LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. SUTA DENGAN DIAGNOSA PENYAKIT PARU
OBSTRUKTIF KRONIS
DI BANGSAL BOUGENVILLE RUMAH SAKIT RSUD BAYU ASIH PURWAKARTA
DISUSUN OLEH:
Dyah Anggraini
NIM. 020319609
PRODI SARJANA KEPERAWATAN DAN PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MEDIKA SUHERMAN
2023
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Tn. Suta Dengan Diagnosa Penyakit Paru
Obstruktif Kronis DI Bangsal Bougenville Rumah Sakit RSUD Bayu Asih Purwakarta.
Disusun Oleh:
Dyah Anggraini
NIM.020319609
_________________________________
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) atau disebut juga dengan COPD (Cronic Obstruktif
Pulmonary Disease) adalah pernafasan yang dikarakteristikkan oleh obstruksi pada aliran
udara yang penyebab utamanya adalah inflamasi jalan nafas, perlengketan mukosa, penyempitan
lumen jalan nafas atau kerusakan jalan nafas (Ikawati, 2016). PPOK adalah suatu istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan di tandai
oleh peningkatan retensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah sekolompok penyakit paru menahun yang
berlangsung lama dan disertai dengan peningkatan resistensi terhadap aliran udara (Padila,
2012). Sumbatan udara ini biasanya berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru terhadap
partikel atau gas yang berbahaya (Ikawati, 2011). Karakteristik hambatan aliran udara PPOK
biasanya disebabkan oleh obstruksi saluran nafas kecil (bronkiolitis) dan kerusakan saluran
parenkim (emfisema) yang bervariasi antara setiap individu (Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2011). Definisi eksaserbasi akut pada PPOK adalah kejadian akut dalam
perjalanan alami penyakit dengan karakteristik adanya perubahan basal sesak napas, batuk,
dan/atau sputum yang diluar batas normal dalam variasi hari ke hari (GOLD, 2009).
B. ETIOLOGI
Etiologi peyakit ini belum dikatahui. Menurut Muttaqin (2008),penyebab dari PPOK adalah:
1. Kebiasaan merokok, merupakan penyebab utama pada bronhitis dan emfisea
2. Adanya infeksi: Haepohilus influenzza dan streptoous pnneumonia
3. Polusi oleh zat – zat pereduksi.
4. Faktor keturunan
5. Faktor sosial - ekonomi: keadaan lingkungan dan ekonomi yang memburuk
6. Pengaruh dari masing – masing faktor terhadap terjadinya PPOK adalah saling meperkuat
dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.
C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi
Menurut GINA (2016) tanda dan gejala pasien dengan PPOK mengeluh
memiliki tanda dan gejala :
Batuk
Sesak nafas, mengi inspira (stridor)
Sesak saat beraktifitas
Mudah kelelahan
Gejala awal PPOK adalah sesak napas saat beraktivitas bahkan saat istirahat, batuk dan dahak
juga ada (Make & Petrache, 2016). National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI, 2017)
menyebutkan beberapa tanda dan gejala PPOK yang muncul pada pasien:
Menurut penelitian Ridho (2017), PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema
atau gabungan keduanya. Menurut penelitian Ridho (2017) tanda dan gejala bronkitis kronik
merupakan kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3
bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya duatahun berturut-turut, tidak disebabkan
penyakit lainnya. Sedangkan emfisema yaitu suatu kelainan anatomis paru yang ditandai
oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.
Sedangkan tandadan gejala lainnya yaitu :
a. Pink Puffer yaitu timbulnya dispneu tanpa disertai batuk dan produksi sputumyang
berarti. Biasanya dispneu pada antara usia 30 – 40 tahun dan semakinlama semakin berat.
b. Penurunan nafsu makan pada penyakit yang sudah lanjut pasien
akankehabisan napas sehingga tidak lagi dapat makan dan tubuhnya
bertambahkurus. Pada pasien ini mengalami penurunan berat badan yang signifikan,
dari65 kg menjadi 55 kg
c. Bentuk dada barrel chest berupa kondisi letak dari diafragma lebih rendah danbergerak
tidak lancar, kifosis, diameter anteroposterior bertambah, jarak tulangrawan krikotiroid
dengan lekukan suprasternal kurang dari 3 jari, iga lebihhorizontal dan sudut subkostal
bertambah.
