Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan produksi lendir yang berlebihan pada paru-paru, akan

membuat lendir atau dahak sering menumpuk dan menjadi kental sehingga

sulit untuk dikeluarkan, karena terganggunya transportasi pengeluaran

dahak ini dapat menyebabkan penderita semakin kesulitan untuk

mengeluarkan dahaknya. Keadaan ini mengakibatkan batuk tidak

produktif, sesak nafas, dan penurunan kemampuan batuk efektif yang dapat

menyumbat jalan nafas. Sehingga muncul diagnosa keperawatan bersihan

jalan nafas tidak efektif (Alifariki, 2019)

Menurut Word Health Organization (WHO), saat ini penyakit

bronchitis diderita oleh sekitar 64 juta orang di dunia. Penggunaan

tembakau, polusi udara dalam ruangan atau luar ruangan dan debu serta

bahan kimia adalah faktor resiko utama. Prevalensi rate di Amerika Serikat

untuk bronchitis kronik adalah berkisar 4,45% atau 12,1 juta jiwa dari

populasi perkiraan yang digunakan 293 juta jiwa. Sedangkan ekstrapolasi

(perhitungan) tingkat prevalensi bronchitis kronik di Mongolia berkisar

122.393 orang dari populasi perkiraan yang digunakan adalah berkisaran

2.751.314 juta jiwa. Untuk daerah ASEAN, negara Thailand salah satu

negara yang merupakan angka ekstrapolasi tingkat prevalensi bronchitis

paling tinggi yaitu berkisar 2.885.561 jiwa dari populasi perkiraan yang

1
2

digunakan sebesar 64.865.523 jiwa, untuk negara Malaysia berada di

sekitar 1.064.404 dari populasi perkiraan yang digunakan sebesar

23.552.482 jiwa. Menurut National Center For Health Statistic, di Amerika

Serikat kira-kira ada 14 juta orang menderita bronchitis. Lebih dari 12 juta

orang menderita bronchitis pada tahun 1994, sama dengan 5% populasi

Amerika. (Tina, Lymbran dkk, 2017)

Angka kejadian bronchitis di Indonesia sampai saat ini belum

diketahui secara pasti. Namun, bronchitis merupakan salah satu bagian dari

penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang terdiri dari bronchitis kronik

dan emlisema atau gabungan dari keduanya. Direktorat Jenderal PPM &

PL Departemen Kesehatan Republik Indonesia melakukan survei pada 5

rumah sakit provinsi di Indonesia (Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur,

Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK

menempati urutan pertama penyumbang angka kesakitan sebanyak 35%

diikuti asma bronkial sebanyak 33% kanker paru sebanyak 30% dan

lainnya sebanyak 2%. Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013

didapatkan prevalensi PPOK di Indonesia sebanyak 3,7% dengan

prevalensi terbanyak yaitu provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 10%.

Sementara untuk provinsi Jawa Tengah prevalensi kejadian PPOK

sebanyak 3,4%, sedangkan Sulawesi Tenggara hasil Riskesdas 2013

menunjukkan Prevalensi PPOK yaitu 4,9%. (RI, 2017)

Di Jawa Timur diperkirakan mencapai 41,7% pasien dengan

bronchitis (Badan Pusat Statistic, 2018). Fakta lain mengenai perokok pasif

di Jawa Timur berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa


3

76,8% orang merokok dalam bersama anggota keluarga lain dan

berdasarkan Riskesdas 2007 di Kota Surabaya angka tersebut adalah

76,1%. Telah diketahui bahwa anak terpapar asap rokok dapat mengalami

peningkatan risiko terkena bronkitis (radang saluran pernapasan),

pneumonia, infeksi telinga, asma, serta kelambatan pertumbuhan paru.

(Dinkes Surabaya, 2019)

Berdasarkan hasil studi wawancara yang diambil di Ruangan Az-

zahra 2 Rumah Sakit RSI Jemursari Surabaya pada tanggal 17 juni 2022

terdapat 9 pasien dewasa yang mengalami masalah dengan gangguan

pernafasan. Diketahui 4 pasien mengalami TB Paru, 4 pasien mengalami

Pneumonia dan 1 pasien mengalami bronkitis. Dari 9 pasien mengalami

batuk-batuk dan sesak nafas selama hampir 1 minggu.

Awalnya hidung mengeluarkan lendir yang tidak dapat

dihentikan, batuk tidak berdahak, dilanjutkan 1-2 hari kemudian akan

mengeluarkan dahak berwarna putih dan kuning, semakin banyak dan

bertambah, warna menjadi kuning atau hijau. Akibat dari sputum yang

berlebih tersebut dapat menyebabkan sputum tertimbun menumpuk di

bronkus akibatnya bersihan jalan nafas tidak efektif dan akhirnya respon

utama adalah sesak nafas. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang tidak

ditangani dengan baik dan sesak nafas yang berlangsung lama akan

mengakibatkan komplikasi berupa munculnya gangguan pertukaran gas di

dalam paru-paru yang mengakibatkan timbulnya, gangguan pola nafas,

sianosis, hipoksia, hipoksemia kelelahan, apatis dan merasa lemas.

(Haryono, Ikawati, Yogyakarta 2020)


4

Terdapat berbagai jenis intervensi atau modalitas yang dapat

dilakukan pada pasien bronkitis sesuai dengan problematika yang

ditemukan saat pemeriksaan. Salah satu intervensi yang dapat digunakan

sebagai penanganan bronkitis untuk meningkatkan bersihan jalan nafas

tidak efektif adalah pemberian terapi latihan berupa ACBT. Active Cycle

of Breathing Technique (ACBT) merupakan teknik pernafasan aktif

dengan tujuan untuk membersihkan jalan napas bagi individu dengan

penyakit paru yang ditandai dengan produksi sputum yang berlebihan

sehingga menyebabkan retensi sputum dan obstruksi jalan napas yang

dapat menjadi predisposisi jalan napas terhadap infeksi dan peradangan.

ACBT diharapkan mampu mengurangi retensi sputum sehingga dapat

mengurangi terjadinya penyumbatan dan frekuensi infeksi. Pada jalan

napas. Selain itu, latihan pernapasan dengan teknik ACBT juga

digunakan untuk mencegah kerusakan jalan napas lebih lanjut dan

penurunan fungsi paru-paru (Lewis LK et all, 2012). Siklus ACBT terdiri

dari Breathing Control (BC); Thoracic Expansion Exercise (TEE); Forced

Expiration Technique (FET) atau “huff”. ACBT diyakini akan

kemanjurannya dibandingkan dengan teknik pembersihan jalan nafas

lainnya. (Pratama, 2021)

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka terdapat permasalahan

yang serius pada pasien bronkitis yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif .

sehingga penulis menyusun karya ilmiah akhir dengan judul “Penerapan

Terapi Active Cycle of Breathing Technique (ACBT) Pada Pasien


5

Bronkitis Dengan Masalah Keperawatan Bersihan Jalan Nafas Tidak

Efektif Di RSI Jemursari Surabaya”.

B. Batasan Masalah

Penatalaksanaan secara non farmakologis yang digunakan utntuk

membersihkan jalan napas bagi individu dengan penyakit paru yang

ditandai dengan produksi sputum akibat penyakit bronkitis dengan

memberikan terapi ACBT. Dalam penelitian ini peneliti hanya membatasi

masalah pada efektivitas penerapan terapi Active Cycle of Breathing

Technique (ACBT) terhadap pasien bronkitis dengan masalah keperawatan

bersihan jalan nafas tidak efektif di RSI Jemursari Surabaya.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah diatas, rumusan masalah dalam KIA

ini adalah “Bagaimanakah Penerapan Terapi Active Cycle of Breathing

Technique (ACBT) Pada Pasien Bronkitis dengan Masalah Keperawatan

Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif di RSI Jemursari Surabaya?

