Anda di halaman 1dari 105

PENGARUH TINGKAT NYERI, PERAWATAN LUKA, DAN

RIWAYAT ANEMIA SAAT KEHAMILAN TERHADAP

INFEKSI LUKA OPRASI PASCA SECTIO CAESREA DI

RUMAH SAKIT AN’NISA TANGERANG

TAHUN 2019

PROPOSAL

Disusun oleh :

NIA YUNIAWATI
NIM 07170100259

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM STUDI SARJANA

TERAPAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

JAKARTA 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karuniaNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul “PENGARUH TINGKAT
NYERI, PERAWATAN LUKA, DAN RIWAYAR ANEMIA TERHADAP
INFEKSI LUKA OPRASI PASCA SECTIO CAESAREA DI RUMAH

SAKIT AN’NISA TANGERANG TAHUN 2019”.

Proposal ini diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh


gelar Sarjana Terapan Kebidanan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia
Maju Jakarta.

Penyusunan proposal ini tidak terlepas dari berbagai pihak baik secara
material maupun moril. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak baik dari masa perkuliahan hingga pada tahap penyusunan
skripsi ini tidak mudah. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Drs, H. A Jacub Chatib selaku Ketua Yayasan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Indonesia Maju.
2. Dr. Dr. H. M. Hafizurrachman, MPH, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Indonesia Maju Jakarta.
3. Dr Sobar Darmaja, S.Psi, MKM, selaku wakil Ketua I Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Indonesia Maju Jakarta.
4. Astrit Novita, SKM, M.Kes, selaku wakil Ketua II Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Indonesia Maju Jakarta.
5. Hidayani, Amd.Keb,SKM,MKM, selaku Kepala Departemen Vokasi dan
Profesi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju Jakarta.
6. Retno Sugesti S.ST, M.kes, selaku Ketua Program Studi Kebidanan Program
Sarjana Terapan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju Jakarta.
7. Latif Sri Sulistyawati SKM, sebagai Pembimbing dalam penyusunan proposal
ini yang dengan sabar membimbing dan memberikan masukan hingga
selesainya skripsi ini.
8. Semua dosen yang selama ini mengajar dan mendidik penulis dalam
menempuh Pendidikan di STIKIM Jakarta.
9. Kepala RS An’Nisa Tangerang bersama staf yang telah memberikan izin
kepada penulis untuk melakukan penelitian serta memfasilitasi penulis hingga
selesainya penelitian
10. Kepada ayah handa dan ibunda tercinta, Kakak-kakak dan semua keponakaan
yang telah mendukung baik moril maupun material semoga Allah SWT selalu
melindungi dan memberikan kesehatan dan kebahagian buat kita semua.
11. Rekan-rekan seperjuangan yang selalu bersama dalam suka maupun duka
selama proses studi pada Program Sarjana Terapan Kebidanan di STIKIM
Jakarta

Penulis menyadari bahwa pembuatan skripsi ini masih jauh dari


kesempurnaan, oleh sebab itu segala saran dan masukan positif dari semua pihak
demi penyempurnaan skripsi ini dan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, 12 Januari 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sectio Caesarea (SC) adalah suatu pembedahan guna melahirkan

anak lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus. Indikasi SC bisa indikasi

absolut atau relatif. Setiap keadaan yang membuat kelahiran lewat jalan lahir

tidak mungkin terlaksana merupakan indikasi absolut untuk sectio

abdominalpaa indikasi relatif, kelahiran lewat vagina bisa terlaksana tetapi

keadaan adalah sedemikian rupa sehingga kelahiran lewat Sectio Caesarea akan

lebih aman bagi ibu, anak ataupun keduanya 1

Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin

dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim

dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram 2

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) yang berkaitan dengan kehamilan,

persalinan, dan nifas sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih

cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara–negara tetangga di Kawasan

ASEAN. Pada tahun 2007, ketika AKI di Indonesia mencapai 228, AKI di

Singapura hanya 6 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 33 per 100.000

1
Oxorn. H dan William R.2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Bersalin. Yogyakarta:
Yayasan Essentia Medika
2
Sarwono Prawiroharjo. (2009). Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka
kelahiran hidup, Filipina 112 per 100.000 kelahiran hidup, serta Malaysia dan

Vietnam sama-sama mencapai 160 per 100.000 kelahiran hidup 3

Kematian ibu setiap hari pada tahun 2015, sekitar 830 perempuan

meninggal karena komplikasi kehamilan dan kelahiran bayi. Hampir semua

kematian ini terjadi karena rendahnya pelayanan kesehatan, dan sebagian besar

dapat dicegah. Penyebab utama kematian adalah perdarahan, hipertensi, infeksi,

dan penyebab tidak langsung, sebagian besar karena interaksi antara kondisi

medis yang sudah ada sebelumnya dalam kehamilan. Risiko seorang wanita

dinegara berkembang meninggal karena penyebab ibu yang terkait selama

hidupnya adalah sekitar 33 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang

tinggal di negara maju. Kematian ibu merupakan indikator kesehatan yang

menunjukkan kesenjangan yang tinggi antara daerah kaya dan miskin,

perkotaan dan pedesaan, baik antara negara yang satu dengan yang lainnya 4

Penurunan AKI di Indonesia terjadi sejak tahun 1991 sampai dengan

2007, yaitu dari 390 menjadi 228. Namun demikian, SDKI tahun 2012

menunjukkan peningkatan AKI yang signifikan yaitu menjadi 359 kematian ibu

per 100.000 kelahiran hidup. AKI kembali menujukkan penurunan menjadi 305

kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup berdasarkan hasil Survei Penduduk

Antar Sensus 2015. Hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 juga

menunjukkan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 22,23 per 1.000 kelahiran

hidup, yang artinya sudah mencapai target MDG 2015 sebesar 23 per 1.000

3
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/profil-
kesehatan-indonesia-2014.pdf
4
https://www.who.int/gho/maternal_health/en/
kelahiran hidup. Begitu pula dengan Angka Kematian Balita (AKABA)

menunjukkan hasil sebesar 26,29 per 1.000 kelahiran hidup, juga sudah

memenuhi target MDG’s 2015 sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup 5

Jumlah Kematian Ibu di Provinsi Banten pada tahun 2011 adalah

168.8 / 100.000 kelahiran hidup.Angka ini menurun jika dibandingkan dengan

angka kematian ibu di tahun 2010 yang mencapai 191/ 100.000 kelahiran hidup.

Sedangkan angka kematian bayi di Provinsi Banten pada tahun 2011 adalah

29.5 / 1000 kelahiran hidup. Angka ini juga menurun dari tahun 2010 dimana

angka kematian bayi di Provinsi Banten mencapai 34.2 / 1000 kelahiran hidup
6

Jumlah kematian ibu di Provinsi Banten Kabupaten Tangerang pada

tahun 2014 adalah sebanyak 47 kasus kematian dengan penyebab kematian ibu

sebesar 90 % terjadi pada saat persalinan dan segera setelah persalinan, jumlah

kematian ibu pada tahun 2014 terjadi peningkatan dibandingkan pada tahun

2013 hal ini dikarenakan menurunnya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan
7
dan menurunnya cakupan penanganan komplikasi obsteri. Pada tahun 2017

adalah sebanyak 43 kasus dan terjadi penurunan dibandingkan pada tahun 2016

hal ini dikarenakan meningkatnya jumlah puskesmas mampu PONED yaitu 27

ditahun 2015, 36 di tahun 2016 dan 40 di tahun 20178

5
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/profil-
kesehatan-Indonesia-2015.pdf
6
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROV_2011/P.Prov.Banten_
2011.pdf
7
http://dinkes.tangerangkab.go.id/wp-
content/files/Profil_Kesehatan_Kabupaten_Tangerang_2015.pdf
8
http://dinkes.tangerangkab.go.id/wp-
content/files/Profil_Kesehatan_Kabupaten_Tangerang_2017.pdf
salah satu cara menurunkan angka kematian ataupun angka

kesakitan ibu adalah dengan mengurangi atau mencegah terjadinya komplikasi

pasca persalian,lebih sefesifik lagi adalah mengurangi timbulnya komplikasi

setelah bedah caseare. section caesare merupakan suatu cara persalian janin

dengan membuat sayatan pada dinding perut, secrtion caesare juga dapat di

definisikan sebagai suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam

rahim. section caesare jauh lebih aman berat kemajuan dalamantibiotik, tranfusi

darah, anastesi dan tehnik oprasi tersebut tanpa dasar inikasi yang lebih kuat 9

WHO menyarankan oprasi sesar dilakukan hanya seitar 10-15% dari

jumlah total kelahiran. Anjuran WHO tersebut di dasarkan pada analisa resiko-

resiko yang muncul akibat sesar. Penelitian yang dilakukan Bangladesh,

menemukan dalam 10 tahun terjadi 21,149 kelahiran dan 70,5% diantaranya

melalui bedah sesar, persalinan bedah meningkat 45,8% menjadi 70,5% dalam

10 tahun, sedangkan kelahiran spontan berkurang dari 54,1% menjadi 29,4% 10

Di Indonesia, secara umum jumlah persalinan section caesarea

adalah sekitar 30-800% dari total persalinan. Beberapa kerugian yang terjadi

dari bedah sesar yaitu adanya komplikasi yang dapat terjadi pada saat tindakan

bedah sesar dengan frekuensi di atas 11%. Antara lain, cidera kandung keih,

cidera rahim, cindera pada pembuluh darah, cidera pada usus, dan infeksi. Yaitu

infeksi pada rahim, endometritis dan infeksi yang disebabkan luka oprasi.

9
Amru,S, 2012.Rustam MuchtarSinopsis Obstetri: Obstetri Opratif Obstetri Sosial. 312 th ed.
Jakarta: EGD
10
Sadiah, Hani. Kajian Pengambilan Keputusan Dalam Proses Rujukan Ibu Dalam Komplikasi
Obstetri Saat Persalinan di RSSIB RSUD Cianjur. Jakarta; UI di akses daari
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318432-S-PDF-Hani%20Sadiah.pdf pada tanggal 12
Desember 2018
Menurut data yang diperoleh di Indonesia terjad peningkatan angka persalinan

dngan bedah sesar di sertai kejadian luka oprasi 11

WHO, menurut statitik tentang 3509 kasus section caesarea yang

disusun oleh PPL dan camberlain yaitu dengan indikasi medis disproposi janin

panggul 21%, gawat janin4%, plasenta privia 14%, pernah section caesarea

11%, kelainan letak janin 10%, pre-eklamsi dan hipertensi 7%, meningkatkan

jumlah persalinan dengan bedah sesar berbanding lurus dengan peningkatan

ILO (infeksi luka oprasi) pasca oprasi, kejadian ini membuktikan bahwa

persalinan dengan section caesarea berpelung lebih besar terjadinya luka oprasi.

Ada lima penyebab kematian ibu terbesar yaitu perdarahan, hipertensi dalam

kehamilan (HDK), infeksi, partus lama/macet dan abortus. Penyebab utama

kematian ibu di Indonesia yaitu perdarahan, HDK dan infeksi. 12

ILO (Infeksi Luka Oprasi) yang sering terjadi pada pasien setelah

pembedahan. Infeksi luka oprasi adalah salah satu komplikasi pasca bedah

abdomen yang dapat meningkatkan mordibitas, mortalitas dan biaya

pengobatan. Survey WHO melaporkan angka kejadian ILO di dunia berkisar 5-

5% Nasional Nosokomial Infektion Surveylens (NNIS) USA mengindikasikan

bahwa ILO merupakan infeksi ke tiga tersering terjadi di rumah sakit sekitar

14-16% dai total pasien di rumah sakit mengalami ILO. Penelitian di salah satu

rumah sakit di Australia menemukan kejadian ILO sebanyak 40 kasus (6,9%)

dari 585 kasus bedah sesar. Angka kejadian ILO pasca bedah sesar lebih tinggi

11
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/profil-
kesehatan-indonesia-2013.pdf
12
https://www.who.int/whosis/whostat/2010/en/
di temukan di inggris yaiutu 11,2% dari 715 pasien dan 2075 diantaranya di

temukan ketika pasien masih dirawat di rumah skait 13

Tingkat nyeri merpakan factor resiko terjadinya infeksi luka oprasi

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Fridawaty Rivai, Tjahjono

Koentjoro, Adi Utarini,2013. Dari 154 orang pasien yang dilakukan bedah

sesar, ditemukan 12 orang (7,8%) mengalami ILO dan 142 orang (92,2%) yang

tidak mengalami ILO. Sebagian besar kejadian ILO ditemukan pada hari ketiga

saat perawatan luka di ruang rawat inap, yaitu 8 orang (66,6%) dan selebihnya

ditemukan pada hari ke-10 pada saat kontrol di poliklinik kebidanan dan

kandungan. Bentuk ILO yang ditemukan bervariasi mulai dari nyeri dan sakit

pada luka pembedahan, luka pembedahan basah, keluar cairan, darah, nanah

dari luka pembedahan, luka kemerahan dan bengkak, bahkan luka pembedahan

yang terbuka. Sebagian besar ILO yaitu 10 kasus (83,3%) diidentifikasi sebagai

superficial incision dan sebagian kecil termasuk jenis deep incision yang perlu

tindakan operasi ulang karena terjadi dehisensi14

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Akbar A, Siti R,

Desy A, 2014 di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang pada bulan Maret

Tahun 2014, responden pre operasi yang mengalami keluhan nyeri post operasi

dalam kategori sedang dan berat berjumlah 23 responden (50%) dari total 46

responden yang diteliti.

