Anda di halaman 1dari 63

ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS POST SECTIO

CAESAREA

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Menurut WHO (World Health Organisation) melalui pemantauan ibu
meninggal di berbagai belahan dunia memperkirakan bahwa setiap tahun jumlah
500.000 ibu meninggal disebabkan kehamilan, persalinan dan nifas (Depkes,
2002).
Salah satu Tujuan Pembangunan Millenium (MDG) 2015 adalah perbaikan
kesehatan maternal. Kematian Maternal dijadikan ukuran keberhasilan terhadap
pencapaian target MDG-5, adalah penurunan 75 % rasio kematian maternal
(Adriaansz. G. 2006). Di negara-negara sedang berkembang frekuensi dilaporkan
berkisar antara 0,3% - 0,7 %, sedangkan di negara negara maju angka tersebut
lebih kecil yaitu 0,05 % - 0,1 % (informasi wadah organisasi islamiah, 2008).
Dalam periode sekarang ini asuhan masa nifas sangat diperlukan karena
merupakan masa kritis baik ibu maupun bayi. Diperkirakan 60% kematian ibu
akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi
dalam 24 jam pertama (Prawirohardjo, 2005).
Kasus panggul sempit dapat meningkatkan resiko kematian pada ibu dan
bayi sehingga diperlukan salah satu cara alternative lain dengan mengeluarkan
hasil konsepsi melalui pembuatan sayatan pada dinding uterus melalui dinding
perut yang di sebut Sectio Caesarea (Mochtar. R, 1998).

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan


membuka dinding perut dan dinding rahim. Ada tiga teknik sectio caesarea, yaitu
transperitonealis, corporal (klasik), dan ekstraperitoneal. Sectio caesar adalah
lahirnya janin, plasenta dan selaput ketuban melalui irisan yang dibuat pada
dinding perut dan rahim (www.tenreng.files.wordpress.com/2008).
Beberapa kerugian dari persalinan yang dijalani melalui bedah caesar, yaitu
adanya komplikasi lain yang dapat terjadi saat tindakan bedah caesar dengan
frekuensi di atas 11%, antara lain cedera kandung kemih, cedera rahim, cedera
pada pembuluh darah, cedera pada usus, dan infeksi yaitu infeksi pada
rahim/endometritis, alat-alat berkemih, usus, serta infeksi akibat luka operasi.
Pada operasi caesar yang direncanakan angka komplikasinya kurang lebih 4,2%
sedangkan untuk operasi caesar darurat (sectio caesar emergency) berangka
kurang lebih 19%. Setiap tindakan operasi caesar memiliki tingkat kesulitan
berbeda-beda. Pada operasi kasus persalinan macet dengan kedudukan kepala
janin pada akhir jalan lahir misalnya, sering terjadi cedera pada rahim bagian
bawah atau cedera pada kandung kemih (robek). Sedangkan pada kasus bekas
operasi sebelumnya dimana dapat ditemukan perlekatan organ dalam panggul
sering menyulitkan saat mengeluarkan bayi dan dapat pula menyebabkan cedera
pada kandung kemih dan usus (www.tenreng.files.wordpress.com/2008).
Pada tahun 2008 jumlah ibu nifas pada RSUD Abepura dilaporkan
sebanyak 1.575 kasus. dari jumlah ibu nifas Post SC dengan indikasi CPD
(chepalopelvik disproporsi) atau panggul sempit sebanyak 46 kasus (3,49%)
(Laporan medik RSUD Abepura, 2008).

Menelaah uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menerapkan asuhan


kebidanan dan menuangkannya dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah dengan judul
Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Ibu nifas Post Sectio Cesarea di Rumah
Sakit Umum Daerah Abepura.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, studi kasus ini dilakukan untuk
mengetahui manajemen kebidanan pada ibu nifas Post Sectio Cesarea dengan
rumusan sebagai berikut :
1.

Bagaimana mengkaji data pada ibu nifas Post Sectio


Cesarea indikasi CPD ?

2.

Bagaimana mengintepretasikan data dasar

dan

merumuskan diagnosa kebidanan pada ibu nifas Post SC indikasi CPD ?


3.

Bagaimana menentukan diagnosa potensial pada ibu


nifas Post SC indikasi CPD ?

4.

Bagaimana menentukan tindakan segera pada Ibu nifas


Post SC indikasi ?

5.

Bagaimana membuat rencana asuhan kebidanan pada


ibu nifas Post SC indikasi CPD ?

6.

Bagaimana melaksanakan tindakan asuhan kebidanan


pada ibu nifas Post SC indkasi CPD ?

7.

Bagaimana mengevaluasi tindakan asuhan kebidanan


pada ibu nifas Post SC indikasi CPD ?

8.

Bagaimana mendokumentasikan asuhan kebidanan


pada ibu nifas Post SC indikasi CPD ?

C.

TUJUAN PENULISAN
1.

Tujuan Umum
Mengaplikasikan asuhan kebidanan pada ibu nifas Post SC indikasi CPD
secara komprehensif di Rumah Sakit Umum Daerah Abepura.

2.

Tujuan Khusus
Agar Penulis mampu :
a.

Mengkaji data pada ibu nifas dengan Post Sectio Cesarea indikasi CPD.

b.

Mengintepretasikan data dasar dan merumuskan diagnosa kebidanan pada


ibu nifas dengan Post SC indikasi CPD.

c.

Menentukan diagnosa potensial pada ibu nifas dengan Post SC indikasi


CPD.

d.

Menentukan tindakan segera pada Ibu nifas dengan Post SC indikasi


CPD.

e.

Membuat rencana asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan Post SC


indikasi CPD.

f.

Melaksanakan tindakan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan Post SC


indkasi CPD.

g.

Mengevaluasi tindakan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan Post SC


indikasi CPD.

D.

MANFAAT
1.

Bagi penulis
Dapat menerapkan manajemen kebidanan kepada pasien yang membutuhkan
pelayanan sesuai dengan ilmu yang didapat.

2.

Bagi Rumah sakit


Dapat menambah pengetahuan bagi bidan dan dapat meningkatkan mutu dan
kualitas dalam melakukan asuhan kebidanan.

3.

Bagi institusi (pendidikan)


Sebagai bahan referensi bagi penyusun Karya Tulis Ilmiah selanjutnya.

4.

Bagi IBI
Dengan membaca studi kasus ini para rekan-rekan bidan se-Papua
mendapatkan gambaran penerapan Manajemen Asuhan Kebidanan secara
tepat dan benar di tempat kerjanya.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR NIFAS


1. Definisi
Nifas adalah masa dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat kandung kembali seperti semula sebelum hamil, yang
berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Prawirohardjo, 2002).
Masa nifas (puerperium) adalah pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat alat kandung kembali seperti pra hamil. Lamanya masa
nifas ini yaitu 6 8 minggu (Mochtar, 1998).
2. Klasifikasi Nifas
Nifas dapat dibagi kedalam 3 periode :
a. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri
dan berjalan jalan.
b. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat alat genetalia
yang lamanya 6 8 minggu.

c. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih kembali dan
sehat sempurnah baik selama hamil atau sempurna berminggu minggu,
berbulan bulan atau tahunan (Mochtar R, 1998).

3. Tujuan Asuhan Nifas


Asuhan nifas bertujuan untuk :

a.

Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologiknya.

b.

Melaksanakan skrining yang komprehensip, mendeteksi masalah,


mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayinya.

c.

Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,


nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada
bayinya dan perawatan bayi yang sehat.

d.

Memberikan pelayanan KB.

e.

Mempercepat involusi alat kandung.

f.

Melancarkan pengeluaran lochea, mengurangi infeksi puerperium.

g.

Melancarkan fungsi alat gastro intestinal atau perkamihan.

h.

Meningkatkan kelancaran peredarahan darah sehingga mempercepat


fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme. (Mochtar, 1998).

4. PerubahanPerubahan Yang Terjadi Pada Masa Nifas Involusi Traktus


Genetalis

Pada masa nifas, alat genetalia external dan internal akan berangsur
angsur pulih seperti keadaan sebelum hamil.
a.

Corpus uterus
Setelah plasenta lahir, uterus berangsur angsur

menjadi kecil

sampai akhirnya kembali seperti sebelum hamil.


Tinggi fundus uterus dan berat uterus menurut masa involusi
INVOLUSI TINGGI FUNDUS UTERI
Bayi lahir Setinggi pusat
Uri lahir
2 jari di bawah pusat
I minggu
Pertengahan pusat sympisis
2 minggu

BERAT UTERUS
1.000gr
750 gr
500 gr
350 gr

Tak teraba diatas sympisis

6 minggu Bertambah kecil


8 minggu Sebesar normal
(Sumber : Mochtar, 1998)
b.

