Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN KEPUISTAKAAN

A. Asuhan Keperawatan Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif pada Pasien

PPOK

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari sebuah proses keperawatan.

Tahap pengkajian terjadi proses pengumpulan data, berbagai data yang

dibutuhkan baik wawancara, observasi, atau hasil laboratorium

dikumpulkan oleh petugas keperawatan. Pengkajian memiliki peran yang

penting, khususnya ketika ingin menentukan diagnosis keperawatan,

perencanaan tindakan keperawatan, implementasi keperawatan, serta

evaluasi keperawatan (Prabowo, 2017 dalam Seriasih, 2021). Pengkajian

pada pasien PPOK dilakukan dengan menggunakan pengkajian

mendalam mengenai bersihan jalan napas tidak efektif, dengan kategori

fisiologis dan subkategori respirasi. Pengkajian dilakukan sesuai dengan

tanda dan gejala mayor dan minor bersihan jalan napas tidak efektif

dimana data mayornya yaitu subjektif tidak tersedia dan data objektifnya

batuk tidak efektif, sputum berlebih, tidak mampu batuk, mengi,

wheezing dan/atau ronkhi kering, sedangkan tanda dan gejala minor, data

subjektif dyspnea, sulit bicara, ortopnea. Data objektif yaitu gelisah,

sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah, pola napas

berubah (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).


Hal-hal yang perlu dilakukan pada pengkajian keperawatan pada

pasien PPOK dengan bersihan jalan napas tidak efektif (Muttaqin, 2014

dalam Seriasih, 2021), yaitu :

a. Biodata pasien Berisi nama, jenis kelamin, usia, pekerjaan, dan

pendidikan.

b. Keluhan utama

Keluhan utama yang muncul seperti batuk, produksi sputum

berlebih, sesak napas, merasa lelah. Keluhan utama harus

diterangkan sejelas mungkin.

c. Riwayat kesehatan saat ini

Setiap keluahan utama yang ditanyakan kepada pasien akan

diterangkan pada riwayat penyakit saat ini seperti sejak kapan

keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan terjadi,

bagaimana sifat keluhan yang dirasakan, apa yang sedang

dilakukan saat keluhan timbul, adakah usaha mengatasi keluhan

sebelum meminta pertolongan, berhasil atau tidak usaha tersebut,

dan sebagainya.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Pengkajian riwayat kesehatan keluarga sangat penting untuk

mendukung keluhan dari pasien. Perlu dikaji riwayat kesehatan

keluarga yang memberikan predisposisi keluhan seperti adanya

riwayat batuk lama, riwayat sesak napas dari generasi terdahulu.


Adanya riwayat keluarga yang menderita kencing manis dan

tekanan darah tinggi akan memperburuk keluhan pasien.

e. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang difokuskan pada pasien PPOK

dengan bersihan jalan nafas tidak efektif, yaitu:

1) Inspeksi

Inspeksi yang berkaitan dengan sistem pernapasan adalah

melakukan pengamatan atau observasi pada bagian dada,

bentuk dada simetris atau tidak, pergerakan dinding dada, pola

napas, irama napas, apakah terdapat proses ekhalasi yang

panjang, apakah terdapat otot bantu pernapasan, gerak

paradoks, retraksi antara iga dan retraksi di atas klavikula.

Dalam melakukan pengkajian fisik secara inspeksi,

pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat keadaan umum

dan adanya tanda-tanda abnormal seperti adanya sianosis,

pucat, kelelahan, sesak napas, batuk, serta pada pasien PPOK

dapat dilihat bentuk dada barrel chest

2) Palpasi

Palpasi dilakukan untuk mengetahui gerakan dinding thorak

saat proses inspirasi dan ekspirasi. Cara palpasi dapat

dilakukan dari belakang dengan meletakkan kedua tangan di

kedua sisi tulang belakang. Kelainan yang mungkin didapat

saat pemeriksaan palpasi antara lain nyeri tekan, adanya


benjolan, getaran suara atau fremitus vokal. Cara mendeteksi

fremitus vokal yaitu letakkan kedua tangan pada dada pasien

sehingga kedua ibu jari pemeriksa terletak di garis tengah di

atas sternum, ketika pasien menarik nafas dalam, maka kedua

ibu jari tangan harus bergerak secara simetris dan terpisah satu

sama lain dengan jarak minimal 5cm. Getaran yang terasa oleh

tangan pada saat dilakukan pemeriksaan palpasi disebabkan

oleh adanya dahak dalam bronkus yang bergetar pada saat

proses inspirasi dan ekspirasi.

3) Perkusi

Pengetukan dada atau perkusi akan menghasilkan vibrasi pada

dinding dada dan organ paru-paru yang ada dibawahnya, akan

dipantulkan dan diterima oleh pendengaan pemeriksa. Cara

pemeriksa perkusi dengan cara permukaan jari tengah

diletakkan pada daerah dinding dada di atas sela-sela iga

selanjutnya diketuk dengan jari tengah yang lain.

4) Auskultasi

Auskultasi adalah mendengarkan suara yang berasal dari

dalam tubuh dengan cara menempelkan telinga ke dekat

sumber bunyi atau dengan menggunakan stetoskop.

Pemeriksaan auskultasi berfungsi untuk mengkaji aliran udara

dan mengevaluasi adanya cairan atau obstruksi padat dalam

struktur paru. Untuk mengetahui kondisi paru-paru, yang


dilakukan saat melakukan pemeriksaan auskultasi yaitu

mendengar bunyi napas normal dan bunyi napas tambahan.

2. Diagnosis Keperawatan

Diagnoisis keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai

respon pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis

keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien perindividu,

keluarga, komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.

Pada penelitian ini, diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan

yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif. Menurut PPNI (2017), bersihan

jalan nafas tidak efektif adalah ketidakmampuan membersihkan sekret

atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten.

Fokus diagnosis pada penelitian ini yaitu, bersihan jalan nafas

berhubungan dengan sekresi yang tertahan. Adapun gejala dan tanda

bersihan jalan nafas tidak efektif yaitu:

a. Gejala dan tanda mayor

Pada gejala mayor tidak ada data yang ditemukan. Sedangkan pada

tanda mayor ditemukan data berupa batuk tidak efektif, tidak mampu

batuk, sputum berlebihan, mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering,

meconium di jalan nafas (pada neonates) (PPNI, 2017)

b. Gejala dan tanda minor

Pada gejala minor ditemukan data berupa dyspnea, sulit bicara,

ortopnea. Sedangkan tanda minor ditemukan data berupa gelisah,


sianosi, bunyi nafas menurun, frekuensi nafas berubah, pola nafas

berubah (PPNI, 2017).

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi atau perencanaan merupakan kategori perilaku

keperawatan yang berpusat pada klien dimana tujuan dan hasil yang

diperkirakan ditetapkan serta intervensi dipilih guna mencapai tujuan

tersebut. Rencana asuhan keperawatan yang akan disusun memiliki

beberapa komponen yaitu diagnosis keperawatan, kriteria hasil,

intervensi keperawatan (Potter & Perry, 2015). Komponen-komponen

tersebut sangat membantu pada proses evaluasi keberhasilan asuhan

keperawatan yang telah diimplementasikan.

Berdasarkan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (PPNI) 2019

dan Standar Intervensi Indonesia (PPNI) 2018, intervensi yang dapat

dirumuskan dengan masalah bersihan jalan nafas tidak efektif adalah:

a. Manajemen jalan nafas adalah mengidentifikasi dan mengelola

kepatenan jalan nafas. Adapun intervensi keperawatannya dapat

dilihat pada table.


Intervensi Keperawatan:

Tabel 2.1
Intervensi Keperawatan Manajemen Jalan Nafas
Tujuan/Kriteria Intervensi Keperawatan
Hasil (SLKI) (SIKI)
Setelah dilakukan asuahan Intervensi utama
keperawatan 3x24 jam Manajemen jalan napas:
diharapkan oksigenasi a. Observasi
membaik dengan kriteria 1) Monitor pola nafas (frekuensi,
hasil: kedalaman, usaha nafas)
Termoregulasi 2) Monitor bunyi nafas tambahan
1. Batuk efektif (mis. Gurgling, mengi,
meningkat wheezing, ronkhi kering)
2. Produksi sputum 3) Monitor sputum (jumlah, warna,
menurun aroma)
3. Mengi menurun b. Terapeutik
4. Wheezing menurun 1) Pertahankan kepatenan jalan
5. Dispnea menurun nafas dengan head-tilt (jaw-
6. Frekuensi napas thrust jika curiga trauma
membaik servikal)
7. Pola napas membaik 2) Posisikan semi-fowler atau
fowler
3) Berikan minuman hangat
4) Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
5) Lakukan penghisapan lender
kurang dari 15 detik
6) Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakela
7) Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
8) Berikan oksigen, jika perlu
c. Edukasi
1) Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontraindikasi
2) Ajarkan teknik batuk efektif
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Sumber: PPNI (2019) & PPNI (2018)
4. Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan atau implementasi merupakan bagian aktif

dalam asuhan keperawatan yang dilakukan perawat sesuai dengan

rencana tindakan dan pelaksanaan rencana tindakan yang telah

ditentukan dengan tujuan agar kebutuhan klien terpenuhi secara optimal.

Tindakan keperawatan dapat dilakukan sebagian oleh klien itu sendiri

atau mungkin dilakukan secara bekerja sama dengan perawat. Tindakan

keperawatan meliputi observasi keperawatan, tindakan keperawatan,

pendidikan kesehatan/keperawatan, dan tindakan medis yang dilakukan

oleh perawat (Suprajitno, 2014 dalam Dewa, 2020).

Menurut PPNI (2018) bahwa tindakan yang dapat dilakukan pada

pasien PPOK dengan masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak

efektif yaitu berkolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,

mukolitik dengan cara terapi nebulizer.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan bertujuan untuk menilai sejauh mana

keberhasilan yang telah ditentukan. Penilaian ini merupakan kegiatan

dalam melaksanakn rencana kegiatan yang telah ditetapkan.

Menurut(Suprajitno, 2014 dalam Dewa, 2020) evaluasi di

dokumentasikan dalam bentuk SOAP yaitu:

a. Sujective (S) merupakan peryataan atau keluhan dari pasien

b. Objective (O) merupakan data yang diobservasi oleh perawat atau

keluarga
c. Analisys (A) merupakan kesimpulan dari objektif dan subjektif

d. Planning (P) merupakan rencana tindakan yang akan dilakukan

berdasarkan analisis

Menurut PPNI (2019), evaluasi yang diharapkan pada pasien

PPOK dengan diagnosis keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif

dapat dilihat pada table berikut:


Tabel 2.2
Evaluasi Keperawatan Pada Pasien PPOK
dengan Diagnosis Keperawatan Bersihan Jalan Nafas
Tidak Efektif
Diagnosa Keperawatan Evaluasi keperawatan
Dx 1 S (Subjective)
Data yang diperoleh dari respon klien secara
verbal, berupa data bersihan jalan nafas
seperti frekuensi nafas membaik, pola nafas
membaik, produksi sputum menurun,
dyspnea menurun.
O (Objektif)
Data yang diperoleh dari respon pasien
secara non verbal melalui pengamatan
perawat berupa sputum berlebihan, tidak
mampu batuk, frekuensi nafas berubah, pola
nafas berubah.
A (Analisys)
Tindak lanjut dan penentuan apakah
implementasi akan dilanjutkan atau sudah
terlaksana.
a. Tujuan tercapai apabila respon klien
sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
b. Tujuan belum tercapai apabila respon
tidak sesuai dengan tujuan yang telah
ditentukan
P (Planning)
Rencana tindakan yang akan dilakukan
berdasarkan analisis.
a. Pertahankan kondisi klien apabila
tujuan tercapai
b. Lanjutkan intervensi apabila terdapat
tujuan yang belum mampu dicapai oleh
klien
Sumber: PPNI (2019) & PPNI (2018)
B. Konsep Teori Nebulizer