13
Pandjaitan,C., 2015. Pencegahan Dalam Pengendalian Infeksi Meningkatkan Mutu Layanan
Kesehatan.
14
Fridawaty Rivai, Tjahjono Koentjoro, Adi Utarini,2013
https://media.neliti.com/media/publications/39786-ID-determinan-infeksi-luka-operasi-
pascabedah-sesar.pdf
Pada penelitian Yunita R.W,2016. Hasil Chi-Square didapatkan

p=0,023 (p<0,05) bahwa ada hubungan yang signifikan antara anemia dan

penyembuhan luka, oleh karena semakin rendah kadar hemoglobin semakin

lama proses penyembuhan luka terjadi. Kurangnya volume darah akan

menyebabkan vasokontriksi dan menurunkan ketersediaan oksigen dan nutrisi

untuk penyembuhan luka. Wanita yang kadar hemoglobinnya kurang dari

normal (anemia) menurunkan ketahanan terhadap infeksi sehingga luka setelah

pembedahan kemungkinan gagal untuk sembuh cepat (Widyaningrum, 2010

dalam Losu dll, 2015). Lekosit 14,7 ribu/μl meningkat dari angka normal 4,50-

11 ribu/μl, MCHC 31,7 g/dl menurun dari angka normal 32-37,0 g/dl, MCH

26,0 pg menurun dari angka normal 27-31 pg.15

Sehingga hal tersebut menjadi salah satu ketertarikan penulis untuk

mengetahui lebih jauh mengenai kondisi yang terjadi dilapangan secara ilmiah.

Oleh karna melihat permasalahan tersebut penulis melakukan penelitian dengan

judul “Pengaruh Tingkat Nyeri, Perawatan Luka dan Riwayat Animia Saat

Kehamilan Terhadap Infeksi Luka Oprasi Pasca Sectio Caesarea Di Rumah

Sakit An’Nisa Tangerang”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan

masalah dalam penelitian apakah ada terdapat Pengaruh Tingkat Nyeri,

15
http://eprints.ums.ac.id/44470/1/KTI%20YUNITA%20RIZQI%20W%20J200130039.pdf
Perawatan Luka, Riwayat Anemia Saat Kehamilan Terhadap Infeksi Luka

Oprasi Pasca Sectio Caesarea Di Rumah Sakit An’Nisa Tangerang Tahun 2019

1.3 Pertanyaan Peneliti

Bagaimana Pengaruh Tingkat Nyeri, Perawatan Luka, Riwayat Anemia Saat

Kehamilan Terhadap Infeksi Luka Oprasi Pasca Sectio Caesarea Di Rumah

Sakit An’Nisa Tangerang Tahun 2019

1.4 Tujuan penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Bagaimana Pengaruh Tingkat Nyeri, Perawatan Luka, Riwayat

Anemia Saat Kehamilan Terhadap Infeksi Luka Oprasi Pasca Sectio

Caesarea Di Rumah Sakit An’Nisa Tangerang Tahun 2019

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahui distribusi frekuensi Pengaruh Tingkat Nyeri, Perawatan

Luka, Riwayat Anemia Saat Kehamilan Terhadap Infeksi Luka

Oprasi Pasca Sectio Caesarea Di Rumah Sakit An’Nisa Tangerang

Tahun 2019

2. Diketahui hubungan antara tingkat nyeri terhadap infeksi luka oprasi

pasca sectio caesarea di Rumah Sakit An’Nisa Tangerang Tahun

2019
3. Diketahui pengaruh perawatan luka terhadap kejadian infeksi luka

oprasi pasca section caesarea di Rumah Sakit An’Nisa Tangerang

Tahun 2019

4. Diketahui pengaruh riwayat anemia saat kehamialan terhadap

kejadian infeksi luka oprasi pasca section caesarea di Rumah Sakit

An’Nisa Tangerang Tahun 2019

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teorits

Hasil penelitian ini tidak menghasilkan teori baru, hanya menambah

wawasan dan referensi mengenai pengaruh tingkat nyeri, perawatan luka,

anemia saat kehamilan terhadap infeksi luka oprasi pasca section

caesarea

1.5.2 Manfaat Metodelogis

Dalam aspek pembanguan, penelitian ini dapat di gunakan sebagai bahan

informasi untuk kegiatan penelitian selanjutnya dan penelitian ini tidak

menghasilkan metodelogi baru.

1.5.3 Manfaat Praktis

1. Bagi pasien pasca section caesarea

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi meningkatkan

pengetahuan ibu pasca section caesarea tentang pengaruh tingkat

nyeri, perawatan luka dan riwayat anemia saat kehamilan terhadap

infeksi luka oprasi pasca section caesarea


2. Bagi Rumah Sakit An’Nisa Tangerang

Diharapkan penelitian ini memberikan kontribusi untuk

mempertimbngkan pihak rumah sakit dalam pembuatan SOP

(Standar Oprasional Prosedur) mobilisasi dini post oprasi section

caesarea sehingga pihak rumah sakit lebih meningkatkan lagi

sosialisasi mobilisasi dini post oprasi section caesarea kepada seluruh

tenaga kesehatan di rumah sakit dengan cara mengadakan kelas

mobilisasi untuk ibu post oprasi section caesare supaya angka

kejadian infeksi pasca SC dapat di tekan

3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini digharapkan dapat memberikan informasi serta

sebagai bahan pustaka yang kemudian dapat digunakan dalam proses

pendidikan

4. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah pengalaman dan wawasan

peleitian sebagai media untuk menerapkan ilmu yang telah di

dapatkan selama kuliah.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan data pendukung untuk melakukan

penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan infeksi luka oprasi

pasca SC dan melakukan pengukuran silang responden dan variable

penelitian agar tidak terjadi bias.


1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi dengan ruang lingkup masalah penelitian untuk

mengetahui pengaruh tingkat nyeri. Perawatan luka dan anemia saat kehamilan

terhdap infeksi luka oprasi pasca section caesarea di Rumah Sakit An’Nisa

Tangerang. Variable dependen dalam penelitian ini adalah infeksi luka oprasi

pasca section caesarea, sedangkan variable independen antara lain tingkat nyeri,

perawatan luka dan riwayat anemia saat kehamilan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SECTIO CAESAREA

2.1.1 DEFINISI

Section caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin

dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding

rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500

gram.16

Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak

lewat insisi pada dinding abdomen dan urterus 17

Menurut Amru Sofian 2012, Sectio Caesarea adalah suatu

melahirkan dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui depan

dinding depan perut (Armin & Hardi, 2013).

Sectio Caesarea didefinisikan sebagai lahirnya janin melalui dindig

abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi).18

Dari berbagai pengertian tentang section caesarea diatas dapat

disimpulkan bahwa section caesarea adalah suatu pembedahan yang

16
Sarwono Prawiroharjo. (2009). Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka
17
Oxorn. H dan William R.2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Bersalin. Yogyakarta:
Yayasan Essentia Medika
18
Rasjidi. I. 2009. Manual Seksio Sesarea dan Laparotomi Kelainan Adneksa. Jakarta: Sagung
Seto
tujuannya untuk mengeluarkan janin dengan cara membuat sayatan pada

dinding abdomen dan dinding uterus.

2.1.2 Jenis-Jenis Sectio Caesarea

1. Sectio caesarea transperitoneaalis profunda

Sectio caesarea transperitoneaalis profunda dengan insisi di segmen

bawah uterus. Insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang

atau memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah

a. perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak

b. bahaya peritonitis tidak besar

c. perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya rupture uteri

dikemudian hari tidak besar karna pada nifas segmen bawah uterus

tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri

sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.

2. Sectio caesarea klasik atau section caesaria corporal

Pada sectio caesarea klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan

ini yang agak mudah dilakukan, hanya di selenggarakan apabila ada

halangan untuk melakukan sectio caesarea transperitoneaalis profunda

insisi memanjang pada segmen atas uterus

3. Section caesaria ekstra peritoneal


Section caesaria ekstra peritoneal dulu dilakukan untuk mengururangi

bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan

terhadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan.

Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien uterin berat.

4. Section caesaria Hysteroctomi

Setelah section caesarea dilakukan hysteroctomi dengan indikasi

a. atonia uteri

b. plasenta accrete

c. myoma uteri

d. infeksi inra uteri berat

2.1.3 Indikasi

Menurut (Prawiroharjo, 2002 Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan

Maternal)19, Indikasi section caesarea adalah:

1. indikasi ibu:

a. disproporsi kepala panggul/CPD/FPD

b. disfungsi uterus

c. distosia jaringan lunak

d. plasenta previa

2. indikasi anak

a. janian besar

b. gawat janin

19
Prawiroharjdo,S,. 2012. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
c. letak lintang

adapun indikasi lain dari section caesarea menurut Sulaiman 1987 Buku

Obstetri Opratif adalah:

1. section caesaarea ke III

2. tumor yang menghalangi jalan lahir

3. pada kehamilan setelah oprasi vagina. Missal vistel vesico

4. keadaan-keadaan dimana usaha untuk melahirkan anak pervaginam

gagal

2.1.4 Etiologi

Manuaba (2012)20, indikasi ibu dilakukan section caesarea adalah

rupture iminen, perdarahan antepartum, ketubah pecah dini, sedangkan

pada janin adalah fetal distress, janin besar melebihi 4.000 gram, dari

berbagai beberapa faktor section caesarea diatas dapat diurikan beberapa

penyebab section caesarea adalah:

1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)

Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukurann lingkar panggul

yang tidak sesuai dengan ukuran lingkaran kepala janin yang dapat

menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang

panggul merupakan beberapa susunan tualang yang membentuk rongga

20
Manuaba, I.B.G,.2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan Keluarga Berencana.
Jakarta:EGC
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan

lahir secara alami. bentuk panggul yang menunjukan kelainan atau

panggul patologis juga dapat menyebkan kesulitan dalam proses

persalinan alami sehingga harus dilakukan oprasi. Keadaan patologis

tersebut dapat menyebabkan keadaan bentuk rongga panggul asimetris

dan ukuran-ukuran bentuk panggul menjadi abnormal.

2. Pre-eklamsi Berat

Pre-eklamsi berat adalah suatu komplikasi dalam kehamilan yang

ditandai timbulnya Hipertensi 160/110 mmHg, atau lebih sering disertai

protein urin dan odema pada kehamialan 20 minggu atau lebih

(Wiknjosastro, 2006).

Pre-eklamsi dan eklamsia adalah kesatuan penyakit yang langsung

disebabkan oleh kehamilan, sebab masih terjadinya belum jelas, setelah

perdarahan dan infeksi, Pre-eklamsi dan eklamsia sebab kematian

marternal dan perinatal paling penting.

3. Ketuban Pecah Dini (KPD)

Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban secara

spontan pada saat belum inpartu atau bila diikuti satu jam kemudian

belum ada tanda persalinan pada umur kehamilan 27 minggu sampai 37

minggu (Lee dan Major 2001).

