Disusun Oleh
Kelompok 12
1. Mita Indah Sari (14.401.16.059)
2. Veronica Ester.S (14.401.16.088)
Disusun oleh :
1. Mita Indah Sari (14.401.16.059)
2. Veronica Ester.S (14.401.16.088)
Pembimbing
A. Latar Belakang
PPOK merupakan gangguan yang diderita banyak orang, diperkirakan 11,4
juta penduduk dewasa AS(usia 18 tahun ke atas) menderita penyakit tersebut. Hampir
24 juta terbukti mengalami penurunan fungsi paru, yang menujukkan kondisi tersebut
belum terdiagnosis dengan baik. Pada tahun 2003 di Amerika,PPOK menyebabkan
kematian 122.283 orang. Perawatan klien dengen PPOK diperkirakan menghabiskan
20,9 miliar dolar per tahun hanya untuk pembiyaan perawatan secara langsung;
bagaimanapun juga beban penyakit PPOK lebih luas lagi bila dilihat dari perspektif
global, yang dipikirkan akan menempati urutan kelima pada tahun 2020 pada beban
penyakit di seruluh dunia.
COPD adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit
paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan retensi terhadap
aliran udara sebagai gambar patofisiologi utamanya.ketiga penyakit yang membentuk
satu kesatuan yang dikenal dengan istilah copd yaitu bronchitis kronis, empisema
paru-paru dan asma.
Spektrum penyakit berkaitan dengan diagnosanya, mulai penyakit obstruksi
jalan nafas murni dengan adanya bronchitis tapi tidak ada emfisema, sampai kepada
berbagai jenis kombinasi, sampai emfisema berat tanpa bronchitis.proses patofisiologi
yang perubahan-perubahan ini ada yang bersifat static ataupun progresif, sehingga
semua stadiummungkin timbul, mulai abnormalitas yang reversible sampai
insufisiensi kardiopulmonal progresif yang memperhatinkan.
Teradapat banyak keracunan dalam penggunaan klinik istilah bronchitis
kronis, emfisema dan asthma; sehingga istilah penyakit paru obstruksi kronis
sekarang lebih sering digunakan dari pada menyebutkan penyakit spesifiknya.sering
kali seiring dengan waktu pasien memeriksakan penyakitnya, perubahan patologis
telah terjadi dan gejala-gejala yang timbul seringkali cukup berat.
Insidensi COPD telah meningkatkan dalam tahun-tahun terakhir ini.statistik
terbaru menunjukkan bahwa terdapat tujuh belas juta jiwa orang amerika yang
menderita asthma, emfisema dan bronchitis kronis.baik angka prevalensi maupun
angka kematian COPD telah berperan dalam tercapainya proporsi epidemic menurun
American lung associstion.pada tahun 1984 COPD merupakan penyebab kematian
keenam setelah penyakit jantung ,neoplasma, stroke, kecelakaan dan pneumonia-
influenza. (soematri, 2012, hal. 8-9)
B. Batasan Masalah
Apa saja mengenai tentang definisi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala,
klasifikasi, komplikasi beserta dengan diagnose keperawatan dan intervensi dari
COPD.
C. Rumusan masalah
1. Bagaimana definisi dari penyakit COPD ?
2. Apa saja etiologi dari penyakit COPD ?
3. Bagaimana tanda dan gejala dari penyakit COPD ?
4. Bagaimana patofisiolog dari penyakit COPD ?
5. Apa saja klasifikasi dari penyakit COPD ?
6. Apa saja komplikasi dari penyakit COPD ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan dari COPD ?
D. Tujuan
Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu memahami dan mengaplikasi asuhan keperawatan COPD
Tujuan Khusus
1. Agar mahasiswa memahami definisi dari penyakit COPD
2. Agar mahasiswa memahamietiologi dari penyakit COPD
3. Agar mahasiswa memahami tanda dan gejala dari penyakit COPD
4. Agar mahasiswa memahami patofisiolog dari penyakit COPD
5. Agar mahasiswa memahami klasifikasi dari penyakit COPD
6. Agar mahasiswa memahami komplikasi dari penyakit COPD
7. Agar mahasiswa memahami asuhan keperawatan dari COPD
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
(PPOK) sebagai penyakit paru obstuksi kronis merujuk pada beberapa hal
yang menyebabkan terganggunya pergerakan udara masuk dan keluar paru.