Anatomi Paru
Paru-paru ada dua yaitu paru-paru kanan dan kiri yang merupakan alat pernapasan utama. Paru-
paru mengisi rongga dada dan terletak di sebelah kanan dan kiri dan di tengah dipisahkan oleh
jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak di mediastinum.
Paru-paru berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) di atas dan muncul sedikit lebih tinggi
daripada klavikula di dalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk di atas landai rongga toraks, di
atas diafragma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga-iga, permukaan
dalam yang memuat tampuk paru-paru, sisi belakang yang menyentuh tulang belakang, dan disisi
depan yang menutupi sebagian sisi depan jantung (Pearce, 2007).
Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura. Paru-paru kanan mempunyai
tiga lobus dan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Setiap lobus tersusun atas lobula. Sebuah
pipa bronkial kecil masuk ke dalam setiap lobula dan semakin bercabang semakin menjadi tipis
dan akhirnya berakhir menjadi kantong kecil-kecil, yang merupakan kantong-kantong udara
paru-paru. Di dalam air, paru-paru mengapung karena udara yang ada di dalamnya.
Fisiologi Paru
Fungsi paru-paru yaitu pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. Pada pernapasan melalui
paru-paru atau pernapasan ekterna, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu
bernapas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat
dengan darah di dalam kapiler pulmonalis. Paru-paru memiliki satu lapis membran yaitu
membran alveoli-kapiler, yang memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini
dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung untuk disebarkan ke
seluruh bagian tubuh.
Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau pernapasan eksterna yaitu:
1. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan
udara luar.
2. Arus darah melalui paru-paru
3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat dapat
mencapai semua bagian tubuh.
4. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. Karbon dioksida lebih
mudah berdifusi daripada oksigen.
Patofisiologi PPOK
Patofisiologi PPOK rumit dan beragam, sehingga menjadi tantangan dalam mengkaji,
mendiagnosis dan mengelola perawatan primer. Oleh karena itu, perawat dalam melakukan
pengkajian, diagnosis serta pengeloaan terhadap pasien dengan PPOK diharuskan untuk
memiliki pemahaman yang baik tentang patofisiologi, mengenali dan memahami tanda dan
gejala yang muncul pada pasien, terutama selama eksaserbasi akut atau episode penurunan
(Mitchell, 2015). PPOK ditandai oleh peradangan kronis pada jalan napas, parenkima paru
(bronkioles dan alveoli) dan pembuluh darah paru. Selain itu, bila diperhatikan bahwa
patogenesis PPOK sangat rumit dan melibatkan banyak mekanisme. Ciri yang mendefinisikan
PPOK ialah aliran udara yang terbatas dan tidak sepenuhnya reversibel saat ekshalasi. Hal ini
disebabkan oleh hilangnya recoil yang elastis obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh
hipersekresi lendir, edema mukosa, dan bronkospasme (Lewis et al., 2014).
Terbatasnya aliran udara pada penderita PPOK bersifat progresif dan berhubungan dengan
respon inflamasi yang abnormal pada paru terhadap partikel atau gas berbahaya. Respon
inflamasi terjadi di seluruh aliran udara baik proksimal maupun periferal, parenkim paru dan dan
pembuluh darah paru Pada saluran udara proksimal (trakea dan bronki berdiameter lebih dari 2
mm), perubahan meliputi peningkatan jumlah sel goblet dan kelenjar submukosa yang
membesar, yang keduanya menyebabkan hipersekresi lendir. Di saluran udara perifer (bronkiolus
berdiameter kurang dari 2 mm), peradangan menyebabkan penebalan dinding saluran napas,
fibrosis peribronkial, eksudat di jalan napas, dan keseluruhan penyempitan jalan napas
(bronchiolitis obstruktif). Seiring waktu, proses perbaikan dan cedera yang sedang berlangsung
ini menyebabkan pembentukan jaringan parut dan penyempitan lumen jalan nafas (GOLD, 2008
dalam Smeltzer et al., 2010). Perubahan inflamasi dan struktural juga terjadi pada parenkim paru
(bronchioles pernafasan dan alveoli). Kerusakan dinding alveolar menyebabkan hilangnya
lampiran alveolar dan penurunan rekah dalam elastis. Akhirnya, proses peradangan kronis
mempengaruhi pembuluh darah paru dan menyebabkan penebalan lapisan pembuluh darah dan
hipertrofi otot polos, yang dapat menyebabkan hipertensi pulmonal (GOLD 2008, dalam
Smeltzer et al., 2010).
