Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

HUKUM BISNIS

“PERLINDUNGAN KONSUMEN”

Disusun Oleh :

Adi Irawan - 30421200006


Farelin Avianti - 0117101104
ABSTRAK

Pada pasal 30 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen


secara tegas mengatur tentang kewenangan pengawasan terhadap pelaku usaha
yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, dan Lembaga Perlindungan
Konsumen Swadaya Masyarakat (LPMSM), namun fakta di lapangan konsumen
masih mendapatkan garansi produk dari pelaku usaha yang tidak sesuai dengan
UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hal ini menunjukkan
bahwa telah terjadi ketidakseimbangan antara peraturan dan fakta di lapangan.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana perlindungan
konsumen terhadap garansi produk dalam hukum bisnis dan apa akibat atas
garansi yang tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan
pengumpulan data sekunder, untuk membuktikan akibat atas garansi yang tidak
sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa banyak kerugian yang dialami
oleh konsumen terkait garansi, seperti penipuan terhadap garansi toko, penipuan
terhadap bank garansi, dan lain-lain. Oleh karena itu, pemerintah memberikan
jaminan perlindungan terhadap konsumen terhadap garansi produk melalui
peraturan-peraturan pemerintah, salah satunya adalah UUPK. Dalam
pelaksanaannya, perlindungan konsumen ini belum dilaksanakan secara
maksimal, hal ini terbukti karena masih banyak penyimpangan dan kerugian
yang dirasakan oleh pemerintah. Sedangkan dalam UUPK adapun sanksi/akibat
yang diterima oleh pelaku usaha apabila melakukan pelanggaran terkait barang
maka akan dikenakan pidana.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Di era globalisasi ini memiliki pengaruh positif dan negatif diberbagai bidang
salah satunya di bidang ekonomi. Pengaruh positif globalisasi dalam bidang
ekonomi adalah adanya peluang produk dalam negeri ke pasar internasional,
sedangkan pengaruh negatif globalisasi dalam bidang ekonomi adalah
terbukanya peluang masuknya produk luar negeri ke dalam pasar nasional. Tak
hanya itu saja, namun persaingan yang semakin keras membuat tuntutan pada
kualitas produk dan tingkat efisien semakin tinggi (Mansyur & Rahman, 2015).
Kondisi seperti inilah yang menjadi efek pendukung terhadap pertumbuhan
ekonomi di dunia. Dan dengan hal tersebut, Indonesia juga merasakan efek
tersebut sehingga dapat menguntungkan pihak konsumen (Arfian Setiantoro;
Fayreizha Destika Putri; Anisah Novitarani; dan Rinitami Njatrijani, 2018).
Dengan pemahaman bahwa semua masyarakat adalah konsumen, maka
melindungi konsumen berarti juga dapat diartikan melindungi seluruh
masyarakat. Untuk menjamin penyelenggaraan perlindungan konsumen, maka
Pemerintah menetapkan UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Selain itu, konsumen juga menjadi objek aktivitas bisnis pelaku usaha untuk
mendapatkan keuntungan yang besar (Ndun, 2018). Sebab menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konsumen memiliki arti pemakai barang hasil
produksi. Sedangkan pengertian dari konsumen menurut Pasal 1 Ayat (2) UU
No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah setiap orang pemakai
barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan (Indonesia, 2004).
Perlindungan konsumen merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan
bisnis yang sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan
perlindungan hukum antara konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah. Jika tidak
ada perlindungan yang seimbang akan menyebabkan konsumen berada pada
posisi yang lemah (Ahmad Miru, 2011). Terkait pentingnya perlindungan
konsumen maka, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan
Konsumen. Pada pasal 30 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen secara tegas mengatur tentang kewenangan pengawasan terhadap
pelaku usaha yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, dan Lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPMSM).
Saat konsumen membeli sebuah produk baik barang maupun jasa, tentu
konsumen tersebut berharap mendapatkan yang terbaik, tidak ada fungsi yang
kurang atau suatu hal yang tidak menyenangkan jika berupa jasa. Jaminan
bahwa produk tersebut sesuai atau tidak cacat disebut garansi. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) garansi berarti jaminan atau tanggungan.
Sedangkan pengertian garansi secara umum adalah jaminan oleh perusahaan,
bahwa pelanggan akan mendapatkan produk yang baik, sesuai dengan
spesifikasi, berfungsi sebagaimana seharusnya, dalam periode yang sudah
ditentukan, yang mencakup semua atau bagian tertentu dari produk tersebut.
Tujuan adanya garansi, yaitu untuk menciptakan dan meningkatkan kepuasan
dari pelanggan.
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
1. Pengertian Perlindungan Konsumen