Meskipun beberapa jenis yang paling penting - bronkitis obstruktif,emfisema,dan
asma - dapat muncul sebagai penyait tunggal,sebagian besar terjadi bertumpangan
dalam manifestasi klinisnya. PPOK dapat terjadi sebagai hasil dari peningkatan
resistensi sekunder terhadap edema mukosa bronkus atau konteraksi otot polos. Hal
tersebut juga bisa diakibatkan oleh penurunan kelenturan,seperti pada
emfisema.kelenturan (elastic recoil) adalah kemampuan mengempiskan paru dan
menghembuskan napas secara pasif, serupa dengan kemampuan karet kembali ke
bentuk semula setelah diregangkan. Penurunan kelenturan dapat dibayangkan
sebagai pita karet yang lemah dan telah diregangkan melebihi batas
kemampuannya,sehingga akan berakibat penurunan kemampuan paru untuk
mengosongkan diri. (Somantri, 2012, hal. 127)
PPOK merupakan gangguan yang diderita banyak orang, diperkirakan 11,4
juta penduduk dewasa AS(usia 18 tahun ke atas) menderita penyakit tersebut.
Hampir 24 juta terbukti mengalami penurunan fungsi paru, yang menujukkan
kondisi tersebut belum terdiagnosis dengan baik. Pada tahun 2003 di
Amerika,PPOK menyebabkan kematian 122.283 orang. Perawatan klien dengen
PPOK diperkirakan menghabiskan 20,9 miliar dolar per tahun hanya untuk
pembiyaan perawatan secara langsung; bagaimanapun juga beban penyakit PPOK
lebih luas lagi bila dilihat dari perspektif global, yang dipikirkan akan menempati
urutan kelima pada tahun 2020 pada beban penyakit di seruluh dunia. (Joyce
M.Black, 2014, hal. 278-288)
Jadi kesimpulannya PPOK adalah suatu gangguan sistem pernafasan yang
mengalami fungsi paru menurun mengakibatkan kematian
2. Etiologi
Menurut (Somantri, 2012, hal. 129)
Destruksi jalan nafas yang ireversibel dan progesif yang ditandai dengan bronkitis
kronis dan emfisema dalam derajat yang berbeda – beda .
a. Emfisema melibatkan destruksi dinding alveolar dengan kolaps bronkus,
hilangnya recoil elastic,dan hiperinflasi.
b. Bronkitis kronis melibatkan peradangan endobronkial dengan penambahan
sekresi (serbagai akibat peningkatan produksi dan penurunan kemampuan
membuang sekert pleh mukosiliar).
c. Edema jalan napas dan bronkospasme memberi andil dalam timbulnya obsruksi.
d. Pasien juga mengalami bronkiektasis dan/ atau asma secara bersamaan.
e. Penurunan volume semenit total dan peningkatan kerja respirasi (sebagai akibat
resistensi jalan napas dan ketidak – cocokan ventilasi/perfusi) mengakibatkan
hipoventilasi alveolar, hipoksemia, dan hiperkapnia.
f. Eksaserbasi akut dapat timbul karena faktor idiopatik, infeksiosa, atau
lingkungan dan seringkali ditemukan dengan manifestasi gangguan respirasi
yang bermakna.
g. Merokok merupakan penyebab utama kelainan ini.
3. Tanda dan Gejala
Menurut (Manurung, 2016, p. 432)
a. Gejala awal COPD termasuk batuk kronis dan produksi sekuntum; pasien dapat
mengalami gejala ini selama beberapa tahun sebelumberkembangnya dispnea.
b. Pemweiksaan fisik menunjukan hasil normal pada pasien yang berada tahap
lebih ringan. Bila keterbatasan aliran udara menjadi parah, pasien dapat
mengalami membrane mulkosa, “barrel chest” karena pengembangan paru-paru
berlebihan,nafas dangkal.
c. Pasien COPD yang memburuk dapat mengalami dispnea yang lebih parah,
volume sputum, atau peningkatan kandungan nanah pada sputum. Tanda umum
COPD yang memburuk termasuk dada sempit, peningkatan kebutuhan
bronkodilasi.
