Anda di halaman 1dari 4

Contoh Kasus 1:

Berdasarkan situs resmi Satgas Penanganan Covid–19 per 10 April 2022 jumlah yang
terkonfirmasi positif mencapai 6,032,707 orang, di mana 155,626 orang meninggal dunia dan
pasien sembuh sebanyak 5,804,402 orang dengan Indonesia berada di urutan ke–19 di dunia.
Pemerintah saat ini sedang berupaya dalam memanfaatkan teknologi untuk melakukan tracing
secara masif serta bersinergi dalam pemanfaatan Teknologi Informasi (TI) dengan berbagai
pihak agar menghasilkan solusi yang terintegrasi dengan satu data yang bisa
dipertanggungjawabkan. Pada pembukaan UUD 1945 tercantum jelas cita-cita bangsa Indonesia
yang sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia. Kesehatan adalah hak asai manusia,
sebagaimana tercantum didalam UUD 1945 pasal 28H ayat 1 yang berbunyi setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Pertanyaan 1: Menurut anda, berdasarkan kasus di atas apakah dalam bidang kesehatan pasien
dapat disebut sebagai konsumen? Jelaskan berlandaskan hukum!

Contoh Kasus 2:

Terdapat suatu perselisihan atau permasalahan antara pelaku usaha dengan konsumen yang
dimana tindakan dari pelaku usaha yang menimbulkan kerugian kepada konsumen dan/atau
mengganggu pembangunan perekonomian secara umum dalam tingkat kompleksitas tertentu
dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana. Perbuatan pidana atau juga disebut tindak pidana
(delik) adalah perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum, larangan itu disertai ancaman (sanksi)
yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut (Moeljanto, 1987).

Pertanyaan 2: Berdasarkan cerita kasus ditas, berikan penjelasan perlindungan konsumen dari
aspek hukum pidana dan apakah hukum perlindungan konsumen yang ada dalam hukum perdata
adalah bagian dari aspek hukum publik? Jelaskan berdasarkan hukum!

Contoh Kasus 3:

Terjadi transaksi jual-beli elektronik antara konsumen dan pelaku usaha, dimana dalam struk
pembelian terdapat kalimat yang menyatakan barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau
dikembalikan. Hal ini dapat membuat konsumen merasa tidak adil dan dirugikan.
Pertanyaan 3: Perlu diketahui bahwa hubungan hukum merupakan hubungan yang terhadapnya
melekat hak dan kewajiban, yaitu melekat hak pada satu pihak dan melekat kewajiban pada
pihak lain. jadi, hubungan hukum melibatkan sekurang-kurangnya 2 pihak, apabila salah satu
pihak tidak memperdulikan atau melanggar hak atau kewajiban tersebut maka hukum dapat
memaksakan agar hak dan kewajiban tadi dapat terpenuhi. Terkait kasus diatas apakah
pencantuman klausul baku dalam jual-beli dibolehkan? Berikan analisa hukum anda berdasarkan
UUPK!

Jawaban

1. Sebagai pemakai jasa layanan kesehatan, pasien juga disebut sebagai konsumen sehingga
dalam hal ini berlaku juga ketentuan UUPK. Definisi konsumen terdapat dalam Pasal 1
angka 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU
Perlindungan Konsumen”) yaitu,setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
dalammasyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Perlindungan hukum pasien sebagai
konsumen disini berkaitan dengan adanya jasa yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
Konsumen di dalam bidang kesehatan disebut juga sebagai pasien, yang mempunyai hak-hak
tertentu khususnya dalam hal mendapatkan pelayanan kesehatan serta pemeliharaan
kesehatan dari rumah sakit. Pasien merupakan konsumen jasa yang diberikan oleh Rumah Sakit.
Jasa yang diberikan rumah sakit terhadap pasien sebagai konsumen adalah sebagaimana yang
disebutkan dalam Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit sebagai Pelayanan rawat inap; Pelayanan rawat jalan dan Pelayanan
gawat darurat.
bahwa rumah sakit menyediakan jasa kepada pasien sebagai konsumen, sebagai perwujudan
dari penyelenggaraan tujuan rumah sakit. Jasa yang diberikan oleh rumah sakit sebagaimana
yang telah diatur dalam Pasal 1 Ayat 1 Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, semestinya harus sesuai dengan United Nations Guidelines for
Consumers Protection 1999 termasuk dalam hal perlindungan konsumen.

2. Ya. hukum perlindungan konsumen yang ada dalam hukum perdata adalah bagian dari
aspek hukum public dikarenakan hukum publik merupakan aspek hukum yang dapat
dimanfaatkan oleh Negara, pemerintah instansi yang mempunyai peran dan kemenangan untuk
dapat dimanfaatkan oleh pihak untuk kepentingan-kepentingan subyektif bagi konsumen.
Menurut pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen hak-
hak konsumen yang harus dilindungi dan dihormati yaitu hak keamanan dan keselamatan, hak
atas informasi, hak untuk memilih, hak untuk didengar, dan hak atas lingkungan hidup agar tidak
menimbulkan kerugian kepada konsumen dan/atau mengganggu pembangunan
perekonomian secara umum dalam tingkat kompleksitas tertentu dapat dikategorikan
sebagai perbuatan pidana (Kristiyanti, 2011).
Hukum pidana sendiri termasuk dalam kategori hukum publik. Dalam kategori ini termasuk pula
hukum administrasi negara, hukum acara, dan hukum internasional. Di antara semua aspek
hukum publik itu, yang paling banyak menyangkut perlindungan konsumen adalah hukum
pidana. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak disebut-sebut kata ”konsumen”.
Kendati demikian, secara implisit dapat ditarik beberapa pasal yang memberikan perlindungan
hukum bagi konsumen

3. Hubungan pembeli dan pelaku usaha harus dijamin hak, kewajiban serta tanggung jawab kedua
pihak agar sama-sama diuntungkan. Hal ini tercantum pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang selanjutnya disebut UUPK Transaksi yang terjadi
diantara pengusaha dan pembeli di pusat perbelanjaan diperoleh suatu kesepakatan yang dapat
merugikan konsumen, yakni perjanjian klausula baku. Hal ini dalam UUPK Pasal 1 Angka 10
merupakan perjanjian yang ditetapkan oleh satu pihak yaitu pelaku usaha yang mengikat dan
wajib diikuti oleh konsumen (Nasution, 2007). .
Sebenarnya perjanjian klausula baku sangat memudahkan para pihak dalam bertransaksi.
Perjanjian ini prinsipnya bukanlah dilarang, tetapi apabila memberatkan atau merugikan salah
satu pihak yang diatur oleh UUPK maka perjanjian itu dilarang. Dan selama 8 (delapan) hal yang
diatur UUPK yakni salah satunya bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
barang yang dibeli konsumen tidak dicantumkan dalam perjanjian, maka masih dibolehkan.
Klausula Baku menyebabkan pihak konsumen tidak dapat menentukan keinganannya dengan
bebas. Dalam pusat perbelanjaan ditampilkan klausula dengan kalimat “Barang yang sudah
dibeli tidak dapat ditukar kembali”. Atau “Barang yang tidak diambil 2(dua) minggu, kami
batalkan atau menjadi milik pihak manajemen”. Dan “barang pecah berarti membeli”
(Pengabean, 2012)
Daftar Pustaka

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999

Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

http://whqlibdoc.who.int/publications/2008/9789241580410_eng.pdf , International Health Regulation


(2005) WHO.

Az Nasution, 2007, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta

H.P. Pangabean, 2012, Praktik Standard Contract (Perjanjian Baku) Dalam Perjanjian Kredit Perbankan,
PT. Alumni, Bandung

Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, Hal.89

Anda mungkin juga menyukai