Ketuban pecah dini disebabkan oleh karna berkurangnya kekuatan

membrane atau meningkatnya intrauteri, berkurangnya kekuatan

membrane disebabkan oleh adanya infeksi yang berasal dari vagina dan
serviks, penanganannya memerlukan pertimbangan genestasi (periode

waktu bayi berada di dalam rahim), adanya infeksi pada komplikasi ibu

dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan (Sarwono Prawirhadjo,

2009).

4. Bayi Kembar

Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar, hal inikarna

kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi

pada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembarpun dapat mengalami

sungsang atau slah letak lintang sehingga sulit dilahirkan secara normal.

5. Faktor Hambatan Jalan Lahir

Adanya hambatan pada jalan lahir misalnya pada jlan lahir yang tidak

memungkinkan adanya pembukaaan. Adanya tumor dan keadaan bawaan

lainya pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.

6. Kelainan Letak Janin

a. Kelainan pada letak kepala

1). Letak kepala tengadah

Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan bawah

teraba UUB yang paling renda. Etiologinya kelinan panggul,

bentuk kepala bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar

panggul.

2). Presentasi muka

Letak kepala tengadah (difleksi), sehinga letak kepala paling

rendah ialah muka hal ini jarang terjadi kira-kira 0,27-0,5%.


3). Presentasi dahi

Posisi kepala antara fleksi dan difleksi, dahi berada pada posisi

terrendah dan tetap paling depan pada penempatan dagu,

biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka

atau letak belakang kepala.

b. Letak sungsang

Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak

memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di

bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang,

yakni presentasi bokong, bresentasi bokong kaki, sempurna

presentasi letak bokong tidak sempurna dan presentasi kaki

(Saifuddin, 2002).

c. Kelainan letak lintang

Letak lintang ialah jika letak anak di dalam Rahim sedemikian rupa

hingga paksi tubuh anak melintang terhadap paksi

rahimsesungguhnya letal lintang sejati (paksi tubuh anak tegak lurus

pada paksi Rahim dan menjadikan sudut 90 derajat jarang sekali

terjadi (Eni Nur Rahmawati, 2011).

Pada letak lintang, bahu biasanya diatas pintu atas panggul sedangkan

kepala terletak pada salah satu fosa iliaka dan bokong pada fosa iliaka

yang lain. Pada keadaan ini janin biasa pada presentasi bahu/akromin

(Icesmi Sukarni, 2013).

2.1.5 Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas

500 gram dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi

dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, fisfungsi uterus,

distosia jaringan lunak placenta previa dan lain-lain. Untuk ibu sedangkan

untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah

dilakukan SC ibu mengalami adaptasi post partum baik dari aspek

kongnitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari

aspek fsikologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan

mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan

menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karna itu perlu diberikan

antibiotic dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah

utama karna insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.

Sebelum dilakukan opraso pasien perlu dilakukan anastesi bisa

bersifat regional dan umum. Namun anastesi umum lebih banyak

pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anastesi janin sehingga kadang-

kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan

mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya bagi ibu

sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah

banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang

tidak efektif akibat scret yang berlebihan karna kerja otot nafas silia yang

menutup. Anastesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan

menurunkan mobilitas usus.


Seperti yang tealh diketahui seteah makanan masuk lambung akan

terjadi proses pencernaan dengan bantuan peristaltic usus. Kemudian

diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energy akibat dari

mortilitas yang menurun makan peristaltic juga menurun. Makanan yang

ada dilambung akan menumpuk dan karna reflek untuk batuk juga

menurun. Maka pasien sangan beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu

dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang turun juga berakibat

pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.


2.1.6 KOMPLIKASI

1. Komplikasi yang sering terjadi pada ibu SC adalah :

a. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam

masa nifas dibagi menjadi:

1) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari.

2) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi

dan perut sedikit kembung.

3) Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik.

b. Perdarahan: perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat

pembedahan cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena

atonia uteri.

c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing,

embolisme paru yang sangat jarang terjadi.

d. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada

kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.

2. Komplikasi yang sering terjadi pada ibu bayi: Kematian perinatal.

3. Pada Bayi :

a. Hipoksia.
b. Depresi pernafasan.

c. Sindrom gawat pernafasan.

d. Truma persalinan.

2.1.7 Tekhnik Penatalaksanaan

1. Bedah Caesar Klasik/Corporal.

a. Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis

tengah korpus uteri diatas segmen bawah rahim. Perlebar insisi

dengan gunting sampai sepanjang kurang lebih 12 cm saat

menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.

b. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin

dilahirkan dengan meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan

tersebut.

c. Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem (dua tempat) dan

dipotong diantara kedua klem tersebut.

d. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan

uterotonika kedalam miometrium dan intravena.

e. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :

1) Lapisan I.

Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang

dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2.

2) Lapisan II.
lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal

(lambert) dengan benang yang sama.

3) Lapisan III.

Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit

secara jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2.

f. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-

sisa darah dan air ketuban.

g. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

2. Bedah Caesar Transperitoneal Profunda.

a. Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara

melintang, kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan

samping.

b. Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim

kurang lebih 1 cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan

kemudian diperlebar dengan gunting sampai kurang lebih

sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari

operator.

c. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin

dilahirkan dengan cara meluncurkan kepala janin melalui irisan

tersebut.

d. Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.

e. Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem (dua tempat)

dan dipotong diantara kedua klem tersebut.


f. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan

uterotonika kedalam miometrium dan intravena.

g. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :

1) Lapisan I.

Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang

dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2.

2) Lapisan II.

Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal

(lambert) dengan benang yang sama.

3) Lapisan III.

Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur

menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2.

h. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa

darah dan air ketuban.

i. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

3. Bedah Caesar Ekstraperitoneal.

a. Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum

kemudia digeser kekranial agar terbebas dari dinding cranial vesika

urinaria.

b. Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar

transperitoneal profunda demikian juga cara menutupnya.

4. Histerektomi Caersarian (Caesarian Hysterectomy).


a. Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal

demikian juga cara melahirkan janinnya.

b. Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan

menggunakan klem secukupnya.

c. Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.

d. Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem

(2) pada tepi segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan

diatas kedua klem tersebut.

e. Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama.

Perdarahan pada tunggul serviks uteri diatasi.

f. Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan

benang sutera no. 2.

g. Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan menggunakan chromic

catgut (no.1 atau 2) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.

h. Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul

serviks uteri.

i. Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan

visera abdominis.

j. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

2.1.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium darah


Hemoglobin untuk mengetahui anemi atau tidak dan untuk

mengetahui persediaan jumlah darah apabila dibutuhkan. Golongan

darah untuk mengetahui jenis golongan darahnya, bila memungkinkan

pemeriksaan gula darah untuk mengetahui apakah klien terkena

diabetes militus (DM) atau tidak.

2. Pemeriksaan urine

a. Protein

b. Glukosa

c. Keton

3. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

2.1.9 PENATALAKSANAAN

1. Perawatan awal.

a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan.

b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam

pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat

kesadaran tiap 15 menit sampai sadar.

c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi.

d. Transfusi jika diperlukan.

e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi,

segera kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi

perdarahan pasca bedah.

2. Diet.
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus

lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian

minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6-

10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

3. Mobilisasi.

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi.

b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur

telentang sedini mungkin setelah sadar.

c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5

menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.

d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi

setengah duduk (semifowler).

e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan

belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian

berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.

4. Fungsi gastrointestinal.

a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair.

b. Jika ada tanda infeksi, tunggu bising usus timbul.

c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat.

d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik.

5. Perawatan fungsi kandung kemih.


a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau

sesudah semalam.

b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih.

c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter

terpasang sampai minimum 7 hari atau urin jernih.

d. Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg

per oral per hari sampai kateter dilepas.

e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak

enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan

menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24-48

jam/lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

6. Pembalutan dan perawatan luka.

a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak

terlalu banyak jangan mengganti pembalut

b. Jika pembalut agak kendor, jangan ganti pembalut, tapi beri plester

untuk mengencangkan.

c. Ganti pembalut dengan cara steril.

d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih.

e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan

kulit dilakukan pada hari kelima pasca SC.

7. Jika masih terdapat perdarahan.

a. Lakukan masase uterus.


b. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik

atau RL) 60 tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan

prostaglandin.

8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai

pasien bebas demam selama 48 jam :

a. Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam.

b. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam.

c. Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam.

9. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan:

a. Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting.

b. Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam.

c. Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol.

d. Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.

10. Obat-obatan lain :

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat

diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C.

11. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan :

a. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan

komplikasi berupa perdarahan dan hematoma pada daerah operasi.

b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya

hematoma.

c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan

lutut ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang.


d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.

e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi.

f. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.

g. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat

menaikkan tekanan intra abdomen.

h. Pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila

terjadi obstruksi kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang

mungkin disebab-kan karena pengaruh obat-obatan, anestetik,

narkotik dan karena tekanan diafragma. Selain itu juga penting

untuk mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya

hipotensi dan aritmia kardiak. Oleh karena itu perlu memantau

TTV setiap 10-15 menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam

sekali.\

i. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa

nyeri dan kenya-manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu

adanya orientasi dan bimbingan kegi-atan post op seperti ambulasi

dan nafas dalam untuk mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.

j. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan

darah, frekuensi nadi dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah

produksi urin Berikan infus dengan jelas, singkat dan terinci bila

dijumpai adanya penyimpangan.

k. Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia;

regional atau general Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan


sectio caesaria. Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi.

Pemberian oksitosin sesuai indikasi. Tanda vital per protokol

ruangan pemulihan, Persiapan kulit pembedahan abdomen,

Persetujuan ditandatangani. Pemasangan kateter fole.

2.1.10 ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat

ditemukan meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan

persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan

plasenta previa.

a. Identitas atau biodata klien.

Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku

bangsa, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk

rumah sakit nomor register, dan diagnosa keperawatan.\

b. Keluhan utama.

c. Riwayat kesehatan.

1) Riwayat kesehatan dahulu:

Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung,

hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.

2) Riwayat kesehatan sekarang :


Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban

yang keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di

ikuti tanda-tanda persalinan.

3) Riwayat kesehatan keluarga:

Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung,

DM, HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin

penyakit tersebut diturunkan kepada klien.

Pola-pola fungsi kesehatan

1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat karena kurangnya

pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara

pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya

mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah

dalam perawatan dirinya.

2) Pola Nutrisi dan Metabolisme.

Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan

karena dari keinginan untuk menyusui bayinya.

3) Pola aktifitas.

Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas

seperti biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak

membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas

didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami

kelemahan dan nyeri.

4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering

/susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena

terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari

uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut

untuk melakukan BAB.

5) Istirahat dan tidur

Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur

karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah

persalinan.

6) Pola hubungan dan peran

Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan

keluarga dan orang lain.

7) Pola penanggulangan stress.

Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas.

8) Pola sensori dan kognitif.

Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka

janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola

kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan

merawat bayinya.

9) Pola persepsi dan konsep diri.

Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya,

lebih-lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien


terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body image dan

ideal diri.

10) Pola reproduksi dan sosial.

Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan

seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena

adanya proses persalinan dan nifas.

d. Pemeriksaan fisik :

1) Kepala.

Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-

kadang terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada

benjolan.

2) Leher.

Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar

tioroid, karena adanya proses menerang yang salah.

3) Mata.

Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata,

konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat

(anemia) karena proses persalinan yang mengalami

perdarahan, sklera kunuing.

4) Telinga.

Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana

kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.

5) Hidung.
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum

kadang-kadang ditemukan pernapasan cuping hidung

6) Dada.

Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper

pigmentasi areola mamae dan papila mamae.

7) Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae

masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.

8) Genitalia.

Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban,

bila terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang

dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya

kelainan letak anak.

9) Anus.

Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena

rupture.

10) Ekstermitas.

Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena

membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena

penyakit jantung atau ginjal.

11) Tanda-tanda vital.

Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah

turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri

(histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam

pembedahan (section caesarea).

b. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan

sirkulasi.

c. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan.

d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/luka

kering bekas operasi.

e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang

prosedur pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi.

3. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi

dan pembedahan.

4. Rencana Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri

(histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam

pembedahan (section caesarea).

Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan nyeri klien berkurang/terkontrol dengan kriteria hasil :

1) Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang.

2) Skala nyeri 0-1 (dari 0 – 10).

3) TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80

mmHg, RR :18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit.

4) Wajah tidak tampak meringis


5) Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai

kemampuan.

Intervensi:

1) Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi

lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

dan faktor presipitasi.

2) Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya

wajah meringis) terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi

secara efektif

3) Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex:

beraktivitas, tidur, istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan

hubungan sosial).

4) Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, latihan

napas dalam,, sentuhan terapeutik, distraksi).

5) Kontrol faktor-faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi

respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya,

dan suara).

b. Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu

Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi. Tujuan :

Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi.

Kriteria Hasil : klien mampu melakukan aktivitasnya secara

mandiri.

Intervensi :
1) Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas.

2) Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh

umum.

3) Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.

4) Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan

kemampuan/kondisi klien.

5) Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas.

c. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan 3 x 24 jam diharapkan

integritas kulit dan proteksi jaringan membaik.

Kriteria Hasil : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.

Intervensi :

1) Berikan perhatian dan perawatan pada kulit.

2) Lakukan latihan gerak secara pasif.

3) Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi.

4) Jaga kelembaban kulit.

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma

jaringan/luka bekas operasi (SC).

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan klien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil :


1) Tidak terjadi tanda-tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor,

fungsio laesea).

2) Suhu dan nadi dalam batas normal (suhu = 36,5 -37,50 C,

frekuensi nadi = 60 -100x/menit).

3) WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3/uL).

Intervensi :

1) Tinjau ulang kondisi dasar/faktor risiko yang ada sebelumnya.

Catat waktu pecah ketuban

2) Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio

laesa).

3) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic.

4) Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat/rembesan.

Lepaskan balutan sesuai indikasi.

5) Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan

sebelum/sesudah menyentuh luka.

6) Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium

jumlah WBC/sel darah putih.

7) Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan

kehilangan darah selama prosedur pembedahan.

8) Anjurkan intake nutrisi yang cukup.

9) Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi.

e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang

prosedur pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi.


Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 6 jam

diharapkan ansietas klien berkurang dengan kriteria hasil:

1) Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah.

2) Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang.

Intervensi:

1) Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan

sistem pendukung.

2) Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa

empati.

3) Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah) berkaitan

dengan ansietas yang dirasakan.

4) Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping.

5) Berikan informasi yang benar mengenai prosedur pembedahan,

penyembuhan, dan perawatan post operasi.

6) Diskusikan pengalaman/harapan kelahiran anak pada masa lalu.

7) Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara verbal.

2.2 TINGKAT NYERI

2.2.1 Definisi Nyeri

Nyeri merupaakan kondisi berupa perasaan yang tidak

menyenangkan, bersifat sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap

orang berbeda dalam hal skala ataupun tingkatannya, dan hanya orang
tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang

dialaminya (Tetty, 2015).

Menurut Smeltzer & Bare (2002), definisi keperawatan tentang

nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu

yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakkannya.

Nyeri sering sekali dijelaskan dan istilah destruktif jaringan seperti

ditusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi, pada perasaan takut,

mual dan mabuk. Terlebih, setiap perasaan nyeri dengan intensitas

sedang sampai kuat disertai oleh rasa cemas dan keinginan kuat untuk

melepaskan diri dari atau meniadakan perasaan itu. Rasa nyeri

merupakan mekanisme pertahanan tubuh, timbul bila ada jaringan rusak

dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan memindahkan

stimulus nyeri (Guyton & Hall, 1997).

2.2.2 Teori Nyeri

1. Teori Intensitas (The Intensity Theory)

Nyeri adalah hasil rangsangan yang berlebihan pada receptor. Setiap

rangsangan sensori punya potensi untuk menimbulkan nyeri jika

intensitasnya cukup kuat (Saifullah, 2015).

2. Teori Kontrol Pintu (The Gate Control Theory)

Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) menyatakan bahwa

impuls nyeri dapat diatur dan dihambat oleh mekanisme pertahanan

disepanjang system saraf pusat, dimana impuls nyeri dihantarkan saat


sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah

pertahanan ditutup (Andarmoyo, 2013)

3. Teori Pola (Pattern theory)

Teori pola diperkenalkan oleh Goldscheider (1989), teori ini

menjelaskan bahwa nyeri di sebabkan oleh berbagai reseptor sensori

yang di rangsang oleh pola tertentu, dimana nyeri ini merupakan

akibat dari stimulasi reseptor yang menghasilkan pola dari impuls

saraf (Saifullah, 2015). Teori pola adalah rangsangan nyeri masuk

melalui akar ganglion dorsal medulla spinalis dan rangsangan aktifitas

sel T. Hal ini mengakibatkan suatu respon yang merangsang bagian

yang lebih tinggi yaitu korteks serebri dan menimbulkan persepsi, lalu

otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi

oleh modalitas respon dari reaksi sel T (Margono, 2014).

4. Endogenous Opiat Theory

Teori ini dikembangkan oleh Avron Goldstein, ia mengemukakan

bahwa terdapat subtansi seperti opiet yang terjadi selama alami

didalam tubuh, subtansi ini disebut endorphine yang mempengaruhi

transmisi impuls yang diinterpretasikan sebagai nyeri. Endorphine

mempengaruhi transmisi impuls yang diinterpretasikan sebagai nyeri.

Endorphine kemungkinan bertindak sebagai neurotransmitter maupun

neuromodulator yang menghambat transmisi dari pesan nyeri

(Hidayat, 2014).
2.2.3 Fisiologi Nyeri

Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya

rangsangan. Reseptor nyeri tersebar pada kulit dan mukosa dimana

reseptor nyeri memberikan respon jika adanya stimulasi atau rangsangan.

Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimia seperti histamine, bradikinin,

prostaglandin dan macam-macam asam yang terlepas apabila terdapat

kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigen. Stimulasi yang lain

dapat berupa termal, listrik, atau mekanis (Smeltzer & Bare, 2002). Nyeri

dapat dirasakan jika reseptor nyeri tersebut menginduksi serabut saraf

perifer aferen yaitu serabut A-delta dan serabut C. Serabut A delta

memiliki myelin, mengimpulskan nyeri dengan cepat, sensasi yang

tajam, jelas melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri.

Serabut C tidak memiliki myelin, berukuran sangat kecil, menyampaikan

impuls yang terlokalisasi buruk, visceral dan terus-menerus (Potter &

Perry, 2005).

Ketika serabut C dan A-delta menyampaikan rangsang dari serabut

saraf perifer maka akan melepaskan mediator biokimia yang aktif

terhadap respon nyeri, seperti : kalium dan prostaglandin yang keluar jika

ada jaringan yang rusak. Transmisi stimulus nyeri berlanjut di sepanjang

serabut saraf aferen sampai berakhir di bagian kornu dorsalis medulla

spinalis. Didalam kornu dorsalis, neurotransmitter seperti subtansi P

dilepaskan sehingga menyebabkan suatu transmisi sinapsis dari saraf


perifer ke saraf traktus spinolatamus. Selanjutnya informasi di sampaikan

dengan cepat ke pusat thalamus (Potter & Perry, 2005).

2.2.4 Jenis-Jenis Nyeri

Secara umum nyeri dibagi menjadi dua yaitu,

1. Nyeri Akut

Nyeri Akut merupakan nyeri yang berlangsung dari beberapa detik

hingga kurang dari 6 bulan biasanya dengan awitan tiba-tiba dan

umumnya berkaitan dengan cidera fisik. Nyeri akut mengindikasikan

bahwa kerusakan atau cidera telah terjadi. Jika kerusakan tidak lama

terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun

sejalan dengan terjadinya penyembuhan. Nyeri ini umumnya terjadi

kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Salah

satu nyeri akut yang terjadi adalah nyeri pasca pembedahan (Meliala

& Suryamiharja, 2007).

2. Nyeri Kronik

Nyeri kronik merupakan nyeri konstan atau intermitern yang menetap

sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu

penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitakan

dengan penyebab atau cidera fisik. Nyeri kronis dapat tidak memiliki

awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati

karena biasanya nyeri ini sering tidak memberikan respon terhadap

pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya (Strong, Unruh,


Wright & Baxter, 2002). Nyeri kronik ini juga sering di definisikan

sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih,

meskipun enam bulan merupakan suatu periode yang dapat berubah

untuk membedakan nyeri akut dan nyeri kronis (Potter & Perry, 2005).

Berdasarkan lokasinya Sulistyo (2013) dibedakan nyeri menjadi,

1. Nyeri Ferifer

Nyeri ini ada tiga macam, yaitu :

a. Nyeri superfisial, yaitu nyeri yang muncul akibat rangsangan pada

kulit dan mukosa

b. Nyeri viseral, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi dari

reseptor nyeri di rongga abdomen, cranium dan toraks.

c. Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh

dari penyebab nyeri.

2. Nyeri Sentral

Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis, batan otak

dan talamus.

3. Nyeri Psikogenik

Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan kata lain nyeri

ini timbul akibat pikiran si penderita itu sendiri.21

21
1. Pengukuran Nyeri. Last updated 2008. Available from :
http://dhaenkpedro.wordpress.com/pengukuran-nyeri/
2.2.5 Mengkaji Persepsi Nyeri

Tabel 1 Pengkajian Nyeri (BCGuidelines.ca, 2011)

Onset Kapan nyeri muncul?

Berapa lama nyeri?

Berapa sering nyeri muncul?

Proviking Apa yang menyebabkan nyeri?

Apa yang membuatnya berkurang?

Apa yang membuat nyeri bertambah

parah?

Quality Bagaimana rasa nyeri yang

dirasakan? Bisakan di gambarkan?

Region Dimanakah lokasinya?

Apakah menyebar ?

Severity Berapa skala nyerinya? (dari 0-10

Treatment Pengobatan atau terapi apa yang

digunakan?

Understanding Apa yang anda percayai tentang

penyebab nyeri ini?


Bagaimana nyeri ini mempengaruhi

anda atau keluarga anda?

Values Apa pencapaian anda untuk nyeri

ini?

2.2.6 Mengkaji Intensitas Nyeri

1. Skala Deskriptif Verbal (VDS)

2. kala deskriptif verbal (VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri

dari tiga sampai lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan

jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsian ini dirangking

dari “tidak nyeri” sampai “nyeri tidak tertahankan”. Perawat

menunjukan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih

intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan (Potter & Perry, 2006).

Gambar 1 Skala Deskriptif Verbal (Potter & Perry, 2006)

Deskriptif
3. Skala Penilaian Numerik (NRS)

Skala penilaian numerik atau numeric rating scale (NRS) lebih

digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Klien menilai

nyeri dengan menggunakan skala 0-10 (Meliala & Suryamiharja,

2007).

Gambar 2 Numerical Rating Scale (Potter & Perry, 2006)

4. Skala Analog Visual (VAS)

VAS adalah suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang

terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada ujungnya.

Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi

keparahan nyeri (Potter & Perry, 2006).

Gambar 3 Visual Analog Scale (Potter & Perry, 2006)


5. Skala Nyeri Wajah

Skala wajah terdiri atas enam wajah dengan profil kartun yang

menggambarkan wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri),

kemudian secara bertahap meningkat menjadi wajah kurang bahagia,

wajah yang sangat sedih sampai wajah yang sangat ketakutan (nyeri

yang sangat) (Potter & Perry, 2006).

Gambar 4 Skala Nyeri Wajah (Potter&Perry, 2006)

2.2.7 Faktor –faktor yang mempengaruhi nyeri

1. Usia

2. Jenis Kelamin

3. Kebudayaan

4. Perhatian

5. Ansiteas

6. Kelemahan
7. Pengalaman sebelumnya

8. Gaya koping

9. Dukungan keluarga dan sosial

10. Makna nyeri

2.2.8 Manajemen Nyeri

1. Pendekatan farmakologi

Teknik farmakologi adalah cara yang paling efektif untuk

menghilangkan nyeri dengan pemberian obat-obatan pereda nyeri

terutama untuk nyeri yang sangat hebat yang berlangsung selama

berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Metode yang paling umum

digunakan untuk mengatasi nyeri adalah analgesic (Strong, Unruh,

Wright & Baxter, 2002). Menurut Smeltzer & Bare (2002), ada tiga

jenis analgesik yakni:

a. Non-narkotik dan anti inflamasi nonsteroid (NSAID):

menghilangkan nyeri ringan dan sedang. NSAID dapat sangat

berguna bagi pasien yang rentan terhadap efek pendepresi

pernafasan.

b. Analgesik narkotik atau opiad: analgesik ini umumnya diresepkan

untuk nyeri yang sedang sampai berat, seperti nyeri pasca operasi.

