Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

PPOK atau Penyakit Paru Obstruktif Kronis adalah penyakit atau

gangguan paru yang memberikan kelainan ventilasi berupa obstruksi saluran

pernafasan yang bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversible. Obstruksi

ini berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru terhadap partikel asing

atau gas yang berbahaya. Penyakit ini merupakan penyakit yang

prevalensinya cenderung meningkat setiap tahunnya (GOLD, 2018).

Menurut Lisa, Tuko Gustari dan Azizman (2015) dan Perhimpunan

Dokter Paru Indonesia (2019) penyebab kematian utama di kawasan negara

berkembang telah mengalami transisi epideminologi dari dominasi penyakit

menular menjadi penyakit tidak menular (noncommunicable disease).

Perubahan ini sangat dipengaruhi oleh keadaan demografi, sosial ekonomi

dan sosial budaya. Penyakit paru obstuktif kronis merupakan salah satu

kelompok penyakit tidak menular (PTM) yang menjadi penyebab kematian

nomer empat di dunia dan diperkirakan menjadi insidens kesakitan dan

penyebab kematian nomer tiga pada tahun 2030.

Penyakit paru obstruktif kronis dianggap sebagai penyakit yang

berhubungan dengan interaksi genetik dengan lingkungan. Merokok, polusi

udara, dan pemajanan di tempat kerja terhadap batubara, kapas, padi-padian

merupakan faktor-faktor risiko penting yang menunjang terjadinya penyakit

ini (Brunner & Suddart, 2013).


1
2

Data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2019) prevalensi kasus

penyakit paru obstruksi kronis di Jawa Tengah memang tidak terlalu tinggi

yakni 2,24% dari 2.412.297 kasus Penyakit Tidak Menular (PTM) tetapi akan

menjadi masalah kesehatan masyarakat yang prevalensinya akan terus

meningkat seiring adanya daya konsumsi rokok masyarakat yang tinggi yakni

29% sering merokok, berjenis kelamin laki-laki dengan presentasi 47,3 %

serta konsumsi 9-10 batang rokok perhari.

Perilaku merokok dan penyakit paru obstuktif kronis merupakan

hubungan dose response karena semakin banyak batang rokok yang dihisap

perhari dan lamanya perilaku merokok maka resiko penyakit paru obstuktif

kronis akan lebih besar (Zulkarni, Nessa dan Yumna, 2019). Pendapat ini

diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Naser, Fadhiel dan Irvan (2016)

yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan korelasi

yang kuat antara derajat merokok dengan derajat keparahan penyakit paru

obstuktif kronis.

Keluhan utama klien dengan penyakit paru obstuktif kronis adalah

sesak nafas saat beraktivitas maupun istirahat, batuk kronis dan pembentukan

sputum dalam jumlah yang sangat banyak. Dari tanda dan gejala yang dialami

oleh klien penyakit paru obstuktif kronis dapat terjadi beberapa masalah

keperawatan salah satunya bersihan jalan nafas tidak efektif (Brunner &

Suddart, 2013).

Menurut Lemone, Priscilla (2016) apabila masalah bersihan jalan

nafas tidak segera ditangani dapat terjadi bronkospasme dan brokokontriksi.


3

Bronkospasme dan bronkokontriksi meningkatkan sekresi mukus dan edema

pada jalan nafas yang dapat mengganggu proses respirasi yang dapat

menurunkan ketersediaan oksigen di alevoli yang dapat mengakibatkan

penderita mengalami kesulitan bernafas mengakibatkan timbulnya sianosis,

kelelahan, apatis serta merasa lemah. Untuk itu perlu bantuan untuk

mengeluarkan dahak yang lengket sehingga bersihan jalan nafas efektif.

Menurut Dermawan (2012) dan Huda (2013) tindakan keperawatan

yang dapat mengatasi bersihan jalan nafas tidak efektif adalah dengan

memantau frekuensi pernafasan, memantau suara nafas pasien dan kolaborasi

dengan dokter untuk pemberian terapi farmakologis. Sedangkan menurut

Lemone, Priscilla (2016) tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi

masalah bersihan jalan nafas tidak efektif adalah dengan mengubah posisi

tidur klien dalam semi fowler, memberikan terapi nebulizer dan terapi batuk

efektif.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk membuat Karya

Tulis Ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan pada klien Penyakit Paru

Obstuktif Kronis dengan fokus studi bersihan jalan nafas tidak efektif di

RSUD Muntilan Kabupaten Magelang.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien penyakit paru

obstruktif kronik dengan fokus studi bersihan jalan nafas tidak efektif ?
4

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Menggambarkan asuhan keperawatan pada klien penyakit paru obstruktif

kronik dengan fokus studi bersihan jalan nafas tidak efektif.

2. Tujuan khusus

a. Menggambarkan hasil pengkajian pada klien penyakit paru obstruktif

kronik dengan fokus studi bersihan jalan nafas tidak efektif.

b. Menggambarkan masalah keperawatan pada klien penyakit paru

obstuktif kronis dengan fokus studi bersihan jalan nafas tidak efektif.

c. Menggambarkan rencana tindakan keperawatan pada klien penyakit

paru obstruktif kronis dengan fokus studi bersihan jalan nafas tidak

efektif.

d. Menggambarkan tindakan keperawatan pada klien penyakit paru

obstuktif kronis dengan fokus studi bersihan jalan nafas tidak efektif.

e. Menggambarkan hasil evaluasi tindakan pada klien penyakit paru

obstruktif kronis dengan fokus studi bersihan jalan nafas tidak efektif.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dalam dunia

keperawatan sebagai referensi perawat dalam pengelolaan kasus

keperawatan klien dengan penyakit paru obstuktif kronis dengan bersihan

jalan nafas tidak efektif


5

2. Manfaat praktis

a. Bagi perawat

Membantu menambah referensi dalam melakukan asuhan

keperawatan pada klien penyakit paru obstruktif kronik dengan fokus

studi jalan nafas tidak efektif.

b. Bagi rumah sakit

Sebagai bahan referensi dan evaluasi yang diperlukan dalam

pelaksanaan praktik pelayanan keperawatan khususnya dalam

memberikan asuhan keperawatan pada klien penyakit paru obstruktif

kronik dengan fokus studi jalan nafas tidak efektif.

c. Bagi institusi

Memperluas, menambah pengetahuan, dan mengembangkan

keterampilan kepada mahasiswa tentang asuhan keperawatan pada

klien penyakit paru obstruktif kronik dengan fokus studi jalan nafas

tidak efektif.

Anda mungkin juga menyukai