Oleh :
Isti Chawari
G3A021220
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit pada saluran
pernapasan, yang dapat mengakibatkan hambatan aliran udara dengan manifestasi
sesak napas dan gangguan oksigenasi jaringan serta diikuti dengan adanya
obstruksi jalan napas yang sifatnya menahun, berkurangnya kapasitas kerja dan
kekambuhan yang sering terjadi berulang menyebabkan menurunnya kualitas
hidup penderita (Khasanah et al., 2013). Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
merupakan penyakit yang umum, dapat dicegah dan diobati, penyakit yang
ditandai dengan gejala pernapasan yang persisten dan keterbatasan aliran udara
karena jalan napas dan / atau kelainan alveolar biasanya disebabkan oleh pajanan
partikel yang signifikan atau gas berbahaya (Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Disease, 2017).
Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (2017)
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) saat ini merupakan penyebab utama
keempat kematian di dunia, namun diproyeksikan menjadi ke-3 penyebab utama
kematian pada tahun 2020. Lebih dari 3 juta orang meninggal karena COPD pada
tahun 2012 terhitung 6% dari semua kematian secara global. Prevalensi
morbiditas dan mortalitas terkait PPOK telah meningkat dari waktu ke waktu.
Terdapat 600 juta orang menderita PPOK di dunia dengan 65 juta orang menderita
PPOK derajat sedang hingga berat. Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar
tahun 2013 menunjukan prevalensi PPOK di Indonesia sebesar
3,7% dan lebih tinggi pada laki-laki sebesar 4,2% sedangkan pada perempuan
3,3% (WHO, 2015).
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan salah satu dari
kelompok penyakit yang tidak menular akan tetapi menjadi masalah kesehatan
masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia angka harapan
hidup dan semakin tingginya pajanan faktor resiko, seperti jumlah perokok yang
semakin meningkat dan juga pencemaran udara didalam ruangan maupun diluar
ruangan (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2015). Penyebab salah satu dari
PPOK adalah asap tembakau (perokok aktif), perubahan gaya hidup karena
pembangunan ekonomi juga mempengaruhi peningkatan penggunaan tembakau di
negara-negara berpenghasilan tinggi. Kematian karena PPOK terus meningkat
dari tahun ke tahun (WHO, 2015).
Masalah utama dan juga alasan paling sering yang menyebabkan penderita
PPOK mencari pengobatan adalah sesak napas dan batuk yang diderita yang
bersifat persisten dan progresif (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2015).
Karakteristik PPOK adalah kecenderungan untuk eksaserbasi. Eksaserbasi PPOK
didefinisikan sebagai peristiwa akut yang ditandai dengan semakin memburuknya
kondisi penyakit pasien dari kondisi sebelumnya dan menyebabkan perubahan
dalam pengobatannya (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease, 2017).
Pada pasien dengan PPOK, hal yang terjadi adalah penurunan saturasi
oksigen karena suplai okesigen kejaringan paru berkurang sehingga perfusi
jaringan ke seluruh tubuh juga berkurang. Penurunan saturasi oksigen yang terjadi
pada pasien PPOK dapat dipantau menggunakan alat oksimetri. Salah satu upaya
untuk meningkatkan saturasi oksigen dengan cara melatih otot pernapasan,
misalnya menggunakan teknik diagfragmatic breathing exercise. Banyak tenaga
kesehatan yang belum tahu dan belum menerapkan diagfragmatic breathing
exercise. Latihan diagfracmatic breathing exercise adalah latihan pernapasan
menggunakan otot diagfragma untuk melatih pernapasan pasien agar dapat
menggunakan otot otot pernafasan secara maksimal. Penggunaan otot-otot
pernapasan secara maksimal dapat melatih pasien untuk bernapas lebih maksimal
saat sesak napas datang.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik menyusun laporan
EBN yang berjudul “aplikasi evidence based nursing practice efektivitas
diagfragmatic breathing exercise terhadap peningkatan saturasi oksigen pada Tn.
K dengan PPOK di Ruang IGD RS Roemani Muhammadiyah Semarang.”
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas bagaimanakah efektivitas EBN
diagfragmatic breating exerxice terhadap peningkatan saturasi oksigen pada Tn. K
dengan PPOK di Ruang IGD RS Roemani Muhammadiyah Semarang.