50 gr
30 gr
Endometrium

Perubahanperubahan

endometrium

ialah

timbulnya

trombosis

degenerasi dan nekrosis di tempat inplantasi plasenta.


Hari I

: Endometrium setebal 2 5 mm dengan permukaan yang kasar


akibat pelepasan desidua dan selaput janin.

Hari II : Permukaan mulai rata akibat lepasnya sel sel dibagian yang
mengalami degenerasi.
c.

Involusi tempat plasenta.


Uterus pada bekas inplantasi plasenta merupakan luka yang kasar dan
menonjol ke dalam cavum uteri. Segera setelah plasenta lahir, penonjolan

tersebut dengan diameter 7,5 cm, sesudah 2 minggu diameternya


menjadi 3,5 cm dan 6 minggu telah mencapai 24 mm.

d.

Perubahan pada pembuluh darah uterus.


Pada saat hamil arteri dan vena yang mengantar darah dari dan ke
uterus khususnya ditempat implantasi plasenta menjadi besar setelah post
partum otot otot berkontraksi, pembuluh pembuluh darah pada uterus
akan terjepit, proses ini akan menghentikan darah setelah plasenta lahir.

e.

Perubahan servix
Segera setelah post partum, servix agak menganga seperti corong,
karena corpus uteri yang mengadakan kontraksi. Sedangkan servix tidak
berkontraksi, sehingga perbatasan antara corpus dan servix uteri
berbentuk seperti cincin. Warna servix merah kehitam hitaman karena
pembuluh darah.
Segera setelah bayi dilahirkan, tangan pemeriksa masih dapat
dimasukan 2 3 jari saja dan setelah 1 minggu hanya dapat dimasukan 1
jari ke dalam cavum uteri.

f.

Vagina dan pintu keluar panggul


Vagina dan pintu keluar panggul membentuk lorong berdinding lunak
dan luas yang ukurannya secara perlahan mengecil. Pada minggu ke 3

10

post partum, hymen muncul beberapa jaringan kecil dan menjadi


corunculac mirtiformis.
g.

Perubahan di peritoneum dan dinding


abdomen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang
sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir berangsur-angsur ciut
kembali. Ligamentum latum dan rotundum lebih kendor dari pada kondisi
sebelum hamil. (Mochtar, 1998).

5. Adaptasi Psikologi Masa Nifas


a. Masa Taking In
1). Dimulai sejak dilahirkan sampai 2 3 hari.
2). Ibu bersifat pasif dan berorientasi pada diri sendiri.
3). Tingkat ketergantungan tinggi.
4). Kebutuhan nutrisi dan istirahat tinggi.
b. Masa Taking Hold
1)

Berlangsung

sampai

minggu.
2)

Klien mulai tertarik pada


bayi.

3)

Ibu
perawatan mandiri.

c. Masa taking Go

berupaya

melakukan

11

1)

Berlangsung pada minggu ke


III IV.

2)

Perhatian pada bayi sebagai


individu terpisah. (Mochtar, 1998)

6. Aspek Aspek Klinik Masa Nifas


a.

Suhu

badan

dapat

mengalami peningkatan setelah persalinan, tetapi tidak lebih dari 380C.


Bila terjadi peningkatan melebihi 380C selama 2 hari berturut-turut, maka
kemungkinan terjadi infeksi. kontraksi uterus yang diikuti HIS pengiring
menimbulkan rasa nyeri-nyeri ikutan (after pain) terutama pada multipara,
masa puerperium diikuti pengeluaran cairan sisa lapisan endomentrium
serta sisa dari implantasi plasenta yang disebut lochea.
b.

Pengeluaran

lochea

terdiri dari :
1). Lochea rubra : hari ke 1 2.
Terdiri dari darah segar bercampur sisa-sisa ketuban, sel-sel desidua,
sisa-sisa vernix kaseosa, lanugo, dan mekonium.
2). Lochea sanguinolenta : hari ke 3 7
Terdiri dari : darah bercampur lendir, warna kecoklatan.
3). Lochea serosa : hari ke 7 14.
Berwarna kekuningan.
4). Lochea alba : hari ke 14 selesai nifas

12

Hanya merupakan cairan putih lochea yang

berbau busuk dan

terinfeksi disebut lochea purulent.


c.

Payudara
Pada payudara terjadi perubahan atropik yang terjadi pada organ
pelvix, payudara mencapai maturitas yang penuh selama masa nifas kecuali
jika laktasi supresi payudara akan lebih menjadi besar, kencang dan lebih
nyeri tekan sebagai reaksi terhadap perubahan status hormonal serta
dimulainya laktasi.
Hari kedua post partum sejumlah colostrums cairan yang disekresi
oleh payudara selama lima hari pertama setelah kelahiran bayi dapat
diperas dari puting susu. Colostrums banyak mengandung protein, yang
sebagian besar globulin dan lebih banyak mineral tapi gula dan lemak
sedikit.

d.

Traktus Urinarius
Buang air sering sulit selama 24 jam pertama, karena mengalami
kompresi antara kepala dan tulang pubis selama persalinan.
Urine dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam waktu 12 36 jam
sesudah melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormone esktrogen
yang bersifat menahan air akan mengalani penurunan yang mencolok,
keadaan ini menyebabkan diuresis.

e.

System Kardiovarkuler

13

Normalnya selama beberapa hari pertama setelah kelahiran, Hb,


Hematokrit dan hitungan eritrosit berfruktuasi sedang. Akan tetapi
umumnya, jika kadar ini turun jauh di bawah tingkat yang ada tepat
sebelum atau selama persalinan awal wanita tersebut kehilangan darah
yang cukup banyak. Pada minggu pertama setelah kelahiran , volume darah
kembali mendekati seperti jumlah darah waktu tidak hamil yang biasa.
Setelah 2 minggu perubahan ini kembali normal seperti keadaan tidak
hamil.(Saifuddin, 2002).

7. Perawatan Masa Nifas


Perawatan puerperium dilakukan dalam bentuk pengawasan sebagai
berikut :
a.

Rawat gabung
Perawatan ibu dan bayi dalam satu ruangan bersama-sama, sehingga
ibu lebih banyak memperhatikan bayinya, memberikan ASI sehingga
kelancaran pengeluaran ASI terjamin.
1).

Pemeriksa
an umum; kesadaran penderita, keluhan yang terjadi setelah persalinan.

14

2).

Pemeriksa
an khusus; fisik, tekanan darah, nadi, suhu, respirasi, tinggi fundus
uteri, kontraksi uterus.

3).

Payudara;
puting susu atau stuwing ASI, pengeluaran ASI. Perawatan payudara
sudah dimulai sejak hamil sebagai persiapan untuk menyusui bayinya.
Bila bayi mulai disusui, isapan pada puting susu merupakan
rangsangan psikis yang secara reflektoris mengakibatkan oxitosin
dikeluarkan oleh hipofisis. Produksi akan lebih banyak dan involusi
uteri akan lebih sempurna.

4).

Lochea;
lochea rubra, lochea sanguinolenta.

5).

Luka
jahitan; apakah baik atau terbuka, apakah ada tanda-tanda infeksi
(kotor, dolor/fungsi laesa dan pus ).

6).

Mobilisasi
; karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur terlentang
selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring ke kiri dan
kekanan serta diperbolehkan untuk duduk, atau pada hari ke 4 dan
ke- 5 diperbolehkan pulang.

7).

Diet;
makan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori. Sebaiknya makan

15

makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayuran dan buahbuahan.


8).

Miksi;
hendaknya buang air kecil dapat dilakukan sendiri secepatnya, paling
tidak 4 jam setelah kelahiran. Bila sakit, kencing dikaterisasi.

9).

Defekasi;
buang air besar dapat dilakukan 3-4 hari pasca persalinan. Bila sulit
bab dan terjadi obstipasi apabila bab keras dapat diberikan laksans per
oral atau perektal. Jika belum biasa dilakukan klisma.

10).

Kebersiha
n diri; anjurkan kebersihan seluruh tubuh, membersihkan daerah
kelamin dengan air dan sabun. Dari vulva terlebih dahulu dari depan
ke belakang kemudian anus. Mengganti pembalut setidaknya dua kali
sehari, mencuci tangan sebelum dan sesudah membersihkan kelamin.

11).

Menganjur
kan pada ibu agar mengikuti KB sendini mungkin setelah 40 hari (16
minggu post partum).