D. Tujuan Masalah

Adapun tujuan penelitian dari rumusan masalah diatas adalah:

1. Tujuan umum

Melakukan penerapan terapi Active Cycle of Breathing Technique

(ACBT) untuk mengatasi bersihan jalan nafas tidak efektif Pada Pasien

Bronkitis di RSI Jemursari Surabaya.


6

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian pada pasien bronkitis dengan masalah

keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif di RSI Jemursari

Surabaya.

b. Menetapkan diagnosa pada pasien Bronkitis dengan masalah

keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif di RSI Jemursari

Surabaya.

c. Menyusun intervensi pada pasien bronkitis dengan masalah

keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif bronkitis di RSI

Jemursari Surabaya.

d. Melakukan evaluasi dari penerapan Evidenced Based in Nursing

mengenai Active Cycle of Breathing Technique (ACBT) pada

pasien Bronkitis dengan masalah keperawatan Bersihan jalan nafas

tidak efektif di RSI Jemursari Surabaya.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini diantaranya:

1. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini yaitu bagi perkembangan ilmu

keperawatan, khususnya dalam keperawatan Medikal Bedah. Selain itu,

sebagai sumber informasi untuk melakukan penelitian selanjutnya.

Hasilnya dapat menambah pengetahuan tentang intervensi keperawatan

terkait penerapan terapi Active Cycle of Breathing Tecnique (ACBT)

untuk mengatasi masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif

pada pasien yang mengalami bronkitis.


7

2. Manfaat praktis

a. Bagi Profesi Keperawatan

Menambah evidence base praktik perawatan dan memberikan

masukan bagi perawat khusunya tindakan dalam mengatasi bersihan

jalan nafas tidak efektif pada pasien bronkitis dengan penerapan

terapi Active Cycle of Breathing Tecnique (ACBT).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Bronkitis

1. Definisi

Bronkitis merupakan suatu infeksi saluran pernafasan yang

menyebabkan inflamasi atau peradangan pada bronkus. Penyakit

ini menjadi masalah kesehatan karena sifatnya yang kronis,

persisten dan progresif. Bronkitis biasanya bersifat ringan dan pada

akhirnya akan sembuh sempurna dan biasanya akan membaik tanpa

terapi dalam 2 minggu, namun penderita yang memiliki penyakit

menahun, bronkitis dapat bersifat serius. Secara umum, brokitis

dibagi menjadi dua jenis, yaitu bronkitis akut dan bronkitis kronis.

(Haryono et al., 2020)

Bronkitis adalah peradangan (inflamasi) pada selaput lendir

(mukosa) bronkus (salauran pernapasan dari trakea hingga saluran

napas di dalam paru-paru). Peradangan ini mengakibatkan

permukaan bronkus membengkak (menebal) sehingga saluran

pernapasan relatif menyempit (Depkes RI, 2015).

2. Klasifikasi bronkitis

Bronkitis dapat diklasifikasi sebagai bronkitis akut dan bronkitis

kronis (Nuga, 2019):

a. Bronkitis akut

Merupakan infeksi saluran pernapasan akut bawah. Ditandai

dengan awitan gejala yang mendadak dan berlangsung lebih

8
9

singkat. Pada bronkitis jenis ini, inflamasi (peradangan bronkus

biasanya disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri, dan

kondisinya diperparah oleh pemaparan terhadap iritan, seperti

asap rokok, udara kotor, debu, asap kimiawi, dll)

b. Bronkitis kronis

Bronkitis kronis (CB) adalah salah satu komponen penyakit

paru obstruktif kronis. Ini didefinisikan sebagai batuk kronis

dan ekspektorasi, ketika penyebab spesifik batuk lainnya dapat

dikecualikan, yang berlangsun setidaknya selama periode 3

bulan selama setidaknya 2 tahun berturut-turut. CB terjadi

karena produksi yang berlebihan dan sekresi lendir oleh sel-sel

piala menyebabkan obstruksi lebih lanjut oleh obstruksi saluran

udara yang lebih kecil luminal, dan perubahan ketegangan

permukaan jalan napas menempatkannya pada risiko runtuh.

CB lebih sering terjadi pada pria daripada wanita dan lebih

umum pada individu paruh baya daripada pada individu yang

lebih muda. Bronkitis kronik merupakan suatu gangguan klinis

yang ditandai oleh pembentukan mukus yang berlebihan di

dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan

pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun,

sekurang-kurangnya dalam dua tahun berturut-turut. Definisi

ini tidak menyangkut penyakit-penyakit seperti bronkiektasis

dan tuberkulosis yang juga menyebabkan batuk kronik dan


10

pembentukan sputum. Sputum yang berbentuk pada bronkitis

kronik dapat mukoid atau mukopurulen. (Samuel, 2019)

3. Tanda dan Gejala Bronkitis

Gejala utama bronkitis sering batuk dan produksi sputum

berlebihan, dahak mungkin jelas, kekuningan, atau kehijauan

tergantung pada infeksi bakteri, dan kadang-kadang bercampur

dengan darah jika pembuluh darah kecil yang pecah karena batuk

terus-menerus. Dengan bronkitis akut dan tahapn awal bronkitis

kronis, batuk sering produktif, yang berarti bahwa lendir dilepas

dan ekspektorasi sputum. Namun, seperti bronkitis kronis

berlangsung dan sel-sel bersilia menjadi kurang efektif dan aliran

ekspirasi berkurang, batuk menjadi lebih unproductive. Jadi yang

disebut “batuk perokok” sangat mirip dan cenderung lebih buruk

saat bangun dan sering produktif lendir berubah warna dibagian

awal hari, tetapi menjadi kurang produktif karena kemajuan hari.

Dyspnea, atau sesak napas, merupakan gejala umum lain

dari bronkitis kronis dan secara bertahap meningkat dengan tingkat

keparahan penyakit. Pasien dengan bronkitis kronis sering menjadi

sesak nafas dengan aktifitas fisik dan mulai batuk. Namun, dyspnea

pada saat istirahat biasanya menandakan bahwa emfisema telah

dikembangkan, dalam hal diagnosis COPD sering diberikan. Selain

dyspnea, mengi suara sering terjadi dengan bronkitis kronis, yang

didefinisikan sebagai suara siulan kasar dihasilkan ketika saluran

udara yang sebagian terhalang.


11

Selain yang disebutkan di atas gejala utama, kelelahan,

malaise, sakit tenggorokan, nyeri oto, hidung tersumbat, sakit

kepala, dan edema juga sering mempengaruhi pasien dengan

bronkitis kronis. Batuk yang parah dapat menyebabkan nyeri dadi

dan memperburuk tekanan darah tinggi. Sianosis (perwarnaan kulit

abu-abu kebiruan yang disebabkan oleh kekurangan oksigen) dapat

berkembang pada pasien dengan bronkitis akut, tetapi terjadi pada

kasus kronis juga dan biasanya menunjukkan infeksi paru-paru

sekunder virus atau bakteri. Komplikasi utama bronkitis kronis

adalah sesak nafas berat ke titik sianosis, polisitemia (konsentrasi

abnormal tinggi sel darah merah yang diperlukan untuk membawa

oksigen), bronkospasme ireversibel menyebabkan PPOK,

pneumonia, cor pulmonale (pembesaran dan kelemahan dari kanan

ventrikel jantung karena penyakit paru-paru), gagal napas total, dan

kematian. (Tuder & Petrace, 2012)

4. Etiologi

Merokok atau pemajanan terhadap polusi adalah penyebab

utama bronchitis kronik. Pasien dengan bronchitis kronik lebih

rentan terhadap kekambuhan infeksi saluran pernapasan bawah.