Efek samping dari opiad ini dapat menyebabkan depresi

pernafasan, sedasi, konstipasi, mual muntah.

c. Obat tambahan atau ajuvant (koanalgesik): ajuvant seperti

sedative, anti cemas, dan relaksan otot meningkatkan control nyeri


atau menghilangkan gejala lain terkait dengan nyeri seperti depresi

dan mual (Potter & Perry, 2006).

2. Intervensi Keperawatan Mandiri (Non farmakologi)

Intervensi keperawatan mandiri menurut Bangun & Nur’aeni (2013),

merupakan tindakan pereda nyeri yang dapat dilakukan perawat secara

mandiri tanpa tergantung pada petugas medis lain dimana dalam

pelaksanaanya perawat dengan pertimbangan dan keputusannya

sendiri. Banyak pasien dan anggota tim kesehatan cenderung untuk

memandang obat sebagai satu-satunya metode untuk menghilangkan

nyeri. Namun banyak aktifitas keperawatan nonfarmakologi yang dapat

membantu menghilangkan nyeri, metode pereda nyeri nonfarmakologi

memiliki resiko yang sangat rendah. Meskipun tidakan tersebut bukan

merupakan pengganti obat-obatan (Smeltzer & Bare, 2002).

a. Masase dan Stimulasi Kutaneus

b. Efflurage Massage

c. Distraksi

d. Terapi music

e. GIM (Guided Imagery Music)

f. Terapi Musik Klasik (Mozart)

g. Hidroterapi Rendam Kaki Air Hanga

h. Teknik Relaksasi Nafas Dalam

i. Imajinasi Terbimbing (Guided Imagery)

j. Aromaterapi
k. Kompres Dingin22

2.3 PERAWATAN LUKA POST OPERASI

2.3.1 Pengertian

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor,

1997). Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan

tulang atau organ tubuh lain (Kozier, 1995).

2.3.2 Jenis-Jenis Luka

Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan

luka itu dan menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997).

1. Berdasarkan tingkat kontaminasi

a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang

mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada

sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi.

Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika

diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt).

Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.

22
2. Manajemen Nyeri, last updated 11 maret 2009, available fom :
http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/11/manajemen-nyeri/
b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi),

merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi,

pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol,

kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi

luka adalah 3% - 11%.

c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka

terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan

kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari

saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut,

inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.

d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu

terdapatnya mikroorganisme pada luka.

2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka

a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu

luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.

b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan

kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis.

Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti

abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit

keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan

yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan

yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis,


dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara

klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa

merusak jaringan sekitarnya.

d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan

otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang

luas.Luka dan Perawatannya

3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka

a. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan

konsep penyembuhan yang telah disepakati.

b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses

penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen

2.3.3 Mekanisme terjadinya luka

1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen

yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih

(aseptik) biasanya tertutup oleh sutura setelah seluruh pembuluh darah

yang luka diikat (Ligasi

2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu

tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak,

perdarahan dan bengkak.

3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan

benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.


4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti

peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang

kecil.

5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam

seperti oleh kaca atau oleh kawat.

6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ

tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi

pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar. Luka dan

Perawatannya.

7. Luka Bakar (Combustio)

2.3.4 Penyembuhan Luka

Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan

memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak,

membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler

bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara

normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat

membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh,

melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga

kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan

(Taylor, 1997)

1. Prinsip Penyembuhan Luka

Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor

(1997) yaitu:
a. Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi

oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang.

b. Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap

dijaga.

c. Respon tubuh secara sistemik pada trauma.

d. Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka.

e. Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis

pertama untuk mempertahankan diri dari mikroorganisme

f. Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda

asing tubuh termasuk bakteri.

2. Fase Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal

ini juga berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan

luka digambarkan seperti yang terjadi pada luka pembedahan

(Kozier,1995).

a. Fase Inflamatori

Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari. Dua

proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis.

Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi

pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah,

endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan

bekuan darah di daerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet

yang menyiapkan matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi


pengambilan sel. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan

luka. Bekuan dan jaringan mati, scab membantu hemostasis dan

mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab

epithelial sel berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu

sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah

masuknya mikroorganisme Luka dan Perawatannya. Fase

inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon seluler

digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan

mati. Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-

bahan dan nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan. Pada

akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak. Selama

sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah

interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari

monosit selama lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag

ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang

disebut pagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor

angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan ujung epitel

diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama

mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat

penting bagi proses penyembuhan.

b. Fase Proliferatif

Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21

setelah pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan)


yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah

pembedahan. Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi

dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka.

Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan

permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah

kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka

terbuka. Selama waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak

dibawah garis irisan luka. Kapilarisasi tumbuh melintasi luka,

meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen dan nutrisi

yang diperlukan bagi penyembuhan. Fibroblast Luka dan

Perawatannya berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa

fibrin. Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan

berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi jaringan yang lunak

dan mudah pecah.

c. Fase Maturasi

Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah

pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen

menjalin dirinya, menyatukan dalam struktur yang lebih kuat.

Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan

garis putih.

3. Faktor yang Mempengaruhi Luka

a. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua.

Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi

hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah.

b. Nutrisi

Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh.

Klien memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C

dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi

memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka

setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk

meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena

supply darah jaringan adipose tidak adekuat.

c. Infeksi

Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab

infeksi.

d. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi

Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka.

Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang

memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk

penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit

menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran

darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang

menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau

diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang


menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok.

Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan

menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan

luka.

4. Hematoma Luka dan Perawatannya

Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka

secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi

jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk

dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan

luka.

5. Benda asing

Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan

terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini

timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah

merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut

dengan nanah (“Pus”).

6. Iskemia

Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai

darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal

ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga

terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh

darah itu sendiri

7. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan

gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut

juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.

8. Keadaan Luka

Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas

penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.

9. Obat

Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti

neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan

antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi

luka.

a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh

terhadap cedera.

b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan

Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk

bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah

luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi

intravaskular

2.3.5 Komplikasi Penyembuhan Luka

Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, perdarahan, dehiscence

dan eviscerasi.

1. Infeksi Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama

pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering


muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa

infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri,

kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan

peningkatan jumlah sel darah putih.

2. Perdarahan

Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit

membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah

oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat

ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin

harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan

tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan

tekanan Luka dan Perawatannya

3. Dehiscence dan Eviscerasi

Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling

serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total.

Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan.

Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi,multiple trauma,

gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi,

mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence

luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas

di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus

segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan


normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan

pada daerah luka.

2.3.6 Perkembangan Perawatan Luka

Profesional perawat percaya bahwa penyembuhan luka yang terbaik

adalah dengan membuat lingkungan luka tetap kering (Potter.P, 1998).

Perkembangan perawatan luka sejak tahun 1940 hingga tahun 1970, tiga

peneliti telah memulai tentang perawatan luka. Hasilnya menunjukkan

bahwa lingkungan yang lembab lebih baik daripada lingkungan kering.

Winter (1962) mengatakan bahwa laju epitelisasi luka yang ditutup poly-

etylen dua kali lebih cepat daripada luka yang dibiarkan kering. Hasil

penelitian ini menyimpulkan bahwa migrasi epidermal pada luka

superficial lebih cepat pada suasana lembab daripada kering, dan ini

merangsang perkembangan balutan luka modern ( Potter. P, 1998).

Perawatan luka lembab tidak meningkatkan infeksi. Pada kenyataannya

tingkat infeksi pada semua jenis balutan le:mbab adalah 2,5 %, lebih baik

dibanding 9 % pada balutan kering (Thompson. J, 2000). Rowel (1970)

menunjukkan bahwa lingkungan lembab meningkatkan migrasi sel epitel

ke pusat luka dan melapisinya sehingga luka lebih cepat sembuh. Konsep

penyembuhan luka dengan teknik lembab ini merubah penatalaksanaan

luka dan memberikan rangsangan bagi perkembangan balutan lembab (

Potter. P, 1998). Penggantian balutan dilakukan sesuai kebutuhan tidak

hanya berdasarkan kebiasaan, melainkan disesuaikan terlebih dahulu


dengan tipe dan jenis luka. Penggunaan antiseptik hanya untuk yang

memerlukan saja karena efek toksinnya terhadap sel sehat. Untuk

membersihkan luka hanya memakai normal saline (Dewi, 1999).

Citotoxic agent seperti povidine iodine, asam asetat, seharusnya tidak

secara sering digunakan untuk membersihkan luka karena dapat

menghambat penyembuhan dan mencegah reepitelisasi. Luka dengan

sedikit debris dipermukaannya dapat dibersihkan dengan kassa yang

dibasahi dengan sodium klorida dan tidak terlalu banyak manipulasi

gerakan. (Walker. D, 1996) Tepi luka seharusnya bersih, berdekatan

dengan lapisan sepanjang tepi luka. Tepi luka ditandai dengan kemerahan

dan sedikit bengkak dan hilang kira-kira satu minggu. Kulit menjadi

tertutup hingga normal dan tepi luka menyatu. Perawat dapat menduga

tanda dari penyembuhan luka bedah insisi :

1. Tidak ada perdarahan dan munculnya tepi bekuan di tepi luka.

2. Tepi luka akan didekatkan dan dijepit oleh fibrin dalam bekuan selama

satu atau beberapa jam setelah pembedahan ditutup.

3. Inflamasi (kemerahan dan bengkak) pada tepi luka selama 1 – 3 hari.

4. Penurunan inflamasi ketika bekuan mengecil. Luka dan Perawatannya

5. Jaringan granulasi mulai mempertemukan daerah luka. Luka bertemu

dan menutup selama 7 – 10 hari. Peningkatan inflamasi digabungkan

dengan panas dan drainase mengindikasikan infeksi luka. Tepi luka

tampak meradang dan bengkak.

6. Pembentukan bekas luka.


7. Pembentukan kollagen mulai 4 hari setelah perlukan dan berlanjut

sampai 6 bulan atau lebih.

8. Pengecilan ukuran bekas luka lebih satu periode atau setahun.

Peningkatan ukuran bekas luka menunjukkan pembentukan kelloid.

2.3.7 Tujuan Perawatan Luka

1. Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka

2. Absorbsi drainase

3. Menekan dan imobilisasi luka

4. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis

5. Mencegah luka dari kontaminasi bakteri

6. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing

7. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien

2.3.8 Perawatan Luka Operasi\

Luka insisi dibersihkan dengan alcohol dan larutan suci hama (larutan betadine dan

sebagainya), lalu ditutup dengan kain penutup luka, secara penodik pembalut luka

diganti dan luka dibersihkan. Dibuat pula catatan kapan benang / orave kapan dicabut

atau dilonggarkan. Diperhatikan pula apakah luka sembuh perprinum atau dibawah

luka terdapat eksudat. tempat perawatan pasca operasi atau bedah, setelah tindakan

dikamar operasi, penderita dipindahkan dalam kamar rawat (recovery room) yang

dilengkapi dengan alat pendingin kamar udara setelah beberapa hari. Bila keadaan

penderita gawat segera pindahkan ke unit kamar darurat (intensive care unit)\
1. Pemberian cairan, karna selama 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi

(PPO), maka pemberian cairan perinfus harus cukup banyak perban mengandung

elektrolit yang diperlukan, agar jangan terjadi hipertemia, dehidrasi dan

komplikasi pada organ-organ tubuh lainnya.

2. Nyeri, sejak penderita sadar dalam 24 jam pertama. Rasa nyeri masih dirasakan

di daerah operasi,untuk mengurangi rasa nyeri diberikan obat-obatan anti septic

dan penenang seperti suntikan intramuskuler ptihidin dosis 100-150 mg atau

secara perinfus atau obat lainnya.

