Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan penyakit kronis

yang bersifat progresif dan persisten sebagai respon inflamasi kronik terhadap

paparan partikel atau gas berbahaya yang ditandai dengan adanya hambatan

aliran udara pada saluran nafas dan paru. PPOK merupakan penyakit yang

tidak menular tetapi menjadi salah satu penyebab gangguan pernafasan yang

sering di jumpai baik di Negara maju maupun negara berkembang (Kemenkes

Indonesia, 2021).

Data hasil Riset Kesehatan Indonesia (Riskesdas, 2019), prevalensi

penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) sebanyak 3,7% dengan jenis kelamin

paling banyak adalah laki-laki, perbandingan resiko terkena PPOK antara

perokok dan bukan perokok sebesar 8,6 banding 2,8. Di Indonesia telah

mencapai 4,8 juta yang 90% adalah perokok atau mantan perokok

(Kemenkes, 2018 dalam Ida dkk, 2022).

Pada penderita penyakit paru obstruksi kronik umumnya menyerang

saluran pernafasan dengan gejala yang biasa muncul yaitu: nafas tersengal-

sengal saat melakukan aktivitas fisik, batuk tidak kunjung sembuh yang

disertai dahak, mengi, nyeri dada dan lemas. Faktor resiko terjadinya PPOK

yaitu asap rokok, polusi udara dan paparan debu. Pajanan terhadap beberapa

zat ini dapat menyebabkan terjadinya inflamasi yang mengakibatkan

penumpukan sputum dijalan nafas yang menyebabkan jalan nafas menyempit,


sehingga mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan nafas yang dapat

mengagnggu pergerakan uadara dan keluar paru. Pergerakan udara dari dalam

dan keluar paru akan menyebabkan penurunan kemampuan batuk efektif. Hal

ini meyebabkan terjadin ya bersihan jalan nafas tidak efektif (Nurmayanti, et.

Al, 2019)

Masalah keperawatan yang sering muncul pada pasien PPOK adalah

bersihan jalan nafas tidak efektif. Persatuan Perawat Nasional Indonesia

(PPNI, 2017) mendifinisikan bersihan jalan nafas tidak efektif adalah

ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk

mempertahankan jalan nafas tetap paten. Adapun tindakan yang dapat

dilakukan untuk pasien dengan masalah keperawatan bersihan jalan nafas

tidak efektif yaitu tindakan nonfarmakologi dan farmakologi. Pemberian

teknik batuk efektif merupakan tindakan nonfarmakologi sedangkan terapi

nebulizer merupakan tindakan farmakologi yang dilakukan pada pasien

dengan masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif. Nebulizer

merupakan alat yang digunakan untuk merubah obat-obat brobkodilator dari

bentuk cair ke bentuk partikel aerosol atau partikel yang sangat halus. Cara

pengobatan nebulizer dengan memberi obat-obat brobkodilator dalam bentuk

uanp secara langsung pada alat pernafasan meuju paru-paru. Tujuan dari

terapi nebulizer dengan obat-obat bronkodilator antara lain mengurangi sesak,

rileksasi dari spasme bronchial, mengencerkan dahak, melancarkan saluran

nafas dan melembabkan saluran pernafasan.


Menurut penelitian Setiawan. A. et, al (2021) menunjukkan dimana

pada tanggal 30 juni 2020 sebelum dilakukan penerapan terapi nebulizer

Spo2 pasien 90% dan setelah dilakukan penerapan terapi nebulizer Spo2

pasien meningkat menjadi 98%. Hal ini terbukti bahwa penerapan terapi

nebulizer mampu meningkatkan saturasi oksigen pada pasien PPOK dengan

masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif yaitu setelah

dilakukan tindakan pasien sudah tidak merasakan sesak. Penelitian yang sama

dilakukan oleh Syuritrika et. al, (2020) pemberian terapi nebulizer pada

pasien PPOK dengan masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif

dapat mengurangi sesak dengan menunjukkan frekuensi pernafasan

responden rata-rata penurunan dari 25,50% menjadi 18%.

Berdasarkan uraian tersebut diatas penulis tertarik untuk melakukan

studi literatur “Efektifitas Terapi Nebulizer Terhadap Bersihan Jalan Nafas

Tidak Efektif Pada Pasien PPOK”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang telah dijelaskan, maka penulis merumusan

permasalah dalam penelitian yaitu “ Bagaimana Efektifitas Terapi Nebulizer

Terhadap Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif pada Pasien PPOK?“

C. Tujuan Penulisan

Mengidentifikasi Keefetifan Terapi Nebulizer Terhadap Bersihan Jalan

Nafas Tidak Efektif pada Pasien PPOK.


D. Manfaat Penelitian

1. Masyarakat

Membudayakan pengelolaan klien PPOK yang mengalami masalah

keperawatan yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif dengan pemberian

terapi nebulizer.

2. Pengembang Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Dapat mengembangkan ilmu dan teknologi terapan di bidang

keperawatan khususnya penggunaan terapi nebulizer pada pasien yang

mengalami PPOK dengan masalah keperawatan bersihan jalan nafas

tidak efektif.

3. Penulis

Menambah wawasan, pengetahuan, serta keterampilan dalam

pemberian asuhan keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif pada

pasien yang mengalami PPOK dengan pe,berian tera;pi nebulizer.

4. Institusi Akper Sawerigading Pemda Luwu

Dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi institusi

pendidikan dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di

masa yang akan datang

Anda mungkin juga menyukai