4. Patofisiologi
(Muttaqin, Arif, 2012, p. 156)
Etiologi yang paling umum adalah paparan terhadap asap rokok dilingkungan, tetapi
paparan kronik pula dapat menyebabkan COPD, Menghirup partikel asing
a. dan gas menstimulasi aktivasi neotrofi,makrofag,dan limfosit CD8+,yang
membebaskan sejumlah mediator kimia, termasuk tomur nekrosis faktor (TNF)
alfa interleukin-8(IL-8, dan leukotriene B4(LTB4).Sel inflamasi dan mediator ini
menyebabkan perubahan destruktif secara meluas pada saluran udara, pembuluh
pulmonary,dan parenkim paru- paru.
b. Proses patofisiologik lainnya termasuk stress oksidatif dan ketidak – seimbangan
antara sistem pertahanan agresif dan protektif di paru - paru (protease dan
antiprotease). Peningkatan oksidator dari asap rokok bereaksi dengan dan merusak
berbagai protein dan lipid, yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan.
Oksidator juga memudahkan inflamasi secara langsung dan memperparah
ketidakseimbangan protease-antiprotease dengan menginhibisi aktivitas
antiprotease.
c. Antiprotease protektif alfa1-antitripsin (AAT) menghambat sejumlah enzim
protease,termasuk elastase noutrofil. Dengan tidak adanya aktivitas AAT,elastase
menyerang elastin, yang merupakan komponen utama dari dinding alveolus.
Pengertian AAT secara genetik menyebabkan peningkatan risiko perkembangan
emfisiema premature.pada penyakit turunan genetik terdapat suatu defisieni AAT
absolut. pada emfisema yang diakibatkan oleh merokok, ketidakseimbangan ini
berhubungan dengan peningkatan aktivitas protease atau pengurangan aktivitas
antiproase. sel inflamasi yang teraktivitas membebaskan protease yang lain,
termasuk katepsin dan metalloproteinase (MMP). selain itu, strees oksidatif juga
mengurangi aktivitas antiprotease.
d. Suatu eksedut inflamasi sering ditemui pada saluran udara yang menyebabkan
suatu peningkatan jumlah dan ukuran sel goblet dan kelenjar mucus. sekresi
mucus meningkatkan, dan motilitas siliar mengalami kerusakan. terdapat
penebalan otot polos dan jaringan ikat pada saluran udara. inflamasi kronik
menyebabkan pembentukan parut dan fibrosis. penyempitan saluran udara yang
meluas terjadi dan lebih parah pada saluran udara peripheral yang berukuran kecil.
e. perubahan parenkimal mempengaruhi unit penukaran gas paru – paru (alveoli dan
kapiler pulmonar). penyakit yang terkait dengan merokok paling umum
menyebabkan emfisema sentrilobar yang terutama mempengaruhi bronkiol
respirasi. emfisiema pan-lobular dijumpai pada defisiensi AAT dan meluas sampai
duktus dan kantung alveolus.
f. perubahan vaskuler, termasuk penebalan pembulu pulmonary yang dapat
menyebabkan disfungsi endotel arteri pulmonar. selajutnya, perubahan struktural
meningkatkan tekanan pulmonary, terutama selama latihan fisik. pada COPD
parah, hipertensi pulmonar sekunder menyebabkan gagal jantung sebelah kanan
(cor pulmonale).
Pathway (Erlina, 2013, hal. 11)
h) Sistem endokrin
Yang mengkonsumsi obat-obatan anti inflamasi akan mengalami
pembesaran hati (PPNI, 2016, p. 1)
i) Sistem reproduksi
Pasien COPD biasanya mengalami masalah dalam yaitu impoten (PPNI,
2016, hal. 1)
j) Sistem imun
pasien COPD akan mengalami turgor kulit menurun dan kulit kering .