3. Mobilisasi, segera tahap demi tahap berguna untuk membantu jalnnya

penyembuhan penderita. Kemajuan mobilisasi tergantung juga pada jenis operasi

yang dilakukan oleh komplikasi yang mungkin dijumpai.

4. Pemberian obat-obatan, seperti antibiotik, kemotrapi, dan antiflamasi.

5. Perawatan putih, setelah selesai operasi dokter bedah dan anastesi telah membuat

rencana pemeriksaan rutin atau (check up) bagi penderita pasca bedah yang

diteruskan kepada dokter atau nakes lain.

2.3.9 Komplikasi Luka

1. Perdarahan primer dan sekunder

Perdarahan primer adalah perdarahan yang dijumpai pada saat

operasi, yang lazimnya dapat di atasi oleh ahli bedah sebelum

operasi diselesaikan secara keseluruhan. Sedangkan

perdarahan sekunder biasanya terjadi beberapa hari setelah

operasi dan mungkin akibat erosi satu atau beberapa pembuluh


darah akibat infeksi, atau akibat nekrosis tekan yang

disebabkan oleh letak drain luka yang tidak baik.

2. Infeksi luka

3. Dehisensi luka

Dehisensi luka adalah rusaknya sebagian atau keseluruhan luka

dan dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan infeksi

luka

4. Pembentukan sinus

Sinus merupakan suatu saluran buntu, biasanya berakhir dalam

suatu rongga abses, yang gagal untuk sembuh karena rongga

tersebut mengandung benda asing.

5. Fistula

6. Hernia insisional

2.4 NUTRISI

Penggunaan EN lebih banyak digunakan pada medical pasien di ICU

sekitar 53%, sedangkan penggunaan PN lebih banyak digunakan pada surgical

pasien sekitar 76 % serta penggunaan keduanya yaitu EN dan PN sebanyak 5

pada pasien medikal dan 3 pada pasien surgical. Penelitian yang dilakukan

Elson, M Zamora menunjukkan hasil tidak ada perbedaan yang signifikan

antara penggunaan EN untuk pasien non bedah (medical patient) dan PN untuk

pasien bedah (surgical patient) terhadap kejadian kematian dan infeksi

nosocomial. Penelitian lain mengenai penggunaan metode yang tepat pada


pasien trauma juga dilakukan oleh Pinto, et al. (2012) bahwa pasien dengan

traumatic brain injury tidak toleran dengan pemberian nutrisi enteral. Hal ini

terbukti pada 20 dari 32 pasien (75 %) mengalami volume residu lambung yang

tinggi dan harus mendapat terapi metoclopramide dan eritromicin selama

pembeerian nutrisi. Oleh karena itu dianjurkan pemberian nutrisi secara enteral

untuk kasus pasien kritis non bedah dan pemberian nutrisi secara parenteral

untuk kasus pasien kritis bedah. Namun, lama rawat pasien di ICU dan

lamanya penggunaan ventilator cenderung lebih pendek pada pasien surgical

dibandingkan medikal. Pada pasien surgical nutritional biochemical parameter

(albumin, pre albumin dan colesterol) cenderung lebih stabil jika dibandingkan

medikal pasien (Elson, et al., 2012; Pinto, Tatiana Fuchs., et al, 2012). Pada

pasien dengan trauma yang masuk dalam kategori surgical pasien perlu

mendapatkan nutrisi dengan penambahan protein yaitu glutamine, arginine dan

branched-chain amino acid (BCAA) oxidation selama 14 hari perawatan yang

terbukti efektif menurunkan kematian, bakterimia, penggunaan antibiotic dan

meningkatkan imunitas (Joseph, 2010).23

2.5 ANEMIA

23
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/viewFile/1230/1283
Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah (eritrosit)

dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehingga tidak mampu

memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen keseluruh jaringan. Menurut

WHO anemia pada wanita hamil jika kadar hemoglobin < 11 g/dl (Ns.

Narwoto, 2007: 20)24

Anemia adalah masalah kesehatan dengan prevalensi tertinggi pada

wanita hamil. Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia adalah 70 %. Pada

trimester pertama kehamilan, zat besiyang dibutuhkan sedikit karena tidak

terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Menginjak trimester

kedua hingga ketiga, volume darah dalam tubuh wanita akan meningkat sampai

35 %, ini ekuivalen dengan 450 mg zat besi untuk memproduksi sel-sel darah

merah. Sedangkan saat melahirkan, wanita hamil butuh zat besi sekitar 40 mg

per hari atau dua kali lipat kebutuhan kondisi tidak hamil (Nurhaeni Arief,

2008:111-112).

Dampak kekurangan zat besi pada wanita hamil dapat diamati dari

besarnya angka kesakitan dan kematian maternal, peningkatan angka kesakitan

dan kematian janin, serta peningkatang terjadinya berat badan lahir rendah.

Penyebab utama kematian maternal antara lain adalah perdarahan pasca

partum (di samping eklampsi dan penyakit infeksi) dan plasenta previa yang

kesemuanya berpangkal pada anemia defesiensi (Arisman, 2004: 25)25

24
Ns. Narwoto dan Wasnidar. 2007. Buku Saku Anemia Pada Ibu Hamil, Konsep dan
Penatalaksanaan. Jakarta: Trans Info Media
25
Isti Mulyati, 2010 https://lib.unnes.ac.id/2898/1/3353.pdf
2.5.1 Patofisiologi Anemia pada Kehamilan

Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh

karena perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari

pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada

trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan

meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterem serta

kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan

volume plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan

peningkatan sekresi aldesteron.

Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim

disebut Hidremia atau Hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel

darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga

terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut:

plasma 30%, sel darah 18% dan hemoglobin 19%. Secara fisiologis,

pengenceran darah ini untuk membantu meringankan kerja jantung yang

semakin berat dengan adanya kehamilan.26

2.5.2 Efek Anemia Pada Ibu Hamil, Bersalin dan Nifas

Anemia pada Trimester I akan dapat mengakibatkan Abortus (

keguguran) dan kelainan kongenital. Anemia pada kehamilan trimester

II dapat menyebabkan : persalinan premature, perdarahan antepartum,

26
Manoe, M. 2010, Anemia Dalam Kehamilan, Residen Divisi Fetomaternal Bagian Obstetri
dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar,
http://med.unhas.ac.id/obgin
gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intrauterin sampai

kematian, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), gestosis dan mudah

terkena infeksi, IQ rendah dan bahkan bisa mengakibatkan kematian.

Saat inpartu, anemia dapat menimbulkan gangguan his baik primer

maupun sekunder, janin akan lahir dengan anemia, dan persalinan

dengan tindakan yang disebabkan karena ibu cepat lelah.

Saat pasca melahirkan anemia dapat menyebabkan: atonia uteri,

retensio plasenta, perlukaan sukar sembuh, mudah terjadinya febris

puerpuralis dan gangguan involusi uteri.

1. Efek Anemia Terhadap Ibu

a. Anemia Ringan

Wanita hamil dengan anemia ringan dapat mengalami penurunan

kapasitas kerja, wanita hamil dengan anemia ringan kronis tidak

menunjukan suatu gejala klinis karena tubuh sudah dapat

menkompensasi keadaan tersebut (Kalaivani 2009).

b. Anemia Sedang

Wanita hamil dengan anemia sedang juga mengalami penurunan

kapasitas kerja, dikatakan mengalami anemia sedang jika kadar Hb

< 8gm/dl. Wanita hamil yang menderita anemia lebih rentan

terhadap infeksi, kelahiran bayi prematur, BBLR, kematian

perinatal yang lebih sering (Kalaivani 2009).

c. Anemia Berat
Tiga tahap dalam anemia berat adalah kompensasi, dekompensasi,

dan yang terkait dengan kegagalan sirkulasi. Dekompensasi

jantung terjadi ketika Hb turun di bawah 5,0 g / dl. Output jantung

dinaikkan bahkan saat istirahat, stroke volume lebih besar dan

denyut jantung meningkat. Palpitasi dan sesak napas bahkan saat

istirahat adalah gejala perubahan yang disebut sebagai mekanisme

kompensasi dari penurunan kadar Hb. Kurangnya oksigen

menyebabkan peningkatan metabolisme anaerobik dan akumulasi

asam lakta menyebabkan kegagalan sirkulasi (Kalaivani 2009).

2. Efek anemia terhadap janin


27
Penurunan hemoglobin ibu di bawah 11,0 g/d1 dikaitkan dengan

kenaikan signifikan angka kematian perinatal. Angka kematian

perinatal meningkat 2-3 kali lipat apabila kadar Hb ibu turun di bawah

8,0 g/d1 dan 8-10 kali lipat ketika kadar hemoglobin ibu di bawah 5,0

g/dl. Selain itu anemia juga meningkatkan resiko BBLR karena

meningkatnya tingkat prematuritas dan gangguan peretumbuhan

intrauterin (Kalaivani, 2009)

Kalaivani, K., 2009,’ Prevalence & Consequences of Anaemia in Pregnancy’, Indian J Med
27

Res, vol. 130, hh. 627-633


BAB III

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DEFINISI


OPRASIONAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 KERANGKA TEORI

SECTIO CAESAREA

NGKAT NYERI
TINGAT NYERI INFEKSI LUKA

NGKAT NYERI OPRASI PASCA


PERAWTAN LUKA SC

NUTRISI DAN BERAT


BADAN

ANEMIA

Gambar 3.1

Kerangka Teori

Sumber: Cunningham, dkk, 2009. Obstetri William Edisi 23 Volume 1.

Jakarta:EGC
3.2 KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep penelitian ini adalah suatu uraian dan visualisasi

hubungan kaitan antara konsep yang satu terhadap konsep yang lainya,

antau antara variable yang satu dengan variable yang lain dari masalah yang

ingin diteliti.

Kerangka konsep terbatas pada empat variable yang akan diteliti,

yaitu variable bebas atau variable independen terdiri dari tingkat nyeri,

perawatan luka dan riwayat anemia saat kehamilan, sedangkan variable

terikat atau dependen adalah infeksi luka oprasi pasca section caesarea.

TINGKAT NYERI

PERAWATAN LUKA INFEKSI LUKA

OPRASI PASCA SC
ANEMIA

Gambar 3.2
Kerangka Pikir
3.3. KERANGKA ANALISIS

Berdasaekan kerangka konsep dan tujuan dari penelitian yang telah

dilakukan sebelunya, maka kerangka nalis dapat digambarkan sebgai berikut:

X1

X2 Y

X3

Gambar 3.3

Kerangka analisis

Keterangan:

X1 = variable bebas (Independen) yaitu nyeri

X1 = variable bebas (Independen) yaitu perawatan luka

X1 = variable bebas (Independen) yaitu anemia saat kehamilan

Y = variable terikat (Dependen) yaitu infeksi luka oprasi pasca section

caesarea
4.4 DEFINISI OPRASIONAL

Definisi Konsep, Definisi Oprasional Dan Pengukuran

Tabel 3.1 Definisi Istilah Variabel Penelitian

N Depini Definisi Definisi Alat Cara Hasil Skal


o si konsep Oprasional Ukur Ukur Ukur a
variabl Ukur
e

1. Infeksi Infeksi Infeksi yang Kuesio Respon Tingk Ordin


luka yang terjadi berupa ner den at al
oprasi terjadi infeksi insisi mengisi infek
pasca berupa pada ibu lembar si 0 =
SC infeksi pasca SC kuesion tidak
insisi Rumah Sakit er jika
An’Nisa dengan nilai
Tangerang pilihan ≤
Indicator: jawaban (mea
n) 34
1. Rubor 1. Sang
(kemerahan at 1=
) tidak tidak
2. Kalor setuju jika
(panas) 2. Tidak nilai
3. Tumor setuju ≥
(bengkak) 3. Ragu (mea
4. Dolor -ragu n) 34
(nyeri) 4. Setuj
u
5. Sang
at
setuju
2. Tingkat Rasa tidak Rasa tidak Kuesio Respon Skala Ordin
Nyeri nyaman nyaman yang ner den nyeri: al
yang hanya dapat mengisi
0=
hanya dirasakan kuesion
tidak
dapat oleh orang er
jika
dirasakan yang
1. = nilai
oleh orang mengalami
tidak ≤
yang infeksi luka
nyeri (mea
mengalami oprasi pasca
( jika n) 36
nya SC
nilai
1=
Indikatornya <
tidak
mean
1. Nyeri jika
)
dinyatakan nilai
2. =
ringan jika ≥
sediki
hanya di (mea
t
daerah n) 36
nyeri
luka
( jika
2. Nyeri
nilai
dinyatakan
<
berat jika
mean
menyebar
)
ke area
3. =
sekitar
sediki
luka
t
lebih
nyeri
( jika
nilai

mean
)
4. =
lebih
nyeri
( jika
nilai

mean
)
5. =
sediki
t
lebih
nyeri
( jika
nilai
>
mean
)

