T PARU
OBSTRU
KSI
KRONIS
(PPOK)
Disusun Oleh:
1. Riskayanti
2. Silvia Claudia Talalab
3. Wiwi Kartiwi
HALAMA
N JUDUL
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD),
PPOK adalah penyakit dengan karakteristik keterbatasan saluran napas yang tidak
sepenuhnya reversible. Keterbatasan saluran napas tersebut biasanya progresif dan
berhubungan dengan respons inflamasi dikarenakan bahan yang merugikan atau
gas. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu penyakit pernafasan
umum yang mendunia dan dapat dicegah serta diobati dengan karakteristik berupa
adanya hambatan aliran udara dan gejala pernafasan yang persisten berhubungan
dengan ketidaknormalan aliran udara dan/atau alveolar yang disebabkan oleh
paparan gas atau partikel berbahaya (Gold, 2017, Kakarla et.al., 2016, Soeroto dan
Suryadinata, 2014). Hambatan aliran udara tersebut bersifat progresif dan
disebabkan oleh ketidaknormalan respon inflamasi paru dalam menghirup gas atau
partikel berbahaya, terutama disebabkan oleh asap rokok (Bezerra dan Fernandes,
2006, PDPI, 2003).
PPOK sekarang ini menjadi penyebab kematian keempat di dunia, tetapi
diproyeksikan akan meningkat menjadi penyebab kematian ketiga pada tahun
2020. PPOK merupakan penyebab utama masalah kronik yang mengakibatkan
kematian dan kesakitan di dunia (GOLD, 2017). The 2013 Global Burden Disease
Study menunjukkan bahwa PPOK menjadi urutan ke-8 yang menyebabkan
penderitanya hidup dalam kecacatan. Riset Kesehatan dasar (Riskesdas) 2013
menyatakan prevalensi PPOK di Indonesia sebesar 3,7%. Data Profil Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 menunjukkan jumlah kasus PPOK di Provinsi
Jawa Tengah mengalami penurunan dari tahun 2012 sebanyak 13%. Kasus PPOK
tertinggi di Provinsi Jawa Tengah terdapat di Kota Salatiga sebesar 1.744 kasus.
PPOK merupakan salah satu penyakit tidak menular utama, yang agak
jarang terekpose karena kurangnya informasi yang diberikan. Di Amerika Serikat
data tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi PPOK sebesar 10,1% (SE 4,8)
pada lakilaki sebesar 11,8% (SE 7,9) dan untuk perempuan 8,5% (SE 5,8)3 .
Sedangkan mortalitas menduduki peringkat keempat penyebab terbanyak yaitu
18,6 per 100.000 penduduk pada tahun 1991 dan angka kematian ini meningkat
32,9% dari tahun 1979 sampai 1991. Sedangkan prevalensi PPOK di negara-
negara Asia Tenggara diperkirakan 6,3% dengan prevalensi tertinggi terdapat di
Vietnam (6,7%) dan China (6,5%). PPOK akan berdampak negatif dengan kualitas
hidup penderita, termasuk pasien yang berumur >40 tahun akan menyebabkan
disabilitas penderitanya. Padahal mereka masih dalam kelompok usia produktif
namun tidak dapat bekerja maksimal karena sesak napas yang kronik. Co
morbiditas PPOK akan menghasilkan penyakit kardiovaskuler, kanker bronchial,
infeksi paru-paru, trombo embolik disorder, keberadaan asma, hipertensi,
osteoporosis, sakit sendi, depresi dan axiety.
Indonesia sebagai negara dengan jumlah perokok yang banyak dipastikan
memiliki prevalensi PPOK yang tinggi. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
yang merupakan suatu penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai
dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, progresif dan
berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
beracun atau berbahaya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Epidemiologi/Prevalensi Penyakit Paru Obstruksi Kronis?
2. Bagaimana Patofisiologi Penyakit Paru Obstruksi Kronis?
3. Bagaimana Tatalaksana Terapi Penyakit Paru Obstruksi Kronis?
C. TUJUAN
1. Mengetahui Epidemiologi/Prevalensi Penyakit Paru Obstruksi Kronis
2. Mengetahui Patofisiologi Penyakit Paru Obstruksi Kronis
3. Mengetahui Tatalaksana Terapi Penyakit Paru Obstruksi Kronis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK), merupakan suatu penyakit paru
yang dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak
sepenuhnya reversibel, progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang bearcun atau berbahaya. PPOK adalah penyakit
paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang
bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari
bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
Bronkitis kronik merupakan kelainan saluran napas yang ditandai oleh
batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua
tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.
Emfisema merupakan suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh
pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal,disertai kerusakan dinding
alveoli. PPOK eksaserbasi akut didefinisikan sebagai suatu kejadian akut yang
ditandai dengan memburuknya gejala respiratori pasien yang melebihi variasi
normal hari ke hari dan menyebabkan perlunya perubahan pengobatan.
PPOK eksaserbasi merupakan kejadian penting pada perjalanan penyakit
karena:
1. Memberi pengaruh negatif pada kualitas hidup pasien
2. Memberi efek pada fungsi paru yang membutuhkan waktu beberapa minggu
untuk perbaikan
3. Mempercepat tingkat penurunan fungsi paru Berhubungan dengan
meningkatnya kematian secara signifikan, terutama pada mereka yang
membutuhkan perawatan di rumah sakit.