12).

Nasehat
untuk ibu post partum; sebaiknya bayi disusui. Psikoterapi post natal
sangat baik bila diberikan. Kerjakan gimnastik sehabis bersalin.
Sebaiknya ikut KB.

16

b.

Imunisasi; bawalah bayi ke RS, PKM, posyandu atau dokter praktek


untuk memperoleh imunisasi

c.

Cuti hamil dan Bersalin


Menurut undangundang bayi, wanita, pekerja berhak mengambil cuti
hamil dan bersalin selama 3 bulan yaitu 1 bulan sebelum bersalin dan 2
bulan sesudah bersalin(Manuaba, 1998).

8. Program dan Kebijakan Teknis


Paling sedikit ada 4 kali kunjungan masa nifas yang dilakukan untuk
menilai status ibu dan bayi baru lahir. Untuk mencegah, mendeteksi serta
menangani masalah masalah yang terjadi.
a.

Kunjungan masa nifas terdiri dari :


1).

Kunjungan I : 6 8 jam setalah


persalinan
Tujuannya :
a). Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
b). Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, merujuk bila
perdarahan berlanjut.
c). Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga
bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
d). Pemberian ASI awal.
e). Melakukan hubungan antara ibu dan bayi.
f). Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi.

17

2).

Kunjungan II : 6 hari setelah persalinan


Tujuannya :
a). Memastikan involusi uterus berjalan normal : uterus berkontraksi,
fundus dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak
ada bau.
b). Menilai adanya tandatanda demam infeksi atau perdarahan
abnormal.
c). Memastikan ibu mendapat cukup makanan, minuman dan
istirahat.
d). Memastikan ibu menyusui dengan dan memperhatikan tanda
tanda penyakit.
e). Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi,
tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari
hari.

3).

Kunjungan III :

minggu

setelah

persalinan.
Tujuannya : sama dengan di atas ( 6 hari setelah persalinan )
4).

Kunjungan IV :
persalinan.

minggu

setelah

18

Tujuannya :
a).

Menanyakan

ibu

tentang

penyakit penyakit yang dialami.


b).

Memberikan konseling untuk


KB secara dini (Mochtar, 1998).

B. SECTIO CAESAREA
1. Definisi
Istilah Sectio Caesarea berasal dari perkataan latin caedera yang
artinya memotong. Pengertian ini sering dijumpai dalam roman law (lex
regia) dan emporers law (lex Caesare) yaitu undang-undang yang
menghendaki supaya janin dalam kandungan ibu-ibu yang meninggal harus
keluarkan dari dalam rahim (Mochtar, 1998).
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina. (Muchtar,
1998).
Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dindina rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Prawirohadjo,
2002).
2. Jenis-jenis Sectio Caesarea

19

a.

Sectio Caesarea Transperitoneal


1). Sectio Caesarea Kkasik atau Korporal yaitu dengan melakukan
sayatan vertical sehingga memungkinkan ruangan yang lebih baik
untuk jalan keluar bayi.
2).

Sectio Caesarea Ismika atau Profunda yaitu dengan melakukan


sayatan/insisi melintang dari kiri kekanan pada segmen bawah
rahim dan diatas tulang kemaluan.

b.

Sectio Caesarea Ekstraperitoneal


Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak
membuka kavum abdominal. (Mochtar,1998)

3. Indikasi
Menurut (Prawiroharjo, 2002 Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal), indikasi Sectio Caesarea adalah :
a.

Indikasi ibu
1). Disproporsi kepala panggul/CPD/FPD
2). Disfungsi Uterus
3). Distosia Jaringan Lunak
4). Plasenta Previa.

b.

Indikasi Anak
1). Janin besar
2). Gawat janin
3). Letak Lintang.

20

Adapun indikasi lain dari Sectio Caesarea menurut Sulaiman 1987 Buku
Obstetri Operatif adalah :
a.

Sectio sesarea ke III

b.

Tumor yang menhhalangi jalan lahir

c.

Pada kehamilan setelah operasi vagina, misal vistel vesico

d.

Keadaan-keadaan dimana usaha untuk melahirkan anak pervaginam


gagal.

4. Komplikasi
a.

Pada Ibu
1). Infeksi Puerperalis/nifas bias terjadi dari infeksi ringan yaitu
kenaikan suhu beberapa hari saja, sedang yaitu kenaikan suhu lebih
tinggi disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung, berat yaitu
dengan peritonitis dan ileus paralitik.
2). Perdarahan akibat atonia uteri atau banyak pembuluh darah yang
terputus dan terluka pada saat operasi
3). Trauma kandung kemih akbat kandung kemih yang terpotong saat
melakukan sectio caesarea.
4). Resiko rupture uteri pada kehamilan berikutnya karena jika pernah
mengalami pembedahan pada didind rahim insisi yang dibuat
menciptakan garis kelemahan yang sangat berisiko untuk rupture
pada persalinan berikutnya.

b.

Pada Bayi

21

1). Hipoksia
2). Depresi pernafasan
3). Sindrom gawat pernafasan
4). Truma persalinan (www.tutorialkuliah.blogspot.com/2009).

5. Penatalaksaan
Penatalaksaan medis post-op Sectio Caesarea secara singkat :
a.

Awasi TTV sampai pasien sadar

b.

Pemberian cairan dan diit

c.

Atasi nyeri yang ada

d.

Mobilisasi secara dini dan bertahap

e.

Kateterisasi

f.

Jaga kebersihan luka operasi

g.

Berikan obat antibiotic dan analgetik (Muchtar R, 1998).

C. PANGGUL SEMPIT (CHEPALOPELVIK DISPROPORSI/CPD)


1.

Definisi
Dalam Obstetri yang terpenting bukan panggul sempit secara anatomis
melainkan panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan antara
kepala dan panggul.

22

Kesempitan panggul dibagi sebagai berikut :


a.

Kesempitan pintu atas panggul

b.

Kesempitan bidang bawah panggul

c.

Kesempitan pintu bawah panggul

d.

Kombinasi kesempitan pintu atas pangul, bidang tengah dan pintu


bawah panggul.

Pintu atas panggul dianggap sempit apabila conjugata vera kurang dari 10
cm atau kalau diameter transversa kurang dari 12 cm
Conjugata vera dilalui oleh diameter biparietalis yang 9 cm dan kadangkadang mencapai 10 cm, maka sudah jelas bahwa conjugata vera yang
kurang dari 10 cm dapat menimbulkan kesulitan. Kesukaran bertambah lagi
kalau kedua ukuran ialah diameter antara posterior maupun diameter
transversa sempit.
2.

Etiologi
Sebab-sebab yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat dibagi
sebagai berikut :
a.

Kelainan karena gangguan pertumbuhan


1). Panggul sempit seluruh : semua ukuran kecil
2). Panggul picak : ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang
biasa
3). Panggul sempit picak : semua ukuran kecil tapi terlebiha ukuran

23

muka belakang
4). Panggul corong : pintu atas panggul biasa,pintu bawah panggul
sempit.
5). Panggul belah : symphyse terbuka
b.

Kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya


1). Panggul rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruha panggul
sempit picak dan lain-lain
2). Panggul osteomalacci : panggul sempit melintang
3). Radang articulatio sacroilliaca : panggul sempit miring

c.

Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang


1). Kyphose didaerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong
2). Sciliose didaerah tulang panggung menyebabkan panggul sempit
miring.

d.

Kelainan panggul disebabkan kelainan aggota bawah


Coxitis, luxatio, atrofia. Salah satu anggota menyebabkan panggul
sempit miring.

e.

fraktura dari tulang panggul yang menjadi penyebab kelainan panggul


(www.tabloid-nakita.com/2009).

3.

Klasifikasi
a. Kesempitan bidang tengah panggul
Bidang tengah panggul terbentang antara pinggir bawah symphysis
dan spinae ossis ischii dan memotong sacrum kira-kira pada pertemuan

24

ruas sacral ke 4 dan ke 5.


