PENDAHULUAN
1
Informasi yang benar dan lengkap terkait produk yang diperdagangkan oleh
pelaku usaha merupakan hak konsumen. Di Indonesia, perlindungan konsumen
keberadaannya dilindungi oleh undang-undang, sebagaimana diatur dalam Pasal 4
huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
(selanjutnya disebut Undang-Undang Perlindungan Konsumen), yaitu “hak atas
informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau
jasa”.
Hak atas informasi wajib dipenuhi oleh pelaku usaha, khususnya terkait produk
yang ditawarkan ke konsumen. Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga
mengatur tentang hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 8 huruf b Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, yang berbunyi “kewajiban pelaku usaha adalah
memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan
pemeliharaan”.
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui alasan perlunya perlindungan konsumen.
2. Untuk mengetahui 5 hak utama konsumen.
2
3. Untuk mengetahui lembaga pemerintah perlindungan konsumen.
4. Untuk mengetahui jenis produk apa yang paling mungkin untuk diatur.
5. Untuk mengetahui cara yang terbaik untuk menentukan perlindungan data
online privacy konsumen.
6. Untuk mengetahui evaluasi social responsible corporations bisa proaktif
merespon kebutuhan konsumen.
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
Istilah “konsumen” berasal dari bahasa Belanda “konsument” bahasa Inggris
“consumer” yang berarti pemakai. Konsumen adalah pengguna akhir (end user) dari
suatu produk, yaitu setiap pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, mauoun makhluk
hidup lain dan tidak diperdagangkan.
4
optimisme. Hukum Perlindungan Konsumen merupakan cabang dari Hukum
Ekonomi. Alasannya, permasalahan yang diatur dalam hukum konsumen berkaitan
erat dengan pemenuhan kebutuhan barang / jasa. Pada tanggal 30 Maret 1999, Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU)
tentang perlindungan konsumen untuk disahkan oleh pemerintah setelah selama 20
tahun diperjuangkan. RUU ini sendiri baru disahkan oleh pemerintah pada tanggal 20
april 1999.
1. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21
ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
2. Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan
lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
3. Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
4. Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif
Penyelesian Sengketa
5. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan
dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
6. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001
Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh
dinas Indag Prop/Kab/Kota
7. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795
/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
5
mengadukan dan memproses perkaranya secara hukum di badan penyelesaian
sengketa konsumen (BPSK).
Dasar hukum tersebut bisa menjadi landasan hukum yang sah dalam soal
pengaturan perlindungan konsumen. Di samping UU Perlindungan Konsumen, masih
terdapat sejumlah perangkat hukum lain yang juga bisa dijadikan sebagai sumber atau
dasar hukum sebagai berikut :
6
2.2. Pembelaan kepentingan konsumen
7
Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum lainnya,
konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang, dan mereka pun bisa menggugat
atau menuntut jika ternyata hak-haknya telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku
usaha.
8
Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran
konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya
pendidikan konsumen. Oleh karena itu, Undang-undang Perlindungan Konsumen
dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan
konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.
Atas dasar kondisi sebagaimana dipaparkan diatas, menurut (Weber, 2014) ada
beberapa alasan munculnya pergerakan konsumen :
9
3. Ketika bisnis mencoba untuk menjual produk atau layanan melalui iklan,
klaim dapat meningkat atau mereka dapat menarik emosi.
Barang atau jasa yang ditawarkan pertama kali di pasar akan menimbulkan
banyak keluhan dari konsumen. Ada yang mengomentari produk tersebut di
media social, membuat review dalam blogger secara sendiri dan ada yang
langsung melakukan complain ke customer services yang mana komplen-
komplen tersebut membuat konsumen menjadi emosi dan produsen harus
menahan emosinya hanya untuk memuaskan konsumen.
4. Teknologi telah memungkinkan perusahaan untuk belajar lebih banyak dari
sebelumnya tentang konsumen mereka dan berpotensi melanggar privasi
konsumen.
Saat ini untuk mendapatkan informasi, orang-orang dengan mudah dapat
browsing di internet mengenai perbandingan produk. Dengan bisa
membandingkan produk tersebut, perusahaan dapat mengetahui dengan baik
sebagai bahan referensi, keninginan dan kebiasaan konsumen.
5. Beberapa bisnis suka mengabaikan factor keselamatan
Untuk mengejar harga bersaing dengan produk lain, produsen suka
mengabaikan factor keselamatan bagai konsumennya. Dengan memangkas
beberapa biaya produksi, produsen lebih memilih meminimalkan biaya
keselamatan. Konsumen sangat tertarik dengan harga murah kadangkala
ingin mendapatkan produk yang sangat baik dengan tingkat keselamatan
yang bisa melindungi konsumen pada saat terjadi kecelakaan.
10
yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan/atau jasa
yang berkualitas.
11
3. Hak untuk memilih
4. Hak untuk didengar
5. Hak perlindungan privacy
12
BAB III
PEMBAHASAN
KASUS
13
Namun tidak demikian halnya yang dialami konsumen di Indonesia. Kasus
yang dialami Prita Mulyasari adalah salah satu contoh, ketika Prita sebagai konsumen
mengadu, boro-boro mendapat ucapan terima kasih, tetapi justru dikriminalisasi,
dituduh melakukan kejahatan karena telah mencemarkan nama baik RS Omni
Internatioal. Dan sempat mendekam di jeruji besi.
Majelis kasasi MA dalam kasus Prita gagal memahami tentang arti pentingnya
pengaduan, tidak saja bagi Prita selaku konsumen, tetapi juga bagi RS Omni
International selaku pelaku usaha dan juga bagi Pemeritah (Kemetrian Kesehatan )
selaku regulator di bidang layanan kesehatan.
Bagi rumah sakit selaku penyedia jasa, pengaduan juga sangat dibutuhkan
dalam mendapatkan feedback dari konsumen, untuk selanjutnya dapat menjadi bahan
14
pertimbangan dalam upaya untuk selalu meng-improve kualitas layanan kepada
konsumen.
Salah satu ciri negara yang iklim perlindungan konsumen bagus adalah
adanya tradisi komplain ( complaint habit) yang tinggi. Dibandingkan sejumlah
negara kebiasaan mengadu di kalangan konsumen Indonesia masih rendah.
Putusan Pengadilan ( termasuk MA) yang baik selalu dapat diuji dari tiga
aspek : kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Putusan MA dalam kasus Prita
tidak memenuhi tiga aspek di atas. Kepastian hukum seperti apa yang akan
ditunjukkan MA ? karena dengan putusan MA dalam kasus Prita justru menimbulkan
ketidakpastian hukum. Konsumen yang oleh UU Perlindungan Konsumen dan UU
Rumah Sakit dijamin dan dilindungi ketika mengadu, justru diganjar pidana oleh
MA.
15
Keadilan bagi siapa yang ingin dituju MA ? Putusan MA dalam kasus Prita adalah
potret kegagalan MA dalam mewujudkan pengadilan sebagai rumah keadilan bagi
konsumen, tetapi justru sebaliknya pengadilan menjadi sumber ketidakadilan baru
bagi konsumen. (Sudaryatmo, Ketua Pengurus Harian YLKI). Dimuat di Koran
Tempo, 18 Juli 2011).
16