1. Pengertian Nebulizer

Terapi nebulizer adalah salah satu terapi inhalasi dengan

menggunakan alat bernama nebulizer. Alat ini mengubah cairan menjadi

droplet aerosol sehingga dapat di hirup oleh pasien, obat yang digunakan

untuk nebulizer dapat berupa solusio atau suspesi (Tanto, 2014 dalam

Yuliana, 2020). Terapi nebuliser adalah terapi menggunakan alat yang

menyemprotkan obat atau agens pelembab, seperti 12 bronkodilator atau

mukolitik, dalam bentuk partikel mikroskopik dan menghantarkannya ke

paru (Kusyanti et al., 2012 dalam ).

2. Tujuan Nebulizer

Tujuan pemberian nebulizer menurut (Ratna dkk, 2014 dalam

Yuliana, 2020) adalah :

a. Melebarkan saluran pernapasan (karena efek obat bronkodilator)

b. Menekan proses peradangan

c. Mengencerkan dan memudahkan pengeluaran sekret (karena efek

obat mukolitik dan ekspektoran).

3. Indikasi

Menurut (Ratna dkk, 2014 dalam Yuliana, 2020), Indikasi penggunaan

nebulizer efektif dilakukan pada klien dengan :

a. Bronchospasme akut

b. Produksi sekret yang berlebihan

c. Batuk dan sesak napas


d. Radang pada epiglottis

4. Kontra Indikasi

Kontra indikasi pada terapi nebulizer (Syutrika et al., 2020) adalah :

a. Pasien yang tidak sadar atau confusion umumnya tidak kooperatif

dengan prosedur ini, sehingga membutuhkan pemakaian

mask/ssungkup, tetapu efektifitasnya akan berkurang secara

signifikan.

b. Pada klien dimana suara napas tidak ada atau berkurang maka

pemberian medikasi nebulizer diberikan melalui endotracheal tube

yang menggunakan 13 tekanan positif. Pasien dengan penurunan

pertukaran gas juga tidak dapat menggerakan/memasukan medikasi

secara adekuat ke dalam saluran napas.

c. Pemakaian katekolamin pada pasien dengan cardiac iritability harus

dengan perhatian. Ketika diinhalasi, katekolamin dapat meningkat

cardiac rate dan dapat menimbulkan disritmia.

d. Medikasi nebulizer tidak dapat diberikan terlalu lama melalui

intermittent positive-pressure breathing (IPPB), sebab IPPB

mengiritasi dan meningkatkan bronchospasme.

5. Efektifitas nebulizer Dengan Masalah Keperawatan Bersihan Jalan Napas

Tidak Efektif

Pemberian terapi nebulizer dapat menurunkan frekuensi pernapasan

pada pasien PPOK terbukti setelah dilakukan terapi nebulizer

menunjukkan efektifitas adanya perbedaan frekuensi pernapasan atau


dalam batas normal karena gejala fisik yang dialami oleh kebanyakan

pasien PPOK adalah dyspnea.

Hal ini di buktikan dengan penelitian (Syutrika et., al 2020)

pemberian terapi nebulizer pada pasien gangguan saluran pernapasan

menunjukkan frekuensi pernapasan responden rata-rata menurun dari

25,50% menjadi 18%.

C. Konsep Dasar Masalah Keperawatan Bersihan Jalan Napas Tidak

Efektif

1. Pengertian

Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), bersihan

jalan nafas tidak efektif adalah ketidakmampuan membersihkan

sekret atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas

tetap paten (PPNI, 2017).