1). Ukuran yang terpenting dari bidang ini adalah :
a). Diameter transversa ( diameter antar spina ) 10 cm
b). Diameter anteroposterior dari pinggir bawah symphyse ke
pertemuan ruas sacral ke 4 dan ke 5 11 cm
c). Diameter sagitalis posterior dari pertengahan garis antar spina ke
pertemuan sacral 4 dan 5 5 cm
2). Dikatakan bahwa bidang tengah panggul itu sempit :
a). Jumlah diameter transversa dan diameter sagitalis posterior 13,5
atau kurang ( normal 10,5 cm + 5 cm = 15,5 cm)
b). Diameter antara spina < 9 cm
Ukuran ukuran bidang tengah panggul tidak dapat diperoleh secara
klinis, harus diukur secara rontgenelogis, tetapi kita dapat menduga
kesempitan bidang tengah panggul kalau :
a) Spinae ischiadicae sangat menonjol
b) Kalau diameter antar tuber ischii 8 cm atau kurang
Prognosa kesempitan bidang tengah panggul dapat menimbulkan
gangguan putaran paksi.kalau diameter antar spinae 9 cm atau kurang
kadang-kadang diperlukan SC.
Terapi, kalau persalinan terhenti karena kesempitan bidang tengah
panggul, maka baiknya dipergunakan ekstraktor vacum, karena
ekstraksi dengan forceps memperkecil ruangan jalan lahir.

25

b. Kesempitan pintu bawah panggul:


Pintu bawah panggul terdiri dari 2 segi tiga dengan jarak antar tuberum
sebagai dasar bersamaan
Ukuran ukuran yang penting ialah :
1). Diameter transversa (diameter antar tuberum ) 11 cm
2). Diameter antara posterior dari pinggir bawah symphyse ke ujung os
sacrum 11 cm
3). Diameter sagitalis posterior dari pertengahan diameter antar tuberum
ke ujung os sacrum 7 cm
Pintu bawah panggul dikatakan sempit kalau jarak antara tubera ossis
ischii 8 atau kurang kalau jarak ini berkurang dengan sendirinya arcus
pubis meruncing maka besarnya arcus pubis dapat dipergunakan untuk
menentukan kesempitan pintu bawah panggul.
Menurut thomas dustacia dapat terjadi kalau jumlah ukuran antar
tuberum dan diameter sagitalis posterior < 15 cm ( normal 11 cm + 7,5
cm = 18,5 cm). Kalau pintu bawah panggul sempit biasanya bidang
tengah panggul juga sempit. Kesempitan pintu bawah panggul dapat
menyebabkan gangguan putaran paksi. Kesempitan pintu bawah panggul
jarang memaksa kita melakukan SC, tetapi dapat diselesaikan dengan
forcep dan dengan episiotomy yang cukup luas.
4.

Pengaruh Panggul Sempit Pada Kehamilan dan Persalinan


Panggul sempit mempunyai pengaruh yang besar pada kehamilan

26

maupun persalinan.
a. Pengaruh pada kehamilan
1). Dapat menimbulkan retrafexio uteri gravida incarcerata
2). Karena kepala tidak dapat turun maka terutama pada primi gravida
fundus atau gangguan peredaran darah
3). Kadang-kadang

fundus

menonjol

ke

depan

hingga

perut

menggantung
4). Perut yang menggantung pada seorang primi gravida merupakan
tanda panggul sempit
5). Kepala tidak turun kedalam panggul pada bulan terakhir
6). Dapat menimbulkan letak muka, letak sungsang dan letak lintang.
7). Biasanya anak seorang ibu dengan panggul sempit lebih kecil dari
pada ukuran bayi pukul rata.
b. Pengaruh pada persalinan
1). Persalinan lebih lama dari biasa.
a). Karena gangguan pembukaan
b). Karena banyak waktu dipergunakan untuk moulage kepala anak
c). Kelainan pembukaan disebabkan karena ketuban pecah sebelum
waktunya, karena bagian depan kurang menutup pintu atas
panggul selanjutnya setelah ketuban pecah kepala tidak dapat
menekan cervix karena tertahan pada pintu atas panggul
2). Pada panggul sempit sering terjadi kelainan presentasi atau posisi

27

misalnya :
a). Pada panggul puncak sering terjadi letak defleksi supaya
diameter bitemporalis yang lebih kecil dari diameter biparietalis
dapat melalui conjugata vera yang sempit itu.
b). Asynclitismus sering juga terjadi, yang diterapkan dengan
knopfloch mechanismus (mekanisme lobang kancing)

c). Pada oang sempit kepala anak mengadakan hyperflexi supaya


ukuran-ukuran kepala belakang yang melalui jalan lahir sekecilkecilnya
d). Pada panggul sempit melintang sutura sagitalis dalam jurusan
muka belang (positio occypitalis directa) pada pintu atas
panggul.
e). Dapat terjadi ruptura uteri kalau his menjadi terlalu kuat dalam
usaha mengatasi rintangan yang ditimbulkan oleh panggul
sempit
f). Sebaiknya jika otot rahim menjadi lelah karena rintangan oleh
panggul sempit dapat terjadi infeksi intra partum. Infeksi ini
tidak saja membahayakan ibu tapi juga dapat menyebabkan
kematian anak didalam rahim.
g). Kadang-kadang karena infeksi dapat terjadi tympania uteri atau
physometra.
h). Terjadi fistel : tekanan yang lama pada jaringan dapat

28

menimbulkan ischaemia yang menyebabkan nekrosa.


i). Nekrosa menimbulkan fistula vesicovaginalis atau fistula recto
vaginalis. Fistula vesicovaginalis lebih sering terjadi karena
kandung kencing tertekan antara kepala anak dan symphyse
sedangkan rectum jarang tertekan dengan hebat karena adanya
rongga sacrum.

j). Ruptur symphyse dapat terjadi, malahan kadang kadang ruptur


dari articulatio scroilliaca.
k). Kalau terjadi symphysiolysis maka pasien mengeluh tentang
nyeri

didaerah

symphyse

dan

tidak

dapat

mengangkat

tungkainya.
l). Parase kaki dapat menjelma karena tekanan dari kepala pada
urat-urat saraf didalam rongga panggul , yang paling sering
adalah kelumpuhan N. Peroneus.
3). Pengaruh pada anak
a). Patus lama misalnya: yang lebih dari 20 jam atau kala II yang
lebih dari 3 jam sangat menambah kematian perinatal apalagi
kalau ketuban pecah sebelum waktunya.
b). Prolapsus foeniculli dapat menimbulkan kematian pada anak
c). Moulage yang kuat dapat menimbulkan perdarahan otak.
Terutama kalau diameter biparietalis berkurang lebih dari cm.

29

selain itu mungkin pada tengkorak terdapat tanda-tanda tekanan.


Terutama pada bagian yang melalui promontorium (os parietal)
malahan dapat terjadi fraktur impresi. (www.ilmukeperawatan.
com/2009).

5.

Persangkaan Panggul sempit


Seorang ibu harus ingat akan kemungkinan panggul sempit kalau :
a.

Primipara kepala anak belum turun setelah minggu ke 36

b.

Pada primipara ada perut menggantung

c.

pada multipara persalinan yang dulu dulu sulit

d.

Kelainan letak pada hamil tua

e.

Kelainan bentuk badan (Cebol, scoliose, pincang dan lain-lain)

f.

Osborn positip (www.tabloid-nakita.com/2009).

Prognosa persalinan dengan panggul sempit tergantung pada berbagai faktor,


yakni :
a.

Bentuk panggul

b.

Ukuran panggul, jadi derajat kesempitan

c.

Kemungkinan pergerakan dalam sendi-sendi panggul

d.

Besarnya kepala dan kesanggupan moulage kepala

e.

Presentasi dan posisi kepala

f.

His

30

Diantara faktor faktor tersebut diatas yang dapat diukur secara pasti
dan sebelum persalinan berlangsung hanya ukuran-ukuran panggul : karena
itu ukuran ukuran tersebut sering menjadi dasar untuk meramalkan
jalannya persalinan.
Menurut pengalaman tidak ada anak yang cukup bulan yang dapat
lahir dengan selamat per vaginam kalau CV kurang dari 8 cm. Sebaliknya
kalau CV 8 cm atau lebih persalinan pervaginam dapat diharapkan
berlangsung selamat. Karena itu kalau CV < 8 cm dilakukan SC primer
( panggul demikuan disebut panggul sempit absolut) Sebaliknya pada CV
antara 8,5-10 cm hasil persalinan tergantung pada banyak faktor :
a.

Riwayat persalinan yang lampau

b.

Besarnya presentasi dan posisi anak

c.

Pecahnya ketuban sebelum waktunya memburuknya prognosa

d.

His

e.

Lancarnya pembukaan

f.

Infeksi intra partum

g.

Bentuk panggul dan derajat kesempitan


Karena banyak faktor yang mempengaruhi hasil persalinan pada
panggul dengan CV antara 8 - 10cm (sering disebut panggul sempit
relatip) maka pada panggul sedemikian dilakukan persalinan percobaan.
(www.stasiunbidan.com/2009).