C. Tujuan penulisan
a. Tujuan umum
Secara umum penulisan ini bertujuan untuk melaporkan pengelolaan
kasus dan pengaruh aplikasi evidence based practice nursing efektivitas
diagfragmatic breathing exercise terhadap peningkatan saturasi oksigen
pada Tn.K dengan PPOK di ruang IGD RS Roemani Muhammadiyah
Semarang.
b. Tujuan khusus
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah :
a. Memahami konsep dasar PPOK
b. Memahami asuhan keperawatan pada pasien PPOK
c. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien PPOK
d. Mampu menerapkan aplikasi EBN diagfragmatic breathing exercise
pada pasien PPOK
e. Mampu mengevaluasi penerapan aplikasi EBN diagfragmatic
breathing exercise.
D. Metode Penulisan
1. Metode kepustakaan
Yaitu dengan mengumpulkan referensi dari beberapa buku seperti
buku keperawatan medikal bedah, sdki, dll.
2. Media internet
Yaitu bersumber dari internet yang relevan dengan asuhan
keperawatan diabetus melitus dan berbagai jurnal.
E. Sistematika Penulisan
Berdasarkan dari hasil penyusunan ini, sistematika penulisan yang dimulai
dari :
BAB I : Pendahuluan
Yang terdiri dari, latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
BAB II : Konsep Dasar
Yang terdiri dari pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
penatalaksanaan, pengkajian, pathways, intervensi dan rasional.
BAB III : Resume Asuhan Keperawatan
Yang terdiri dari biodata, riwayat kesehatan, analisa data, diagnose
keperawatan, dan intervensi keperawatan
BAB IV : Aplikasi evidence based nursing riset
BAB V : Pembahasan
BAB VI : Penutup
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
b. Emfisema
Emfisema adalah gangguan yang berupa terjadinya kerusakan
pada dinding alveolus. Kerusakan tersebuat menyebabkan ruang
udara terdistensi secara permanen. Akibatnya aliran udara akan
terhambat, tetapi bukan karena produksi mukus yang berlebih seperti
bronchitis kronis. Beberapa bentuk dari emfisema dapat terjadi akibat
rusaknya fungsi pertahanan normal pada paru melawan enzim-enzim
tertentu. Peneliti menunjukkan enzim protease dan elastase dapat
menyerang dan menghancurkan jaringan ikat paru. Ekspirasi yang sulit
pada penderita emfisema merupakan akibat dari rusaknya dinding di
antara alveolus (septa), kolaps parsial pada jalan nafas, dan hilangnya
kelenturan alveolus untuk mengembang dan mengempis. Dengan
kolapsnya alveolus dan septa, terbentuk kantong udara di antara
alveoli (belb) dan di dalam parenkim paru (bula). Proses tersebut
menyebabkan peningkatan ruang rugi ventilasi (ventilator dead space),
yaitu area yang tidak berperan dalam pertukaran udara maupun darah.
Usaha untuk bernafas akan meningkat karena jaringan fungsional paru
untuk pertukaran oksigen dan karbondioksida berkurang. Emfisema
menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kapiler paru, serta
penurunan perfusi dan ventilasi oksigen lebih jauh.
c. Asma
Asma melibatkan proses peradangan kronis yang menyebabkan
edema mukosa, sekresi mukus, dan peradangan saluran nafas. Ketika
orang dengan asma terpapar alergen ekstrinsik dan iritan (misalnya :
debu, serbuk sari, asap, tungau, obat-obatan, makanan, infesi saluran
napas) saluran napasnya akan meradang yang menyebabkan kesulitan
napas, dada terasa sesak, dan mengi.