3. Perawa Merawat Trauma yang Kuesio Respon Beru Ordin


tan luka untuk dilakukan ner den pa al
Luka mencegah oleh ibu untuk mengisi nilai
trauma melakukan kuesion
0=
luka oprasi perawatan er
buruk
luka pasca SC dengan
jika
untuk pilihan nilai
mencegah jawaban ≤
trauma luka : (mea
oprasi n) 27
1. Sang
Indicator: at 1=
tidak baik
1. Mencuci
setuju jika
tangan
2. Tidak nilai
sebelum
setuju ≥
dan
3. Ragu (mea
sesudah
-ragu n) 27
melakukan
4. Setuj
perawatan
u
luka
5. Sang
2. Mengganti
at
balutan 2
setuju
kali sehari
4. Riwaya Suatu Suatu Kuesio Respon Beru Ordin
t keadaan keadaan ner den pa al
anemia dimana dimana mengisi nilai
saat pernah pernah lembar
0=
kehami mengalami mengalami kuesion
buruk
lan kadar kadar er
jika
hemoglobi hemoglobin dengan
nilai
n lebih lebih rendah pilihan

rendah dari dari batas jawaban
(mea
batas normal
6. Sang n) 28
normal
Indikatornya: at
1=
tidak
1. Mengkons baik
setuju
umsi tablet jika
FE saat 7. Tidak nilai
hamil setuju ≥
2. Pernah 8. Ragu (mea
mengalami -ragu n) 28
kadar 9. Setuj
hemoglobi u
n kurang Sangat
dari batas setuju
normal
saat hamil
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskritif

analitik adalah metode yang dilaukan dengan tujuan utama mengkaji pengaruh

suatu kejadian secara objektif. Metode penelitian deskriptif digunakan untuk

memecahkan masalah yang dihadapi pada waktu sekarang.28

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan dengan jenis

penelitian kuantitati. Penelitian cross sectional ini adalah dimana variable

independen dan variable dependen diamati dan diteliti secara bersamaan.29

Teknik dalam penelitian ini adalah kuesioner (angket) yaitu teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat

pernyataan tertentu kepada responden untuk dijawab.

4.2 Pengembangan Instrumen

Penelitian ini menggunakan instrument atau angket atau kuesioner yang

merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang merupakan sejumlah pertanyaan

tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti

laporan tentang pribadinya atau hal yang diketahui. Instrument dalam

pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menyebarkan kuesioner dan dan

28
Sukidjo Notoatmodjo. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2010
29
Ibid
melihat hasil jawaban responden. Kuesioner merupakan sejumlah pertanyaan

tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari rsponden dalam arti

laporan tentang pribadiya, atau hal-hal yang diketahui. Sebelum kuesioner

dilakukan uji coba untuk mengetahui validitas reabilitas kuesioner tersebut.

Disamping itu hasil uji coba juga digunakan untuk memperbaiki kuesioner

tersebut.

4.3 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah cara yang dilakukan oleh peneliti

dalam mengumpulkan data. Pengumpulan data pada peneliti ini dengan

menggunakan kuesioner, berdasarkan datanya peneliti ini menggunakan data

primer.

Pengumpulan data dilakukan setelah ditentukan sempel maka peneliti

langsung melakukan pengumpulan dengan cara menyebarkan kuesioner

kepada responden. Alat bantu angket berupa pertanyaan-pertanyaan yang

mendukung masing-masing variable dalam 4 indikator. Adapun variable yang

mencakup variable yang terdiri dari infeksi luka oprasi, tingkat nyeri,

perawatan luka dan riwayat anemia saat kehamilan.

Instumen pengumpulan data pada penelitin ini berupa kuesioner

berjumlah 35 pertanyaan untuk semua sub variable dengan perincian sebagai

berikut.

a. Infeksi luka oprasi pasca section caesarea terdiri dari 9 pertanyaan

b. Tingkat nyeri terdiri dari 10 pertanyaan


Kuesioner menggunakan skala likert, dimana ada 2 jenis pertanyaan yang

bersifat favorable dan unfavorable. Bila pertanyaan favorable dengan

jawaban “sangat setuju” mendapat nilai 5, bila jawaban “setuju” mendapat

nilai 4, bila menjawab “ragu-ragu” mendapat niali 3, bila menjawab “tidak

setuju” mendapat nilai 2, dan bila menjawab “sangat tidak setuju” maka

mendapat nilai 1. Bila pertanyaaan unfavortabel dengan jawaban “sangat

setuju” mendapat nilai satu, bila jawaban “setuju” mendapat nilai 2, bila

menjawab “ragu-ragu mendapat nilai 3, bila jawaban “tidak setuju”

mendapat nilai 4, dan bila menjawab “sangat tidak setuju maka mendpat

nilai 5.

c. Perawatan luka terdiri 7 pertanyaan

d. Anemia saat kehamilan terdiri dari 9 pertanyaan

4.3.1 Gambaran Daerah Penelitian

Sebelum melakuakan penelitian dikumpulkan data dengan cara studi

pendahuluan di Rumah Sakit An’Nisa Tangerang tentang pasien yang

mengalami infeksi luka oprasi dan pencarian data-data lain yang relavan

yang mendukung untuk penelitian ini. Data yang dikumpulkan ini adalah

data primer dan diperoleh dengan menggunakan daftar kuesioner yang berisi

pertanyaan tertutup yang di ajukan kepada pasien pasca section caesarea

dengan riwayat anemia dalam kehamilan di Rumah Sakit An’Nisa

Tangerang.

4.3.2 Populasi dan Sempel


1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi objek atau subjek yang mempunyai

kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk


30
dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya. populasi survey yang

dimaksud dalam peneliti ini adalah seluruh ibu pasca section caesarea yang

mengalami infeksi luka oprasi di Rumah Sakit An’Nisa Tangerang

sebanyak 76 orang.

2. Sempel

Sempel adalah bagian dari populasi yang akan di teliti atau sebagian
31
jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. sempel dalam

penelitian ini adalah ibu pasca section caesarea yang mengalami infeksi

luka oprasi dan memenihi kriteria insklusi, non insklusi dan esklusi

sebanyak 76 orang 32

4.3.3 Tehnik Pengambilan Informasi

Teknik dalam pengambilan sempel dalam penelitian ini adalah total

sampling. Total sampling adalah pengambilan sempel dimana jumlah sempel


33
sama dengan populasi. alasan pengambilan total sampling karna menurut

30
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta;2011
31
Hidayat, A. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta Bineka Cipta; 2012
32
Notoatmodjo. Metodelogi Penelitian Kesehatan.Jakarta: Rineka Cipta, 2012
33
Suryono. Metodologi Penelitian Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika; 2013
sugiyono jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan

sempel penelitian semuanya. 34

4.3.4 Cara Pengambilan Sempel

Sebelum kuesioner dibagikan terlebih dahulu peneliti menjelaskan

tata cara pengisian kuesioner kepada responden. Peneliti menunggu sampai

responden selesai mengisi pertanyaan dan melakukan observasi langsung.

4.3.5 Sarat Sempel

Populasi yang kurang dari 100 sebiknya di ambiil semua tetapi jika

lebih dari 100 dapat di ambil 30-50% sebelum dilakukan pengambilan sempel

perlu ditentukan kriteria pengambilan sempel. Kriteria pengambilaan sempel

di bedakan menjadi 3 yaitu:

1.1 kriteria Inklusi

kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap

angota populasi yang dapat diambil sebagai sempel .35 keriteria inklusi

dalam penelitian ini adalah:

a. ibu post partum pasca section caesarea

b. ibu post partum pasca section caesarea yang bersedia menjadi

responden

34
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta;2011
35
Notoatmodjo. Metodelogi Penelitian Kesehatan.Jakarta: Rineka Cipta, 2010
c. ibu post partum yang mengalami infeksi luka oprasi (ILO).

1.2 Kriteria non inklusi

Kriteria non inklusi adalah kriteria dimna subjek penelitian tidak dapat

mewakili sempel karna tidak memenuhi syarat sebagai sempel penelitian.


36
kriteria non inklusi ini adalah ibu post partum bukan dengan section

caesarea dan ibu post partum yang tidak mengalami ILO.

1.3 Kriteria Ekslusi

Kriteria ekslusi adalah merupakan ciri-ciri anggota populasi yang tidak

dapat diambil sebagai sempel atau dengan kata lain kriteria untuk

mengeluarkan subjek karna beberapa sebab. Kriteria ekslusi dalam

penelitian ini adalah:

a. Ibu post partum yang tidak hadir pada saat penelitian berlangsung

b. Seluruh ibu post partumdengan section caesarea yang tidak

mengalami ILO.

4.4 Manajemen Data

4.4.1 Uji Coba Instrumen

Uji coba dilapangan merupakan bagian dari validasi empiric.

Melalui uji coba tersebut, instrument diberikan kepada sejumlah

responden sebagai uji coba yang mempunyai karakteristik sama atau

ekuivalen dengan karakteristik populasi penelitian. Jawaban atau respon

36
Arikunto., Op.Cit
deri sempel uji coba merupakan data empiris yang akan dianalisis untuk

menguji validitas empiis atau validitas kriteria yang di kembangkan. 37

Data dilakukan pertama kali adalah memeriksa dan memastikan

semua pertanyaan sudah di jawab, kemudian di beri kode setiap jawaban

adar proses pengolahan lebih mudah. Untuk instrument tidak perlu

dilakukan uji coba.

4.4.2 Pengolahan Uji Coba

Dalam penelitian ini penguji validitas instrument menggunakan

tehnik computer.

4.4.3 Hasil Uji Coba

1. Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh

mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu

data. Validitas adalah suatu ukuran yang dapat menjunjukan tingkat

kevalidan atau kesahian suatu instrument. Suatu instrument dikatakan

valid apabila mampu mengukur apa yang seharusnya hendak diukur.38

Untuk mengtahui validitas item dalam penelitian ini menggunkan uji

validitas dengan membandingkan nilai r table dengan nilai r hitung.

37
Arikunto., Op.Cit
38
Notoatmodjo., Op.Cit
Jika r hitung > r table maka dapat dipastikan butir soal tersebut

valid. Begitu juga sebaliknya, jika r hitung > r table maka dapat

dipastikan butir soal tersebut tidak valid.

Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95%. Teknik korelasi

pearson product moment

𝑟 𝑁(∑ 𝑋𝑌)−(∑ 𝑋 ∑ 𝑌)
𝑥𝑦=
√(∑𝑋 2−(∑ 𝑋)2 (𝑁 ∑𝑌 2−(∑ 𝑌)2

Keterangan :

rxy : koefisien validitas

N : Banyaknya subjek

X : niali pembanding

Y : niali dari instrument yang akan dicari validitasnya

Kputusan uji:

Bila r hitung> r table maka hO gagal diterima artinya variavel vaklid.

Bila r hitung < r table maka hO di tolak artinya variable tidal valid.

2. Reabilitas

Reabilitas adalah indeks yang menunjukan seberapa jauh

suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini

berarti menunjukan seberapa jauh hasil pengukuran itu tetap


konsistensi atau tetap apabila dilakukan pengukuran dua kali atau

lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang

sama,39

Untuk menguji reabilitas instrument, peneliti menggunakan

alpha Chronbach.40 Dari uji reabilitas dinyatakan reliable bila nilai

alpha > 60 atau mendekati nilai indeks .

Rumus alpha Chronbach:

𝑘 ∑ 𝑆𝑖
r11 = 𝑘−1 x {1 − }
𝑆𝑡

keterangan:

r11= Nilai reabilitas

∑Si = jumlah varian skor tiap-tiap item

St = Varian total

K = jumlah item

Keterangan uji reliable konsistensi internal dapat diterima jika alpha

≥ 60 atau mendekati indek 1. Reliabelitas butir pertanyaan dan

pertanyaan akan dianalisis menggunakan aplikasi perangkat lunak

SPSS versi 18.