Kisaran infeksi virus, bakteri, dan mikroplasma yang luas dapat

menyebabkan episode bronchitis akut. Eksaserbasi bronchitis

kronik hampir pasti terjadi selama musim dingin. Menghirup udara

yang dingin dapat menyebabkan bronkospasme bagi yang rentan.


12

Terdapat beberapa faktor yang merupakan etiologi bronkitis kronis,

yaitu (Halim Danusantoso, 2017):

a. Rokok

Terdapat hubungan yang erat antara merokok dengan

penurunan VEP (Volume Ekspirasi Paksa) dalam satu detik.

Secara patolgis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar

mukus bronkus dan metaplasia inhibisi aktivitas sel rambut

getar, makrofagalveolar dan surfaktan.

b. Infeksi

Infeksi saluran pernafasan bagian atas pada seseorang

penderita bronkhitis kronis hampir selalu menyebabkan infeksi

paru bagian bawah, serta menyebabkan kerusakan paru

bertambah. Eksaserbasi bronkhitis disangka paling sering

diawali dengan infeksi virus, yang kemudian menyebabkan

infeksi sekunder oleh bakteri. Bakteri yang paling sering adalah

Haemophilus influenzae dan Streptococus Pneumonia.

c. Polusi

Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor

penyebab penyakit bronkhitis, tetapi bila ditambah merokok,

faktor akan lebih tinggi.

d. Keturunan

Belum diketahui jelas apakah faktor keturunan berperan

atau tidak, kecuali dengan penderita dengan defisiensi alpha-1

anti tripsin yang merupakan suatu protein. Kerja protein ini


13

adalah menetralkan enzim proteolitik yang merusak jaringan,

sehingga defisiensi alpha-1 anti tripsin menyebabkan kerusakan

jaringan.

e. Faktor sosial ekonomi

Kematian pada penderita bronkhitis kronik ternyata labih

banyak pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin

disebabkan oleh faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih

jelek.

f. Usia tua

Dengan bertambahnya usia, daya tahan tubuh akan

menurun, sehingga pria yang sejak awal merokok tentu akan

lebih rentan terhadap penyakit ini.

5. Patofisiologi

Serangan bronkitis akut dapat timbul dalam serangan

tunggal atau dapat timbul kembali dengan eksaserbasi akut dari

bronkitis kronis. Pada umumnya, virus merupakan awal dari

serangan bronkitis akut pada infeksi saluran napas bagian atas.

Dokter akan mendiagnosis bronkitis kronis jika pasien mengalami

produksi sputum selama kurang lebih tiga bulan dalam satu tahun

atau paling sedikit dalam dua tahun berturut-turut.

Serangan bronkitis disebabkan karena tubuh terpapar agen

infeksi maupun non infeksi (terutama rokok). Iritan (zat yang

menyebabakan iritasi) akan menyebabkan timbulnya respons

inflamansi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema


14

mukosa, dan bronkospasme. Tidak seperti emfisema, bronkitis

lebih mempengaruhi jalan napas kecil dan besar dibandingkan

alveoli. Dalam keadaan bronkitis, alian udara masih

memungkinkan tidak mengalami hambatan. Pasien dengan

bronkhitis kronis akan mengalami:

a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada

bronkhus besar sehingga meningkatkan produksi mukus.

b. Mukus lebih kental

c. Kerusakan fungsi siliari yang dapat menurunkan mekanisme

pembersihan mukus.

Pada keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan

yang disebut “mucocilliary defence”, yaitu sistem penjagaan paru-

paru yang dilakuakn oleh mukus dan siliari. Pada pasien dengan

bronkitis akut, sistem mucocilliary defence paru-paru mengalami

kerusakan sehingga lebih muda terserang infeksi. Ketika infeksi

timbul, kelenjar, mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia

(ukuran membesar dan jumlah betambah) sehingga produksi mukus

akan meningkat. Infeksi menyebabkan dinding bronkial meradang,

menebal (sering kali sampai dua kali ketebalan normal), dan

mengeluarkan mukus kental.

Adanya mukus kental dari dinding bronkial dan mukus yang

dihasilkan kelenjar mukus dalam jumlah banyak akan

mengahambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit

saluran udara besar. Bronkitis kronis mula-mula hanya


15

mempengaruhi bronkus besar, namun lambat laun akan

mempengaruhi seluruh saluran napas.

Mukus yang kental dan pembesaran bronkus akan

mengobstruksi jalan napas terutama selama ekspirasi. Jalan napas

selanjutnya mengalami kolaps dan udara terperangkap pada

bagian distal ari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan

ventilasi alveolus, hipoksia, dan asidosis. Pasien mengalami

kekurangan O2 jaringan dan ratio ventilasi perfusi abnormal timbul,

dimana terjadi penurunan PO2 kerusakan ventilasi juga dapat

meningkatkan nilai PCO2, sehingga pasien terlihat sianosis, sebagai

kompensasi dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi

eritrosit berlebihan). (Tuder & Petrace, 2012)

Pada saat penyakit bertambah parah, sering ditemukan

produksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi

pulmonari. Selama infeksi, pasien mengalami reduksi pada FEV

dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak

ditanggulangi, hipoksemia akan timbul yang akhirnya menuju

penyakit cor pulmonal dan CHF (Congestive Heart Failure).

(Samuel, 2019)

6. Komplikasi Bronkhitis

Bronkitis akut yang tidak diobati secara benar cenderung

menjadi bronkitis kronis, sedangkan bronkitis kronis

memungkinkan anak mudah mendapat infeksi. Gangguan

pernapasan secara langsung sebagai akibat bronkitis kronis ialah


16

bila lendir tetap tinggal di dalam paru akan menyebabkan terjadinya

atelektasis atau bronkiektasis, kelainan ini akan menambah

penderitaan pasien lebih lama.

Untuk menghindarkan terjadinya komplikasi ini pasien

bronkitis harus mendapatkan pengobatan dan perawatan yang benar

sehingga lendir tidak selalu tertinggal dalam paru. Berikan banyak

minum untuk membantu mengencerkan lendir, berikan buah dan

makanan bergizi untuk mempertinggi daya tahan tubuh.

Pada anak yang sudah mengerti beritahukan bagaimana

sikapnya jika sedang batuk dan apa yang perlu dilakukan. Pada bayi

batuk-batuk yang keras sering diakhiri dengan muntah, biasanya

bercampur lendir. Setelah muntah bayi menjadi agak tenang. Tetapi

bila muntah berkelanjutan, maka dengan keluarnya makanan dapat

menyebabkan bayi menjadi kurus serta menurunkan daya tahan

tubuh. Untuk mengurangi kemungkinan tersebut setelah bayi

muntah dan tenang perlu diberikan minum susu atau makanan lain.

Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada

pasien, antara lain (Halim Danusantoso, 2017): :

a. Bronchitis kronik

b. Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis, bronchitis sering

mengalami infeksi berulang biasanya sekunder terhadap infeksi

pada saluran pernafasan bagian atas. Hal ini sering terjadi pada

mereka drainase sputumnya kurang baik.