6.

Persalinan percobaan

31

Yang disebut persalinan percobaan adalah untuk persalinan per


vaginam pada wanita wanita dengan panggul yang relatif sempit. Persalinan
percobaan dilakukan hanya pada letak belakang kepala, jadi tidak dilakukan
pada letak sungsang, letak dahi, letak muka atau kelainan letak lainnya.
Persalinan percobaan dimulai pada permulaan persalinan dan berakhir
setelah kita mendapatkan keyakinan bahwa persalinan tidak dapat
berlangsung per vaginam atau setelah anak lahir per vaginam.
Persalinan percobaan dikatakan berhasil kalau anak lahir pervaginam
secara spontan atau dibantu dengan ekstraksi (forcepe atau vacum) dan anak
serta ibu dalam keadaan baik.
a. Kita menghentikan persalinan percobaan kalau :
1). Pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuaannya
a). Keadaan ibu atau anak menjadi kurang baik
b). Kalau ada lingkaran retraksi yang patologis
2). Setelah pembukaan lengkap dan pecahnya ketuban,kepala dalam 2
jam tidak mau masuk ke dalam rongga panggul walaupun his cukup
kuat
3). Forcep gagal
Dalam keadaan-keadaan tersebut diatas dilakukan SC. Kalau SC
dilakukan atas indikasi tersebut dalam golongan 2 (dua) maka pada
persalinan berikutnya tidak ada gunanya dilakukan persalinan
percobaan lagi

32

b. Dalam istilah Inggris, ada 2 macam persalinan percobaan :


1). Trial of labor : serupa dengan persalinan percobaan yang diterangkan
diatas
2). Test of labor : sebetulnya merupakan fase terakhir dari trial of labor
karena test of labor mulai pada pembukaan lengkap dan berakhir 2
jam sesudahnya. Kalau dalam 2 jam setelah pembukaan lengkap
kepala janin tidak turun sampai H III maka test of labor dikatakan
berhasil.
c. Sekarang test of labor jarang dilakukan lagi karena:
1). Seringkali pembukaan tidak menjadi lengkap pada persalinan dengan
panggul sempit
2). Kematian

anak

terlalu

tinggi

dengan

percobaan

tersebut

(www.ilmukeperawatan.com/2009).

D. MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN


Proses manajemen asuhan kebidanan pada ibu nifas dapat dijelaskan dalam 7
langkah menurut Helen Varney (2002).
Langkah I : Pengkajian ( pengumpulan data dasar )
Melakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang dibutuhkan
untuk mengevaluasi keadaan ibu :
1.

Biodata.

2.

Riwayat kesehatan sekarang.

33

Pemeriksaan fisik :
1.

Tekanan darah, suhu badan, denyut nadi, pernapasan.

2.

Keadaan muka, konjungtiva, tenggorokan jika perlu.

3.

Buah dada dan puting susu.

4.

Auskultasi paru paru jika perlu.

5.

Abdomen; kandung kemih, uterus, diastasis.

6.

Lochea

7.

Perineum; odema. Inflamasi, hematoma, pus, bekas luka episiotomi,

; warna, jumlah, bau.

jahitan, memar, hemoreoid.


8.

Extremitas; varices, betis apakah lemah, dan panas, odema, tanda


tanda human, refleks.

9.

Data Penunjang

Langkah II : Interprestasi Data Dasar


Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap maslah atau
diagnosa dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data
yang telah dikumpulkan.
Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan
masalah atau diagnosa yang spesifik. Beberapa masalah tidak dapat diselesaikan
seperti diagnosis tetapi sungguh membutuhkan penanganan yang dituangkan
kedalam sebuah rencana asuhan terhadap klien.
Masalah ini sering menyertai diagnosa.

34

1.

lbu nifas dengan infeksi luka sectio caesarea hari kedua.

2.

Keadaan luka : basah, nanah atau PUS, nyeri ada.

Langkah III : Mengidentifikasi Masalah Potensial Post SC


Melakukan identifikasi yang benar terhadap masalah atau diagnosa
berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.
Diagnosa, masalah dan kebutuhan ibu post partum dan nifas tergantung dari hasil
pengkajian terhadap ibu. Antisipasi Diagnosa Potensial : Menjaga kemungkinan
yang akan timbul dan upaya pencegahannya. Komplikasi yang timbul dapat
bersifat ringan atau berat.
Langkah IV : Identifikasi Dan Menetapkan Tindakan Segera
Mengidentifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan atau
dokter untuk dikonsultasi atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan
yang lain sesuai dengan kondisi pasien.
1. Kolaborasi dengan dokter : Terapi.
2. Kolaborasi dengan laboratorium
Cek : Darah DDR dan LED
Langkah V : Membuat Rencana Asuhan
Merencanakan asuhan menyeluruh yang rasional sesuai dengan temuan dari
langkah sebelumnya. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa
yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah.
Langkah VI : Implementasi Asuhan

35

Mengarahkan atau melaksanakan asuhan secara efisien dan aman terhadap


ibu. Bila dilakukan sendiri oleh bidan atau sebagian oleh tenaga kesehatan lainnya
atau

secara

Tim

maka

bidan

bertanggung

jawab

untuk

mengarahkan

pelaksanaannya.

Langkah VII : Evaluasi


Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, ulangi kembali
proses manajemen dengan benar terhadap setiap aspek asuhan yang sudah
dilaksanakan tetapi belum efektif

atau merencanakan kembali yang belum

terlaksana dan menyusun rencana tindak lanjut.

36

BAB III
TINJAUAN KASUS
MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN POST
SECTIO CAESAREA INIDKASI CHEPALOPELVIK DISPROPORSI
DI RSUD ABEPURA
A. ASUHAN HARI KE I

1.

No. Register

: 170984

Tanggal pengkajian

: 06 07 2009

Tempat

: Ruang Nifas RSUD Abepura

Oleh

: Mhs. Martina Simanjuntak

Jam 14.00 Wit

LANGKAH I : PENGKAJIAN
a. Data Subyektif
1). Biodata
Nama klien

: Ny. T

Nama Ayah

: Tn. T

Umur

: 25 Thn.

Umur

: 29 thn

Suku/Bangsa

: Jawa/Indonesia

Suku/Bangsa : Jawa/Indoneisa

37

Agama

: Islam

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMU

Pendidikan

: D3

Pekerjaan

: IRT

Pekerjaan

: PNS

Lama nikah

: 1 Thn.

Lama nikah

: 1 Thn

Nikah ke

:I

Nikah ke

:I

Alamat

: Expo Waena

Alamat

: Expo Waena

2). Data Biologis/Fisiologis

35

a). Keluhan utama

: Ibu merasa nyeri pada daerah bekas


operasi

b). Riwayat keluhan utama

: Tanggal 06 Juli 2009 Jam 09.00 Wit Ibu


telah menjalani operasi SC

c). Ibu mengatakan pernah sekali hamil dan operasi


d). Riwayat Persalinan sekarang
(1). Jenis persalinan

: SC

(2). Jenis Kelamin

: Laki Laki, BB 3300 gr, PB: 50 cm

(3). Jumlah perdarahan

: + 150 cc

(4). Robekan jalan lahir

: Tidak ada

(5). Gangguan setelah persalinan : Tidak ada


e). Kebutuhan Dasar
(1). Nutrisi : Masih puasa
(2). Elminasi
BAB

: Ibu belum flatus

38

BAK

: Terpasang douwer cateter

Jumlah urine

: 300 cc

Jam 14.00 Wit

(3). Ambulansi

: Ibu miring kanan kiri

(4). Istirahat

: Cukup

f). Data Psikosial


Perasaan ibu

: Bahagia dengan kehadiran bayinya

Perasaan ayah

: Bahagia dan bersyukur anak dan istrinya


selamat

Perasaan keluarga

: Senang atas kehadiran bayi

b. Data Obyektif
1). Pemeriksaan Fisik
a). Keadaan umum

: Lemah

b). Kesadaran

: Compos mentis

c). Keadaan emosional

: Tenang

2). Tanda Tanda Vital


a).

Tekanan darah

: 110/70 mm Hg

b).

Suhu badan

: 37oC

c).

Nadi

d).

