Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Dosen Pengampu:
Dr. apt. Samuel Budi Harsono, S.Farm., M.Si.
Oleh :

Nama : Lanny Imelya


Nim : 242010521U

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengaturan tentang perlindungan konsumen di Indonesia dimulai sejak zaman
Hindia Belanda, kendatipun sebagaian besar peraturan-peraturan tersebut pada saat
ini sudah tidak berlaku lagi.Setelah kemerdekaan Republik Indonesia hingga tahun1999,
Undang-Undang Indonesia belum mengenal istilah perlindungan konsumen.Namun
peraturan perundang-undangan di Indonesia berusaha untuk memenuhi unsurunsur
perlindungan konsumen. Kendatipun demikian, beberapa peraturan perundangundangan
tersebut belum memiliki ketegasan dan kepastian hukum tentang hak-hakkonsumen.
Hadirnya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menjadi
tonggak sejarah perkembangan hukum perlindungan konsumen di Indonesia.Diakui,
bahwa Undang-Undang tersebut bukanlah yang pertama dan terakhir, karena
sebelumnnya telah ada beberapa rumusan hukum yang melindungi konsumen yang
tersebar dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Undang-Undang ini mengatur
tentang kebijakan perlindungan konsumen, baik menyangkut hukum materiil maupun
hukum formil mengenai penyelesaian sengketa konsumen.Salah satu sifat sekaligus
tujuan hukum itu sendiri untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat agar antara
pihak produsen dan konsumen dapat melakasanakan hak dan kewajiban. Dengan
demikian tiada lagi kesenjangan kedudukan diantara ke dua belah pihak.Perlindungan
konsumen merupakan konsekuensi, bagian, dan keharusan dari kemajuan teknologi dan
industri. Kemajuan teknologi dan industri tersebut ternyata telah memperkuat perbedaan
antara pola hidup masyarakat tradisional dan modern.
Perlindungan konsumen ini mutlak dilakukan oleh Negara sesuai dengan resolusi
majelis umum PBB. Di Indonesia, pengaturan hak-hak konsumen melalui UndangUndang
merupakan bagian dari implementasi sebagai suatu Negara kesejahteraan,karena Undang-
Undang Dasar 1945 di samping sebagai konstitusi politik juga dapat disebut konstitusi
ekonomi, yaitu konstitusi yang mengandung ide Negara kesejahteraan yang tumbuh dan
berkembang karena pengaruh sosialisme sejak abad sembilan belas. Melalui Undang-
Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menetapkan 9 hak
konsumen
A. Rumusan Masalah
1. Apa saja Hak dan kewajiban Konsumen?
2. Bagaimana penyelesaian Kasus jika terjadi Komplain?
3. Bagaimana sanksi terhadap Pelaku Usaha
1.2 Dasar Hukum Perlindungan Konsumen.
Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap
hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme. Hukum Perlindungan Konsumen
merupakan cabang dari Hukum Ekonomi. Alasannya, permasalahan yang diatur dalam
hukum konsumen berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan barang / jasa. Pada tanggal 30
Maret 1999, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati Rancangan Undang-
Undang (RUU) tentang perlindungan konsumen untuk disahkan oleh pemerintah setelah
selama 20 tahun diperjuangkan. RUU ini sendiri baru disahkan oleh pemerintah pada tanggal
20 april 1999.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan
perlindungan adalah:
 Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1),
Pasal 27 , dan Pasal 33.
 Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik
Indonesia No. 3821
 Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
 Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian
Sengketa
 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan
Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
 Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang
Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag
Prop/Kab/Kota
 Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795
/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
Dengan diundang-undangkannya masalah perlindungan konsumen, dimungkinkan
dilakukannya pembuktian terbalik jika terjadi sengketa antara konsumen dan pelaku usaha.
Konsumen yang merasa haknya dilanggar bisa mengadukan dan memproses perkaranya
secara hukum di badan penyelesaian sengketa konsumen (BPSK).
Dasar hukum tersebut bisa menjadi landasan hukum yang sah dalam soal pengaturan
perlindungan konsumen. Di samping UU Perlindungan Konsumen, masih terdapat sejumlah
perangkat hukum lain yang juga bisa dijadikan sebagai sumber atau dasar hukum sebagai
berikut :
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli
2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli
2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan PerlindunganKonsumen.
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli
2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001
tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pemerintah Kota
Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota
Semarang, Kota Yogyakarta Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota Makassar.
 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor
302/MPP/KEP/10/2001 tentang Pendaftaran Lembaga Perlindungan Konsumen
Swadaya Masyarakat.
 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor
605/MPP/KEP/8/2002 tentang Pengangkatan Anggota Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Pada Pemerintah Kota Makassar, Kota Palembang, Kota Surabaya, Kota
Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, dan Kota Medan.