17

c. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan

timbulnya pneumonia. Umumnya pleuritis sicca pada daerah

yang terkena.

d. Efusi pleura atau empisema

e. Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab

infeksi supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab

kematian.

f. Haemaptoe terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang

vena (arteri pulmonalis), cabang arteri (arteri bronchialis) atau

anastomisis pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan

tidak terkendali merupakan tindakan beah gawat darurat.

g. Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada

saluran pernafasan.

h. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis

cabang-cabang arteri dan vena pulmonalis pada dnding bronkus

akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi

darah, tinbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia.

Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor

pulmoner kronik, selanjutnya akan terjadi gagal jantung kanan.

i. Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi paling akhir pada

bronchitis yang berat dan luas

j. Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif,

sebagai komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang


18

mengalami komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran hati

dan limpa serta proteinurea.


Virus bakteri 19

Masuk melalui saluran pernafasan

Mengendap di bronkus
7. WOC

Gambar 2.1 Pathway Bronkitis Infeksi


Sumber: Muttaqin 2012
Respon inflamasi (radang)

Penebalan pada dinding Hipertropi/hiperlasia


Pelepasan pirogen oleh
bronkus kelenjar mukus
leukosit

Penyempitan lumen Produksi mukus oleh sel Beredar dalam sirkulasi


bronkus goblet darah

Aliran udara terganggu Akumulasi secret berlebih Direspon oleh


hipotalamus anterior

Sesak nafas, kesulitan Gangguan/obstruksi jalan


untuk bernafas nafas Laju metabolisme

Active Cycle of Breathing


Gangguan pola tidur b.d Suhu tubuh
Technique (ACBT) Aliran udara terganggu
sesak nafas dan batuk
Demam
Thoracic Huffing Breathing Control Bersihan jalan nafas tidak
Expansion Exercise efektif b.d akumulasi Hipertermi b.d proses
sekret
infeksi.
hipermetabolisme,ganggu
Mengembalikan destribusi Mengeluarkan retensi Mengurangi sesak an hipotalamus sbg pusat
ventilasi dan memperbaiki sputum dan menstimulus napas (Mengontrol pengatur tubuh
pertukaran gas 02 dan CO2 reflek batuk Frekuensi napas)

Secret Bersih
20

8. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan foto toraks anteror-posterior dilakuakan untuk

menilai derajat progersifitas penyakit yang berpengaruh

menjadi penyakit paru obstruktif menahun.

b. Pemeriksaan laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratotium menunjukan adanya perubahan

pada peningkatan eosinofil (berdasarkan pada hasil hitungan

jenis darah). Sputum diperiksa secara maskrokopis untuk

diagnosis banding dengan tuberkulosis paru (Soemantri, 2017).

9. Penatalaksanaan bronkitis

a. Batuk efektif nafas dalam

Batuk efektif adalah tindakan yang diperlukan untuk

membersihkan sekret. Tujuan napas dalam dan batuk adalah

untuk meningkatkan ekspansi paru, mobilisasi sekresi, dan

mencegah efek samping dari retensi sekresi. Pasien diberi

posisi duduk tegak pada tepi tempat tidur atau kursi dengan kaki

disokong. Pasien dianjurkan untuk mengambil napas dalam

dan perlahan. Bila sekret terauskultasi, kemudian batuk dimulai

pada inspirasi maksimum.

b. Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis

bronkodilator dan disesuaikan dengan kalsifikasi derajat berat

penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser


21

tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat

berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release)

atau obat berefek panjang (long acting). Macam-macam

bronkodilator:

1) Golongan antikolinergik: digunakan pada derajat ringan

sampai berta, disamping sebagai bronkodilator juga

mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali perhari)

2) Golongan agonis beta-2: bentuk inhaler digunakan untuk

mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat

sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat

pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang

berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk

mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk

penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau

drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

3) Kombinasi antikolinergik dan agonis beta-2: kombinasi

kedua golongan obat ini akan memperkuat efek

bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja

yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi

lebih sederhana dan mempermudah penderita.

4) Golongan xantin: dalam bentuk lepas lambat sebagai

pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada

derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer

untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan


22

bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.

Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar

aminofilin darah.

5) Anti inflamasi, digunakan bila terjadi eksaserbasi akut

dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi

menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan

metilprednisolom atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai

terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji

kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1

pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.

6) Antibiotika, hanya diberikan bila terdapat infeksi.

Antibiotik yang digunakan yaitu Lini 1 (amoksisilin,

makrolid) dan Lini II (amoksisilin dan asal klavulanat,

sefalosporin, kuinolon, makrolid baru)

7) Antioksidan, dapat mengurangi eksaserbasi dan

memperbaiki kualiti hidup, digunakan Nasetilsistein.

8) Mukolitik, hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut

karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama

pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous.

Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi

tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin (Soemantri,

2017).
23

10. Active Cycle of Breathing Technique (ACBT)

a. Definisi Active Cycle of Breathing Technique (ACBT)

Active Cycle of Breathing Technique (ACBT) merupakan

teknik pernafasan aktif dengan tujuan untuk membersihkan

jalan napas bagi individu dengan penyakit paru yang ditandai

dengan produksi sputum yang berlebihan sehingga

menyebabkan retensi sputum dan obstruksi jalan napas yang

dapat menjadi predisposisi jalan napas terhadap infeksi dan

peradangan. ACBT diharapkan mampu mengurangi retensi

sputum sehingga dapat mengurangi terjadinya penyumbatan

dan frekuensi infeksi pada jalan napas. Selain itu, latihan

pernapasan dengan teknik ACBT juga digunakan untuk

mencegah kerusakan jalan napas lebih lanjut dan penurunan

fungsi paru-paru (Lewis LK et all, 2012).

b. Tujuan Active Cycle of Breathing Technique (ACBT)

Menurut Elizabeth dalam Pawadshetty (2016), ACBT

adalah metode perawatan fleksibel yang digunakan untuk

memobilisasi dan membersihkan sekresi bronkus yang

berlebihan. Active Cycle of Breathing Technique (ACBT)

bertujuan untuk membersihkan jalan nafas dari sputum agar

diperoleh hasil pengurangan sesak nafas, pengurangan batuk,

dan perbaikan pola nafas. Siklus ini diulang 3-5 kali lebih

banyak untuk hasil yang lebih baik.(Samuel, 2019)


24

c. Indikasi Active Cycle of Breathing Technique (ACBT)

Adapun indikasi ACBT adalah untuk membantu

menghilangkan sekresi yang tertahan, atelektasis, sebagai

profilaksis terhadap komplikasi paru pasca operasi, untuk

mendapatkan sputum spesimen untuk analisis diagnostik, untuk

mempromosikan pembersihan dada secara independent. Durasi

pemberian ACBT untuk kelompok intervensi adalah satu kali

sehari selama 15-20 menit perhari selama 3 hari.

d. Kontra indikasi Active Cycle of Breathing Technique (ACBT)

Active Cycle of Breathing Technique (ACBT) tidak boleh

diberikan pada pasien yang tidak mampu bernapas secara

spontan, pasien tidak sadar, pasien tidak mampu mengikuti

intruksi.

e. Tahapan dalan melakukan Active Cycle of Breathing

Technique (ACBT)

Active Cycle of Breathing Technique (ACBT) digunakan

untuk membersihkan sekresi jalan napan, yang dilakukan dalam

tiga tahapan (Huriah T, 2017), yaitu:

1) Breathing Control (BC)

Breathing control merupakan pernapasan volume

tidal untuk mengurangi sesak napas yang dapat dihasilkan

selama komponen ACBT (Husnaniyah D, 2017).

