PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
membuat lendir atau dahak sering menumpuk dan menjadi kental sehingga
produktif, sesak nafas, dan penurunan kemampuan batuk efektif yang dapat
tembakau, polusi udara dalam ruangan atau luar ruangan dan debu serta
bahan kimia adalah faktor resiko utama. Prevalensi rate di Amerika Serikat
untuk bronchitis kronik adalah berkisar 4,45% atau 12,1 juta jiwa dari
2.751.314 juta jiwa. Untuk daerah ASEAN, negara Thailand salah satu
paling tinggi yaitu berkisar 2.885.561 jiwa dari populasi perkiraan yang
1
2
Serikat kira-kira ada 14 juta orang menderita bronchitis. Lebih dari 12 juta
diketahui secara pasti. Namun, bronchitis merupakan salah satu bagian dari
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang terdiri dari bronchitis kronik
dan emlisema atau gabungan dari keduanya. Direktorat Jenderal PPM &
rumah sakit provinsi di Indonesia (Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur,
diikuti asma bronkial sebanyak 33% kanker paru sebanyak 30% dan
lainnya sebanyak 2%. Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013
bronchitis (Badan Pusat Statistic, 2018). Fakta lain mengenai perokok pasif
76,1%. Telah diketahui bahwa anak terpapar asap rokok dapat mengalami
zahra 2 Rumah Sakit RSI Jemursari Surabaya pada tanggal 17 juni 2022
bertambah, warna menjadi kuning atau hijau. Akibat dari sputum yang
bronkus akibatnya bersihan jalan nafas tidak efektif dan akhirnya respon
utama adalah sesak nafas. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang tidak
ditangani dengan baik dan sesak nafas yang berlangsung lama akan
tidak efektif adalah pemberian terapi latihan berupa ACBT. Active Cycle
yang serius pada pasien bronkitis yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif .
B. Batasan Masalah
C. Rumusan Masalah
D. Tujuan Masalah
1. Tujuan umum
(ACBT) untuk mengatasi bersihan jalan nafas tidak efektif Pada Pasien
2. Tujuan Khusus
Surabaya.
Surabaya.
Jemursari Surabaya.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
2. Manfaat praktis
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Bronkitis
1. Definisi
dibagi menjadi dua jenis, yaitu bronkitis akut dan bronkitis kronis.
2. Klasifikasi bronkitis
a. Bronkitis akut
8
9
b. Bronkitis kronis
dengan darah jika pembuluh darah kecil yang pecah karena batuk
sesak nafas dengan aktifitas fisik dan mulai batuk. Namun, dyspnea
4. Etiologi
a. Rokok
b. Infeksi
c. Polusi
d. Keturunan
jaringan.
jelek.
f. Usia tua
5. Patofisiologi
produksi sputum selama kurang lebih tiga bulan dalam satu tahun
pembersihan mukus.
paru yang dilakuakn oleh mukus dan siliari. Pada pasien dengan
(Samuel, 2019)
6. Komplikasi Bronkhitis
sikapnya jika sedang batuk dan apa yang perlu dilakukan. Pada bayi
muntah dan tenang perlu diberikan minum susu atau makanan lain.
a. Bronchitis kronik
pada saluran pernafasan bagian atas. Hal ini sering terjadi pada
yang terkena.
kematian.
saluran pernafasan.
Mengendap di bronkus
7. WOC
Secret Bersih
20
8. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologis
b. Pemeriksaan laboratorium
9. Penatalaksanaan bronkitis
posisi duduk tegak pada tepi tempat tidur atau kursi dengan kaki
b. Bronkodilator
bronkodilator:
aminofilin darah.
2017).
23
dan perbaikan pola nafas. Siklus ini diulang 3-5 kali lebih
intruksi.
Technique (ACBT)
2018).
menuju mulut dari titik tekanan yang sama. Fase ini dapat
Wulandari, 2017)
Olds, 2012)
(Pratama, 2021).
pada tingkat produksi dahak, tahap penyakit, dan apakah pasien stabil
1. Pengkajian
a. Anamnesis
kembali.
31
d. Pengkajian psiko-sosial-spiritual
e. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
bercampur darah.
2) Palpasi
3) Perkusi
4) Auskultasi
basah.