2. Faktor Penyebab

a. Fisiologis

1) Spasme jalan napas

2) Hipersekresi jalan napas

3) Disfungsi neuromuskuler

4) Benda asing dalan jalan napas

5) Adanya jalan napas buatan

6) Sekresi yang tertahan

7) Hyperplasia dinding jalan napas

8) Proses infeksi
9) Respon alergi

10) Efek agen farmakologis (mis. Anastesi)

b. Situasional

1) Merokok aktif

2) Merokok pasif

3) Terpajan polutan

3. Data Mayor dan Minor

a. Gejala dan tanda mayor

1) Subjektif: tidak ditemukan

2) Objektif: batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum

berlebihan, mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering,

meconium di jalan nafas (pada neonates) (PPNI, 2017)

b. Gejala dan tanda minor

1) Subjektif: dyspnea, sulit bicara, ortopnea.

2) Objektif: gelisah, sianosi, bunyi nafas menurun, frekuensi

nafas berubah, pola nafas berubah (PPNI, 2017).

D. Konsep Teori Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)

1. Pengertian

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah suatu

penyumbatan menetap pada saluran pernapasan yang disebabkan

oleh emfisema dan bronchitis kronis. PPOK adalah sekelompok

penyakit paru menahun yang berlangsung lama dan disertai dengan

peningkatan resistensi terhadap aliran udara. PPOK merupakan


penyakit yang dapat dicegah dan dapat diobati, dengan karakteristik

hambatan aliran udara menetap dan progresif yang disertai dengan

peningkatan respon inflamasi kronis pada saluran napas dan paru

terhadap partikel berbahaya (Kedokteran, 2018 dalam Seriasih,

2020).

PPOK adalah penyakit yang umum, dapat dicegah dan diobati

yang ditandai dengan gejala pernapasan persisten dan keterbatasan

aliran udara yang disebabkan oleh kelainan saluran napas dan /atau

alveolar yang biasanya diakibatkan oleh pajanan signifikan terhadap

partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2020).

2. Faktor Resiko PPOK

Menurut Ikawati (2016 dalam Ni Made, 2021), beberapa faktor

risiko utama yang mempengaruhi berkembangnya penyakit PPOK,

yang dibedakan menjadi faktor paparan lingkungan dan faktor

host/penderitanya. Adapun faktor yang disebabkan karena paparan

lingkungan antara lain yaitu:

a. Merokok

b. Pekerjaan

c. Polusi udara

d. Infeksi

e. Genetik

f. Jenis Kelamin
3. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala yang biasanya muncul pda pasien PPOK

menurut Padila, (2012 dalam, Ni Made 2021) sebagai berikut:

a. Batuk yang sangat produktif dan mudah memburuk oleh udara

dingin atau infeksi.

b. Hipoksia, hipoksia merupakan keadaan kekurangan oksigen di

jarigan atau tidak adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen

seluler akibat defesiensi oksigen yang diinspirasi atau

meningkatnya penggunaan oksigen pada tingkat seluler.

c. Takipnea adalah pernapasan lebih cepat dari normal dengan

frekuensi lebih dari dua puluh empat kali permenit.

d. Sesak napas atau dipsnea.

Tanda dan gejala dari bersihan jalan napas tidak efetif pada pasien

PPOK menurut Ikawati (2016 dalam Ni Made 2021), sebagai

berikut:

a. Batuk kronis selama 3 bulan dalam setahun, terjadi berselang

atau setiap hari, dan seringkali terjadi sepanjang hari. 5

b. Produksi sputum secara kronis.

c. Lelah, lesu.

d. Sesak napas (dysnea) bersifat progresif sepanjang waktu,

memburuk jika berolahraga dan memburuk jika terkena infeksi

pernapasan.
e. Penurunan toleransi terhadap aktivitas fisik (cepat lelah,

terengah-engah).

