Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sectio Caesarea adalah persalinan dimana janin yang dilahirkan melalui

proses insisi di dinding perut dan di dinding rahim dengan syarat rahim dalam

keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Prawirohardjo, 2010). Metode

tersebut dilakukan dengan satu tujuan yaitu menyelamatkan ibu dan bayinya.

Menurut World Health Organization (WHO) standar rata-rata operasi

Sectio Caesarea (SC) sekitar 5-15%. Data WHO Global Survey on Maternal and

Perinatal Health 2011 menunjukkan 46,1% dari seluruh kelahiran melalui SC.

Menurut statistik tentang 3.509 kasus SC yang disusun oleh Peel dan

Chamberlain, indikasi untuk SC adalah disproporsi janin panggul 21%, gawat

janin 14%, Plasenta previa 11%, pernah SC 11%, kelainan letak janin 10%, pre

eklampsia dan hipertensi 7%. Di China salah satu negara dengan SC meningkat

drastis dari 3,4% pada tahun 1988 menjadi 39,3% pada tahun 2010 (World

Health Organisation, 2019).

Menurut RISKESDAS tahun 2018, jumlah persalinan dengan metode SC

pada perempuan usia 10-54 tahun di Indonesia mencapai 17,6% dari keseluruhan

jumlah persalinan. Terdapat pula beberapa gangguan/komplikasi persalinan pada

perempuan usia 10-54 tahun di Indonesia mencapai 23,2% dengan rincian posisi

janin melintang/sunsang sebesar 3,1%, perdarahan sebesar 2,4%, kejang sebesar

0,2%, ketuban pecah dini sebesar 5,6%, partus lama sebesar 4,3%, lilitan tali
pusat sebesar 2,9%, plasenta previa sebesar 0,7%, plasenta tertinggal sebesar

0,8%, hipertensi 16 sebesar 2,7%, dan lain-lainnya sebesar 4,6% (Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2018). Menurut SKDI

(Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia) tahun 2017, menunjukkan bahwa

angka kejadian persalinan dengan tindakan SC sebanyak 17% dari total jumlah

kelahiran di fasilitas kesehatan. Hal ini membuktikan terdapat peningkatan angka

persalinan SC dengan indikasi KPD, sebesar 13,6% disebabkan oleh faktor lain

diantaranya yakni kelainan letak pada janin, PEB, dan riwayat SC (KEMENKES

et al., 2018)

Berdasarkan tingginya angka persalinan SC di Indonesia, dampak

kesehatan pasca SC ini cukup berat seperti infeksi, perdarahan, luka pada organ,

komplikasi dari obat bius dan bahkan kematian (Per-angin, Isnaniah, & Rizani,

2014). Dapat dilihat dari banyaknya kasus persalinan secara SC, maka harus

banyak juga pasien yang harus mengetahui bagaimana proses penyembuhan luka

pasca operasinya. Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan

fungsi jaringan yang rusak (Nurani, Keintjem, & Losu, 2015). Jadi perlu adanya

penggunaan bahan-bahan alternatif yg dapat mempengaruhi cepatnya proses

penyembuhan luka.

Penggunaan hewan atau tumbuhan sebagai bahan alternatif dalam

pengobatan belum mengalami perkembangan yang berarti, padahal bila ditinjau

dari segi sumber daya alam khususnya perairan di indonesia sangat potensial
untuk dikembangkan menjadi sumber bahan baku dalam untuk pengobatan.

Pemanfaatan hewan-hewan laut maupun hewan-hewan sungai sebagai bahan

pengobatan saat ini masih dalam tahap pengembangan, khususnya penggunaan

ikan sebagai bahan baku untuk pengobatan. Dan untuk mempercepat

penyembuhan luka pasca SC salah satunya dilakukan dengan konsumsi ikan

yang mempunyai nilai gizi yang sangat tinggi salah satunya ikan gabus.

Ikan gabus adalah salah satu alternatif sebagai sumber untuk mendapatkan

protein albumin. Albumin merupakan jenis protein terbanyak di dalam plasma

yang mencapai kadar 60% yang bermanfaat untuk pembentukan jaringan sel

baru. Jadi secara alami ikan gabus sering manfaat sebagai sumber albumin yang

digunakan untuk membantu proses penyembuhan luka.

Hasil penelitian dari Suprayitno 2003, ikan gabus memiliki kandungan

albumin yang cukup tinggi dibandingkan dengan jenis ikan lainnya, seperti ikan

gurami, lele, nila, mas, dan lain sebagainya. Pemberian albumin dengan ikan

gabus secara oral dapat membantu lebih cepat proses penyembuhan luka setelah

operasi. Selain itu, luka operasi dapat sembuh lebih cepat tiga hari daripada

peberian tiga botol serum albumin yang harganya mahal. Karena itu, pemberian

ikan gabus sangat tepat dan hemat dalam upaya penyembuhan luka pasca post

SC.

Berdasarkan gambaran di atas penulis menyimpulkan bahwa perlu adanya

pengetahuan pasien tentang bagaimana cara cepat menyembuhkan luka post SC.

Oleh karena itu penulis mengambil penelitan dengan judul “Efektivitas


Pemberian Sari Ikan gabus Terhadap Penyembuhan Luka Post Sectio Caesarea

(SC)”.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah fektifitas pemberian sari ikan gabus terhadap penyembuhan luka

post sectio caesarea (SC) ?

C. Tujuan Penulisan

Mengetahui gambaran efektivitas pemberian ikan gabus terhadap penyembuhan

luka post sectio caesarea (SC) berdasarkan studi empiris dalam lima tahun

terakhir.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan memuat uraian tentang implikasi temuan yang bersifat praktis

terutama bagi:

1. Masyarakat

Menambah informasi tentang efektivitas pemberian sari ikan gabus terhadap

penyembuhan luka post sectio caesarea (SC).

2. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan

Menambah keluasan ilmu dan teknlogi di bidang kperawatan terkait

efektivitas pemberian sari ikan gabus terhadap penyembuhan luka post sectio

caesarea (SC).

3. Penulis
Memperleh pengalaman dalam mengaplikasikan ke dunia nyata terkait tentang

efektivitas pemberian sari ikan gabus terhadap luka pos sectio caesarea (SC).

4. Insitusi Akper Sawerigading Pemda Luwu

Dapat dijadikan sebagai bahan referensi tambahan dalam rangka

meningkatkan kualitas pengetahuan, sikap dan keterampilan bagi mahasiswa/I

dalam memberikan asuhan keperawatan efektifitas pemberian sari ikan gabus

terhadap luka post sectio caesarea (SC).

Anda mungkin juga menyukai