Efektifnya, setiap siklus ACBT dilakukan kira-kira selama


25

2 menit, diulangi 3 hingga 5 kali siklus (Uzmezoglu B,

2018).

2) Thoracic Expansion Exercise (TEE)

Thoracic expansion mampu mengembalikan

destribusi ventilasi, mengurangi kinerja otot pernapasan,

dan memperbaiki pertukaran gas O2 dan CO2 yang

menurun sehingga dapat meningkatkan fungsi paru yang

disertai dengan penambahan jumlah udara yang dapat

dipompa oleh paru yang akan berpengaruh terhadap kinerja

otot bantu pernapasan dan peningkatan ekspansi toraks.

Force expiration technique mampu mendorong masuknya

udara secara maksimal melalui perubahan tekanan toraks

dan dinamika jalan napas sehingga dapat memindahkan

sputum dari jalur pernapasan bawah paru-paru ke jalur

napas yang lebih besar dekat dengan bagian atas dimana

proses pembersihan sputum akan lebih maksimal. (Huriah

& Wulandari, 2017)

3) Fase ekspirasi paksa/huffing

Fase ekspirasi paksa atau huffing pada ACBT

berupa kompresi dinamis dan kolapsnya saluran udara

menuju mulut dari titik tekanan yang sama. Fase ini dapat

membantu mengeluarkan retensi sputum dan menstimulasi

refleks batuk. Dalam sebuah penelitian menyimpulkan

bahwa dengan latihan ACBT sangat membantu responden


26

untuk mengeluarkan sputum yang menumpuk dan lengket

pada saluran napas tanpa menimbulkan rasa tidak nyaman

pada dada maupun tenggorokan. Hal ini dibuktikan dengan

jumlah sputum yang dapat dikeluarkan oleh responden

sebanyak 1 ml terjadi peningkatan setelah melakukan

latihan ACBT yaitu sebanyak 6,56 ml. (Huriah &

Wulandari, 2017)

Menurut Lewis et al (2010) mekanisme yang diusulkan

berdasarkan hasil FET/ACBT pada pembersihan sekret

adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2. Mekanisme Pembersihan Jalan Napas (Lewis, Williams, &

Olds, 2012)

Tatalaksana fisioterapi yang dilakukan berupa terapi latihan

dengan suatu teknik pembersihan jalan napas dengan metode breathing

control, throracic expansion dan force expiration technique (huffing

dan coughing) untuk pasien dengan penyakit paru dengan mekanisme

yang bertujuan untuk mengurangi sesak napas, membantu

membersihkan sekret dari paru-paru, memaksimalkan masuknya


27

oksigen ke paru, dan mengembalikan kinerja otot-otot pernapasan.

(Pratama, 2021).

Sejumlah mekanisme telah diusulkan sebagai berarti ACBT

mencapai peningkatan izin sekresi. Manuver ekspirasi paksa (rendah

dan huffing colume tinggi) dianggap mempromosikan sekresi gerakan

melalui perubahan tekanan toraks dan dinamika jalan napas. Kontrol

pernapasan dilaporkan mencegah bronkospasme dan desaturasi

oksigen sedangkan toraks latihan ekspansi membantu dalam

pelonggaran dan pembersihan sekresi, dan peningkatan ventilasai

kolateral. Ada kemungkinan bahwa efek fisiologis ACBT mungkin

sedikit berbeda di seluruh populasi pasien yang berbeda, terganung

pada tingkat produksi dahak, tahap penyakit, dan apakah pasien stabil

secara medis, atau di keadaan yang diperburuk. Teknik pembersihan

jalan napas seperti ACBT telah terbukti menghasilkan yang

menguntungkan pada orang dengan berbagai penyakit paru-paru.

(Lewis, Williams, & Olds, 2012)


28

3. SOP Active Cycle of Breathing Technique (ACBT)

Tabel 2.3 SOP


Standar Operasional Prosedur Pemberian Active Cycle
Of Breathing Technique(ACBT)
Pengertian Merupakan suatu tindakan yang dapat
digunakan untuk memobilisasi dan
membersihkan kelebihan sekresi pulmonal pada
penyakit paru kronis dan secara umum
meningkatkan fungsi paru paru
Tujuan Merupakan suatu tindakan yang dapat
digunakan untuk memobilisasi dan
membersihkan kelebihan sekresi pulmonal pada
penyakit paru kronis dan secara umum
meningkatkan fungsi paru-paru.
Indikasi a. Pembersihan dada secara independen
untuk membantu menghilangkan sekresi
yang tertahan
b. Atelektasis
c. Sebagai profilaksis terhadap komplikasi paru
pasca operasi
d. Untuk mendapatkan sputum spesimen untuk
analisis diagnostik
e. Untuk mempromosikan
Kontra a. Pasien tidak mampu bernapas
indikasi b. Pasien tidak sadar
c. Pasien tidak mampu mengikuti intruksi
Persiapan alat Tempat dahak, handscoon
Persiapan a. Memberikan infomerd consent
perawat b. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan
diberikan
c. Berikan posisi yang tepat dan nyaman selama
prosedur
d. Melepaskan terapi oksigen yang digunakan
Pelaksanaan Breathing control
a. Menganjurkan pasien duduk rileks diatas
tempat tidur atau di kursi
b. Menganjurkan pasien untuk melakukan
inspirasi dan ekspirasi secara teratur dan
tenang
c. Tangan peneliti berada di belakang thoraks
pasien untuk merasakan pergerakan yang
naik turun selama responden bernafas
d. Tindakan diulang 3-5 kali
Thoracic Expansion Efercise
a. Menganjurkan responden untuk tetap duduk
rileks diatas tempat tidur
29

b. Menganjurkan responden untuk menarik


napas dalam secara perlahan lalu
menghembuskan secara perlahan hingga
udara dalam paru-paru terasa kosong
c. Tindakan diulang 3-5 kali
d. Responden mengulangi kembali kontrol
pernapasan awal
Forces Expiration Technique/Huffing
a. Menganjurkan responden mengambil napas
dalam secukupnya lalu mengontraksikan otot
perutnya untuk menekan napas saat ekspirasi
dan menjaga agar mulut serta tenggorokan
tetap terbuka
b. Responden melakukan huffing sebanyak 3-5
kali
c. Melakukan batuk efektif
Sumber: Pakpahan, Pengaruh Kombinasi Fisioterapi Dada Dan
Active Cycle Breathing Tecnique Terhadap Saturasi Oksigen,
Frekuensi Pernapasan, Kemampuan Mengeluarkan Sputum Dan Lama
Hari Rawat Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik Di Ruang
Rawat Inap Rsup H. Adam Malik (2018)
30

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Bronkitis

Menurut Ngastiyah (2017) sebagai berikut:

1. Pengkajian

a. Anamnesis

Keluahan utama pada klien dengan bronkitis meliputi batuk

kering dan produktif dengan sputum purulen, demam dengan

suhu tubuh dapat mencapai ≥ 40ᵒ C dan sesak napas.

b. Riwayat penyakit saat ini

Riwayat penyakit saat ini pada klien dengan bronkitis

bervariasi tingkat keparahan dan lamanya. Bermula dari gejala

batuk-batuk saja, hingga penyakit akut dengan manifestasi

klinis yang berat.sebagai tanda-tanda terjadinya toksemia klien

dengan bronkitis sering mengeluh malaise, demam, badan

terasa lamah, banyak berkeringat, takikardia, datakipnea.