4. Patofisiologi

Faktor risiko utama PPOK adalah merokok. Komponen –komponen

asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mucus

bronkus. PPOK terjadi karena perubahan patologi pada saluran nafas

besar maupun kecil, parenkim paru, dan vakularisasi paru, eksudat

hasil inflamasi seringkali merupakan penyebab dari meningkatnya

jumlah dan ukuran sel kalenjer mucus, serta terganggunya mobilitas

silia. Selain itu, terjadi penebalan sel-sel otot polos dan jaringan

penghubung pada saluran napas. Inflamasi terjadi pada saluran napas

sentral maupun perifer. Apabila terjadi inflamasi kronik maka akan

menghasilkan kerusakan berulang yang akan menyebabkan luka dan

terbentuknya dan membuat saluran napas perifer mengalami

penyempitan dan penghambatan. Kemudian kondisi tersebut dapat

berkembang menjadi obstruksi saluran napas yang parah. Penurunan

volume paksa (VEP1) merupakan respon terhadap inflamasi yang

terjadi pada saluran napas sebagai hasil dari abnormlitas perpindahan

gas didalam darah dikarenakan terjadi kerusakan di sel parenkin

paru. Kerusakan sel-sel parenkin paru mengakibatkan terganggunya

proses pertukaran gas didalam paru-paru, yaitu pada alveoli dan

pembuluh kapiler paru-paru. Penyebaran kerusakan tersebut

tergantung pada etiologi penyakit, dimana faktor yang paling umum


adalah asap rokok yang mengakibatkan emfisema sentrilobular yang

mempengaruhi terutama pada bagian bronkioulus (William &

Bourdet, 2014 dalam Kresna, 2019 ).

5. Pemeriksaan penunjang

Menurut Tabrani (2017 dalam Ni Made, 2021), pemeriksaan

penunjang pada pasien PPOK, yaitu sebagai berikut:

a. Pemeriksaan radiologi Gambaran radiologi pada paru-paru

tergantung pada penyebab dari COPD. Pada emfisema

gambaran yang paling dominan adalah radiolusen paru yang

bertambah, sedangkan gambaran pembuluh darah paru

mengalami penipisan atau menghilang. Bronkovaskular dan

pelebaran dari arteri pulmonalis, ukuran jantung juga mengalami

pembesaran. Dengan pemeriksaan fluoroskopi dinali kecepatan

aliran udara pada waktu ekspirasi. Infeksi pada bronkiolus

ditandai dengan adanya bercak-bercak pada bagian tengah paru.

b. Pemeriksaan faal paru Pemeriksaan faal paru dengan spirometer

sederhana, akan tampak jelas penurunan volume ekspirasi paksa

1 detik (VEP1) dibandingkan dengan orang normal, dengan

umur dan potongan badan yang sama. Pada kasus ringan, VEP1

hanya mencapai 80% atau kurang, dibanding orang normal pada

kasus berat VEP1 mungkin hanya 40% atau malah kurang.

c. Pemeriksaaan analisa gas darah (arteri) Perjalanan bronchitis

kronis berlangsung lambat dan memerlukan waktu bertahun-


tahun untuk membuat keadaan penderita betul-betul buruk.

Penurunan PAO2 serta peningkatan PACO2 dan semua akibat

sekundernya (asidosis, dan lainlain) akan terjadi perlahan-lahan

dengan adaptasi secara maksimal dari tubuh 13 penderita.

Kadang-kadang dapat dijumpai seorang penderita dengan PAO2

hanya sebesar 50% tetapi masih dapat melakukan pekerjaaan

rutin sehari-hari. Penurunan PAO2 juga akan terjadi penurunan

saturasi oksigen.

d. Pemeriksaan CT scan Memeriksa gambaran paru-paru secara

lebih detail.

e. Pengambilan sampel dahak Pemeriksaan sampel dahak untuk

mengidentifikasi keberadaan maupun jenis bakteri yang

mungkin menyebabkan bronchitis kronis.

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis yang diberikan pada pasien dengan PPOK

eksaserbasi menurut Kedokteran, (2018 dalam Seriasih, 2020),

adalah:

a. Pemberian oksigen

b. Bronkodilator, seperti pemberian nebulizer.

c. Kortikosteroid: pemberian ini akan mempercepat waktu

pemulihan, meningkatkan fungsi paru dan hipoksemia arteri,

menurunkan risiko relaps, kegagalan terapi dan durasi rawat

inap.
d. Antibiotik: pemilihan regimen antibiotik bergantung dari data

prevalensi bakteri setempat.

Anda mungkin juga menyukai