(Sudoyo, 2010, p. 3)
e. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada pasien dengan penyakit COPD
adalah sebagai Berikut: (Sudoyo, 2012, p. 2235)
1. Pemeriksaan rasiologis pada bronkitis kronik secara radiologis ada beberapa
hal yang dapat diperhatikanturbular shadow atau fram liner terlihat bayangan
garis-garis yang keluar dari hillus ke aspek paru.Corak paru yang bertambah.
2. Sputum kultur: untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasikan
patogen, dan memeriksa sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau
alergi.
3. Elektro cardio graph (ECG): gelombang P pada leads II,III,AVF panjang dan
tinggi (bronchitis dan emfisema),axsis QRS vertikel (emfisema)
4. Pemeriksaan ECG setelah olahraga dan stress: membantu dalam mengkaji
tingkat difungsi pernafasan, mengevaluasi keefektifan pbat bronkodilator,
dan merencanakan?evaluasi program.
f. Penatalaksanaan
(Sudoyo, 2010, p. 2226)
1. Pengobatan farmakologi
a) Bronkodilator
Tidak digunakan bronkodilator oral, tetapi dipakai secara inhalasi atau
parenteral. jika sebelumnya diberikan simpatomimetik, maka sebaiknya
sebaiknya diberikan aminopilin secara parenteral melalaui intra vena dengan
dosis 5-6 mg/KgBB dewasa/anak-anak.
b) Kortikosteroid
dengan diikuti pemberian 30-60 mg prednison atau dengan dosis 1-2
mg/KgBB/hari.
c) pemberian oksigen (terapi oksigen )
oksigen dialirkan melalui kanul hidung dengan kecepatan 2-4 liter/menit,
menggunakan air (humidifier) untuk memberi kelembapan.
d) antibiotik
antibiotik diberikan jika gejala sesak nafas dan batuk disertai peningkatan
volume purulen sputum.
2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas (PPNI, 2016, hal. 22)
Definisi : kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/ eliminasi karbondioksida
pada membran alveolus-kapiler
Penyebab :
1. Ketidakseimbagan ventilasi-perfusi
2. Perubahan membran alveolus-kapiler
Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
1. Dispnea
Objektif :
1. PCO2 meningkat/menurun
2. PO2 menurun
3. Takikardia
4. pH arteri meningkat/menurun
5. bunyi napas tambahan
Gejala dan tanda minor
Subjektif :
1. pusing
2. penglihatan kabur
Objektif :
1. Sianosis
2. Diaforesis
3. Gelisah
4. Napas cuping hidung
5. Pola napas abnormal (cepat/lambat, reguler/ireguler, dalam/dangkal)
6. Warna kulit abnormal (mis. pucat, kebiruan)
7. Kesadaran menurun
Kondisi klinis terkait :
1. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
2. Gagal jantung kongestif
3. Asma
4. Pneumonia
5. Tuberkulosis paru
6. Penyakit membran hialin
7. Asfiksia
8. Persistent pulmonary hypertension of newborn (PPHN)
9. Prematuritas
10. Infeksi saluran napas.
b. Pola napas tidak efektif (PPNI, 2016, hal. 26)
Definisi : inspirasi dan/ ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
Penyebab :
1. Depresi pusat pernapasan
2. Hambatan upaya napas (mis, nyeri saat bernapas, kelemahan otot
pernapasan)
3. Diformitas dinding dada
4. Deformitas tulag dada
5. Gangguan neuromuskular
6. Gangguan neurologis (mis. elektroensefalogram [EEG] positif, cedera
kepala, gangguan kejang)
7. Imaturitas neurologis
8. Penurunan energi
9. Obesitas
10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11. Sindrom hipoventilasi
12. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 keatas)
13. Cedera pada medula spinalis
14. Efek agen farmakologis
15. Kecemasan
Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
1. Dispnea
Objektif :
1. Penggunaan otot bantu pernapasan
2. Fase ekspirasi memanjang
3. Pola napas abnormal (mis. takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul,
cheyne-stokes)
Gejala dan tanda minor
Subjektif :
1. Ortopnea
Objektif :
1. Pernapasan pursed-lip
2. Pernapasan cuping hidung
3. Diameter toraks arterior-posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah
Kondisi klinis terkait
1. Depresi sistem saraf pusat
2. Cedera kepala
3. Trauma toraks
4. Gullian barre syndrome
5. Mutiple sclerosis
6. Myasthenia gravis
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Intoksikasi alkohol.
