BY
SUHARTINI
MODEL
OECD (Organization For Economic
UN (United Nations) Cooperation and Dvelopment)
Model yang
dikembangkan untuk Model yang
memperjuangkan dikembangkan oleh
kepentingan negara- negara-negara Eropa
negara berkembang, Barat, prinsip yang
sehingga prinsip digunakan adalah
sumber penghasilan azas pengenaan pajak
tergambar dalam domisili
model ini
MODEL INDONESIA
Adalah Model P3B yang merupakan
pengembangan dari kedua model
tersebut, yaitu UN dan OECD
Pasal 1 (Person covered)
tentang orang yang tercakup dalam persetujuan
Pasal 3 ayat 1 :
1. Istilah person meliputi orang
pribadi, perseroan dan setiap badan
lainnya dari person.;
2. Istilah company berarti setiap
badan usaha atau setiap kesatuan
yang terlibat dalam persetujuan
sebagai sebuah badan usaha untuk
tujuan perpajakan.
3. Istilah perusahaan dari suatu
negara pihak pada persetujuan dan
perusahaan dari suatu pihak pada
persetujan lainnya berarti suatu
perusahaan yang dijalankan oleh
penduduk suatu negara yang
terlibat dalam persetujuan dan
suatu perusahaan yang dijalankan
oleh penduduk suatu negara lainnya
yang terlibat dalam persetujuan.
4. Istilah lalu lintas internasional berarti
setiap pengangkutan oleh kapal laut
atau pesawat udara yang dioperasikan
oleh perusahaan yang menempatkan
efektif manajemennya di suatu negara
pihak pada persetujuan (domisili),
kecuali jika kapal laut atau pesawat
udara itu semata-mata dioperasikan
antara tempat-tempat yang berada di
negara pihak pada persetujuan lainnya.
5. Istilah pejabat yang berwenang berarti:
a)Di negara A : ..
b)Di negara B : ..
6. Istilah warga negara berarti:
a)Setiap individu yang memiliki
kewarganegaraan dari salah satu negara yang
terlibat pada persetujuan.
b)Setiap badan hukum, persekutuan atau
asosiasi yang memperoleh statusnya karena
undang-undang yang berlaku pada negara
yang terlibat dalam persetujuan.
Perbedaan :
UN,OECD, dan Model Indonesia pada
umumnya tidak ada perbedaan
Pada pasal 3 ayat 1, model Indonesia
menambahkan istilah Indonesia, yaitu suatu
wilayah teritorial dari Republik Indonesia
sebagaimana ditentukan dalam hukumnya,
dan bagian dari landasan kontimental dan
laut yang berbatasan dengan Republik
Indonesia yang mempunyai kadaulatan, hak
kedaulatan atau juridiksi menurut hukum
internasional.
Pada pasal 3 ayat 1huruf e, istilah lalu lintas
internasional menurut model Indonesia
adalah jasa angkutan oleh kapal atau
pesawat udara yang dioperasikan oleh
sebuah perusahaan yang di negara yang
terikat persetujuan, kecuali jika kapal laut
atau pesawat udara itu semata-mata
dioperasikan antara tempat-tempat yang
berada di nrgara pihak pada persetujuan
lainnya.
Sedangkan OECD Model, menambahkan
istilah perusahaan dan istilah usaha. Istilah
perusahaan yang melakukan kegiatan
Pasal 3 ayat 2
Dalam penerapan persetujuan ini oleh suatu negara yang
terlibat dalam persetujuan, setiap istilah yang tidak
dirumuskan, kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus
diartikan lain, akan diartikan menurut perundang-undangan
pajak dari negara yang terlibat dalam persetujuan yang
berlaku pada saat itu. Dan bila istilah yang sama diberikan
oleh undang-undang lain di negara tersebut maka yang
berlaku adalah arti yang ada di dalam undang-undang
perpajakan.