Pernafasan

: 78 x/m
: 20 x/m

39

3). Kepala :
a). Muka

: Pucat

b). Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus

c). Simetris

: Ya, kanan kiri

d). Sekret hidung

: Tidak ada

4). Leher :
Kelenjar gondok membesar : Tidak
5). Dada
a). Simetris : Ya
b). Puting susu

: Menonjol, tidak lecet

c). Konsistensi

: Keras

d). Colostrum

: Ada

e). ASI

: Ada

f). Jumlah ASI

: Banyak

g). Pergerakan dada

: Normal

h). Gangguan pernafasan

: Tidak ada

6). Abdomen
a). Luka operasi

: Masih basah diverband

b). Kontraksi uterus

: Baik, fundus teraba keras

c). Perdarahan

: Tidak ada

d). Keadaan verband

: Kering

40

7). Ekstremitas
a). Atas
b). Bawah

: Terpasang infus Dextrose 5%


: Tidak ada kelainan

8). Genitalia
1). Terpasang

: Douwer cateter

2). Kebersihan vulva perineum : Bersih


3). Pengeluaran lochea

: Lochea rubra

4). Warna

: Merah segar

5). Bau lochea

: Amis

6). Jumlah lochea

: + 50 cc

9). Pemeriksaan Penunjang (laboratorioum)


a). Pemeriksaan darah
(1). HB

: 11 gr%

(2). Leukosit

: 11.000 mm3

(3). DDR

: (-) Negatif

b). Pemeriksaan urine


(1). Protein

: Negatif

(2). Reduksi

: Negatif

c). Pemeriksaan faeces

: Negatif

41

2.

LANGKAH II : INTERPRETASI DATA DASAR


Diagnosa

: Ibu umur 25 tahun, P I A 0, Nifas post SC indikasi CPD hari


pertama

DS

(5 jam)

: Ibu mengatakan pernah sekali hamil dan operasi

DO :
a. Ibu menjalani operasi SC tanggal 6-7 2009 jam : 09.00 Wit
b. Luka operasi masih basah dan masih di verband
c. Lochea
3.

: Rubra

LANGKAH III : DIAGNOSA POTENSIAL


Potensial terjadi infeksi nasokomial
DS : Nyeri pada berkas operasi
DO : Luka jahitan masih basah

4.

LANGKAH IV : TINDAKAN SEGERA


Kolaborasi medik untuk therapi

5.

LANGKAH V :

RENCANA ASUHAN

a. Observasi tanda tanda vital.

42

b. Informasikan keadaan ibu dan bayinya


c. Beritahu pasien belum boleh makan dan minum (Puasa)
d. Anjurkan mobilisasi dini
e. Anjurkan pada ibu apabila sudah flatus, beritahukan pada petugas
f. Kolaborasi medik tentang pemberian infus dan therapi injeksi
g. Anjurkan ibu untuk cukup istirahat
h. Bersihkan tubuh ibu dan lakukan perawatan vulva hygiene
i. Kontrol cairan infus dan urine tampung
6.

LANGKAH VI : IMPLEMENTASI
Tanggal : 06 07 2009
a.

Oleh : Mhs. Martina. S

Mengobservasi tanda tanda vital jam 14.15 Wit


TTV : TD

b.

Jam : 14.15 Wit

: 110/80 mmHg

: 80 x/m

RR

: 24 x/m

SB

: 37oC

Menginformasikan pada ibu, bahwa keadaan ibu dan bayi baik, kini bayi
berada di ruang perinatologi

c.

Memberitahu pasien belum boleh makan dan minum (puasa)

d.

Memberitahu pasien mobilisasi dini (miring kanan dan miring kiri)

e.

Menganjurkan ibu untuk memberitahu petugas apabila ibu sudah flatus.

f.

Melaksanakan therapi medik melalui cairan intravena


1). Infus RL masih menetes 20 tts/menit

43

2). Injeksi
a). Cefriaxone

: 1 gr iv/8 jam: Jam 15.00 Wit

b). Kalnex

: 1 amp iv/8 jam

: Jam 15.03 Wit

c). Ranitidine

: 1 amp iv/8 jam

: Jam 15. 05 Wit

g.

Menganjurkan ibu untuk cukup istirahat

h.

Membersihkan tubuh ibu dengan air hangat dengan melakukan perawatan


vulva hygiene ganti softex pada jam 16.30 Wit

i.
7.

Mengontrol cairan infus dan urin tampung

LANGKAH VII : EVALUASI


Tanggal : 06 07 2009

Jam : 20.15 Wit

Oleh : Mhs. Martina. S

a.

Tanda tanda vital dalam batas normal

b.

Pasien sudah diberitahu tentang keadaan ibu dan bayinya

c.

Pasien masih puasa dan ibu dapat istirahat dengan baik

d.

Pasien sudah melakukan mobilisasi dini (miring kanan dan kiri)

e.

Pasien berjanji akan memberitahu petugas apabila sudah flatus

f.

Therapi medik sudah diberikan sesuai dengan instruksi dokter

g.

Pasien sudah dibersihkan dan ganti softex

h.

Infus menetes baik dan urin tampung 800 cc sudah dibuang jam 20.00 Wit

i.

Ibu mengeluh lokasi bekas operasi terasa sakit

44

B. ASUHAN HARI KE II

Tanggal : 7 07 2009
1.

LANGKAH I :

Jam 08.00 Wit


PENGKAJIAN

DS :
a.

Ibu mengatakan tempat operasi masih sakit

b.

Ibu mengatakan merasa gerah karena belum mandi

c.

Ibu mengatakan sudah flatus jam 07.00 Wit

DO :
a. Keadaan umum baik
b. Kesadaran

: Compos Mentis

c. Tanda tanda vital


TD

: 120/80 mmHg

RR

: 24 x/m

: 84 x/m

SB

: 36,8oC

45

d. Abdomen
1). Kontraksi uterus

: Baik

2). Luka operasi masih basah ditutup dengan kasa steril dan tidak ada
perdarahan
e. Payudara
1). Pengeluaran

: Kolostrum

2). Puting susu

: Menonjol

3). Kebersihan

: Cukup

f. Genetalia
1). Douwer cateter masih terpasang
2). Tidak ada kelainan dan pengeluaran lochea rubra
g. Cairan infus masih terpasang kolf VI

2.

LANGKAH II :

INTERPRESTASI DATA DASAR

Diagnosa : Ibu umur 25 tahun P I A 0, nifas Post SC indikasi CPD hari


kedua
DS :
a.

Ibu mengatakan tempat operasi masih sakit

b.

Ibu mengatakan merasa gerah karena belum mandi

c.

Ibu mengatakan sudah flatus jam 07.00 Wit

DO :
a.

Keadaan umum baik

46

b.

Kesadaran

c.

Tanda tanda vital

d.

: Compos Mentis

TD

: 120/80 mmHg

RR

: 24 x/m

: 84 x/m

SB

: 36,8oC

Abdomen
1). Kontraksi uterus

: Baik

2). Luka operasi masih basah ditutup dengan kasa steril dan tidak ada
perdarahan

e.

f.

Payudara
1). Pengeluaran

: Kolostrum

2). Puting susu

: Menonjol

3). Kebersihan

: Cukup

Genetalia
1). Douwer cateter masih terpasang
2). Tidak ada kelainan dan pengeluaran lochea rubra

g.

3.

Cairan infus masih terpasang kolf VI

LANGKAH III :

DIAGNOSA POTENSIAL

Potensial terjadi infeksi luka operasi


DS : Ibu mengatakan rasa nyeri pada daerah operasi
DO : Luka operasi masih basah

47

4.

LANGKAH IV : TINDAKAN SEGERA


Kolaborasi medik untuk therapi lanjutan

5.

LANGKAH V :

RENCANA ASUHAN

a.

Ukur tanda tanda vital pagi dan sore

b.

Lanjutkan kolaborasi medik untuk therapi

c.

Anjurkan ibu untuk mobilisasi

d.

Observasi kontraksi uterus

e.

Beritahu ibu untuk minum dan sore bisa makan bubur

f.

Lakukan

perawatan

vulva

hygiene

dan

observasi

pengeluaran

pervaginam
g.

Bersihkan (lap) badan ibu dengan air hangat

h.

Jelaskan pada ibu tentang rasa nyeri pada daerah operasi

i.

Beritahu ibu agar menjaga daerah operasi agar tetap kering dan tertutup
kasa steril

6.

j.

Anjurkan ibu istirahat yang cukup

k.

Pantau tanda tanda infeksi

l.

Anjurkan ibu untuk menyusui

LANGKAH VI : IMPLEMENTASI
Tanggal
a.

: 7 07 2009

Mengukur tanda tanda vital

Jam : 09.00 WIT

48

b.