3. Analisis dengan perbaikan instrument

39
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabet
40
Notoatmodjo. Metodelogi Penelitian Kesehatan.Jakarta: Rineka Cipta, 2010
Setelah mengetahui apakah instrument ini layak atau tidaknya

dugunkan, maka untuk instrument yang tidak valid akan dilkukan

pengujian instrument ulang agar semua istrumen dapat digunakan

dalam penelitian ini untuk mengukur tingkat nyeri, perawatan luka

dan riwayat anemia saat kehamilan yang memenuhi syarat validitas

dan reabilitas sehingga tidak aka nada perbaikaninstrument lagi.

4.4.4 Pengumpulan Data

1. Organisasi pengumpulan data

a) Meminta surat pengantar studi pendahuluan dari sekolah tinggi

ilmu kesehatan Indonesia maju.

b) Menyerahkan studi pendahuluan kepada Rumah Sakit An’Nisa

Tangerang

c) Menyerahkan surat permohonan izin pengambilan data dan izin

penelitian kepada Rumah Sakit An’Nisa Tangerang yang

dikeluarkan dari BAAK STIKIM.

d) Mengajukan penelitian kepada pihak Rumah Sakit An’Nisa

Tangerang untuk melakiukan penelitian

e) Memberikan penjelasan singkat tentang rencana kegiatan

penelitian dengan dan tujuan penelitian kepada responden yang

setuju berpartisipasi dalam penelitian ini


f) Melakukan pengambilan data dengan cara responden diberi

kuesioner untuk di isi sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan

dalam format pertanyaan kuesioner.

2. Input data kedalam instrument

Dalam penelitian ini instrument di isi oleh responden dengan

mengisi kuesioner.

3. Data entry/input

a. Coding

Mengklarifikasi data dan memberi kode untuk masing-masing

jawaban dengan tujuan untuk mempermudah dan mempercepat

pada saat memutuskan data kekomputer.

b. Cheking

Proses pengecekan data yang dilakukan peneliti.

c. Cleaning

Proses pembersihan data dengan melihat distribusi frekuensi dari

variable-variabel dan nilai kelogisannya. Data yang sudh di entry

kemudian dilakukan pemberihan data untuk melihat kesalahan

yang mungkin terjadi.

d. Data bersih

Data yang sudah dilakukan pengecekan kembali dan dinyatakan

tidak ada kesalahan di dalamnya.

4.4.5 Pengolahan Data

1. Deskripsi Data (Univariat)


Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan setiap variable penelitian. Pada umumnya hasil

analisa ini menghasilkan distribusi dan frekuensi dari setiap variable.

Variable yang dianalisi secara univariant dalam penelitian ini adalah

tingkat nyeri, perawatan luka, riwayat anemia saat kehamilan dan

infeksi luka oprasi. Analisis univariat menggunakan rumus:

𝑥
𝑃= 𝑥100%
𝑛

Keterangan:

P= persentase

x= jumlah data yang didapat

n= jumlah sempel

2. Bivariate (P-Value atau OR atau RR)

Analisa ini dilakukan untuk menguji hipotesa hubungan antara dua

variable yang diduga mempunyai hubungan korelasi. Analisa

bivariate yang digunakan uji chi square. Uji chi square merupakan

teknik statistic yang digunakan untuk mengetahui derajat/keeratan

hubungan dan mengetahui arah hubungan dua variable numeric.

Dengan menggunakan uji chi square untuk menguji hubungan atau


perbedaan propors/ peresentasi antara kelompok data. Analisis

bipariat digunakan untuk menganalisis hubungan tingkat nyeri,

perawatan luka, anemia saat kehamilan dan infeksi luka oprasi pasca

section caesarea. Penentu kemaknaan hubungan sebgai berikut

a. Jika nilai p ≤ 0,05, maka keputusan adanya hubungan statistic yang

bermakna antar variable independen dan variable dependen.

b. Jika nilai p ≥0,05, maka keputusan tidak ada hubungan statistic

yang bermakna antar variable independen dan variable dependen.

Analisa bivariate digunakan untuk melihat hubungan antara variable

independen yang terdiri dari tingkat nyeri, perawatan luka dan

riawayat anemia saat kehamilan sebagai pajanan (exposure) dengan

variable dependen infeksi luka oprasi pasca section caesarea sebagai

akibat (disease) untuk menghasilkan nilai odds ratio (OR) dengan 95

% confident interval (CI)


PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Jakarta 05 Februari 2019

Kepada Yth

Calon Responden Penelitan di


Rumah Sakit An’Nisa
Tangerang Tahun 2019

Dengan Hormat,

Saya yang bertandatangan dibawah ini Mahasiswa Diploma IV Kebidanan


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju, Jenjnag Diploma IV Kebidanan,
akan mengadakan penelitian tentang ”Pengaruh Tingkat Nyeri, Perawatan Luka dan
Riwayat Anemia saat Kehamilan Terhadap Infeksi Luka Oprasi Pasca Sectio
Caesarea Di Rumah Sakit An’Nisa Tangerang Tahun 2019”.

Untuk tujuan tersebut, saya mohon kesediaan Responen untuk menjawab


pertanyaan yang di ajukan, untuk dapat dipakai sebagai sumber informasi pagi
peneliti. Saya akan menjamin kerahasiaan pasien. Partisipasi pasien dan tenaga
kesehatan dalam penelitian ini sangat skami hargai dan atas pasrtisipasinya saya
ucapkan terima kasih.

Jakarta 01 Febuari 2019

Peneliti

Nia Yuniawati

07170100259
FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Setelah membaca dan memahami isi permohonan menjadi responden saya


bersedia berpartisipasi menjadi responden dalam menjawab pertanyaan saat
wawancara tentang”Pengaruh Tingkat Nyeri, Perawatan Luka dan Riwayat Anemia
saat Kehamilan Terhadap Infeksi Luka Oprasi Pasca Sectio Caesarea Di Rumah
Sakit An’Nisa Tangerang Tahun 2019” yang dilakukan oleh

Nama : Nia Yuniawati

NPM : 07170100259

Mahasiswa D IV Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju.


Dengan di tandatangani surat persetujuan ini, maka saya bersedia unruk
berpartisipasi dalam penelitian ini.

Tangerang, 05 Februari 2019

Responden

(Nama dan tanda tangan)


KUESIONER PENELITIAN
PENGARUH TINGKAT NYERI, PERAWATAN LUKA DAN RIWAYAT
ANEMIA SAAT KEHAMILAN TERHADAP INFEKSI LUKA OPRASI
PASCA SECTIO CAESAERA DI RUMAH SAKIT AN’NISA TANGERANG
TAHUN 2019

Isilah data-data dibawah ini:

Nama :

Umur :

Alamat :

Petunjuk

Bacalah pertanyaan dengan baik dan telitilah sebelum anda menjawab.


Untuk kelancaran penelitian ini mohon isilah jawaban sesuai dengan pendapat dan
pengetahuan anda. Anda tidak perlu bertanya kepada teman dan mohon menjawab
pertanyaan berikut dengan jujur. Kerahaisaan anda akan tetap terjamin

Jawab pertanaan dibawah ini dengan tanda centang (√ ) pada kolom jawaban
yang tersedia menurut pendapat anda.

Contoh:

Nyeri luka oprasi sangat mengganggu dalam jangka waktu yang singkat di
bandingkan penyakit lain.

TIDAK ……. ......... ……. …….. …… MENGGANGGU

MENGGANGGU 1 2 3 4 5
KUESIONER INFEKSI LUKA OPRASI (ILO)

No Pertanyaan SS S RR TS STS

1. Saya melihat keluar nanah dari tempat yang


di oprasi

2. Saya mengalami luka terbuka /tertutup

3. Luka oprasi saya terjadi infeksi dalam waktu


<30 hari setelah oprasi

4. Luka oprasi saya terjadi infeksi dalam waktu


>30 hari setelah oprasi

5. Dokter mengatakan terjadi infeksi luka


oprasi

6. Saya merasakan adanya pembengkakan di


area luka oprasi

7. Saya melihat kemerahan pada daerah sekitar


luka oprasi

8. Saya merasakan panas yang dirasa pada


daerah sekitar luka

9. Saya merasakan nyeri pada daerah sekitar


luka
INSTRUMEN PENILAIAN NYERI

1. Nyeri luka oprasi sangat mengganggu dalam jangka waktu yang singkat

disbanding penyakit lain

SANGAT ……. ......... ……. …….. …… TIDAK

MENGGANGGU 1 2 3 4 5 MENGGANGGU

2. Nyeri luka oprasi menimbulkan rasa sakit khawatir sesaat pasca persalinan
dalam diri ibu.

SANGAT ……. ......... ……. …….. …… TIDAK

KHAWATIR 1 2 3 4 5 KHAWATIR

3. Nyeri luka oprasi menimbulkan rasa takut hanya sesaat pasca persalinan pada
diri ibu.

SANGAT ……. ......... ……. …….. …… TIDAK

TAKUT 1 2 3 4 5 TAKUT

4. Nyeri luka oprasi dapat menyebabkan stress pasca oprasi

SANGAT ……. ......... ……. …….. …… TIDAK

STRESS 1 2 3 4 5 STRESS

5. Nyeri luka oprasi menimbulkan perasaan yang tidak enak sesaat pasca oprasi
dalam diri ibu.
SANGAT ……. ......... ……. …….. …… TIDAK

NYAMAN 1 2 3 4 5 NYAMAN

6. Ketakutan dan kecemasaan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan ibu
tidak melakukan perawatan luka dengan baik pasca oprasi

SANGAT ……. ......... ……. …….. …… TIDAK

TAKUT DAN 1 2 3 4 5 TAKUT


LAMA

7. Hormone stress dapat menyebabkan timbulnya nyeri luka oprasi yang lama

SANGAT ……. ......... ……. …….. …… TIDAK

MENGGANGGU 1 2 3 4 5 MENGGANGGU

8. Nyeri luka oprasi selalu dirasakan ibu pasca oprasi sampai saat ini

SANGAT ……. ......... ……. …….. …… TIDAK

MERASA 1 2 3 4 5 MERASA
NYERI NYERI

9. Rasa nyeri dapat berpengaruh pada konsisi emosional ibu

SANGAT ……. ......... ……. …….. …… TIDAK

EMOSIONAL 1 2 3 4 5 EMOSIONAL
10. Ketidaksiapan dalam proses oprasi dapat menimbuklan rasa nyeri saat oprasi
SC sampai saat ini

TIDAK ……. ......... ……. …….. …… DAPAT

DAPAT 1 2 3 4 5
KUESIONER PERAWATAN LUKA

No Pertanyaan SS S RR TS STS

1. Saya mempersiapkan alat: kasa steril, air


matang, betadine solution/ zalf atau obat
luka atas izin dokte, plaster, gunting,
kantung plastic, sarung tangan

2. Saya mencucitangan sebelum melakukan


perawatan luka

3. Saya membuka balutan dengan sangat


berhati-hati

4. Saya membersihkan luka dengan air matang


dari bagian dalam keluar dilakukan beberapa
kali sampai luka tampak bersih kemudian
dikeringkansengan kasa steril

5. Saya memberi betadine solution/ zalf atau


obat luka lain dan ditutup dengan kasa steril
lalu difiksasi dengan plaster/hipafix

6. Saya membereskan alat-alat di bersihkan


dan dikembalikan ketempat semula

7. Saya mencuci tangan setelah melakukan


perawatan luka
KUESIONER ANEMIA SAAT KEHAMILAN

No Pertanyaan SS S RR TS STS

1. Saya mengalami malaise (merasa tidak


sehat)

2. Saya merasa lemah

3. Saya merasa pusing

4. Tensi darah saya dalam batas normal

5. Saya pernah memeriksa darah (HB) saat


kehamilan

6. Saya pernah mengalami anemia saat


kehamilan (<11 gram%)

7. Saya diberikan tablet zat besi saat periksa


hamil

8. Saya mengkonsumsi tablet zat besi secara


rutin

9. Saya mengalami konsentrasi rendah

Anda mungkin juga menyukai