Sebagai tanda terjadinya iritasi, keluahan yang didapatkan

terdiri atas batuk, ekspektorasi/peningkatan produksi sekret,

dan rasa sakit dibawah sternum. Pentingnya ditanyakan oleh

perawat mengenai obat-obat yang telah atau biasa diminum

oleh klien untuk mengurangi keluhannya dan mengkaji kembali

apakah obat – obat tersebut masih relavan untuk dipakai

kembali.
31

c. Riwayat penyakit dahulu

Pada pengkajian riwayat kesehatan terdahulu sering kali

klien mengeluh pernah mengalami infeksi saluran pernapasan

bagian atas dan adanya riwayat alergi pada pernapasan atas.

Perawat haru memperhatikan dan mencatatnya baik-baik

d. Pengkajian psiko-sosial-spiritual

Pada pengkajian psikologis klien dengan bronkitis

didapatkan klien sering mengalami kecemasan sesuai dengan

keluhan yang dialaminya dimana adanya keluahan batuk,

sesak napas, dan demam merupakan stresor penting yang

menyebabkan klien cemas. Perawat perlu memberikan

dukungan moral dan memfasilitasi pemenuhan informasi

dengan tim medis untuk pemenuhan informasi mengenai

prognosis penyakit dari klien. Kaji pengetahuan klien dan

keluarga tentang pengobatan yang diberikan (nama, cara kerja,

frekuensi, efek samping, dan tanda-tanda terjadinya kelebihan

dosis). Pengobatan non farmakologi seperti olahraga secara

teratur serta mencegah kontak dengan alergen atau iritan (jika

diketahui penyebab alergi), sistem pendukung, kemauan dan

tingkat pengetahuan keluarga.

e. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum dan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan

tanda-tanda vital pada klien dengan bronkitis biasanya

didapatkan adanya peningkatan suhu tubuh lebih dari 40ᵒ,


32

frekuensi mapas meningkat seirama dengan peningkatan suhu

tubuh dan frekuensi pernapasan serta biasanya tidak ada

masalah dengan tekanan darah.

1) Inspeksi

Klien biasanya mengalami peningkatan usaha dan frekuensi

pernapasan, biasanya menggunakan otot bantu pernapasan.

Pada kasus bronkitis kronis, sering didapatkan bentuk dada

barrel/tong. Gerakan pernapasan masih simetris, hasil

pengkajian lainnya menunjukan klien juga mengalami

batuk yang produktif dengan sputum purulen berwarna

kuning kehijauan sampai hitam kecoklatan karena

bercampur darah.

2) Palpasi

Taktil fermitus biasanya normal

3) Perkusi

Hasil pengkajian perkusi menunjukan adanya bunyi

resonan pada seluruh lapang paruh.

4) Auskultasi

Jika abses terisi penuh dengan cairan pus akibat drainase

yang buruk, maka suara napas melemah, jika bronkus paten

dan drainasenya baik ditambah adanya konsuldasi disekitar

abses, maka akan terdengar suara napas bronkial dan ronkhi

basah.
33

f. Pemeriksaan diagnostik

1) Pemeriksaan laboratorium

- Darah rutin: Hb, Ht dan leukosit boleh didapatkan

meningkat

- Analisis gas darah: hipoksia dan hiperkapnia

2) Pemeriksaan faal paru

- Spirometri: ditemukan adanya penurunan kapasitas

vital (VC) dan volume ekspirasi kuat (FEV) serta

peningkatan volume residual (RV) dengan kapasitas

paru total (TC) normal atau meningkat.

3) Radiologi

- Rontgen thorax (PA/Lateral)

- Corakan bronkovaskuler meningkat

- Tram-track appearance: penebalan dinding bronkial

2. Diagnosa Keperawatan

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan

peningkatan produksi sekret.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan

nafas oleh sekresi, spasme bronchus.

c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan

broncokontriksi, mukus.

d. Resiko infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret,

proses penyakit kronis.


34
35

3. Intervensi Keperawatan

Tabel intervensi keperawatan

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)


1. Kategori : Fisiologis SLKI : Bersihan jalan nafas SIKI : Manajemen Jalan Napas
Subkategori : Respirasi Kode : L.01001 Kode : 1.01011
Diagnosa : Bersihan jalan nafas tidak efektif Definisi : Kemampuan membersihkan Definisi :
(D.0001) sekret atau obstruksi jalan napas untuk Mengidentifikasi dan mengelola
Definisi : Ketidakmampuan membersihkan mempertahankan jalan napas tetap kepatenan jalan napas.
sekret atau obstruksi jalan napas untuk paten. Observasi
mempertahankan jalan napas tetap paten. Kriteria Hasil: 1. Monitor pola napas (frekuensi,
Penyebab : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kedalaman, usaha napas)
A. Fisiologis 1x24 jam jalan napas meningkat 2. Monitor bunyi napas tambahan
1. Spasme jalan napas dengan kriteria hasil sebagai berikut: (mis. Gurgling, mengi, wheezing,
2. Hipersekresi jalan napas 1. Produksi sputum dari skala 4 (cukup ronkhi kering)
3. Disfungsi neuromuskuler meningkat) menjadi 2 (cukup 3. Monitor sputum (jumlah, warna,
4. Sekresi yang tertahan menurun) aroma)
5. Hiperplasia dinding jalan napas 2. Frekuensi napas dari skala 2 (cukup Terapeutik
6. Proses infeksi menurun) menjadi 4 (cukup 1. Pertahankan kepatenan jalan
7. Respon alergi meningkat) napas dengan head-tilt dan chin-
8. Efek agen farmakologis 3. Gelisah dari skala 1 (meningkat) lif
(mis.anastesi) menjadi 5 (menurun) 2. Posisikan semi fowler atau fowler
B. Situasional 4. Pola napas dari skala 2 (cukup 3. Berikan minuman hangat
1. Merokok aktif menurun) menjadi 4 (cukup 4. Lakukan fisioterapi dada, jika
2. Merokok pasif meningkat) perlu
3. Terpajan polutan 5. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
36

Gejala dan tanda mayor: 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum


A. Subjektif penghisapan endotrakeal
Tidak tersedia 7. Keluarkan sumbatan benda padat
B. Objektif dengan forsep McGill
1. Batuk tidak efektif 8. Berikan oksigen, jika perlu
2. Tidak mampu batuk Edukasi
3. Sputum berlebih 1. Anjurkan asupan cairan
4. Mengi,wheezing/ronkhi kering 2000ml/hari, jika tidak
Gejala dan tanda minor: kontraindikasi
A. Subjektif 2. Ajarkan teknik batuk efektif
1. Dispnea Kolaborasi
2. Sulit bicara 1. Kolaborasi pemberian
3. Ortopnea bronkodilator, ekspektoran,
B. Objektif mukolitik, jika perlu.
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi nafas menurun
4. Frekuensi nafas berubah
5. Pola nafas berubah
2. Kategori : Fisiologis SLKI : Pertukaran gas SIKI :Pemantauan respirasi
Subkategori: Respirasi Kode : L.01003 Kode : 1.01014
Diagnosa: Gangguan pertukaran gas (D.0003) Definisi : Oksigenasi/eliminasi Definisi : Mengumpulkan dan
Definisi: Kelebihan atau kekurangan karbondioksida pada membran menganalisis data untuk memastikan
oksigenasi/eliminasi karbondioksida pada alveolus-kapiler dalam batas normal kepatenan jalan napas dan keefektifan
membran alveolus-kapiler. Kriteria hasil: pertukaran gas.
Penyebab: 1 Dispnea dari skala 4 (cukup Observasi
1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi. meningkat) menjadi 2 (cukup 1 Monitor frekuensi, irama,
2. Perubahan membran alveolus-kapiler menurun) kedalaman dan upaya napas
37