TD

: 120/80 mmHg

RR

: 24 x/m

ND

: 80 x/m

SB

: 36,9oC

Melaksanakan therapi medik dengan memberikan injeksi pada jam


07.00 Wit
1). Cefriaxone 1 gr iv/8 jam
2). Kalnex

1 amp iv /8 jam

3). Ranitidine 1 amp iv/ 8 jam


4). Pemberian caltroven suppoesutoria 1 bh/8 jam pada jam 10.00 Wit
c.

Mengajarkan ibu untuk mobilisasi dini (miring kanan, kiri dan duduk)

d.

Melakukan observasi kontraksi uterus

e.

Memberitahu ibu untuk minum dan sore bisa makan bubur

f.

Membersihkan (lap) badan ibu dengan air hangat

g.

Melakukan perawatan vulva hygiene dan mengobservasi pengeluaran


pervaginam

h.

Menjelaskan pada ibu tentang rasa nyeri akibat daerah operasi

i.

Memberitahu ibu agar menjaga daerah operasi tetap kering dan ditutuo
dengan kasa steril

7.

j.

Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup

k.

Memantau tanda tanda infeksi

l.

Menganjurkan ibu untuk menyusui

LANGKAH VII

EVALUASI

49

Tanggal

: 07 07 2009

Jam

: 14.00 Wit

a.

Tanda tanda vital dalam batas normal

b.

Obat injeksi sudah diberikan

c.

Ibu sudah mobilisasi miring kanan, kiri dan duduk

d.

Kontraksi uterus baik

e.

Ibu sudah minum

f.

Ibu sudah dibersihkan (lap) dengan air hangat

g.

Vulva hygiene telah dilakukan, pengeluaran lochea rubra

h.

Ibu mengerti tentang rasa nyeri yang timbul dan ibu sudah diberitahu
agar daerah tempat operasi dijaga agar tetap kering

i.

Ibu dapat istirahat dengan baik

j.

Tidak ditemukan tanda tanda infeksi

k.

Ibu belum dapat menyusui bayinya

l.

Ibu merasa tidak nyaman karena belum mandi dan infus cateter masih
terpasang.

50

C. ASUHAN HARI KE III

Tanggal : 8 07 2009 Jam : 09.00 Wit


1.

LANGKAH I :

PENGKAJIAN

DS :
a. Ibu merasa tidak nyaman karena belum mandi dan infus douwer catater
masih terpasang
b. Ibu ingin melihat bayinya
DO :
a.

Keadaan umum, sedang

b.

Kesadaran compos mentis.

c.

Tanda tanda vital


TD

: 110/70 mmHg

RR

: 24 x/m

51

ND

2.

: 82 x/m

SB

: 37oC

d.

Infus dan douwer cateter masih terpasang

e.

Luka operasi masih ditutup dengan kasa steril

f.

Pengeluaran pervaginam lochea sanguinolenta

g.

Pengeluaran ASI colostrum

LANGKAH II

: INTERPRESTASI DATA DASAR

Diagnosa : Ibu umur 25 tahun P I A 0, Nifas Post SC indikasi CPD Hari


ketiga
Dasar
DS :
a.

Ibu merasa tidak nyaman karena belum mandi dan infus douwer catater
masih terpasang

b.

Ibu ingin melihat bayinya

DO :
a.

Keadaan umum, sedang

b.

Kesadaran compos mentis.

c.

Tanda tanda vital


TD

: 110/70 mmHg

RR

: 24 x/m

ND

: 82 x/m

SB

: 37oC

d.

Infus dan douwer cateter masih terpasang

e.

Luka operasi masih ditutup dengan kasa steril

52

3.

f.

Pengeluaran pervaginam lochea sanguinolenta

g.

Pengeluaran ASI colostrum

LANGKAH III

DIAGNOSA POTENSIAL

Tidak ada

4.

LANGKAH IV

: TINDAKAN SEGERA

Tindakan kolaborasi medik untuk therapi oral

5.

LANGKAH V : RENCANA ASUHAN


a.

Observasi tanda tanda vital pagi dan sore

b.

Kolaborasi medik untuk therapy oral

c.

Ganti verband pada luka operasi

d.

Observasi kontraksi uterus

e.

Observasi pengeluaran pervaginam

f.

Bersihkan badan ibu dengan air hangat dan lakukan perawatan vulva
hygiene

g.

Aff Infus dan douwer cateter

h.

Beritahu ibu untuk menjaga daerah operasi tetap kering dan selalu
tertutup kasa steril

i.

Anjurkan ibu untuk makan bergizi

j.

Anjurkan ibu untuk mobilisasi

53

k.

Beritahui ibu agar tidak melakukan aktifitas berat selama proses


penyembuhan

l.

Anjurkan ibu untuk untuk memberi ASI pada bayinya sesering mungkin

m. Beritahu ibu untuk istirahat yang cukup


n.

6.

Libatkan keluarga untuk membantu mengurus bayi

LANGKAH VI

: IMPLEMENTASI

Tanggal 08 07 2009

Jam

: 10.00 Wit

a. Melakukan observasi tanda tanda vital


TD

: 120/70 mmHg

RR

: 24 x/m

ND

: 84 x/m

SB

: 37oC

b. Melakukan kolaborasi medik dengan melanjutkan therapi oral


1). Asam mefenamat 3 x 1 tablet
2). Amoxyclav 3 x 1 kaplet
3). Lactavit 1 x 1 tablet
4). Becomzet 1 x 1 tablet
c. Mengganti verband pada luka operasi
d. Mengobservasi kontraksi uterus
e. Mengobservasi pengeluaran pervaginam
f. Melap badan ibu dengan air hangat

54

g. Meng-aff infus dan douwer cateter


h. Memberitahu ibu agar menjaga daerah operasi tetap kering dan selalu
tertutup dengan kasa steril
i. Menganjurkan ibu untuk makan makanan bergizi untuk mempercepat
proses penyembuhan
j. Menganjurkan ibu untuk tetap mobilisasi aktif, duduk dan jalan
k. Memberitahu ibu agar tidak melakukan aktifitas yang berat selama proses
penyembuhan luka operasi
l. Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI pada bayi sesering mungkin
m. Menganjurkan ibu untuk cukup istirahat
n. Melibatkan keluarga untuk perawatan bayi
o. Ibu dipindahkan ke ruang perawatan post op.

7.

LANGKAH VII : EVALUASI


Tanggal

: 08 07 2009

Jam

: 14.00 Wit

a. Tanda tanda vital dalam batas normal


b. Obat oral sudah diminum jam 12.00 Wit
c. Verband luka operasi sudah diganti dan keadaan luka operasi kering
d. Kontraksi uterus baik
e. Pengeluaran pervaginam lokhea rubra
f.

Ibu sudah dilap dan ibu sudah dapat ganti softex sendiri

g. Infus dan douwer cateter sudah di-aff


h. Ibu sudah mengerti tentang perlunya makanan bergizi pada masa
penyembuhan

55

i.

Ibu sudah jalan jalan

j.

Ibu berjanji untuk tidak melakukan aktifitas yang berat

k. Ibu sudah menyusui bayinya dan berjanji akan memberi ASI sesering
mungkin
l.

Ibu akan berusaha untuk cukup istirahat

m. Keluarga mengatakan akan membantu dan mengurus bayi


n. Ibu merasa nyaman karena nyeri mulai berkurang
o. Ibu sudah dipindahkan ke ruang nifas dan rawat gabung dengan
bayinya.

D. ASUHAN HARI KE IV

Tanggal : 9 07 2009 Jam : 09.00 Wit


1. LANGKAH I : PENGKAJIAN
DS : Ibu merasa nyaman karena rasa nyeri berkurang
DO :
a.

Keadaan umum, sedang

b.

Kesadaran compos mentis.

c.

Tanda tanda vital

d.

TD

: 110/70 mmHg

RR

: 24 x/m

ND

: 88 x/m

SB

: 36,8oC

Ibu sudah rawat gabung dengan bayinya

56

2. LANGKAH II : INTERPRESTASI DATA DASAR


Diagnosa : Ibu umur 25 tahun P I A 0, Nifas Post SC indikasi CPD Hari
keempat
Dasar
DS : Ibu merasa nyaman karena rasa nyeri berkurang
DO :
a.

Keadaan umum sedang

b.

Kesadaran compos mentis

c.

Tanda tanda vital

d.

TD

: 110/70 mmHg

RR

: 24 x/m

ND

: 88 x/m

SB

: 36,8oC

Ibu sudah rawat gabung dengan bayinya

3. LANGKAH III

DIAGNOSA POTENSIAL

Tidak ada
4. LANGKAH IV :

TINDAKAN SEGERA

Tidak ada
5. LANGKAH V

RENCANA ASUHAN

a.