Hambatan aliran udara yang progresif memburuk merupakan
perubahan fisiologi utama pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) yang disebabkan perubahan saluran nafas secara anatomi di
bagian proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru
dikarenakan adanya suatu proses peradangan atau inflamasi yang
kronik dan perubahan struktural pada paru. Dalam keadaan normal
radikal bebas dan antioksidan berada dalam keadaan dan jumlah yang
seimbang, sehingga bila terjadi perubahan pada kondisi dan jumlah ini
maka akan menyebabkan kerusakan di paru. Radikal bebas
mempunyai peran besar menimbulkan kerusakan sel dan menjadi dasar
dari berbagai macam penyakit paru. Pajanan terhadap faktor pencetus
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yaitu partikel noxius yang
terhirup bersama dengan udara akan memasuki saluran pernafasan dan
mengendap dan terakumulasi. Partikel tersebut mengendap pada
lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus sehingga menghambat
aktivitas sillia. Akibatnya pergerakan cairan yang melapisi mukosa
berkurang dan menimbulkan iritasi pada sel mukosa sehingga
merangsang kelenjar mukosa. Kelenjar mukosa akan melebar dan
terjadi hiperplasia sel goblet sampai produksi mukus yang akan
berlebih. Produksi mukus yang berlebihan menimbulkan infeksi serta
menghambat proses penyembuhan, keadaan ini merupakan suatu siklus
yang menyebabkan terjadinya hipersekresi mukus. Manifestasi klinis
yang terjadi adalah batuk kronis yang produktif (Antariksa B dkk,
2011).
Dampak lain yang ditimbulkan partikel tersebut dapat berupa
rusaknya dinding alveolus. Kerusakan yang terjadi berupa perforasi
alveolus yang kemudian mengakibatkan bersatunya alveolus satu dan
yang lain membentuk abnormal large-space. Selain itu, terjadinya
modifikasi fungsi anti-protase pada saluran pernafasan yang berfungsi
untuk menghambat neutrofil, menyebabkan timbulnya kerusakan
jaringan interstitial alveolus. Seiring dengan terus terjadinya iritasi di
saluran pernafasan makan lama-kelamaan akan menyebabkan erosi
epitel hingga terbentuknya jaringan parut pada saluran nafas. Selain itu
juga dapat menimbulkan metaplasia skuamosa (sel yang berada di
permukaan dan lapisan tengah kulit) dan penebalan lapisan skuamosa
yang dapat menimbulkan stenosis dan obstruksi irreversibel dari
saluran nafas. Walaupun tidak bergitu terlihat seperti pada penderita
penyakit asma, namun pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) juga dapat terjadi hipertrofi otot polos dan hiperaktivitas
bronkus yang menyebabkan masalah gangguan sirkulasi udara pada
sisitem pernafasan (GOLD, 2017).
Pada bronkitis kronis akan terdapat pembesaran kelenjar mukosa
bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi saluran pernafasan, hipertrofi
otot polos serta distorsi yang diakibatkan fibrosis. Sedangkan pada
emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal, yang disertai dengan kerusakan dinding alveoli yang
menyebabkan berkurangnya daya renggang elastisitas paru-paru.
Terdapat dua jenis emfisema yang relevan terhadap Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK), yaitu emfisema pan-asinar dan
emfisema sentri-asimar. Pada jenis pan-asinar kerusakan pada asinar
bersifat difus dan dihubungkan dengan proses penuaan serta
pengurangan luas permukaan alveolus. Pada jenis sentri-asinar
kelainan terjadi bronkiolus dan daerah perifer asinar, yang banyak
disebabkan oleh asap rokok (Sudoyo AW, 2017).
D. Manifestasi klinik
Menurut Putra (2013) manifetasi klinis pasien Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) adalah : Gejala dari Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) adalah seperti susah bernapas, kelemahan badan, batuk
kronik, nafas berbunyi, mengi atau wheezing dan terbentuknya sputum
dalam saluran nafas dalam waktu yang lama. Salah satu gejala yang paling
umum dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah sesak nafas atau
dyosnea. Pada tahap lanjutan dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK),
dypsnea dapat memburuk bahkan dapat dirasakan ketika penderita
sedang istirahat atau tidur.
Manifestasi klinis utama yang pasti dapat diamati dari penyakit ini
adalah sesak nafas yang berlangsung terus menerus. Menurut Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD) Internasional (2012), pasien
dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) mengalami perubahan
bentuk dada. Perubahan bentuk yang terjadi yaitu diameter bentuk dada
antero-posterior dan transversal sebanding atau sering disebut barrel chest.
Kesulitan bernafas juga terjadi pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) yaitu bernafas dengan menggunakan otot bantu pernafasan dalam
jangka waktu yang lama, maka akan terjadi hipertropi otot dan pelebaran di
sela-sela iga atau daerah intercostalis. Bila telah mengalami gagal jantung
kanan, tekanan vena jugularis meninggi dan akan terjadi edema pada
ekstremitas bagian bawah. Hal ini menandakan bahwa terlah terjadi
penumpukan cairan pada tubuh akibat dari gagalnya jantung memompa
darah dan sirkulasi cairan ke seluruh tubuh. Palpasi tektil fremitus tada
emfisema akan teraba lemah, perkusi terdengar suara hipersonor, batas
jantung mengecil, letak diafragma rendah, dan hepar terdorong ke
bawah. Bunyi nafas vesikuler normal atau melemah, ronkhi pada waktu
nafas biasa atau ekspirasi paksa. Ekspirasi akan terdengar lebih panjang dari
pada inspirasi dan bunyi jangtung juga terdengar menjauh.