c. Intoleransi aktivitas (PPNI, 2016, hal. 128)
Definisi : ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
Penyebab
1. Ketidakseimbangan antar suplai dan kebutuhan oksigen
2. Tirah baring
3. Kelemahan
4. Imobilitas
5. Gaya hidup monoton
Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
1. Mengeluh lelah
Objektif :
1. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Gejala dan tanda minor
Subjektif :
1. Dispnea saat/setelah aktivitas
2. Merasa tidak nyaman setelah aktivitas
3. Merasa lemah
Objektif :
1. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
2. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas
3. Gambaran EKG menunjukkan iskemia
4. Sianosis
Kondisi klinis terkait
1. Anemia
2. Gagal jantung kongestif
3. Penyakit jantung koroner
4. Penyakit katup jantung
5. Aritmia
6. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
7. Gangguan metabolik
8. Gangguan muskuloskeletal.
d. Resiko defisit nutrisi (PPNI, 2016, hal. 81)
Definisi : beresiko mengalami asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme
Faktor risiko
1. Ketidakmampuan menelan makanan
2. Ketidakmampuan mencerna makanan
3. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
4. Peningkatan kebutuhan metabolisme
5. Faktor ekonomi (mis. finansial tidak mencukupi)
6. Faktor psikologis (mis. stress, keengganan untuk makan)
Kondisi klinis terkait
1. Stroke
2. Parkinson
3. Mobius syndrome
4. Cerebral palsy
5. Cleft lip
6. Cleft palate
7. Amyotropic lateral sclerosis
8. Kerusakan neuromuskular
9. Luka bakar
10. Kanker
11. Infeksi
12. AIDS
13. Penyakit Crohn’s
14. Enterokolitis
15. Febrosis kistik. (PPNI, 2016, hal. 81)
3. Intervensi
a. Pertukaran Gas, Gangguan (Wilkinson, 2016, hal. 185-188)
Tujuan
1. Gangguan pertukaran gas akan berkurang, yang dibuktikan oleh
tidak terganggunya respon alergi: sistemik, keseimbangan elekrtolit
dan asam-basa, respons ventilasi mekanis: orang dewasa, status
pernapasan: pertukaran gas, status pernapasan: ventilasi, perfusi
jaringan paru, dan tanda-tanda vital
2. Status pernapasan: pertukaran gas tidak akan terganggu yang
dibuktikan oleh indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5:
gangguan ekstrem, berat, sedang, ringgan, atau tidak ada
gangguan): status kognitif PaO2,PaCO2,pH arteri, dan saturasi O2
Tidal akhir CO2
3. Status pernapasan: Pertukaran gas tidak akan terganggu yang
dibuktikan (sebutkan 1-5:gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan,
atau tidak ada gangguan): dispnea saat istirahat, dispnea saat
aktivitas berat, gelisah, sinosis, dan samnolen
4. Status pernapasan: ventilasi tidak akan terganggu yang dibuktikan
oleh indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5: ekstrem,
berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan): frekuensi
pernapasan, irama pernapasan, kedalaman inspirasi, ekspulsi udara,
dispnea saat istirahat, bunyi napas auskultasi
Kriteria hasil
1. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
2. Memiliki ekspansi paru yang simetris
3. Menjelaskan recana perawatan dirumah
4. Tidak menggunakan pernapasan bibir mencucu
5. Tidak mengalami napas dangkal atau ortopnea
6. Tidak menggunakan otot aksesorik untuk bernapas
Intervensi (NIC)
Aktivitas keperawatan
Aktivitas keperawatan untuk diagnosis ini berfokus pada pertukaran gas
pada membran kapiler-alveolar. Akan tetapi, usaha untuk memfasilitasi
ventilasi dapat memperbaiki pengantaran oksigen. Intervensi lain berfokus
pada faktor yang berhubungan (mis, meredakan ansietas dan menangani
nyeri)
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Jelaskan penggunaan alat bantu yang diperlukan (oksigen, pengisap,
spirometer, dan IPPB)
2. Ajarkan kepada pasien teknik bernapas dan relaksasi
3. Jelaskan kepada pasien dan keluarga alasan pemberian oksigen dan
tindakan lainnya
4. Informasi kepada pasien dan keluarga bahwa merokok itu dilarang
5. Manajemen jalan napas (NIC)
Ajaran tentang batuk efektif
Ajaran kepada pasien bagaimana menggunakan inhaler yang
dianjurkan, sesuai dengan kebutuhan.