1.3 Perlindungan Konsumen.


Berdasarkan UU no.8 Pasal 1 Butir 1 Tahun 1999, tentang perlindungan konsumen 
disebutkan bahwa “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Kepastian hukum untuk
melindungi hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui undang-undang khusus, memberikan
harapan agar pelaku usaha tidak lagi sewenang-wenang yang selalu merugikan hak
konsumen.Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum lainnya,
konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang, dan mereka pun bisa menggugat atau
menuntut jika ternyata hak-haknya telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha.
Perlindungan konsumen yang dijamin oleh undang-undang ini adalah adanya kepastian
hukum terhadap segala perolehan kebutuhan konsumen, yang bermula dari ”benih hidup
dalam rahim ibu sampai dengan tempat pemakaman dan segala kebutuhan diantara
keduanya”. Kepastian hukum itu meliputi segala upaya berdasarkab atas hukum untuk
memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya atas barang dan/atau
jasa kebutuhannya serta mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh
perilaku pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen.
Di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi
barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi.Di samping itu, globalisasi dan perdagangan
bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah
memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah
suatu negara, sehingga barang dan/atau jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar
negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai
manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasayang
diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis
dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsum Di sisi
lain, kondisi dan fenomena tersebut di atas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha
dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah.
Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya
oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar
yang merugikan konsumen.
Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan
haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen.
Oleh karena itu, Undang-undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan
hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat
untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan
konsumen.
Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha
yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat kentungan yang
semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. Prinsip ini sangat potensial
merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Atas dasar kondisi sebagaimana dipaparkan diatas, perlu upaya pemberdayaan konsumen
melalui pembentukan undang-undang yang dapat melindungi kepentingan konsumen secara
integrative dan komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif di masyarakat.
Piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para
pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan konsumen dapat mendorong iklim
berusaha yang sehat yang mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi
persaingan melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas.
Di samping itu, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini dalam pelaksanaannya
tetap memberikan perhatian khusus kepada pelaku usaha kecil dan menengah. Hal ini
dilakukan melalui upaya pembinaan dan penerapan sanksi atas pelanggarannya.
Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini dirumuskan dengan mengacu pada
filosofi pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum
yang memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka membangun
manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik
Indonesia yaitu dasar negara Pancasila dan konstitusi negara Undang-Undang Dasar 1945.
Disamping itu, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen pada dasarnya bukan
merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen, sebab
sampai pada terbentuknya Undang-undang tentang Perlindungan Konsume ini telah ada
beberapa undang-undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen, seperti:
 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang, menjadi Undang-
undang;
 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene;
 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah;
 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal;
 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan;
 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;
 Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan;
 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri
 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;
 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing The World
Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia);
 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas;
 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil;
 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan;
 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Hak
Cipta sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987;
 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten;
 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang
Nomor 19 Tahun 1989 tentang Merek;
 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
 Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran;
 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan;
 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Perlindungan konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak atas kekayaan intelektual
(HAKI) tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena sudah
diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta, Undang-undang
Nomor 13 Tahun 1997 tentang Paten, dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang
Merek, yang melarang menghasilkan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang
melanggar ketentuan tentang HAKI.
Demikian juga perlindungan konsumen di bidang lingkungan hidup tidak diatur dalam
Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena telah diatur dalam Undang-
undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengenai kewajiban
setiap orang untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan
menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
Di kemudian hari masih terbuka kemungkinan terbentuknya undang- undang baru yang pada
dasarnya memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen. Dengan demikian,
Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini merupakan paying yang
mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen.
1.4 Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen.
Upaya perlindungan konsumen di tanah air didasarkan pada sejumlah asas dan tujuan yang
telah diyakini bias memberikan arahan dalam implementasinya di tingkatan praktis. Dengan
adanya asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan konsumen memiliki dasar pijakan
yang benar-benar kuat.
Asas perlindungan konsumen .
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas perlindungan konsumen.
 Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi
kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.
 Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan
memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
 Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen,
pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual. d. Asas keamanan dan
keselamatan konsumen.
 Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi
atau digunakan.
 Asas kepastian hukum
Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan
memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara
menjamin kepastian hukum.
Tujuan perlindungan konsumen.
Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan
perlindungan konsumen adalah sebagai berikut.
 Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi
diri.
 mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari
ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
 Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan menuntut hak- haknya
sebagai konsumen.
 Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian
hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
 Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
 Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi
barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