Bilamana terdapat istilah yang tidak dirumuskan dalam
perjanjian ini, sehingga dapat diartikan lain, maka harus
diartikan menurut Undang-undang perpajakan di negara
sumber penghasilan, bila istilahnya sama namun
mengandung arti yang berbeda antara Undang-undang
perpajakan dengan undang-undang lainnya, maka yang
dipakai arti sesuai undang-undang perpajakan. (Penjelasan)
Pasal 4 (Tentang resident)
tentang penduduk
Pasal 4 ayat 1 :
Untuk kepentingan persetujan ini istilah penduduk dari negara
yang mengadakan persetujuan berarti setiap orang atau badan
yang, menurut perundang-undangan negara tersebut, dapat
dikenai pajak di negara itu berdasarkan domisilinya, tempat
kediamannya, tempat kedudukan manajemennya atau dasar
lainnya yang sifatnya serupa.
Bahwa penghasilan dikenakan berdasarkan azas domisili, hal ini
mengingat adanya negara yang memberikan sumber
penghasilan juga mengenakan pajak dan negara domisili juga
mengenakan pajak oleh karena itu terdapat kalimat dapat,
karena kedua negara yang terlibat dalam perjanjian
mengenakan pajak. (Penjelasan)
Untuk menghindari pemajakan ganda, maka negara sumber
memotong pajak dan diperhitungkan kembali penghasilan dan
pajak yang dibayar di negara domisili
Perbedaan :
Model UN, menambah kalimat place
of incorporation, yaitu tempat
perusahaannya. Sedangkan untuk
pasal 4 dan ayat lainnya antara
model UN dan OECD tidak ada
perubahan.
Model Indonesia mengganti islilah
convention dengan agreement
Model Indonesia tidak menggunakan
pasal 4 ayat 2 huruf d.
Pasal 5 (Permanent Estabilishment)
tentang Badan Usaha Tetap
1. Dalam pasal 5 ayat 1, Model Indonesia
menggunakan istilah agreement sedangkan
UN dan OECD Model menggunkan istilah
convention
2. Dalam pasal 5 ayat 2, Model Indonesia
menambahkan bahwa BUT termasuk gudang
atau gerai penjualan dan sebuah pertanian
atau perkebunan, serta tempat pengeboran
minyak atau kapal kerja yang digunakan
untuk ekplorasi dan eksploitasi sumber
kekayaan alam.
3. Dalam pasal 5 ayat 3 Tax Treaty, OECD hanya
menjelaskan bahwa sebuah Bangunan ,
konstruksi, atau proyek instalasi dianggap BUT
kalau kegiatannya berlangsung selama lebih
dari 12 bulan, sedangkan UN Model 6 bulan, dan
Indonesia Model menambahkan atau aktivitas
berlanjut selama periode lebih dari .. bulan.
4. Pasal 5 ayat 4 model Indonesia menambah
pengecualian BUT adalah pengurusan suatu
tempat tertentu dari suatu usaha semata-mata
dengan maksud untuk tujuan iklan atau
penyediaan informasi.
5. Ayat 5 Model OECD hanya menjelaskan bahwa dapat
juga dianggap memiliki BUT di sebuah negara apabila
memiliki kuasa untuk menandatangani kontrak atas
nama perusahaan tersebut, kecuali jika kegiatannya
semata-mata sebagaimana disebutkan Pasal 5 ayat 4.
6. Model indonesia menambahkan dalam Pasal 5 ayat 4,
bahwa yang dianggap BUT apabila membuat atau
melakukan proses barang-barang perusahaan atau
barang persediaan untuk perusahaan induk di suatu
negara lain.
7. Dalam ayat 6, Model OECD tidak mengatur tentang
perusahaan asuransi yang melakukan usaha di suatu
negara lain.
8. Dalam ayat 7 Model OECD tidak mengatur
adanya agen yang semata-mata menjalankan
atas nama perusahaannya saja atau tidak, yang
penting jika usahanya semata-mata sebagai agen
maka tidak dianggap sebagai BUT, sedangkan
model UN maupun Indonesia menambahkan, jika
kegiatan agen seluruhnya atau hampir
seluruhnya dilakukan atas nama perusahaan itu,
ia dianggap sebagai BUT, karena bukan dianggap
sebagai agen yang berdiri sendiri.