Gejala dan tanda mayor 2 Bunyi napas tambahan skala 4 ( 2 Monitor pola napas
A. Subjektif cukup meningkat) menjadi 2 ( 3 Monitor kemampuan batuk efektif
1. dispnea cukup menurun) 4 Monitor adanya produksi sputum
B. Objektif 3 Pusing skala 4 (cukup meningkat) 5 Monitor adanya sumbatan jalan
1. PCO₂ meningkat/menurun menjadi 2 (cukup menurun) Napas
2. PO₂ menurun 4 Penglihatan kabur skala 4 (cukup 6 Auskultasi bunyi napas
3. Takikardia meningkat) menjadi 2 (cukup 7 Monitor saturasi oksigen
4. pH arteri meningkat/menurun menurun) 8 Monitor nilai AG D
5. Bunyi napas tambahan 5 Diaforesis skala 4 (cukup 9 Monitor hasil x-ray toraks
Gejala dan tanda minor meningkat) menjadi 2 (cukup Terapiutik
A. Subjektif menurun) 1. Atur interval pemantauan
1. Pusing 6 Napas cuping hidung skala 4 (cukup respirasi sesuai kondisi pasien
2. Penglihatan kabur meningkat) menjadi 2 (cukup 2. Dokumentasikan hasil
B. Objektif menurun) pemantauan
1. Sianosis 7 Pola napas skala 4 (cukup Edukasi
2. Diaforesis meningkat) menjadi 2 (cukup 1 Jelaskan tujuan dan prosedur
3. Gelisah menurun) pemantauan
4. Napas cuping hidung 8 Sianosis skala 2 (cukup memburuk) 2 Informasikan hasil pemantauan,
5. Pola napas abnormal (cepat/lambat, menjadi 4 (cukup membaik) jika perlu
reguler/ireguler, dalam/dangkal) 9 PCO₂ skala 2 (cukup memburuk)
6. Warna kulit abnormal (mis.pucat, kebiruan) menjadi 4 (cukup membaik)
7. Kesadaran menurun 10 PO₂ skala 2 (cukup memburuk)
Kondisi klinis terkait: menjadi 4 (cukup membaik)
1. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) 11 pH arteri skala 2 (cukup
2. Asma memburuk) menjadi 4 (cukup
3. Pneumonia membaik)
4. Tuberkulosis paru
5. Asfiksia
38

6. Infeksi saluran napas 12 Takikardia skala 2 (cukup


memburuk) menjadi 4 (cukup
membaik)
3. Kategori : Fisiologis SLKI : Pola napas SIKI : Manajemen jalan napas
Subkategori : Respirasi Kode : L.01004 Kode : 1.01011
Diagnosa : Pola napas tidak efektif (D.0005) Definisi : Inspirasi/ekspirasi yang Definisi : Mengidentifikasi dan
Definisi : Inspirasi/ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat mengelola kepatenan jalan napas
memberikan ventilasi adekuat. Kriteria Hasil: Tindakan
Penyebab: 1 Tekanan ekspirasi dari skala 2 Observasi
1. Depresi pusat pernapasan (cukup menurun) menjadi 4 (cukup 1 Monitor pola napas (frekuensi,
2. Hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat meningkat) kedalaman, usaha napas)
bernapas, kelemahan otot pernapasan) 2 Tekanan inspirasi dari skala 2 2 Monitor bunyi napas tambahan
3. Deformitas dinding dada (cukup menurun) menjadi 4 (cukup (mis.gurgling, mengi, wheezing,
4. Deformitas tulang dada meningkat) ronkhi kering)
5. Gangguan neuromuskular 3 Dispnea dari skala 2 (cukup 3 Monitor sputum (jumlah, warna,
6. Gangguan neurologis meningkat) menjadi 4 (cukup aroma)
7. Imaturitas neurologis menurun) Terapeutik
8. Penurunan energi 4 Pemanjangan fase eksprasi dari 1 Pertahankan kepatenan jalan
9. Obesitas skala 2 (cukup meningkat) menjadi napas dengan head-tilt dan chin- lift
10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru (cukup menurun) 2 Posisikan semi fowler atau fowler
11. Sindrom hipoventilasi 5 Pernapasan cuping hidung dari 3 Berikan minuman hangat
12. Efek agen farmakologis skala 2 (cukup meningkat) menjadi 4 Lakukan fisioterapi dada
13. Kecemasan 4 (cukup menurun) 5 Lakukan penghisapan lendir
Gejala dan Tanda Mayor Subjektif 6 Frekuensi napas skala 2 (cukup kurang dari 15 detik
1. Dispnea memburuk) menjadi 4 (cukup 6 Berikan oksigen, jika perlu
Objektif membaik) Edukasi
1. Penggunaan otot bantu pernapasan
2. Fase ekspirasi memanjang
39

3. Pola napas abnormal (mis. Takipnea, 7 Kedalaman napas skala 2 (cukup 1 Anjurkan asupan cairan 2000
bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne- memburuk) menjadi 4 (cukup ml/hari, jika tidak ada
stokes) membaik kontraindikasi
Gejala dan Tanda Minor Subjektif 8 Ekskursi dada skala 2 (cukup 2 Ajakan batuk efektif
1. Ortopnea memburuk) menjadi 4 (cukup Kolaborasi
Objektif membaik)) 1 Kolaborasi pemberian bronkodilator,
1. Pernapasan pursed-lip ekspektoran, mukolitik, jika perlu
2. Pernapasan cuping hidung
3. Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan eksirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah
Kondisi Klinis Terkait
1. Depresi sistem saraf
2. Cedera kepala
3. Trauma thoraks
4. Gullian barre syndrome
5. Multiple sclerosis
6. Myasthenia gravis
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Intoksikasi alkohol
40

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan

dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan

(Setiadi, 2012). Implementasi keperawatan yang dilakukan pada karya

ilmiah akhir ini adalah memberikan terapi active cycle of breathing

technique (ACBT) sebanyak 1 kali dalam 1 hari, repetasi 3-5 kali dengan

durasi disesuaikan kebutuhan pasien dengan kriteria hasil produksi

sputum dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi 2 (cukup menurun),

Frekuensi napas dari skala 2 (cukup menurun) menjadi 4 (cukup

meningkat), Gelisah dari skala 1 (meningkat) menjadi 5 (menurun), Pola

napas dari skala 2 (cukup menurun) menjadi 4 (cukup meningkat).

Penerapan active cycle of breathing technique (ACBT) mempersiapkan

pasien dalam menerima informasi tentang tindakan yang akan diberikan.

Selanjutnya menyiapkan inform concent, dan melakukan kontrak waktu,

tempat dan dan melakukan sesuai dengan prosedur yang sudah ada.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah untuk melihat kemampuan keluarga dalam

mencapai tujuan. Metode yang dapat dilakukan diantaranya ialah,

wawancara, observasi langsung, memeriksa laporan, dan latihan simulasi

(Akbar, 2019). Penilaian evaluasi yaitu menilai 5 tugas keluarga dapat

terlaksana dengan baik. Menurut Suprajitno (2012) Evaluasi disusun

menggunakan SOAP dengan uraian sebagai berikut:

S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif

olehkeluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.


