Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN OKSIGENASI

1.1 Pengertian
Oksigen merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat
dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah
karbondioksida, energi, dan air. Akan tetapi penambahan CO2 yang melebihi
batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna
terhadap aktifitas sel (Mubarak, 2017).
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel
tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2
ruangan setiap kali bernapas (Wartonah Tarwanto, 2016).
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan oksigen di atmosfer. Konsentrasi oksigen dalam
udara ruangan adalah 21%. Tujuan terapi oksigen adalah memberikan
transport oksigen yang adekuat dalam darah sambil menurunkan upaya
bernafas dan mengurangi stress pada miokardium (Muttaqin, 2015).
Faktor yang berpengaruh
1. Faktor fisiologis
- Penurunan kapasitas membawa oksigen
- Penurunan konsentrasi oksigen-oksigen yang diinspirasi
2. Faktor perkembangan
3. Faktor lingkungan
4. Gaya hidup
5. Status kesehatan
6. Narkotika
7. Perubahan/gangguan pada fungsi pernapasan
8. Perubahan pola napas
9. Obstruksi jalan napas
1.2 Etiologi
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami gangguan
oksigenasi menurut NANDA (2011), yaitu hiperventilasi, hipoventilasi,
deformitas tulang dan dinding dada, nyeri, cemas, penurunan energi, atau
kelelahan, kerusakan neuromuscular, kerusakan musculoskeletal, kerusakan
kognitif atau persepsi, obesitas, posisi tubuh, imaturitas neurologis kelelahan
pernafasan dan adanya perubahan membrane kapiler-alveoli.
1.3 Jenis Pemberian Oksigenasi
1. Pemberian oksigen melalui nasal kanul, yaitu pemberian oksigen yang
memerlukan oksigen secara continue.
2. Masker Oksigen, berwarna bening dan mempunyai tali sehingga
mudah.
3. Rebreting Mask ( mengalirkan oksigen konsentrasi 60-80% dengan
kecepatan aliran 8,12 eltor.
1.4 Patofisiologi
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi, dan transportasi.
Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar
dari dank e paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka
dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda
asing yang menimbulkan pengeluaran mucus. Proses difusi (penyaluran
oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan meneybabkan
ketidakefektifan pertukaran gas. Selain keruskaan pada proses ventilasi,
difusi, maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume sekuncup,
afterload, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi
pertukaran gas (Brunner & Suddarth, 2012).
1.6 Manifestasi klinis
Adanya penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi menjadi tanda gangguan
oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaan otot nafas tambahan
untuk bernafas, pernafasan nafas flaring (nafas cuping hidung), dipsnea,
ortopnea, penyimpangan dada, nafas pendek, posisi tubuh menunjukkan
posisi 3 poin, nafas dengan bibir, ekspirasi memanjang, peningkatan diameter
anterior-posterior, frekuensi nafas kurang, penurunan kapasitas vital menjadi
tanda dan gejala adanya pola nafas yang tidak efektif sehingga menjadi
gangguan oksigenasi (NANDA, 2011).
Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu takikardi,
hiperkapnea, kelelahan, somnolen, iritabilitas, hipoksia, kebingungan, AGS
abnormal, sianosis, warna kulit abnormal (pucat, kehitam-hitaman),
hipoksemia, hiperkarbia, sakit kepala ketika bangun, abnormal frekuensi,
irama dan kedalaman nafas (NANDA, 2011).
1.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mutaqin (2012) untuk memastikan diagnosa pasien TB paru dengan
gangguan kebutuhan oksigenasi diantaranya:
1. Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu
lesi sebelum ditemukan adanya gejala awal dan sebelum pemeriksaan fisik
menemukan kelanan paru.
2. CT – Scan (Computerized Tomography Scanner)
Pemeriksaan CT – Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB
inaktif/stabil yang ditunjukan dengan adanya gambar garis-garis fibrotik.
Sebagaimana pemeriksaan rontgen thoraks, penentuan bahwa kelainan
inaktif dapat hanya berdasarkan pada temuan CT- Scanpada pemeriksaan
tunggal, namun selalu dihubungkan dengan kultur sputum yang negatif
dan periksaan secara serial setiap hari.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Bahan pemeriksaan untuk bakteri mycrobacterium tuberculosis berupa
sputum pasien. Sebaiknya sputum diambil pada pagi hari dan yang
pertama keluar. Jika sulit didapatkan maka sputum dikumpulkan selama
24 jam.
1.8 Diagnosa Medis
1. ISPA
2. PPOK
3. Pneumonia
4. TBC
5. Asma
6. Emfisema
7. Asfiksi
8. Bronkitis
9. Influenza
1.9 Penatalaksanaan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
- Pembersihan jalan nafas
- Latihan batuk efektif
- Suctioning
- Jalan nafas buatan
2. Pola nafas tidak efektif
- Atur posisi pasien (semi fowler)
- Pemberian oksigen
- Teknik bernafas dan relaksasi
3. Gangguan pertukaran gas
- Atur posisi pasien (posisi fowler)
- Pemberian oksigen
- Suctioning
1.10 Konsep keperawatan
1.1.1. Pengkajian
Pengkajian pada kebutuhan oksigenasi meliputi riwayat keperawatan,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik.
1) Riwayat kesehatan
a. Masalah pada pernafasan (dulu dan sekarang) yang meliputi ada
atau tidak gangguan dalam keadaan lain yang menyebabkan
gangguan pernafasan.
b. Suara nafas tambahan
- Rales ( suara yang dihasilkan pada saat udara melewati jalan
nafas yang penuh eksudet, biasanya terdengar saat inspirasi).
- Ronchi ( suara yang dihasilkan saat udara melewati jalan nafas
yang penuh mucus, terdengar saat inspirasi dan ekspirasi).
- Wheezing (bunyi ngik, terdengar saat inspirasi maupun
ekspirasi karena penyempitan bronkus).
c. Adanya batuk, septum, nyeri. Perhatikan jenis batuknya dan
keadaan pada saat pasien batuk. Apabila berbatuk septum maka
perhatikan warnanya.
d. Adanya infksi kronis dari hidung, sakit pada sinus otitis media,
nyeri tenggorokan, kenaikan suhu tubuh hanya sekitar 38,5oc,
sekitar kepala lemas.