Cek tanda tanda vital

b.

Ganti verband

57

c.

Anjurkan ibu untuk minum obat secara teratur

d.

Anjurkan ibu untuk jaga jarak kehamilan dengan mengikuti program KB


dan jelaskan pada ibu tentang kondisinya

e.

Beritahu ibu agar pada kehamilan berikutnya untuk periksa kehamilan ke


dokter atau unit pelayanan kesehatan terdekat

f.

Beritahu ibu untuk kontrol kembali

g.

Bantu keluarga menyelesaikan administrasi

h.

Bantu klien untuk persiapan pulang

6. LANGKAH VI : IMPLEMENTASI
Tanggal 09 07 2009
a.

Jam

: 10.00 Wit

Melakukan observasi tanda tanda vital


TD

: 110/70 mmHg

RR

: 24 x/m

ND

: 80 x/m

SB

: 36,7oC

b.

Mengganti verband luka operasi dengan plester


obside

c.

Menganjurkan ibu untuk minum obat secara teratur

d.

Menganjurkan ibu untuk menjaga jarak kehamilan


minimal 3 tahun dengan mengikuti program KB dan menjelaskan pada
ibu resiko kehamilan yang terlalu dekat dan kondisi ibu.

e.

Memberitahu dan menganjurkan ibu agar pada


kehamilan berikutnya rajin periksa ke dokter atau unit kesehatan terdekat

f.

Membantu keluarga menyelesaikan administrasi

g.

Membantu klien untuk persiapan pulang.

58

7. LANGKAH VII : EVALUASI


Tanggal : 09 07 2009

Jam : 12.30 Wit

a.

Tanda tanda vital dalam batas normal

b.

Verband sudah diganti

c.

Ibu berjanji akan minum obat secara teratur

d.

Ibu berjanji akan mengikuti program KB dan ibu sudah mengetahui


resiko yang dialami apabila jarak kehamilan terlalu dekat dan ibu sudah
mengerti tentang kondisinya

e.

Ibu mengerti tentang anjuran yang diberikan dan akan kembali kontrol
pada tanggal 15 Juli 2009.

f.

Administrasi sudah diselesaikan dan pasien sudah pulang jam 12.00 Wit
BAB IV
PEMBAHASAN

Pintu atas panggul dianggap sempit apabila conjugata vera kurang dari 10 cm atau
kalau diameter transversa kurang dari 12 cm Conjugata vera dilalui oleh diameter
biparietalis yang 9 cm dan kadang-kadang mencapai 10 cm, maka sudah jelas
bahwa conjugata vera yang kurang dari 10 cm dapat menimbulkan kesulitan. Menurut
Prawiroharjo (2002), indikasi tindakan section caesarea salah satunya adalah
disproporsi cevalopelvik (CPD) (Manuaba, 1998).
Dalam pembahasan penulis kepada klien Ny. T umur 25 tahun, PI A0 nifas
dengan Post SC indikasi CPD berlangsung selama 4 hari pada tanggal 06 sampai

59

dengan 09 Juli 2009 di Ruang Rawat Gabung RSUD Abepura. Pada saat pengkajian,
penulis mendapatkan data dari keluarga dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan
penunjang laboratorium (urine, darah).
Setelah pengkaijian ditentukan diagnosa ibu umur 25 tahun, P I A 0 nifas post
SC indikasi CPD. Pada diagnosa potensial, penulis mengkhawatirkan terjadi infeksi,
karena berdasarkan teori apabila seseorang menjalani operasi komplikasi yang sering
terjadi adalah infeksi. Namun pada kasus ini komplikasi pada post sc tidak terjadi.
Pada tindakan segera yang dilakukan adalah pantau keadaan luka, kolaborasi dokter
dengan protap nifas post SC, yaitu pemberian cefriaxon 1 gr iv/8 jam kalnex 1 amp
iv/8 jam, ranitidine 1 amp/8 jam. Lanjutkan dengan rencana asuhan pada klien Ny. T,
dimana hari pertama terfokus pada observasi keadaan umum, perdarahan di luka
57
operasi dan perdarahan pervaginam. Penulis melakukan asuhan kebidanan hari
pertama didapatkan luka bekas operasi masih tertutup kasa steril dan diplester, tidak
ada perdarahan, pengeluaran lochea rubra. Hari kedua dan ketiga asuhan terfokus
pada mobilisasi dengan pemenuhan kebutuhan dasar masa nifas yang bertujuan untuk
mempercepat masa pemulihan dan proses penyembuhan luka. Kolaborasi dilanjutkan
dengan penambahan therapi caltroven suppositoria 1 buah/hari dan pemberian obat
oral, yaitu asam mefenamat 3 x 1 tablet, amoxyclaf 3 x 1 kaplet, lactivet tablet 1 x 1
tablet, becomzet 1 x 1 tablet, verband diganti dengan kasa steril, luka bekas operasi
sudah mulai kering, infus dan douwer cateter sudah di aff. Klien pada hari keempat
luka bekas operasi sudah mulai kering, pengeluaran lochea sanguinolenta tidak ada

60

komplikasi pada klien karena asuhan yang diberikan sesuai dengan protap perawatan
nifas post SC.
Dalam tindakan asuhan kebidanan pada kasus Ny. T tidak mendapatkan kendala
karena klien mau mengikuti apa yang dianjurkan.

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari uraian uraian diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan :
1.

Klien Ny. T adalah klien Nifas post SC. Dari hasil diagnosa, klien
berpotensial terjadinya infeksi. Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 4
hari diagnosa potensial tidak terjadi. Asuhan kebidanan difokuskan pada hari
pertama terfokus pada observasi keadaan umum, perdarahan di luka operasi
dan perdarahan pervaginam.

61

Hari kedua dan ketiga asuhan terfokus pada mobilisasi dengan pemenuhan
kebutuhan dasar masa nifas yang bertujuan untuk mempercepat masa
pemulihan dan proses penyembuhan luka.
2.

Hasil evaluasi asuhan kebidanan yang telah dilaksanakan selama 4


hari, bayi sudah diberi ASI, kontraksi uterus baik, TFU teraba keras,
pengeluaran lochea sanguinolenta, keadaan luka operasi sudah mulai kering
dan di verband obside. Klien diperbolehkan pulang.

3.

Apabila suatu tindakan dilakukan berdasarkan protap yang ada akan


menghasilkan hasil yang baik atau tidak terjadi perdarahan.

B. SARAN
1.

Bagi Bidan di Ruangan

59

Dalam memberikan asuhan kebidanan pada klien nifas post SC, sebaiknya
lebih tanggap dalam memberi tindakan secara cepat dan tepat dan dalam
pemberian tindakan kebidanan melakukan teknik pencegahan infeksi agar
tidak terjadi infeksi pada ibu nifas post SC.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Menambah referensi referensi di Perpustakaan, peningkatan kualitas
dan pengembangan mahasiswa melalui studi kasus agar dapat menerapkan
asuhan kebidanan secara komprehensif.
3. Bagi Peneliti

62

Dapat merupakan referensi bagi peneliti selanjutnya serta kekurangan


dalam asuhan kebidanan yang telah dilakukan sebelumnya dapat direvisi
berdasarkan perkembangan teknologi kesehatan mutakhir.
4. Bagi Klien
Diharapkan klien dapat menjaga kondisinya dan menjarakkan kehamilan
dengan mengikuti program KB.

DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana


untuk Pendidibn Bidan, Cetakan 1, EGC, Jakarta.
Mochtar, 1990. Obstetri Fisiologi (kin Obstetri Patologi, Jilid I, Edisi 2, EGC,
Jakarta.
Mochtar, 1998. Sinopsis Obstetri, Obstetri Operatif, Obstetri Sosial, EGC, Jakarta.
Sarwoho 13, 1999. Ilmu Kebidanan, Edisi 111, Cetakan 4, YBS SP.
Ningsih, 2009. (www.tutorial-kuliah.blogspot.com./2009), Tutor kuliah, diakes pada
tanggal 26 Juli 2009.
Sarwono P, 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,
Edisi I, Cetakan 3, YBP - SP, Jakarta.

63

Tenreng, 2008. (www.tenreng.files.wordpress.com/2009), Asuhan Keperawatan Post


Op SC, diakes pada tanggal 26 Juli 2009.
Varney, H, dkk. 2002, Buku Saku Bidan, EGC, Jakarta.
Wikipedia, 2009. (www.wikipedia-bedahcesar.wordpress. com/2009), Bedah Cesar,
diakes pada tanggal 26 Juli 2009.

Anda mungkin juga menyukai