Aktivitas kolaboratif
1. Konsultasikan dengan dokter tentang pentingnya pemeriksaan gas
darah arteri (GDA) dan penggunaan alat bantu yang dianjurkan
sesuai dengan adanya perubahan kondisi pasien.
2. Laporan perubahan pada data pengkajian terkait (mis., sensorium
pasien, suara napas, pola napas, analisis gas darah arteri, sputum,
efek obat)
3. Berikan obat yang diresepkan (mis natrium bikarbonat) untuk
mempertahankan keseimbangan asam-basa
4. Persiapan pasien untuk ventilasi mekanis, bila perlu
5. Manajemen jalan napas (NIC)
Berikan udara yang dilembapkan atau oksigen, jika perlu
Berikan bronkodilator, jika perlu
Berikan terapi aeorosol, jika perlu
Berikan terapi nebulasi ultrasonik, jika perlu
6. Pengaturan hemodinamik (NIC): berikan obat anti- aritmia, jika
perlu
Aktivitas lain
1. Jelaskan kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan prosedur,
untuk menurunkan ansietas dan meningkatkan rasa kendali
2. Beri penenangan kepada pasien selama periode gangguan atau
kecemasan
3. Lakukan higiene oral secara teratur
4. Lakukan tindakan untuk menurunkan konsumsi oksigen (mis
., pengendalian demam dan nyeei, mengurangi ansietas)
5. Apabila oksigen diprogramkan bagi pasien yang memiliki masalah
pernapasan kronis, pantau aliran oksigen dan pernapasan secara
hati-hati karena adanya risiko pernapasan akibat oksigen
6. Buat rencana perawatan untuk pasien yang mengunakan ventilator,
yang meliputi:
Menyakinkan keadekuatan pemberian oksigen dengan
melaporkan ketidaknormalan gas darah ateri, menggunakan
ambu bag yang diletakan pada sumber oksigen di sisi tempat
tidur, dan lakukan hiperoksigenasi sebelum melakukan
pengisapan
Menyakinkan keefektifan pola pernapasan dengan mengkaji
sinlronisasi dan kemungkinan kebutuhan sedasi slang
endotrakea atau penggantian slang endotrakea ditempat tidur
Memanrau komplikasi (mis., pneumotoraks, aerasi,
unilateral)
Memastikan ketepatan penempatan slang ET
7. Manajemen jalan napas (NIC)
Atur posisi untuk memaksimalkan potensial ventilasi
Atur posisi untuk mengurangi dispnea
Pasang jalan napas melalui mulut atau nasofaring, sesuai
dengan kebutuhan
Bersihkan sekret dengan menganjurkan batuk atau melalui
penghisapan
Dukung untuk bernapas pelan, dalam; berbalik; dan batuk
Batuk dengan spirometer insentif, jika perlu lakukan
fisioterapi dada, jika perlu
8. Pengaturan hemodinamik (NIC):
Tinggikan bagian kepala tempat tidur, jika perlu atur posisi
pasien ke posisi trendelenburg, jika perlu
Budiman, M. R. (2013). Deteksi Penyakit Paru-Paru Obstruktif Kronis Menggunakan Metode Fuzzy .
Jakarta: Cv Trans Media.
Jeffrey. (2012). Kedaruratan Medik. Tanggerang Selatan : Binarupa Aksara.
Joyce M.Black. (2014). Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: Salemba Medika.
Judith M Willkinson. (2016). Diagnosa Keperawatan . Jakarta: EGC.
Manurung, N. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem Respiratory. Jakarta: CV Trans Info
Media.
Muttaqin, Arif. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
Smeltzer. (2011). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Somantri. (2012). Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pernapasan. Jakarta:
Salemba medika.
Sudoyo. (2010). Buku Ajaran Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Interna Publishing.