41

O : Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat

menggunakanpengamatan yang objektif.

A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.

P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis


42

6. EBN (Evidence Based Nursing)

Nama Judul Metode Jumlah Lama Hasil penelitian


penelitian penelitian sampel pelaksanaan
Taniya Efektivitas Quasy 30 Subjek 4 minggu Penelitian menyimpulkan
singh, dkk teknik active experiment bahwa teknik active
Jurnal cycle of dengan pre cycle of breathing
fisioterapi breathing test dan technique dengan drainase
dan technique post test postural dan drainase
terapi bersama group autogenik efektif secara
okupasi postural individual tetapi
volume drainage secara koomparatif tidak
12 versus ada perbedaan
No.1 autogenik yang signifikan diantara
(2019) drainage pada dua kelompok.
pasien
bronkitis
kronis
Safrin Penggunaan Intrumen 2 4 hari Latihan pernapasan
Arifin Active Cycle pencarian artikel dengan teknik ACBT
Teknologi Of Breathing Pubmed, pada (active cycle of
Terapan Technique science direct, Pubme d, breathing technique)
Inovasi Pada kasus terbukti dapat
cochrame 3 artikel mengurangi sesak
dan Bronkiektasis library pada secara signifikan dilihat
Rekayasa Et Causa science dari penurunan brog
(SNT2IR) Post direct, scale. Latihan ini juga
2019 Tuberkulosis dan 0 dapat digunakan pada saat
Paru RS Paru artikel terjadi serangan sesak.
Dr.M Sehingga
pada dapat meringankan sesak
Goenawan cochra yang dialami oleh
Cisarua me pasien. Teknik
Bogor library, pernapasan yang lain
Analisis dari memiliki manfaat yang
Kasus 297 cukup baik apabila
Berbasis artikel dikobinasikan dengan
Bukti pursed lip breathing
yang dengan catatan bahwa
memen sesak yang dialami
uhi pasien sudah berkurang.
kriteria. Diaphragmatic breating
juga memiliki peran
penting dalam koreksi
pola napas pada pasien
sehingga pola pernapasan
menjadi lebih efisien.
Aditya Efektivitas Case report 1 pasien 4 hari Hasil yang didapatkan
Denny active cycle of study setelah dilakukannya
Pratama breathing terapi sebanyak 4 kali
Jurnal technique yaitu terjadi penurunan
Vokasi (ACBT) sesak yang dibuktikan
Indonesia terhadap dengan Modified Borg
scale dari skala 4
43

volume peningkatan menjadi skala 1, dan


9 No. 1 kapasitas pengurangan retensi
2021 fungsional sputum dengan hasil
pada auskultasi berupa ronchi
pasien pada segmen posterior
apikal lobus atas bilateral
bronkiektasis
menjadi ronchi pada
post segmen posterior apikal
tuberkulosis lobus atas dextra.
paru Berdasarkan hasil tersebut,
dapat disimpulkan bahwa
intervensi fisioterapi
dengan terapi latihan
ACBT efektif digunakan
pada pasien Bronkiektasis
post TB paru.
BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan

Karya ilmiah akhir ini menggunakan pendekatan studi

kasus, studi kasus adalah studi kasus yang dilakukan dengan cara

meniliti permasalahan melalui satu kasus asuhan keperawatan

yang terdiri dari unit tungggal. Data yang dikumpulkan adalah

data dari hasil wawancara langsung terhadap klien dan

pengamatan langsung terhadap klien. Intervensi yang dilakukan

adalah Penerapan Active Cycle Of Breathing Technique

(ACBT) pada pasien bronkitis dengan masalah keperawatan

bersihan jalan nafas tidak efektif di Rumah Sakit Islam jemursari

Surabaya.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Tempat

Tempat studi kasus ini adalah di Rumah Sakit Jemursari

Surabaya, alasan dipilihnya tempat ini adalah :

1) Belum pernah dilakukan penelitian yang sama tentang

penerapan terapi Active Cycle Of Breathing Technique

(ACBT) pada penderita bronkitis.

2) Jarak rumah peneliti dan tempat penelitian sangat

terjangkau, sehingga dapat mempermudah dan

memperlancar pengumpulan data.

44
45

b. Waktu

Waktu studi dilakukan pada bulan Juni 2022.

c. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam studi kasus ini adalah dewasa dengan

bronkitis di Rumah Sakit RSI Jemursari Surabaya.

d. Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada studi kasus ini dilakukan setelah

peneliti mendapatkan surat pengantar dari UNUSA ke Rumah

Sakit RSI Jemursari Surabaya. Setelah mendapatkan surat

balasan untuk melakukan penelitian, peneliti mengambil 2

pasien bronkitis untuk dijadikan sebagai responden dan sudah

mendapatkan persetujuan responden untuk dijadikan bahan

penelitian. Diruangan peneliti mengelolah 2 pasien bronkitis

sesuai kasus yang didapatkan serta mengidentifikasi masalah

keperawatan yang muncul, untuk memecahkan masalah

tersebut maka akan diterapkan inovasi sesuai jurnal yang ada,

pada penelitian ini inovasi yang diambil peneliti yaitu terapi

Active Cycle Of Breathing Technique (ACBT) pada pasien

bronkitis dengan masalah keperawatan bersihan jalan nafas

tidak efektif di Rumah Sakit RSI Jemursari Surabaya.

e. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan setelah semua data terkumpul

saat peneliti melakukan penelitian dilapangan berupa asuhan

keperawatan yang mempunyai komponen pengkajian


46

(wawancara, observasi), analisa data dilakukan dengan cara

mengemukakan fakta, selanjutnya dituangkan dalam

pembahasan. Teknik analisis yang digunakan dengan cara

menarasikan jawaban yang diperoleh peneliti dari

narasumber. Teknik analisa yang dilakukan dengan cara

observasi dan studi dokumentasi yang menghasilkan data,

selanjutnya diinterpretasikan oleh peneliti untuk dibandingkan

dengan teori yang ada sebagai bahan untuk rekomendasi dalam

intervensi tersebut.

f. Etika Penelitian

Etik penelitian ini dilakukan di Komite Etik Penelitian

Kesehatan Rumah Sakit Islam Surabaya Jemursari dalam

melingungi hak asasi dan kesejahteraan subjek penelitian

kesehatan dengan nomor etika penelitian (No. 054/KEPK-

RSISJS/VI/2022).

1) Informed consent

Peneliti meminta izin kepada subjek yang akan diteliti,

kemudian peneliti menjelaskan maksud dan tujuan peneliti

kepada responden. Jika bersedia diteliti, maka penelitian

akan dilanjutkan pada subjek tersebut, jika menolak maka

peneliti tidak akan memaksakan dan tetap menghormati

hak-hak responden.
47

2) Anonymity (tanpa nama)

Peneliti melindungi hak dan privasi responden, untuk

menjaga kerahasiaan responden peneliti tidak

mencantumkan nama responden pada lembar

pengumpulan data, cukup dengan memberi nama inisial

responden.

3) Confrentiality (kerahasiaan)

Peneliti menjamin kerahasiaan informasi yang diperoleh

dari responden hanya kelompok data tertentu saja yang akan

ditampilkan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian.

4) Kompensasi

Peneliti akan memberi sovenir sebagai tanda terima kasih

kepada responden

Anda mungkin juga menyukai