1.5 Hak dan Kewajiban Konsumen.


Hak-Hak Konsumen
Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan
tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang
kritis dan mandiri. Tujuannya, jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil terhadap
dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak lebih
jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya tinggal diam saja
ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha.
Berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4, hak-hak konsumen sebagai berikut :
 Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa.
 Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan .
 Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang/jasa.
 Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.
 Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
 Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
 Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskrimainatif.
 Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika barang/jasa
yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
 Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Disamping hak-hak dalam pasal 4 juga terdapat hak-hak konsumen yang dirumuskan dalam
pasal 7, yang mengatur tentang kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak merupakan
antinomi dalam hukum, sehingga kewajiban pelaku usaha merupakan hak konsumen. selain
hak-hak yang disebutkan tersebut ada juga hak untuk dilindungi dari akibat negatif
persaingan curang. Hal ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa kegiatan bisnis yang
dilakukan oleh pengusaha sering dilakukan secara tidak jujur yang dalam hukum dikenal
dengan terminologi ” persaingan curang”.
Di Indonesia persaingan curang ini diatur dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, juga dalam pasal 382 bis KUHP. Dengan
demikian jelaslah bahwa konsumen dilindungi oleh hukum, hal ini terbukti telah diaturnya
hak-hak konsumenyang merupakan kewajiban pelaku usaha dalam UU No. 8 tahun 1999
tentang perlindungan konsumen, termasuk didalamnya juga diatur tentang segala sesuatu
yang berkaitan apabila hak konsumen, misalnya siapa yang melindungi konsumen (bab VII),
bagaimana konsumen memperjuangkan hak-haknya (bab IX, X, dan XI).
Kewajiban Konsumen
Kewajiban Konsumen Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen,
Kewajiban Konsumen adalah :
 Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
 Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
 Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
 Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

1.6 Prinsip-Prinsip perlindungan konsumen.


 prinsip bertanggung jawab berdasarkan kelalaian
Tanggung jawab berdasrkan kelalaian adalah suatu prinsip tanggung jawab yang bersifat
subjektif, yaitu suatu tanggung jawabysng ditentuksn oleh perilaku produsen. Sifat
subjektifitas muncul pada kategori bahwa seseorang yang bersikap hati-hati mencegah
timbulnya kerugian pada konsumen. Berdasarkan teori tersebut, kelalaian produsen yang
berakibat pada munculnya kerugian konsumen merupakan faktor penentu adanya hak
konsumen untuk mengajukan tuntutan kerugian kepada produsen. Di samping faktor
kesalahan dan kelalaian produsen, tuntutan ganti kerugian berdasarkan kelalaian produsen
diajukan dengan bukti-bukti, yaitu :
 Pihak tergugat merupakan produsen yang benar-benar mempunyai kewajiban untuk
melakukan tindakan yang dapat menghindari terjadinya kerugian konsumen.
 Produsen tidak melaksanakan kewajiban untuk menjamin kualitas produknya sesuai
dengan standar yang aman untuk di konsumsi atau digunakan.
 Konsumen penderita kerugian.
Kelalaian produsen merupakan faktor yang mengakibatkan adanya kerugian pada konsumen
(hubungan sebab akibat antara kelalaian dan kerugian konsumen)
Dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian juga mengalami perkembangan dengan
tingkat responsibilitas yang berbeda terhadap kepentingan konsumen, yaitu:

1. Tanggung Jawab atas Kelalaian dengan Persyaratan Hubungan Kontrak


Teori murni prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah suatu tanggung jawab yang
didasarkan pada adanya unsur kesalahan dan hubungan kontrak. Teori ini sangat merugikan
konsumen karena gugatan baru dapat diajukan jika telah memenuhi dua syarat, yaitu adanya
unsur kesalahan atu kelalaian dan hubungan kontrak antara produsen dan konsumen. Teori
tanggung jawab produk brdasrkan kelalaian tidak memberikan perlindungan yang maksimal
kepada konsumen, karena konsumen dihadapkan pada dua kesulitan dalam mengajukan
gugatan kepada  produsen, yaitu, pertama, tuntutan adanya hubungan kontrak antara
konsumen sebagai penggugat dengan produsen sebagai tergugat. Kedua, argumentasi
produsen bahwa kerugian konsumen diakibatkan oleh kerusakan barang yang tidak diketahui.
1.  Kelalaian Dengan Beberapa Pengecualian Terhadap Persyaratan Hubungan Kontrak
Perkembangan tahap kedua teori tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah prinsip
tanggung jawab yang tetap berdasarkan kelalaian namun untuk beberapa kasus terdapat
pengecualian terhadap persyaratan hubungan kontrak. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, bahwa persyaratan hubungan kontrak merupakan salah satu hambatan konsumen
untuk mengajukan ganti kerugian kepada produsen. Prinsip ini tidak memeihak kepada
kepentingan konsumen, karena pada kenyataanya konsumen yang sering mengalami kerugian
atas pemakaian suatu produk adalah konsumen yang tidak memiliki kepentingan hukum
dengan produsen.