F. Pathway PPOK
Hipersekresi mukus
Predisposisi
Hiperplasi & hipertropi
genetic (defisiensi Bronkhiolus akan
kelenjar mukus
alfa 1-antitripsin) menyempit &
tersumbat
Mukosa menebal
Perubahan
Perlindungan fungsi makrofag
Kolabs saluran dalam tubuh ↓ alveolar
napas kecil saat
ekspirasi
Pernapasan rentan terhadap infeksi
Bronkhitis
Emfisema Sebagian alveolus Elastisitas
mengempis
paru ↓
Duktus alveolaris
Obstruksi jalan napas
melebar Tekanan intrapleural &
elastisitas paru tidak
Hipoventilasi alveolar seimbang
Terjadi tahanan udara pada
saat ekspirasi
Bronkhitis kronik
Udara ekspirasi < inspirasi Emfisema
Bronkhitis kronis Emfisema
PPOK
Obstruksi aliran
Dinding alveolus
udara
rusak
Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan tindakan Fisioterapi dada I.01004
efektif berhubungan dengan keperawatan diharapkan Observasi :
hipersekresi jalan nafas dan bersihan jalan nafas pasien 1. Identifikasi indikasi
sekresi yang tertahan meningkat dengan kriteria hasil dilakukan fisioterapi dada
: (mis. hiperekresi sputum,
1. Pasien dapat mengeluarkan sputum kental dan tertahan,
sekret tirah baring lama)
2. Mengi/wheezing hilang atau 2. Identifikasi kontraindikasi
menurun fisioterapi dada (mis.
3. Frekuensi dan pola nafas ekserbasi penyakit paru
terat obstruktif kronis (PPOK)
4. Tidak ada dipsnea akut, pneumonia tanpa
5. Tidak ada nafas cuping produksi sputum berlebih,
hidung kanker paru-paru) 3. Minitor
6. Tidak menggunakan otot status pernafasan
bantu nafas (mis. kecepatan, irama, suara
7. Tidak ada sianosis nafas, dan kedalaman nafas)
8. Pasien dapat mengeluarkan 4. Periksa segmen paru yang
sekret mengandung sputum berlebih
9. Mudahnya pasien 5. Monior jumlah dan karakter
mengeluarkan secret sputum
10. Produksi dahak berkurang 6. Monitor toleransi selama
11. Tidak terjadi obstruksi dan setelah prosedur
jalan nafas
Terapeutik :
1. Posisikan pasien sesuai dengan area paru yang mengalami penumpukan sputum
2. Gunakan bantal untuk membantu pengaturan posisi
3. Lakukan perkusi dengan posisi telapak tangan ditangkupkan selama 3-5 menit
4. Lakukan vibrasi dengan posisi telapak tangan rata bersamaan ekspirasi melalui mulut
5. Lakukan fisioterapi dada setidaknya dua jam setelah makan
6. Hindari perkusi pada tulang belakang, ginjal, payudara wanita, insisi, dan tulang rusuk
yang patah
7. Lakukan pengisapan lender untuk mengeluarkan sekret, jika perlu
Edukasi :
Jelaskan tujuan dan prosedur fisioterapi dada
Anjurkan batuk segera setelah prosedur selesai
Ajarkan inspirasi perlahan dan dalam melalui hidung selama proses fisioterapi
b. Rencana keperawatan dengan diagnosa : gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan
Terapeutik
Edukasi