9. Ayat lainnya tidak ada perbedaan antara UN,
OECD dan model Indonesia
Pasal 6 (Income From Immovable Property)
tentang Pendapatan dari harta tidak bergerak
Alternatif A
1. Model OECD, tidak mengatur pasal 18 ayat 2 dalam
alternatif A dan tidak juga mengatur alternatif B
sebagaimana diatur dalam UN Model.
2. Dalam pasal 18 ayat 2, Model Indonesia
menambahkan tentang ketentuan istilah Anuitas
(Tunjangan Tahunan) berarti suatu penjumlahan
yang dinyatakan sebagai hutang pada waktu
tertentu yang dinyatakan selama hidup atau selama
suatu periode yang dapat diketahui atau ditetapkan
tentang kewajiban untuk melakukan pembayaran
sebagai hasil pertimbangan dalam pengembalian
uang.
Alternatif B:
1. Tunduk pada ketentuan2 ayat 2 pasal 19, pensiun dan
imbalan sejenis lainnya yg dibayarkan kepada penduduk
suatu negara pihak pd persetujuan akibat hubungan kerja
masa lalu, dapat dikenakan pajak di negara itu
2. Namun, pensiun tersebut dan pembayaran sejenisnya dpt
juga dikenai pajak di negara lainnya bila penbayrab tsb
dilakukan oleh penduduk negara lain itu atu BUT yg berada
di negara itu.
3. Menyimpang dari ketentuan ayat 1 dan 2, pensiun yg
dibayar atau pembayran2 yg sejenis yg dibayar dlm
rabgka program umum sebagai bg. dari jaminan sosial dari
salah satu negara atau bg. Ketatanegaraannya hanya
dikenai pajak di negara itu.
Sebagai neg. berkembang Indonesia
sebaiknya menggunakan alternatif B
karena pengenaan pajaknya
berdasarkan atas sumber
penghasilan. Pengenaan pajak ini
juga dikarenakan yg memberi
penghasilan adalah negara sumber.
Model OECD dan Indonesia, tidak ada
model alternatif pasal 18B
Pasal 19 (Government service)
tentang jasa pemerintah
Tidak ada perbedaan
Pasal 20 (Student)
tentang pelajar
1. Untuk pasal 20 model UN dan OECD,
tidak ada perbedaan untuk students.
Model Indonesia diatur dalam pasal 21.
2. Namun Model Indonesia dalam Pasal 20,
bukan pelajar, namun ada ketentuan lain
mengenai guru dan peneliti. Inilah salah
satu hal yang membedakan model
Indonesia dengan model UN dan OECD,
dimana tidak diatur tentang pemajakan
atas penghasilan guru dan peneliti.
3. Pasal 20 Model Indonesia menjelaskan tentang Perorangan yang
mengunjungi untuk sementara ke suatu Negara Pihak pada
persetujuan dan yang diundang oleh Pemerintah dari Negara
yang terikat persetujuan tersebut pertama atau dari suatu
Universitas, perguruan tinggi, sekolah, musiman atau institusi
budaya di Negara Yang disebut pertama, atau dibawah suatu
program acara pemerintahan tentang pertukaran budaya, hadir
oleh karena Contracting State/Negara yang terikat persetujuan
untuk suatu periode tidak melebihi dua tahun berurutan semata-
mata untuk kepentingan pengajaran, member ceramah kuliah
atau menyelesaikan riset pada institusi tersebut akan
dibebaskan pajak di Negara yang terikat persetujuan atas
sejumlah penggajian yang diperoleh dari aktivitas tersebut,
dengan ketentuan bahwa pembayaran dari penggajian tersebut
diperoleh dari Negara lain yang Terikat persetujuan.
Pasal 21 (Other Income)
tentang pendapatan lain-lain
1. Model OECD, pendapatan lain-lain yang menyangkut
pendapatan lain sehubungan pekerjaan bebas pada
suatu tempat tertentu di Negara lain, tidak diatur
2. Model UN menambahkan ayat tambahan bilamana
penghasilan lain-lain tidak diatur dalam Tax Treaty, maka
dikenakan pajak di Negara sumber penghasilan
3. Sedangkan Model Indonesia hanya mengatur satu ayat
dalam pasal 22 tentang pendapatan lain-lain, yaitu Jenis-
jenis penghasilan lainnya dari salah satu Negara, dari
manapun asalnya, dan tidak tunduk kepada pasal-pasal
terdahulu dalam persetujuan ini hanya akan dikenakan
pajak di Negara tersebut, selain dari pendapatan dalam
wujud lotere, hadiah akan dikenakan pajak di Negara itu.
Pasal 22 (Capital)
tentang kekayaan
1. Model Indonesia tidak mengatur
pajak atas kekayaan namun
mengatur pajak pendapatan,
pengalihan tanah dan bangunan
juga dimaksudkan adalah
pendapatannya yang dikenakan
pajak.
2. Model OECD, tidak mengatur suatu
tempat tertentu untuk
melaksanakan pekerjaan bebas
Pasal 23 A (Exemption Method)
1. Model OECD menambahkan ketentuan ayat 4, yaitu ketentuan dari
ayat 1 tidak berlaku bagi pendapatan yang diperoleh atau
kekayaan yang dimiliki oleh penduduk dari suatu Negara yang
terikat persetujuan di mana Negara lain yang terikat persetujuan
menggunakan ketentuan dari perjanjian ini untuk membebaskan
pendapatan atau kekayaan dari pajak atau menggunakan
ketentuan dari pasal 10 ayat 2 dan Pasal 11 untuk pendapatan
seperti itu.
2. Model Indonesia hanya mengatur satu ayat dalam Pasal 23 A, Tax
Treaty, yaitu dimna penduduk dari suatu Negara yang terikat
persetujuan memperoleh pendapatan dari Negara lain yang terikat
persetujuan, jumlah pajak terutang di Negara lain yang terikat
persetujuan menurut Perjanjian ini, dapat dikreditkan terhadap
pajak di Negara yang terikat persetujuan yang tersebut pertama di
tempat ia berkedudukan. Jumlah kredit, bagaimanapun, tidak
melebihi jumlah pajak atas negara yg teruikat persetujuan yg tsb
pertama pada pendapatan itu dihitung menurut peraturan dan
hukum perpajakannya.
Pasal 23 B (Credit Method)
Model Indonesia tidak mengatur
Pasal 23 B tax treaty, sedangkan
untuk ketentuan pasal 23 B, baik UN
mdan OECD, tidaka ada perbedaan
ketentuan.
Pasal 24 (Non Discrimination)
tentang tidak diskriminasi
Model Un dan OECD, tidak ada
perbedaan, sedangkan model
Indonesia, tidak menerapkan 24 ayat
2 dan ayat 6 model UN, dan
menambah ketentuan pada ayat 5,
yaitu ; pada pasal ini istilah
perpajakan berarti pajak-pajak yang
tunduk pada perjanjian ini.
Pasal 25 (MuTual Agreement Procedure)
tentang tata cara persetujuan bersama
1. Dalam pasal 25 ayat 4 Model UN menambah ketentuan,
Pejabat yang berwenang melalui konsultasi dapat
mengajukan permohonan prosedur antar kedua Negara,
kondisi, metode dan tehnik untuk melaksanakan prosedur
persetujuan bersama untuk melaksanakan pasal ini. Jika
ada tambahan, pejabat-pejabat yang berwenang dapat
menetapkan prosedur-prosedur, syarat-syarat, cara-cara
dan tehnik-tehnik untuk memfasilitasi tindakan kedua
Negara yang disebutkan diatas dan melaksanakan
prosedur persetujuan bersama yang diatur dalam pasal ini.
2. Model Indonesia, dalam pasal 25 ayat 2, tidak
menambahkan kalimat setiap pemufakatan yang telah
dicapai harus dilaksanakan meskipun terdapat
pembatasan waktu dalam Undang-undang Nasional.
3. Model Indonesia, dalam pasal 25 ayat 4, tidak
menambahkan kalimat jika ada tambahan,
pejabat-pejabat yang berwenang dapat
menetapkan prosedur-prosedur, syarat-syarat,
cara-cara dan tehnik-tehnik untuk memfasilitasi
tindakan kedua Negara yang disebutkan diatas
dan melaksanakan prosedur persetujuan
bersama yang diatur dalam pasal ini
4. Ketentuan lainnya antara ke-3 model perjanjian
perpajakan tidak ada perbedaan.
Pasal 26 (Exchange of Information)
tentang pertukaran informasi
1. Dalam pasal 26 ayat 1 Model UN,
menambahkan ketentuan Para pejabat
yang berwenang melalui konsultasi,
dapat menetapkan syarat, metode dan
tehnik yang berkaitan dengan masalah-
masalah pertukaran informasi yang
menyangkut penghindaran pajak.
2. Ketentuan lainnya dalam pasal 26, untuk
Model UN,OECD dan Indonesia tidak ada
perbedaan.
Pasal 27 (Members of Diplomatic
Missions and consular posts)
Tidak ada perbedaan
Pasal 28 ( Territorial Extension)
tentang perluasan wilayah perjanjian
Ketentuan dalam pasal 28, tentang
perluasan wilayah perjanjian, tidak
diatur dalam model UN, dan
Indonesia.
Pasal 29 (Entry Into Force)
tentang berlakunya persetujuan
1. Ketentuan dalam pasal 29, untuk Model UN, EOCD tidak ada
perbedaan
2. Model Indonesia, lebih menjelaskan bahwa persetujuan ini akan
memiliki kekuatan setelah pemerintah yang terkait dalam
persetujuan memberitahukan satu sama lain secara tertulis
melalui saluran diplomatik, bahwa pembentukan yang diperlukan
secara konstitusional yang menyangkut Negara yang terikat
persetujuan untuk memberlakukan persetujuan harus ditaati.
Persetujuan ini akan mempunyai dampak :
.Menyangkut pajak yang dipotong dari Negara sumber
pendapatan yang diperoleh pada atau setelah 1 Januari dalam
tahun yang berikutnya dimana perjanjian ini mulai diberlakukan.
.Menyangkut pajak-pajak atas pendapatan yang lain, untuk tahun
yang dapat dikenakan pajak yang mulai pada atau setelah 1
Januari tahun berikutnya dima persetujuan ini diberlakukan.
Pasal 29 (Termination)
tentang berakhirnya persetujuan
1. Model UN dan OECD tidak ada perbedaan dalam materi,
namun dalam ketentuan pasal, UN diatur dalam pasal
29 sedangkan OECD diatur dalam pasal 30.
2. Sedangkan Model Indonesia mengatur sendiri, yaitu
persetujuan ini akan tetap berlaku tanpa batas waktu,
salah satu dari kedua negara dapat mengakhiri
perjanjian ini melalui saluran diplomatik, dengan
mengirimkan surat pemberitahuan tertulis mengenai
penghentian persetujuan kepada Negara lainnya, pada
tanggal atau sebelum tanggal 30(tiga puluh) bulan Juni
setiap tahun takwin berikutnya setelah jangka waktu
5(lima) tahun terhitung tanggal berlakunya perjanjian.
Dalam hal demikian, persetujuan ini akan tidak
berlaku bagi kedua Negara:
a. Menyangkut pendapatan yang diperoleh
selama tahun pajak yang dimulai atau setelah
1 januari tahun takwin berikutnya setelah
pemberitahuan ini.
b. Menyangkut pajak-pajak atas pendapatan
yang lain, untuk tahun yang dapat dikenakan
pajak yang mulai pada atau setelah 1 januari
tahun berikutnya dimana persetujuan ini
berakhir.
Sekian