2. Kelalaian Tanpa Persyaratan Hubungan Kontrak


Setelah prisip tanggung jawab atas dasar kelalaian dengan beberapa pengecualian terhadap
hubungan kontrak sebagai tahap kedua dalam perkembangan substansi hukum tanggung
jawab produk, maka tahap berikutnya adalah tahap ketiga yaitu sistem tanggung jawab yang
tetep berdasarkan kelalaian, tetapi sudah tidak mensyaratkan adanya hubungan kontrak.
3. Prinsip Paduga Lalai dan Prinsip Bertanggung Jawab dengan Pembuktian Terbaik
Tahap pekembangan trakhir dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah
dalam bentuk modifikasi terhadap prisip tanggung jawab berdasarkan kesalahan. Modifikasi
ini bermakna, adanya keringanan-keringanan bagi konsumen dalam penerapan tanggung
jawab berdasarkan kelalaian, namun prinsip tanggung jawab ini masih berdasarkan
kesalahan. Modifikasi ini merupakan masa transisi menuju pembentukan tanggung jawab
mutlak.
 Prinsip Tanggung jawab Berdasarkan Wanprestasi
Selain mengajukan gugatan terhadap kelalaian produsen, ajaran hukum juga memperkenalkan
konsumen untuk mengajukan gugatan atas wanprestasi. Tanggung jawab produsen yang
dikenal dengan wanprestasi adalah tanggung jawab berdasarkan kontrak. Ketika suatu produk
rusak dan mengakibatkan kerugian, konsumen biasanya melihat isi kontrak atau perjanjian
atau jaminan yang merupakan bagian dari kontrak, baik tertulis maupun lisan. Keuntungab
bagi konsumen dalam gugatan berdasarkan teori ini adalah penerapan kewajiban yang
sifatnya mutlak, yaitu suatu kewajiban yang tidak didasarkan pada upaya yang telah
dilakukan penjual untuk memenuhi janjinya. Itu berati apabila produsen telah berupaya
memenuhi janjinya tetapi konsumen tetap menderita kerugian, maka produsen tetap dibebani
tanggung jawab untuk mengganti kerugian. Akan tetapi, dalam prinsip tanggung jawab
berdasarkan wanprestasi terdapat beberapa kelemahan yang dapat mengurangi bentuk
perlindungan hukum terdapat kepentingan konsumen, yaitu :
 Pembatasan waktu gugatan.
 Persyaratan pemberitahuan.
 Kemungkinan adanya bantahan.
 Persyaratan hubungan kontrak, baik hubungaan kontrak secara horizontal maupun
vertikal.
 Prinsip Tanggung Jawab Mutlak
Asas tanggung jawab ini dikenal dengan nama product liability. Menurut prinsip ini,
produsen wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen atas penggunaan
produk yang beredar dipasaran. Tanggung jawab mutlak strict liability, yakni unsur
kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar ganti kerugian,
ketentuan ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang melanggar hukum pada
umumnya. Penggugat (konsumen) hanya perlu membuktikan adanya hubungan klausalitas
antara perbuatan produsen dan kerugian yang dideritanya. Dengan diterapkannya prinsip
tanggung jawab ini, maka setiap konsumen yang merasa dirugikan akibat produk barang yang
cacat atau tidak aman dapat menuntut konpensasi tanpa harus mempermasalahkan ada atau
tidanya unsur kesalahan di pihak produsen.
Alasan-alasan mengapa prinsip tanggung jawab mutlak diterapkan dalam hukum tentang
product liability adalah :
 Diantara korban / konsumen di satu pihak ada produsen di lain pihak, beban kerugian
seharusnya ditanggung oleh pihak yang memproduksi.
 Dengan menempatkan / mengedarkan barang-barang dipasaran, berarti produsen
menjamin bahwa barang-barang tersebut aman dan pantas untuk digunakan, bilamana
terbukti tidak demikian dia harus bertanggung jawab.
1.7 . Sanksi
A. Sanksi
Sanksi yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999, yang tertulis dalam
Pasal 60 sampai dengan Pasal 63 dapat berupa sanksi administratif dan sanksi pidana.
1. Sanksi Administratif
a. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen berwenang menjatuhkan
sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19
ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, pasal 25, dan Pasal 26.
b. Sankso administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
2. Sanksi Pidana
a. Pelaku usaha yang menlanggar ketentuan sebagaimana dimaksud di
dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17
ayat (1) dan Pasal 18 di pidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00
(dua miliar rupiah)
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimkasud dalam Pasal 11, pasal 12,
Pasal 13 yat (1), pasal 14, Pasal 16 dan Pasal 17 ayat (1) di pidana penjara paling lama 2
tahun atau pidana dena paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman
tambahan, berupa:
1. Perampasan barang tertentu
2. Pengumuman keputusan hakim
3. Pembayaran ganti rugi
4. Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbilnya
kerugian konsumen
5. Kewajiban penarikan barang dari peredaran
6. Pencabutan izin usaha.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rumusan hak konsumen terdapat dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dibagi
menjadi 3 prinsip dasar yaitu hak yang dimaksud untuk mencegah konsumen dari kerugian,