Pemeriksaan Fisik :
1. Inspeksi
a. Tingkat kesadaran pasien
b. Postur tubuh
c. Kondisi kulit dan membrane mucus
d. Bagian dada
Pola nafas
a. Tipe jalan nafas : melalui hidung, mulut, menggunakan selang
b. Frekuensi dan kedalaman nafas
c. Sifat pernafasan
d. Irama pernafasan
e. Adanya sianosis deformitas
2. Palpasi
Meletakkan tangan pemeriksa datar diatas dada pasien untuk mendeteksi
nyeri tekan, peradangan setempat pembengkakan dan benjolan pada dada,
abnormalitas masa dan kelenjar, denyut nadi.
3. Perkusi
Menentukan ukuran dan bentuk organ dalam untuk mengkaji kebenaran
abnormalitas. Perkusi dilakukan dengan meletakkan jari tangan pemeriksa
mendatar di atas dada pasien lalu dilakukan ketukan didaerah dada. Suara
perkusi redup, terdapat pada penderita infiltrate konsordasi.
Suara perkusi pekak atau kompis terdengar apabila dilakukan diatas
daerah yang mrngalami otolektasi atau dapat juga terdengar dalam rongga
pleura.
4. Auskultasi
Proses mendengarkan suara menggunkan stetoskop, suara nafas dasar
adalah suara nafas pada bagian orang dengan par sehat.
Suara nafas dibagi menjadi 3:
1. suara nafas rendah terdengar sebagian besar area paru.
2. Suara lebih panjang dari bunyi ekspirasi.
3. Keras dan panjang

1.1.2 Diagnosa keperawatan


a. Ketidak efektifan pola nafas
b. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
c. Intoleransi aktivitas
d. Gangguan pertukaran gas
e. Gangguan ventilasi spontan

1.1.3 Kriteria hasil dan Intervensi


No Diagnosa NOC NIC
1. Ketidakefektif- Kriteria hasil : Manajemen jalan
an pola nafas Status pernafasan : Kepatenan jalan nafas (3140)
berhubungan nafas (0410) Aktivitas :
dengan Kode Indikator SA ST 1. Observasi ttv
hiperventilasi 041004 Frekuensi 3 5 terutama RR
pernafasan 2. Ajarkan pasien
Kode: 00032 041005 Irama 3 5 untuk mengatur
pernafasan posisi semi
041007 Suara 3 5 fowler guna
nafas meringankan
tambahan sesak nafas
3. Anjurkan pasien
untuk bernafas
pelan dan dalam
4. Monitor status
pernafasan dan
oksigenasi
5. Kolaborasi
dengan tim
medis tentang
pemberian terapi
nebulizer dan
lainnya
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta,
EGC, 2012

Carpenito, Lynda Juall, 2011, Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta:Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Doenges, E. Marilynn. 2019. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3. EGC : Jakarta

Doenges, Moorhouse, Geissler, 2010, Rencana Asuhan keperawatan. Edisi 3.


Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Johnson Marion , Meridean Maas, Sue Moorhead, 2019, NOC. Edisi 2.


Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Nanda. 2015. Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika : Jakarta

Perry & Potter, 2003, Fundamental Of Nursing. USA:C.V Moasby Company St.
Louis

Anda mungkin juga menyukai