Pengertian perlindungan konsumen di kemukakan oleh berbagai sarjana hukum


salah satunya Az. Nasution mendefinisikan perlindungan konsumen adalah
bagian dari hukum yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat
mengatur hubungan dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan
konsumen.
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Setiap orang pada suatu waktu, dalam posisi tunggal/sendiri maupun
berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi
konsumen untuk suatu produk barang dan/atau jasa tertentu. Keadaan universal
ini pada beberapa sisi menunjukkan adanya kelemahan pada konsumen,
sehingga konsumen tidak mempunyai kedudukan yang aman. Oleh karena itu,
secara mendasar konsumen juga membutuhkan perlindungan hukum yang
bersifat universal. Perlindungan terhadap konsumen sangatlah penting,
mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan tekonologi yang merupakan
motor penggerak bagi produktifitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau
jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha. Dalam rangka
mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, baik langsung atau tidak langsung
maka konsumenlah yang pada umumnya merasakan dampaknya.
Pengaturan perlindungan konsumen dilakukan dengan:Menciptakan sistem
perlindungan konsumen yang mengandung unsur keterbukaan akses dan
informasi, serta menjamin kepastian hukum;
BAB III
KASUS
Perlindungan konsumen terhadap iklan rokok

(PT. Djarum kudus Tbk. dan PT. HM. Sampoerna Tbk.)

Periklanan adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu


barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang
dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan. Informasi tidak jarang
digunakan oleh masyarakat tertentu atau negara tertentu untuk membuat opini
publik. Opini yang dibangun dapat berupa opini yang menjurus kepada hal-hal
yang positif dan ada pula yang menjurus pada hal-hal yang negatif. Masalah
informasi ini jelas dibutuhkan oleh semua konsumen, karena hak konsumen
antara lain adalah mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang yang akan dibeli.
Hal tersebut merupakan indikasi baik buruknya kemauan pelaku usaha untuk
bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan dan diperdagangkannya. Era
globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi,
telah memperlancar ruang gerak anus transaksi barang dan/atau jasa. Kondisi
dan fenomena ini dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen
menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah.
Konsumen menjadi obyek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang
sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta
penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.
Dari sekian banyak iklan produk di media massa elektronika yaitu televisi maka
iklan rokok yang paling sering ditayangkan, khususnya produsen rokok papan
atas. Pada dewasa ini, sering terlihat berbagai macam iklan rokok pada media
televisi, pelaku usaha periklanan semakin gencar dalam membuat iklan dengan
tujuan untuk menarik konsumen agar membeli produk yang diildankan. Namun
dari banyaknya iklan-iklan tersebut masih terdapat iklan-iklan yang
menyesatkan dan mengelabui konsumen, seperti halnya kasus pelanggaran iklan
rokok yang digugat secara legal standing oleh Tim Advokasi Gerakan Nasional
Penanggulangan Masalah Merokok terhadap PT. Djarum Kudus Tbk dan PT.
HM. Sampoerna Tbk. Apabila konsumen tidak jeli dan kritis terhadap iklan, hal
ini akan berakibat lemahnya posisi konsumen.
Menyadari pada masalah tersebut maka pemerintah telah mengeluarkan
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Di mana
dengan adanya piranti hukum yang melindungi konsumen itu tidak
dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha melainkan
perlindungan konsumen justru dapat mendorong iklim berusaha yang sehat dan
juga bertujuan melindungi konsumen secara integratif dan komprehensif agar
dapat diterapkan secara efektif di masyarakat. Melalui Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, diharapkan dapat memberikan perlindungan kepada
konsumen apabila mengalami kerugian, misalnya melalui proses beracara legal
standing yang merupakan langkah tegas untuk menghadapi tindakan perildanan
yang menyimpang dan melanggar aturan.
BAB IV

PEMBAHASAN
BAB V

KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai