Anda di halaman 1dari 7

Nama : Andre Handika Nuriman

NIM : 3300190158
Kelas : I (karyawan)
Mata Kuliah : Hukum Perlindungan Konsumen
Dosen : Hj. Nina Herlina, S.H., M.H

Jawaban Nomor 1

Jawaban A
Pengertian Konsumen dalam UU Perlindungan Konsumen adalah Konsumen Akhir.
Hal ini dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 1 angka 2 UU 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, yaitu bahwa di dalam kepustakaan ekonomi dikenal istilah
konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau
pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen
yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk
lainnya. Pengertian Konsumen dalam Undang-undang ini adalah konsumen akhir.
Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Perlindugan Konsumen
diatur dengan UU 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. UU 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen perumusannya mengacu pada filosofi
pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan.
hukum yang memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka
membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah
kenegaraan Republik Indonesia yaitu dasar negara Pancasila dan konstitusi negara
Undang-Undang Dasar 1945.

Jawaban B
Barang adalah suatu jenis benda yang berwujud dan memiliki nilai sehingga untuk
mendapatkan kepuasan dari barang tersebut maka harus "digunakan"
Jasa adalah suatu jenis barang ekonomi yang tidak berwujud dan untuk
mendapatkankepuasan maka harus "dinikmati"
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, dimana pembinaan perlindungan
konsumen diselenggarakan oleh Pemerintah dalam upaya untuk menjamin
diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban
masingmasing, misalnya dengan peningkatan kualitas penyidik, peningkatan kualitas
peneliti atau penguji barang dan/atau jasa, pengembangan pengujian teknologi
barang dan/atau jasa dan standar mutu.

Jawaban C

Asas Perlindungan Konsumen


Perlindungan konsumen menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Dalam
Perlindungan konsumen berlaku asas:

1. Asas manfaat; yaitu bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan


perlindungan konsumen harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2. Asas keadilan; dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan
secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku
usaha untuk memperoleh haknya dan kewajibannya secara adil.
3. Asas keseimbangan; dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan
spiritual.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen; dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan jasa yang dikonsumsi atau
digunakan.
5. Asas kepastian hukum; dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Jawaban Nomor 2
Jawaban A
Dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1
menyatakan bahwa pelindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Salah satu
hak yang dijamin oleh undang undang adalah hak konsumen untuk mendapatkan
informasi yang benar mengenai produk barang/jasa pelaku usaha. Apabila pelaku
usaha tidak melaksanakan kewajiban dan melanggar larangan tersebut, maka
konsumen yang merasa dirugikan dapat meminta pertanggungjawaban. Pasal 20
UndangUndang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menetapkan
bahwa pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan
segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.

Jawaban B
Pembuktian yang di atur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen yaitu
sistem pembuktian terbalik dalam pemeriksaan terhadap sengketa konsumen yang
diajukan ke Pengadilan ada ketidaksesuaian teori dan praktik terdapat beberapa
kendala pada pembuktian terbalik.
Pada tahap Pembuktian dalam ranah perdata di Bidang Konsumen berlaku sistem
pembuktian terbalik non litigasi dan litigasi, beban pembuktian sama hanya
dibebankan kepada tergugat saja dalam hal ini adalah pelaku usaha. Hambatan-
hambatan yang terjadi dalam praktek pembuktian terbalik pada sengketa konsumen,
diantaranya sulitnya membagi beban pembuktian yang adil sesuai asas hukum acara
perdata, dalam praktik pelaku usaha membayar ganti rugi sebelum dilakukan
pembuktian terbalik, prosedur pembuktian terbalik terjadi penyimpangan dari
hukum acara perdata.

Jawaban Nomor 3

Jawaban A
Secara umum sejarah dunia gerakan perlindungan konsumen dapat di bagi dalam
empat tahapan sejarah, yakni sebagai berikut:

1) Tahapan I (1981-1914)

Pada sejarah kurun waktu ini merupakan awal munculnya kesadaran masyarakat
dunia melakukan gerakan perlindungan konsumen. Pemicunya, diakibatkan novel
karya Upton Sinclair berjudul The Jungle, yang menggambarkan cara kerja pabrik
pengolahan daging di Amerika Serikat yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan
konsumen.

2) Tahapan II (1920-1940)

Pada kurun waktu sejarah ini muncul pula buku yang berjudul Your Money’s Worth
karya Chase dan Schlink. Karya ini mampu mengunggah konsumen atas hak-hak
perlindungan mereka dalam jual beli. Pada kurun waktu ini muncul slogan
konsumen: fair deal, best buy.

3) Tahapan III (1950-1960)

Pada dekade sejarah 1950-an muncul keinginan untuk mempersatukan gerakan-


gerakan perlindungan dalam lingkup internasional. Dengan diprakarsai oleh wakil-
wakil perlindungan gerakan konsumen dari Amerika Serikat, Inggris, Belanda,
Australia dan Belgia, pada 1 April 1960 berdirilah International Organization of
Consumer Union (IOCU) yang berpusat di Den Haag Belanda dan dalam
perkembangannya pada tahun 1993 berubah menjadi Consumers International (CI)
yang berpusat di London Inggris.

4) Tahapan IV (pasca 1965)

Pasca 1965 sebagai masa pemantapan gerakan perlindungan konsumen, baik di


tingkat perlindungan regional maupun perlindungan internasional. Sampai saat ini
dibentuk lima kantor regional, yakni di Amerika Latin dan Karibia berpusat di Cile,
Asia Pasifik berpusat di Malaysia, Afrika berpusat di Zimbabwe, Eropa Timur dan
Tengah serta negara-negara maju yang berpusat di London, Inggris.
Amerika Serikat tercatat sebagai negara yang banyak memberikan sumbangan dalam
masalah perlindungan konsumen. Perhatian terhadap perlindungan konsumen di
Amerika Serikat (1960-an-1970-an) mengalami perkembangan yang signifikan dan
menjadi objek perlindungan kajian bidang ekonomi, sosial, politik dan hukum,
dengan munculnya buku-buku yang membahas perlindungan konsumen,
diundangkannya banyak peraturan serta diikuti dengan putusan hakim yang
memperkuat perlindungan kedudukan konsumen.

Jawaban B
Sejarah gerakan perlindungan konsumen di Indonesia berdirinya lembaga swadaya
masyarakat Indonesia (nongovernmental organization) Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI) pada bulan Mei . Setelah YLKI, sejarah juga mencatat berdirinya
Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) di Semarang yang berdiri
sejak Februari 1988. Kedua lembaga tersebut merupakan anggota dari Consumers
International (CI). Selain kedua lembaga tersebut, saat ini juga telah banyak berdiri
lembaga-lembaga perlindungan konsumen di Indonesia antara lain, Yayasan
Lembaga Bina Konsumen Indonesia (YLBKI) di Bandung, Lembaga Konsumen
Yogyakarta (LKY), Lembaga Konsumen Surabaya, dll.
Berdirinya lembaga-lembaga konsumen mempunyai peranan yang penting dalam
pergerakan perlindungan konsumen di Indonesia, yang secara aktif memberikan
kontribusi terhadap perlindungan konsumen di Indonesia. Keberadaan lembaga-
lembaga konsumen ini memiliki peranan penting baik dari segi advokasi maupun dari
peningkatan kesadaran masyarakat mengenai perlindungan konsumen.
Perkembangan ke arah perlindungan konsumen di Indonesia selain munculnya
lembaga-lembaga konsumen di Indonesia, juga ditandai dengan banyak
diselenggarakan studi baik yang bersifat akademis, maupun untuk tujuan
mempersiapkan dasar-dasar penerbitan suatu peraturan perundang-undangan
tentang perlindungan konsumen.

Jawaban Nomor 4

Jawaban A
Era globalisasi mengubah tatanan perekonomian dan komunikasi masyarakat. Arus
barang/jasa serta informasi semakin bebas, bahkan yang sesat pun sulit dibendung.
Kebebasan arus barang/jasa dan informasi bisa menguntungkan konsumen karena
menambah banyaknya pilihan dan info di pasar. Namun, di sisi lain bisa memberi
dampak negatif apabila konsumen tidak bisa mengendalikan diri. Makin maraknya
penyebaran hoaks (berita bohong) menambah kebingungan konsumen.
Perkembangan teknologi informasi yang mentransformasi sistem perdagangan
secara daring (online) atau dikenal e-dagang merupakan produk kebebasan yang
juga mewarnai pasar saat ini. Namun, UU yang mengaturnya belum siap. Sistem
perdagangan global telanjur menyatu dengan kebebasan informasi, bisa jadi
merugikan produsen ataupun konsumen.