E. Komplikasi
1. Infeksi saluran napas
2. Pneumotorax spontan
3. Dispnue
4. Hipoksemia
5. Asidosis respiratorik
F. Pemeriksaan penunjang
c. Fisioterapi dada
Tindakan fisioterapi dada menurut Pangastuti, HS dkk (2019) meliputi
: perkusi, vibrasi, dan postural drainase. Tujuan dari intervensi ini
adalah untuk membantu pasien bernafas dengan lebih bebas dan
membantu dalam pembersihan paru dari sekret yang menempel di
saluran nafas. Tindakan ini dilakukan bersamaan dengan tindakan lain
untuk lebih mempermudah keluarnya sekret, contoh : suction, batuk
efektif, pemberian nebulizer dan pemberian obat ekspektoran.
Sebelum pasien dilakukan fisioterapi, terlebih dahulu evalusai kondisi
pasien dan tentukan letak dimana sekret yang tertahan untuk
mengetahui bagian mana yang akan dilakukan fisioterapi dada.
d. Bronkodilator
Bronkidilator merupakan pengobatan yang dapat meningkatkan FEV1
dan atau mengubah variabel spirometri. Obat ini bekerja dengan
mengubah tonus otot polos pada saluran pernafasan dan meningkatkan
refleks bronkodilatasi pada aliran ekspirasi dibandingkan dengan
mengubah elastisitas paru. Bronkodilator berkerja dengan menurunkan
hiperventilasi saat istirahat dan beraktivitas, serta akan memperbaiki
toleransi tubuh terhadap aktivitas. Pada kasus Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) kategori berat atau sangat berat sulit untuk
memprediksi perbaikan FEV1 yang diukur saat istirahat.
e. Mendorong olahraga
Semua pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) mendapat
keuntungan dengan program olahraga, yaitu meningkatkan toleransi
tubuh terhadap aktvitas, menurunnya dypsnea dan kelelahan. Olahraga
tidak memperbaiki fungsi paru, tetapi olahraga dapat memperkuat otot
pernafasan.
A. Pengkajian
1. Keluhan utama
Keluhan utama yang biasanya dialami oleh penderita asma yaitu batuk,
Riwayat penyakit sekarang yang biasa timbul pada pasien asma yaitu
ini, diantaranya yaitu riwayat alergi dan penyakit saluran napas bawah
4. Riwayat merokok
Merokok merupakan penyebab utama kanker paru-paru, bronkitis
kronis dan asma. Semua keadaan itu sangat jarang menimpa non
4. Pemeriksaan mata
5. Pemeriksaan hidung
Inspeksi: simetris, terdapat bulu hidung, tidak ada lesi, tidak ada
kotoran hidung
7. Pemeriksaan leher
9. Pemeriksaan thoraks
Pemeriksaan paru
Inspeksi : batuk produktif non produktif, terdapat sputum
yang kental dan sulit dikeluarkan, bernafas menggunakan otot- otot
tambahan, ada sianosis (Somantri, 2009). Pernafasan cuping
hidung, penggunaan oksigen, sulit bicara karena sesak nafas
(Marelli, 2008).
Palpasi : bernafas menggunakan otot-otot nafas tambahan
(Somantri, 2008). Takikardi akan timbul diawal serangan,
kemudian diikuti dengan sianosis sentral (Djojodibroto, 2016).
Perkusi : lapang paru yang hipersonor pada perkusi
(Kowalak, Welsh, dan Mayer, 2012).
Auskultasi : respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing)
pada fase respirasi semakin menonjol (Somantri, 2009).
Pemeriksaan jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis terletak di ICS V mid
calcicula sinistra
Perkusi : suara pekak
Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 terdengar tunggal, tidak ada suara
tambahan
10. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Tidak ada lesi, warna kulit merata.
Auskultasi: Terdengar bising usus 12x/menit.
Palpasi : Tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada
nyeri tekan.
Perkusi : tympani
11. Pemeriksaan integument
Inspeksi : struktur kulit halus, warna kulit sawo
matang, tidak ada benjolan
B. Diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi
jalan napas (D0001)
Bersihan jalan napas (L.01001)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam
membersihkan jalan napas agar dapat mempertahankan jalan napas
tetap paten dengan kriteria hasil :
1. Batuk efektif meningkat
2. Produksi sputum menurun
3. Whezing ronchki menurun
4. Dispneu menurun
5. Frekuensi napas membaik
6. Pola napas membaik
Manajemen jalan napas (I.01011)
Observasi
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
- Monitor bunyi napas tambahan (ronkhi, whezing)
- Monitor sputum
Terapiutik
- Posisikan semifowler- fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada
- Berikan oksigen
Edukasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi dalam pemberian bronkodilator
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
(D0005)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pola napas
membaik (L01004) dengan kriteria hasil :
- Dispneu menurun
- Pola napas membaik
- Frekuensi napas membaik
Observasi
Terapiutik
Edukasi
Observasi
Terapiutik
Edukasi
A. Pengkajian
Tanggal pengkajian : 29 September 2022
1. Identitas klien
Nama : Tn. K
Umur : 67 tahun
Jenis kelamin : laki- laki
Register : 540122
Diagnosa Medis : obs. Dypneu, PPOK
Tanggal masuk : 29 September 2022
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh sesak napas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Sesak napas semakin memberat, dirumah sudah menggunakan oksigen
namun belum ada perubahan. Klien mengatakan demam dan batuk
berdahak, dahak berwarna kuning bisa keluar sedikit sedikit. Klien
memiliki riwayat penyakit PPOK dan rutin kontrol ke dokter spesialis
paru-paru. Klien mengatakan saat muda merokok sampai umur 45 tahun,
kemudian berhenti karena sering batuk.
3. Pengkajian fokus
a. Airway
Jalan napas paten
b. Breathing
Pola napas ireguler, RR : 35x/menit, SpO2 : 88 % room air, Spo2
95% terpasang NOC 4 lpm
c. Circulation
Badan teraba panas, TD : 146/100, HR : 100x/mnt, S 38, terpasang
infus RL 20 tpm, CRT < 2 detik, tidak ada edema pada ektermitas,
BAK normal,
d. Disability
GCS : E4M6V5, GDS 110 g/dl. Tampak gelisah, Tidak terdapat
kelemahan ekstremitas. Kekuatan otot : sinestra : 555/555, dextra
555/555
Terpasang IV line tanggal 29 September 2022.
e. Exposure
Tidak terdapat fraktuk pada ekstemitas maupun bagian tubuh yang
lain. Tidak terdapat luka atau lesi.
f. Pemeriksaan fisik
Kepala : normal, bentuk mesochepal, rambut berwarna putih, tidak
terdapat benjolan atau lesi.
Mata : pupil isokor, reflek cahaya ada, tidak anemis, tidak tampak
ikterik, fungsi penglihatan berkurang, tampak letih
Hidung : hidung simetris, tidak ada kelainan, tidak ada sinus, fungi
penghidu baik
Mulut dan gigi : gig banyak yang tanggal, mulut bersih, bibir tidak
sianosis, mukosa bibir kering
Leher : tidak ada pembesaran tyroid, tidak ada distensi vena
jugolaris
Pemeriksaan dada
Perkembangan dada simetris, tidak ada lesi atau luka
Jantung : bunyi jantung l dan 2 reguler, perkusi : pekak
Paru-paru : terdengan ronchi dikedua lapang paru
Abdomen : abdomen supel, datar, bising usus 8x/ mnt,perkusi
tympani
Ekstremitas : hangat, CRT< 2 detik, tidak terdapat luka atau lesi,
tidak ada edema
Kulit : kulit kering, keriput
g. Pemeriksaan penunjang
X foto thorax kesan : kardiomegali, gambaran bronkopneumonia
Gambaran EKG : NSR
Hasil laboratorium :
18-9-2022
Hb : 12,8
Lekosit 16.550
Ht : 39.9
Trombosit : 217.000
h. Terapi yang diberikan
- Infus RL 20 tpm
- Nebulizer pulmicort 1, bisolvon 15 tts
- Po. Paracetamol
i. Data fokus
No Data subjektif dan objektif Masalah Etiologi
. keperawatan
1 DS : klien mengatakan sesak napas, Gangguan Perubahan
batuk berdahak pertukaran gas membran
(D0003) alveolus
DO : tampak gelisah, RR 35x/mnt, kapiler
pola napas ireguler, Spo2 95%
terpasang NOC 4 lpm, terdengar
ronchi dikedua lapang paru, gambaran
paru bronkopneumonia,
A. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus kapiler (D0003)
B. Intervensi keperawatan
No. Tanggal/ Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi
jam keperawatan hasil
1 29-9-2022 Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan respirasi
jam 11.00 pertukaran gas tindakan keperawatan (I.01014)
berhubungan selama 1x 4 jam Observasi
dengan pertukaran gas - Monitor frekuensi,
perubahan meningkat (L01003) irama, kedalaman dan
membran dengan kriteria hasil : upaya napas
alveolus - Dispneu menurun Rasional : mengetahui
kapiler - Gelisah menurun pernafasan
(D0003) - Bunyi napas - Monitor kemampuan
tambahan tidak ada batuk efektif
- Tidak ada sianosis Rasional : batuk
- Pola napas efektif membuat jalan
membaik napas paten
- Monitor saturasi o2
Rasional : Mengetahui
suplai oksigen dalam
darah
- Monitor hasil x ray
thorax
Rasional : Mengetahui
kondisi dan penyebab
dispneu
Terapiutik
- Berikan posisi
semifowler
Rasional :
perkembangan paru
lebih maksimal
- Berikan oksigen
Rasional : memenuhi
kebutuhan o2
- Ajarkan napas dengan
otot diafragma
Rasional : melatih otot
otot pernafasan agar
berkembang maksimal
Kolaborasi
- Kolaborasi dalam
pemberian
bronkodilator
Rasional : melebarkan
jalan napas
C. Implementasi keperawatan
NO Tanggal/ Implementasi Respon pasien TTD
jam
1. 29-9-2022 Memonitor frekuensi, irama, DS : klien mengatakan isti
jam 11.00 kedalaman dan upaya napas sesak napas
DO : klien tampak sesak
napas, RR 35x/mnt, spo2
88% room air
Memonitor saturasi o2
DS : -
DO : spo2 88% room air
D. Evaluasi
No Tanggal/jam Respon perkembangan TTD
1. 29-9-2022 S : klien mengatakan sesak napas berkurang isti
jam 14.00 O:
A : jalan napas paten, B : Pola napas ireguler, RR :
28x/menit, Spo2 96% terpasang NOC 4 lpm, klien tampak
lebih tenang, C : TD 142/98, HR 98x/mnt, S : 37.4 Badan
teraba hangat, terpasang infus RL 20 tpm, CRT < 2 detik,
tidak ada edema pada ektermitas, BAK normal, D : GCS :
E4M6V5, GDS 110 g/dl. Tampak lebih tenang, Tidak
terdapat kelemahan ekstremitas. Kekuatan otot : sinestra :
555/555, dextra 555/555. E : tidak teradapat fraktur/lesi
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi pindah ruang perawatan
BAB IV
APLIKASI JURNAL APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING
PRACTICE EFEKTIVITAS DIAPHRAGMATIC BREATHING
EXERCISE
A. Identitas Pasien
Nama : Tn K
Umur : 67 thn
Jenis Kelamin : Laki - laki
Diagnosa Medis : obs. Dypsneu, PPOK
B. Analisa Data
Data Fokus Masalah Etiologi
DS : klien mengatakan sesak Gangguan pertukaran Perubahan membran
napas, batuk berdahak gas alveolus kapiler
DO : tampak gelisah, RR
35x/mnt, pola napas ireguler,
Spo2 95% terpasang NOC 4
lpm, terdengar ronchi dikedua
lapang paru, gambaran paru
bronkopneumonia,
C. Diagnosa Keperawatan yang Berhubungan Dengan Jurnal Evidence
Based Nursing
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus kapiler (D0003)
D. Evidence Based Nursing Pratice Yang Diterapkan Pada Pasien
Efektivitas diagfragmatic breathing terhadap peningkatan saturasi o2
Faktor predisposisi
PPOK
Latihan pernapasan
diagfragma
Ventilasi maksimal
F. Landasan Teori Terkait Penerapan Evidence Based Nursing Practise
Penurunan saturasi oksigen yang terjadi pada pasien PPOK dapat dipantau
menggunakan alat oksimetri. Salah satu upaya untuk meningkatkan
saturasi oksigen yaitu dengan melatih otot pernafasan, misalnya
menggunakan teknik diaphragmatic breathing exercise. Latihan pernafasan
ini merupakan sebuah teknik untuk merelaksasikan otot pernafasan saat
melakukan inspirasi dalam, dan meningkatkan ventilasi alveolar,
mengurangi frekuensi pernafasan, dan membantu mengeluarkan udara
sebanya mungkin selama ekspirasi (Smeltzer & Bare,2013). Hasil
penelitian sejalan juga pernah dibuktikan oleh Sentana, D.A,Mardiatun, &
Pandit.D, 2018 menyebutkan bahwa latihan pernafasan diafragma dapat
meningkatkan saturasi oksigen pasien asma dengan hasil uji Wilcoxon
menunjukkan Sig p-value 0,000.
Penelitian ini juga dibenarkan dengan teori bahwa, masalah yang sering
terjadi terjadi pada pasien PPOK yang dapat menyebabkan penurunan
saturasi oksigen salah satunya adalah sesak nafas, hal tersebut terjadi
karena adanya penyempitan saluran pernafasan sehingga mengakibatkan
minimnya suplai oksigen ke dalam paru-paru. Penyempitan jalan nafas
yang terjadi akan menyebabkan pengembangan paru tidak optimal,
keterbatasan ventilasi perfusi, dan penurunan difusi oksigen sehingga
berdampak pada penurunan saturasi oksigen (Smeltzer & Bare,2013).
Pemberian latihan pernafasan diafragma akan mengakibatkan
pengembangan rongga thorax dan paru-paru saat inspirasi serta otot-otot
ekspirasi (otot-otot abdomen) berkontraksi secara aktif untuk
mempermudah pengeluaran udara (CO2) dari rongga thorax kemudian
mengurangi kerja pernafasan dan meningkatkan ventilasi sehingga terjadi
peningkatan perfusi juga perbaikan kerja alveoli untuk mengefektifkan
pertukaran gas, dan kadar CO2 dalam arteri berkurang maka akan terjadi
peningkatan saturasi oksigen (Semara,2012). Hal tersebut juga didukung
oleh penelitian dari Pangenstuti D.S,dkk (2015) yang menyatakan bahwa
latihan diapragmatic breathing exercise yang dilakukan secara teratur
dapat memperlambat proses penurunan fungsi pernafasan dan
memperbaiki kondisi fungsi pernafasan pada lansia.
BAB V
PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
Tindakan latihan pernafasan diafragma exercixe bagi penderita PPOK
sangat bermanfaat. Latihan tersebut dapat menghasilkan ventilasi yang
maksimal sehingga klien dapat mengatur napasnya saat tanda dan gejala
PPOK timbul. Ventilasi yang maksimal maka transportasi oksigen ke
seluruh tubuh akan maksimal.
B. Saran
1. Keluarga
Bagi orang tua diharapkan dapat menggunakan menerapkan tindakan
tersebut di rumah secara mandiri
2. Penulis
Bagi penulis mampu meningkatkan dalam pemberian asuhan
keperawatan secara mandiri kepada pasien PPOK yang mengalami
masalah gangguan pernapasan
3. Rumah Sakit
Bagi institusi pelayanan kesehatan, diharapkan perawat RS Roemani
Muhammadiyah Semarang dapat memberikan pelayanan keperawatan
mandiri dengan lebih banyak mengaplikaskan jurnal-jurnal terbaru yang
ada. Memahami bagaimana latihan pernafasan diafragma pada pasien
PPOK dirumah maupun di perawatan rumah sakit.
4. Profesi Keperawatan
Dapat digunakan sebagai referensi dan pengetahuan yang mampu
dikembangkan untuk memberikan pelayanan pada pasien
DAFTAR PUSTAKA
Haraguchi, M., Nakamura, H., Sasaki, M., Miyazaki, M., Chbachi, S.,
Takahashi, S., Asano, K., Jones, P., Betsuyaku, T., K-CCR
group. (2016). Determinants of Chronic Obstructive Pulmonary
Disease Severity in the Late Elderly Differ from Those in
Younger Patients. BMC Res Notes, 9(7)