ekspektoran serta terapi medis lainnya

Respon= Pada hari 1: pemberian nebul ventolin 2,5mg, inj moxifloaxin,

inj santagesik, inj ondansentron, klien kooperatif. Pada hari 2:

pemberian nebul ventolin 2,5mg (klien mengatakan dapat

mengeluarkan dahak sedikit lebih mudah). Pada hari 3:

pemberian nebul ventolin 2,5 mg (klien mengatakan dapat

mengeluarkan dahak).

Pemberian ekspektoran dapat mengencerkan dahak, sedangkan

pemberian antibiotik dapat membunuh kuman untuk mengurangi

penyebaran infeksi (Taufan, 2011).

Nebulier sangat membantu pengenceran dahak karena obat yang

diberikan lewat nebulizer langsung menganai mukosa saluran

pernafasan sehingga bekerja lebih cepat untuk mengencerkan dahak.

7) Observasi pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)


74

Respon= Pada hari 1: RR 26x/mnt, terdapat retraksi dinding dada,

pernapasan cepat dan dangkal, klien mengatakan sesak. Pada

hari 2: RR 24x/mnt, klien mengatakan sesak berkurang. Pada

hari 3: RR 22x/mnt, klien mengatakan kadang-kadang sesak.

Penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan atelectasis (Taufan, 2011).

Sesak yang terjadi oleh klien merupakan salah satu cara tubuh untuk

memberitahu bahwa di dalam tubuh terdapat penumpukan eksudat yang

berlebihan yang mengganggu saluran pernapasan sehingga intervensi

ini harus dilakukan sebagai bahan evaluasi dan intervensi lebih lanjut.

8) Observasi bunyi napas tambahan (gurgling, wheezing, ronchi)

Respon= Pada hari 1: terdapat bunyi napas tambahan ronchi di semua

lapang paru. Pada hari 2: terdapat bunyi napas tambahan

disemua lapang paru. Pada hari 3: terdapat suara ronchi di

lapang paru bagian kanan.

Ronchi menyertai obstruksi jalan napas/kegagalan pernapasan (Taufan,

2011).

Ronkhi, mengi menunjukkan akumulasi secret/ketidakmampuan

membersihkan jalan nafas yang dapat meningkatkan kerja pernapasan

sehingga intervensi ini sangat penting untuk dilakukan.

9) Observasi sputum (jumlah, warna, aroma)

Respon= Pada hari 1: klien sangat sulit mengeluarkan dahak sehingga

belum bisa diobservasi. Pada hari 2: klien mengeluarkan


75

dahak hijau kental bercak darah. Pada hari 3: klien

mengeluarkan dahak hijau encer tanpa bercak darah

Sputum berdarah kental atau berdarah cerah diakibatkan keruskan

kavitas paru atau luka bronkial yang dapat menentukan

evaluasi/intervensi lanjut (Taufan, 2011).

Observasi sputum sangat penting dilakukan sebagai evaluasi/intervensi

lanjut.

Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) terdapat tindakan

mengajarkan fisioterapi dada, di dalam kasus tidak dimasukkan karena

kontraindikasi fisioterapi dada adalah klien yang mengalami hemaptoe.

Pemberian implementasi fisioterapi dada tidak dilakukan karena akan dapat

memperburuk dimana hemaptoe terjadi karena paru sudah memiliki jaringan

parut dan terjadi pendarahan.

5.2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan proses yang dilakukan dalam menilai

keberhasilan dan suatu tindakan keperawatan serta menentukan sejauh mana

tujuan sudah tercapai. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24

jam pada Ny. P bersihan jalan napas tidakefektif belum teratasi hal ini dapat

di buktikan dari kriteria hasil yang belum tercapai, Ny. R mengatakan masih

batuk tapi jarang dan masih sesak, dari hasil pemeriksaan secara objektif

masih ada suara tambahan ronkhi, serta frekuensi pernafasan 22x/menit.

Menurut teori dari (Andra & Yessie,2013) klien yang mengalami

Tuberkulosis Paru berulang atau mengalami kekambuhan proses kerusakan


76

pada paru sudah lebih luas. Hal ini karena terjadi lesi pada saluran

pernafasan, saat Tuberkulosis Paru mendapatkan pengobatan cavitas kecil

pada paru akan menutup dan akan meninggalkan jaringan parut. Pada

Tuberkulosis berulang sudah terdapat jaringan parut yang tertinggal di

saluran pernafasan yang terserang akibatnya jika berulang tempat tersebut

akan menjadi pengulangan dari tempat peradangan aktif.

Tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai teori tetapi respon

yang ditunjukkan Ny. P berbeda. Hal itu dapat terjadi karena banyak faktor,

beberapa faktor yang dapat ditinjau untuk dijadikan penyebab adalah karena

Ny. P sebelumnya memiliki riwayat Tuberkulosis Paru lebih lama, sembuh

dan kambuh lagi dimana pada pengobatan yang kedua klien tidak patuh

minum obat saat menjalani program OAT dan memilih putus obat.

Efektivitas dari pemberian tindakan juga bergantung dari semangat klien

untuk sembuh, serta sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh klien dan

berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.


BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di BAB 4 mengenai

bersihan jalan napas pada kasus tuberkulosis paru, maka peneliti dapat

mengambil kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dalam

BAB 4 tentang perbandingan antara teori dan kasus nyata pada Ny. P dengan

Tuberkulosis Paru di ruang Teratai RSUD Bangil Pasuruan, dari hasil

pengkajian gejala klinis pada klien dengan Tuberkulosis Paru didapatkan

keluhan batuk dan sesak

1) Pengkajian pada Ny P tuberkulosis paru dengan bersihan jalan tidak

efektif didapatkan keluhan batuk berdahak dan sulit mengeluarkan dahak,

sesak napas, hingga batuk disertai bercak darah. Pada pengkajian tidak

terdapat kesenjangan antara teori dan fakta.

2) Diagnosa keperawatan yang ada di teori dapat ditemukan pada kasus nyata

yaitu bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang

tertahan.

3) Intervensi keperawatan yang diberikan pada Ny P yaitu atur pasien semi

fowler/fowler, ajarkan klien untuk latihan nafas dalam, anjurkan minum

air hangat, berikan uap nebulizer, observasi frekuensi pernafasan,

observasi kemampuan untuk mengeluarkan sputum, karakter, jumlah dan

adanya hemoptysis

77
78

4) Implementasi pada kasus Tuberkulosis Paru sudah dilakukan yaitu

memberikan pasien posisi semi fowler, membantu pasien latihan nafas

dalam, memberikan pasien minum air hangat, memberikan uap nebulizer

dengan ventolin 2,5 mg, mengobservasi frekuensi pernafasan, irama

pernafasan, suara nafas tambahan, mengobservasi kemampuan untuk

mengeluarkan sputum, mencatat karakter, jumlah sputum, dan adanya

hemoptysis. Implementasi dilakukan selama 3 hari.

5) Evaluasi dari masalah yang dialami klien dengan tindakan keperawatan

meliputi memberikan pasien posisi semi fowler, membantu pasien latihan

nafas dalam, memberikan pasien minum air hangat, memberikan uap

nebulizer dengan ventolin 2,5 mg, mengobservasi frekuensi pernafasan,

irama pernafasan, suara nafas tambahan, mencatat kemampuan untuk

mengeluarkan sputum, mencatat karakter, jumlah sputum, dan adanya

hemoptysis teratasi sebagian dikarenakan riwayat Tuberkulosis paru yang

lebih lama dan dalam pengobatan rawat jalan tidak patuh dan memilih

putus obat.

5.1 Saran

5.2.1 Bagi pasien Tuberkulosis Paru

Bagi klien diharapkan dapat memiliki motivasi untuk sembuh

sehingga pengobatan yang diberikan dapat maksimal, mengikuti setiap

anjuran yang diberikan serta melaporkan kepada perawat setiap

perkembangan maupun keluhan yang dialami.

5.2.2 Bagi perawat


79

Di harapkan petugas kesehatan dapat memberikan penanganan

yang cepat dan tepat pada pasien Tuberkulosis paru dengan bersihan jalan

napas tidakefektif, khususnya bagi partisipan antara lain :

1) Melakukan pengajaran cara batuk efektif dengan benar serta

memberikan motivasi dalam keinginannya untuk sembuh

2) Memberikan pengawasan yang lebih terhadap kondisi serta melakukan

modifikasi terhadap intervensi yang telah diberikan sebelumnya.


80

STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
Jln. Raya Jabon Km. 06 Mojokerto Telp/Fax. (0321) 390203

LEMBAR KONSULTASI
Nama Mahasiswa : Aning Fitrotun Khalimatus S

NIM : 201704051

Pembimbing 2 : Rina Nur Hidayati M. Kep., Sp. Kep. Kom

Asuhan Keperawatan Dengan


Masalah Bersihan Jalan Napas Tidakefektif
Pada Pasien Tuberkulosis Paru

No Tanggal Konsultasi Bimbingan TTD

1 19-11-2019 Acc revisi ujian proposal

2-5-2020 Bab 4: analisa data, dx kep,


implementasi
Pembahsan: pd implementasi
dijabarkan
satu persatu intrvensinya dan dibahas
FT)
Bab 5: kesimpulan belum ada
pengkajian
81

STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
Jln. Raya Jabon Km. 06 Mojokerto Telp/Fax. (0321) 390203

LEMBAR KONSULTASI
Nama Mahasiswa : Aning Fitrotun Khalimatus S

NIM : 201704051

Pembimbing 2 : Tri Peni, S.Kep.Ns.,M.Kes

Asuhan Keperawatan Dengan


Masalah Bersihan Jalan Napas Tidakefektif
Pada Pasien Tuberkulosis Paru

N Tanggal Konsultasi Bimbingan TTD


o

1. Judul sesuai pengambilan data


2. Menambahkan keterbatasan pada bab 3
1 30 April 3. Memperbaiki EYD
. 2020 4. Menambahkan abstrak (Introduction, metode,
result, analisa, discus)

2
2
2 Mei 2020 ACC
Lanjutkan membuat PPT
82

Anda mungkin juga menyukai