Jawaban B
Perlindungan terhadap konsumen merupakan suatu hal yang sangat penting bagi
masyarakat Indonesia ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut dengan UU Perlindungan
Konsumen). Pasal 1 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa
Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. ”Kepastian hukum itu
meliputi segala upaya untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau
menentukkan pilihannya terhadap suatu barang dan jasa kebutuhanya serta
mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh pelaku usaha
penyedia kebutuhan konsumen tersebut”.
Apabila kerugian disebabkan oleh pelaku usaha, konsumen dapat meminta
pertanggung jawaban kepada pelaku usaha tersebut, yang dicantumkan dalam Pasal
19 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen “bahwa pelaku usaha bertanggung jawab
memberikan ganti rugi atas kerusakkan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen
akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”,
atas penjelasan tersebut sudah cukup bagi konsumen untuk menuntut haknya, tanpa
takut lagi untuk mencari keadilan. Seperti yang diketahui UU Perlindungan
Konsumen juga mengatur masalah penyelesaian sengketa konsumen yang dijelaskan
dalam Pasal 45 ayat (1) disebutkan “bahwa setiap konsumen yang dirugikan dapat
menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa
antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di
lingkungan peradilan umum”, selanjutnya dalam Pasal 45 ayat (2) juga menjelaskan
“bahwa penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan dan
diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa”. UU
Perlindungan Konsumen mengatur mengenai keberadaan lembaga penyelesaian
sengketa konsumen diluar pengadilan yang disebut dengan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK). Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah
badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha
dan konsumen diluar pengadilan.

Jawaban c
Prinsip-Prinsip mengenai kedudukan konsumen dalam hubungan hukum dengan
pelaku usaha ; (i) let the buyer beware atau caveat emptor pelaku usaha dan
konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang, sehingga tidak perlu ada proteksi
apapun bagi si konsumen. Barang/jasa yang dikonsumsi oleh konsumen tidak
mendapat akses informal yang sama, pelaku usaha tidak terbuka mengenai
barang/jasa yang dijualnya, sehingga jika terjadi kerugian, maka pelaku usaha dapat
berdalih, akibat kelalaian konsumen. Dalam suatu hubungan jual beli keperdataan,
yang wajib berhati-hati adalah pembeli, adalah kesalahan (pembeli) jika sampai
membeli dan mengkonsumsi barang-barang yang tidak layak

Jawaban Nomor 5

Pada dasarnya, konsumen mempunyai hak-hak yang diatur dalam Pasal 4 huruf b


UU Perlindungan Konsumen, yaitu sebagai berikut:
a.    hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
b.    hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c.     hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa;
d.    hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f.     hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g.    hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
h.    hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
i.      hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
 
Dalam hal ini, dapat kita lihat bahwa jika Tas yang Ibu Sri beli tidak sesuai dengan
yang diperjanjikan pada awalnya, dan hal tersebut mengakibatkan tas tersebut
diterima namun tidak sesui dengan spesifikasi awal sebagaimana mestinya, maka
telah terjadi pelanggaran hak konsumen.
 
Atas hak konsumen ini, maka pelaku usaha juga berkewajiban untuk memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian (Pasal 7 huruf g UU
Perlindungan Konsumen).
 
Sayangnya, atas pelanggaran Pasal 4 maupun Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen ini,
tidak secara tegas diberikan sanksi dalam UU Perlindungan Konsumen.
Akan tetapi jika Anda sebagai konsumen mengalami kerugian karena Tas Tersebut
tidak sesuai bahkan rusak, berdasarkan Pasal 19 UU Perlindungan Konsumen,
pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau
jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
 
Lebih lanjut dikatakan bahwa ganti rugi tersebut dapat berupa pengembalian uang
atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemberian ganti rugi dilaksanakan
dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
 
Hal ini dapat menjadi ranah pidana jika Tas tersebut dapat digolongkan sebagai
barang yang rusak atau cacat. Ini karena berdasarkan Pasal 8 ayat (2) UU
Perlindungan Konsumen, pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang
rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap
dan benar atas barang dimaksud.
 
Jika pelaku usaha melanggar pasal tersebut, pelaku usaha dapat dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp
2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) (Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan
Konsumen).
 
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, diatur lebih jelas mengenai hal ini.
Dalam Pasal 1482 KUHPerdata, dikatakan bahwa kewajiban menyerahkan suatu
barang meliputi segala sesuatu yang menjadi perlengkapannya dan dimaksudkan
bagi pemakaiannya yang tetap, beserta surat bukti milik jika ada.
Jadi pada dasarnya, adalah hak Anda untuk meminta kepada penjual memberikan
Tas yang sesuai dengan spesifikasi awal dari penjual tersebut,Dan penjual juga
bertanggungjawab untuk memenuhi permintaan Anda.
Jika langkah tersebut tidak berhasil, Anda dapat melakukan gugatan perdata melalui
lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha
atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum (Pasal 45 ayat (1)
UU Perlindungan Konsumen). Selain melalui pengadilan, sengketa antara Anda dan
penjual juga bisa diselesaikan di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para
pihak yang bersengketa (Pasal 45 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen).

Anda mungkin juga menyukai