4. Mengakibatkan tingginya biaya sosial ekonomi.
Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien
mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi yang sebelumnya stabil dan
dengan variasi gejala harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan
pengobatan yang biasa digunakan. Eksaserbasi ini biasanya disebabkan oleh
infeksi (bakteri atau virus), bronkospasme, polusi udara atau obat golongan
sedatif. Sekitar sepertiga penyebab eksaserbasi ini tidak diketahui. Pasien yang
mengalami eksaserbasi akut dapat ditandai dengan gejala yang khas seperti sesak
nafas yang semakin bertambah, batuk produktif dengan perubahan volume atau
purulensi sputum, atau dapat juga memberikan gejala yang tidak khas seperti
malaise, fatigue dan gangguan susah tidur. Klasifikasi PPOK adalah sebagai
berikut
B. KLASIFIKASI PPOK
Menurut GOLD, 2020
C. EPIDEMIOLOGI/PREVALENSI
COPD mempengaruhi sekitar 15 juta orang Amerika dan merupakan
penyebab kematian keempat di seluruh dunia. Pada tahun 2010, biaya perawatan
kesehatan AS yang terkait adalah sekitar $ 49,9 miliar dolar, termasuk $ 29,5
miliar dalam pengeluaran perawatan kesehatan langsung. Eksaserbasi PPOK
adalah penyumbang paling signifikan terhadap beban biaya penyakit terhitung
sekitar 50% hingga 75% dari semua biaya
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 1990 PPOK menempati
urutan keenam sebagai penyebab kematian di dunia, tahun 2002 PPOK menempati
urutan kelima sebagai penyebab kematian di dunia, dan WHO memprediksi tahun
2030 PPOK akan menempati urutan ketiga sebagai penyebab kematian di dunia.
Prevalensi dari PPOK meningkat, tahun 1994 kira-kira 16,2 juta laki-laki dan
perempuan menderita PPOK di Amerika dan lebih dari 52 juta individu di dunia.
Berdasarkan hasil survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen
Kesehatan Republik Indonesia (DEPKES) tahun 1986 asma, bronkitis kronik dan
emfisema menduduki peringkat kelima sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari
10 penyebab kesakitan utama. SKRT DEPKES 1992 menunjukkan angka
kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat
keenam dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Dari hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 menunjukkan bahwa prevalensi PPOK di
Indonesia sebanyak 3,7%.
D. ANATOMI NORMAL
E. PATOFISIOLOGI
e) Mukolitik
f) Antitusif
3. Penatalaksanaan Non Farmakologi
a) Edukasi
6. Study Kasus
Kakek 72 tahun, masuk ke IGD dengan kodisi sesak napas. Beliau batuk
produktif dengan sputum berwarna kecoklatan yang beliau anggap normal.
Pengobatan saat ini adalah salbutamol. Chest X-ray menunjukkan adanya hiperinflasi
paru dan didiagnosa PPOK exaserbasi akut.
a. S (Subjek)
Sesak napas,
b. O (Objektif)
Chest X-ray menunjukkan adanya hiperinflasi paru
c. A (Assesment)
d. P (Planning)
1) Non Farmakologi
Berhenti merokok
Deep breathing atau latihan pernapasan dalam
2) Farmakologi
Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi
segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas, maka
pertama kali yang diberikan adalah terapi oksigen. Tujuan terapi oksigen
adalah untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang
mengancam jiwa. Sebaiknya dipertahankan PaO2>60 mmHg atau Saturasi
O2>90%, evaluasi ketat hiperkapnoe. Pemberian terapi oksigen :
penyakit paru obstruktif kronik dengan PaO2< 7,3 kPa sewaktu
menghirup udara selama periode stabil secara klinis;
penyakit paru obstruktif kronik dengan PaO2 7,3-8 kPa dengan adanya
polisitemia sekunder, hipoksemia nokturnal, udem perifer, atau hipertensi
paru;
Pemberian Bronkodilator
Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2 Kombinasi kedua
golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya
mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat
kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
Penggunaanya : dengan combivent (salbutamol dan ipatropium)
Dosis : Combivent (R) aerosol inhalasi: 2 inhalasi 4 kali sehari.
Pasien dapat menghirup inhalasi tambahan yang diperlukan. Namun, jumlah
inhalasi tidak boleh melebihi 12 dalam 24 jam.
Combivent (R) Respimat (R) inhalasi semprot: 1 inhalasi 4 kali
sehari. Pasien dapat menghirup inhalasi tambahan yang diperlukan. Namun,
jumlah inhalasi tidak boleh melebihi 6 dalam 24 jam.
1. SALBUTAMOL+IPRATROPIUM BROMIDA
tunggal
hipersensitivitas.
2. AMOKSISILIN
perut
saluran kemih.
3. PREDNISOLON
rematik
berkurang).
Efek Samping : dikurangi dengan menggunakan dosis
seminggu.
sistem limfatik.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK
terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Eksaserbasi akut
pada PPOK adalah kejadian akut pada penyakit dengan karakteristik adanya
perubahan sesak napas, batuk, atau sputum yang diluar batas normal. Pengobatan
PPOK eksaserbasi dimulai dengan pemberian terapi oksigen, Beta 2 agonis dengan
atau tanpa short acting anticholinergics sebagai terapi bronkodilator pilihan pertama
untuk pasien PPOK eksaserbasi, kortikostiroid, antibiotic ketika terjadinya infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. (2020). Gold: Pocket Guide
To Copd Diagnosis, Management, and Prevention. Handout, 1, 1.
Kincade, K. (2008). Satellite sensors zero in on resource and disaster planning. In
Laser Focus World (Vol. 44, Issue 8).
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015,
Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education Companies,
Inggris.
Carvalho M.G., Zeind Caroline.S.,2018 Applied Therapautics the clinical use of
drugs, eleventh edition, Wolters Kluwer, Newyork
Williams B.R., Alldredge B.K, 2016 Hanbook of applied therapeutics ninth edition,
wolters Kluwer, Newyork
MMN Publishing, 2019 Basic Pharmacology & Drug Notes, Team Medical Mini
Nose, Makassar