33
f. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan laboratorium
meningkat
3) Radiologi
2. Diagnosa Keperawatan
broncokontriksi, mukus.
3. Intervensi Keperawatan
Gejala dan tanda mayor 2 Bunyi napas tambahan skala 4 ( 2 Monitor pola napas
A. Subjektif cukup meningkat) menjadi 2 ( 3 Monitor kemampuan batuk efektif
1. dispnea cukup menurun) 4 Monitor adanya produksi sputum
B. Objektif 3 Pusing skala 4 (cukup meningkat) 5 Monitor adanya sumbatan jalan
1. PCO₂ meningkat/menurun menjadi 2 (cukup menurun) Napas
2. PO₂ menurun 4 Penglihatan kabur skala 4 (cukup 6 Auskultasi bunyi napas
3. Takikardia meningkat) menjadi 2 (cukup 7 Monitor saturasi oksigen
4. pH arteri meningkat/menurun menurun) 8 Monitor nilai AG D
5. Bunyi napas tambahan 5 Diaforesis skala 4 (cukup 9 Monitor hasil x-ray toraks
Gejala dan tanda minor meningkat) menjadi 2 (cukup Terapiutik
A. Subjektif menurun) 1. Atur interval pemantauan
1. Pusing 6 Napas cuping hidung skala 4 (cukup respirasi sesuai kondisi pasien
2. Penglihatan kabur meningkat) menjadi 2 (cukup 2. Dokumentasikan hasil
B. Objektif menurun) pemantauan
1. Sianosis 7 Pola napas skala 4 (cukup Edukasi
2. Diaforesis meningkat) menjadi 2 (cukup 1 Jelaskan tujuan dan prosedur
3. Gelisah menurun) pemantauan
4. Napas cuping hidung 8 Sianosis skala 2 (cukup memburuk) 2 Informasikan hasil pemantauan,
5. Pola napas abnormal (cepat/lambat, menjadi 4 (cukup membaik) jika perlu
reguler/ireguler, dalam/dangkal) 9 PCO₂ skala 2 (cukup memburuk)
6. Warna kulit abnormal (mis.pucat, kebiruan) menjadi 4 (cukup membaik)
7. Kesadaran menurun 10 PO₂ skala 2 (cukup memburuk)
Kondisi klinis terkait: menjadi 4 (cukup membaik)
1. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) 11 pH arteri skala 2 (cukup
2. Asma memburuk) menjadi 4 (cukup
3. Pneumonia membaik)
4. Tuberkulosis paru
5. Asfiksia
38
3. Pola napas abnormal (mis. Takipnea, 7 Kedalaman napas skala 2 (cukup 1 Anjurkan asupan cairan 2000
bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne- memburuk) menjadi 4 (cukup ml/hari, jika tidak ada
stokes) membaik kontraindikasi
Gejala dan Tanda Minor Subjektif 8 Ekskursi dada skala 2 (cukup 2 Ajakan batuk efektif
1. Ortopnea memburuk) menjadi 4 (cukup Kolaborasi
Objektif membaik)) 1 Kolaborasi pemberian bronkodilator,
1. Pernapasan pursed-lip ekspektoran, mukolitik, jika perlu
2. Pernapasan cuping hidung
3. Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan eksirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah
Kondisi Klinis Terkait
1. Depresi sistem saraf
2. Cedera kepala
3. Trauma thoraks
4. Gullian barre syndrome
5. Multiple sclerosis
6. Myasthenia gravis
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Intoksikasi alkohol
40
4. Implementasi Keperawatan
technique (ACBT) sebanyak 1 kali dalam 1 hari, repetasi 3-5 kali dengan
tempat dan dan melakukan sesuai dengan prosedur yang sudah ada.
5. Evaluasi
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan
kasus, studi kasus adalah studi kasus yang dilakukan dengan cara
Surabaya.
a. Tempat
44
45
b. Waktu
c. Subjek Penelitian
d. Pengumpulan Data
e. Pengolahan Data
intervensi tersebut.
f. Etika Penelitian
RSISJS/VI/2022).
1) Informed consent
hak-hak responden.
47
responden.
3) Confrentiality (kerahasiaan)
4) Kompensasi
kepada responden