baik kerugian personal maupun kerugian harta kekayaan, hak untuk memperoleh barang dan
jasa dengan harga yang
wajar dan hak memperoleh penyelesaian sengketa yang patut terhadap permasalahan yang
dihadapi. Dan kewajiban dari konsumen adalah membaca, mengikuti pentunjuk informasi
dan prosedur pemakaian demi keamanan dan keselamatan, beriktikad baik dan membayar
sesuai dengan yang disepakati.Sedangkan rumusan hak produsen yaitu hak menerima
pembayaran yang sesuai dengan kesepakan, mendapat perlindungan hukum dari konsumen
yang tidak beriktikad baik, hak membersihkan nama baik bila terbukti secara hukum kerugian
konsumen bukan akibat barang yang diperdagangkan dan kewajiban dari pelaku usaha adalah
beriktikad baik, memberikan informasi
dengan benar, melayani konsumen dengan benar, menjamin mutu kualitas, dan memberikan
kompensasi penggantian apabila tidak sesuai dengan perjanjian Prinsip hubungan hukum
yang terdapat dalam perlindungan konsumen pada makanan kemasan industri rumah tangga
adalah
1. Pelaku usaha dan konsumen adalah dua belah pihak yang sangat seimbang. Dalam
perkembangan konsumen sering tidak mendapat akses informasi yang sama terhadap apa
yang didapat. Ketidakmampuan tersebut disebabkan lemahnya pengetahuan konsumen dan
banyak para pelaku usaha yang tidak terbuka terhadap makanan yang ditawarkan.
2. Pelaku usaha memiliki kewajiban untuk berhati-hati dalam memasyarakatkan produk,
selama makanan tersebut mengandung unsur yang baik maka, pelaku usaha tidak bisa
disalahkan, seseorang harus membuktikan, karena pelaku usaha menggunakan prisnip kehati-
hatian.
3. Pelaku usaha harus dapat melindungi konsumen.Hubungan hukum antara produsen dan
konsumen pada makanan kemasan industri rumah tangga merupakan prinsip yang berlaku
dalam bidang
Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Dengan menggunakan prinsip bahwa produsen
dan konsumen merupakan dua belah pihak yang sangat seimbang, pelaku usaha harus
berhati-hati dalam memasarkan produk, dan pelaku usaha wajib melindungi konsumen.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh makan peneliti dapat saran
sebagai berikut:
1. Kepada konsumen
Agar pada konsumen mengetahui dari bahan apa suatu makanan kemasan tersebut dibuat,
bagaimana proses pembuatannya serta strategi pasar apa yang dijalankan untuk
mendistribusikannya, maka kaidah hukumlah yang dibutuhkan untuk melindungi posisi dari
konsumen tersebut. Perlindungan tersebut sesungguhnya berfungsi untuk menyeimbangkan
kedudukan dari konsumen dan pelaku usaha, karena antara pelaku usaha dan konsumen itu
saling berhubungan dan saling membutuhkan, maka dari itu seharusnya tidaklah saling
merugikan satu sama lain.
2. Kepada Produsen dan Pelaku usaha
Bagi produsen ataupun pelaku usaha, haruslah menyadari pentingnya kesadaran bahwa
kelangsungan hidup usahanya bersandar kepada konsumen selaku pembeli ataupun pemakai
dari barang atau produk yang diperdagangkan. Maka dari itu, mereka mempunyai kewajiban
untuk menghasilkan barang dan/atau jasa sebaik- baiknya dan seaman mungkin sehingga
dapat memberikan kepuasan kepada konsumen. Pemberian informasi yang benar atas barang
ataupun produk mengenai masa konsumsi dari mutu suatu produk pangan sangatlah penting,
artinya hal ini akan sangat berhubungan dengan masalah kesehatan, keamanan, maupun
keselamatan konsumen. Dengan adanya perlindungan yang demikian, maka konsumen tidak
akan diberikan barang dengan kualitas yang lebih rendah daripada harga yang dibayarnya,
atau tidak sesuai dengan informasi yang diperolehnya
3. Kepada Pemerintah
Pemerintah haruslah memberikan perlindungan kepada masyarakat. Bentuk perlindungan
konsumen yang diberikan adalah dengan mengeluarkan Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, atau penerbitan
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim Barkatullah, 2010. Hak-hak Konsumen, Nusa Media, Bandung.

Adrian Sutedi, 2008. Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan

Konsumen, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2011. Hukum Perlindungan Konsumen, Raja

Grafindo Indonesia, Jakarta.

Celina Tri SiwiKristiyanti, 2008. Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika,

Jakarta.

Fandy Tjiptono, 2000. Manajemen Jasa, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta.

Gunawan Widjaja dan Ahmad, 2000, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen,

Jakarta.

Happy Susanto, 2008. Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Visimedia, Jakarta.

Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, 2000. Hukum Perlindungan Konsmen,

Mandar Maju, Bandung.

Inosentius Samsul, 2004. Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan

Tanggung Jawab Mutlak, Universitas Indonesia, Fakultas Hukum

Pascasarjana.

Janus Sidabalok, 2010. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra

Aditya Bakti, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai