Anda di halaman 1dari 17

PERBANDINGAN TAX TREATY DALAM MODEL OECD DAN MODEL

INDONESIA

Pasal 1 tentang Orang yang tercakup dalam persetujuan (Persons covered)

A. Penjelasan
Model OECD
Persetujuan ini berlaku terhadap orang-orang dan badan-badan yang merupakan
penduduk salah satu atau kedua negara yang terikat persetujuan. Meskipun tertulis
persons yang seakan hanya seseorang, namun jika seseorang tersebut memiliki badan
usaha maka juga terikat atas perjanjian ini.

Model Indonesia
Mengganti istilah convention dengan agreement Istilah agreement digunakan karena
sesuai pengertian bahwa P3B bukanlah perjanjian namun persetujuan. Kata
persetujuan lebih mengikat dan dilandasi oleh kesepakatan kedua belah pihak dan
memiliki kedudukan yang setara dan tidak memberatkan kedua belah pihak.

B. Perbedaan OECD dan Indonesia


Model OECD
jika seseorang tersebut memiliki badan usaha maka juga terikat atas perjanjian ini.

Model Indonesia
Sedangkan model indonesia dilandasi oleh kesepakatan kedua belah pihak dan
memiliki kedudukan yang setara dan tidak memberatkan kedua belah pihak.

Pasal 2 tentang Pajak-pajak yang tercakup dalam persetujuan (Taxes Covered).

A. Penjelasan
Pada ayat 1:
Menjelaskan bahwa pemungutan pajak dapat dilakukan oleh pemerintah pusat atau
pemerintah daerah atau negara bagian.

Pada ayat 2 :
Menjelaskan pengenaan pajak dikenakan atas penghasilan dan kekayaan termasuk
unsur-unsur yang terkait. Undang-undang Pajak Penghasilan di negara Indonesia
dalam pasal 4 ayat 1 telah mengenakan atas semua penghasilan dan kekayaan.
Pada ayat 4 :
Menjelaskan bahwa isi perjanjian P3B disamping yang telah ditandatangani dalam
persetujuan, bilamana terdapat tambahan, atau penggantinya. Pejabat yang memiliki
kewenangan di kedua negara wajib memberitahukan perubahan yang terjadi.

B. Perbedaan OECD dan Indonesia


OECD maupun Indonesia model, pada umumnya tidak ada perbedaan. Model
Indonesia mengganti istilah convention dengan agreement. Model Indonesia
pengenaan pajak hanya atas pajak penghasilan dan semua pajak yang dikenakan atas
seluruh penghasilan, atau unsur dari penghasilan termasuk pajak atas keuntungan dari
pemindahtanganan harta bergerak atau harta tidak bergerak.

Pasal 3 tentang Istilah Umum

A. Penjelasan
Model OECD
Tax Treaty untuk model OECD Model yang dikembangkan oleh negara-negara Eropa
Barat, prinsip yang digunakan adalah azas pengenaan pajak domisili

Model Indonesia
Tax Treaty model di Indonesi adalah Negara Indonesia dalam kebijakan di bidang
perjanjian penghindaran pajak berganda atau P3B menggunakan campuran antara
kedua model tersebut dan Undang-Undang Pajak Penghasilan.

B. Perbedaan OECD dan Indonesia


Model OECD( Pasal 3 ayat 1 tax tearty)
menambahkan istilah perusahaan dan istilah usaha, Istilah ‖perusahaan‖ yang
melakukan kegiatan dalam berbagai usaha. Sedangkan Istilah usaha Termasuk jasa-
jasa profesional dan kegiatan lainnya dari suatu pekerjaan bebas.

Model Indonesia ( Pasal 3 ayat 1 tax tearty)


Pada Pasal 3 ayat 1 huruf e, istilah lalu lintas internasional menurut model Indonesia
adalah jasa angkutan oleh kapal atau pesawat udara yang dioperasikan oleh sebuah
perusahaan yang di negara yang terikat persetujuan, kecuali jika kapal laut atau
pesawat udara itu semata-mata dioperasikan antara tempat-tempat yang berada di
negara pihak pada persetujuan lainnya.

Baik dalam model OECD maupun Indonesia , pada Pasal 3 ayat 2 tax tearty)ini tidak
ada perbedaan.
Pasal 4 tentang Resident (Penduduk)

A. Penjelasan
Pasal 4 ayat 1 Tax Treaty model :
Dalam Pasal 4 ayat 1, bahwa penghasilan dikenakan berdasarkan azas domisili, hal ini
mengingat adanya negara yang memberikan sumber penghasilan juga mengenakan
pajak dan negara domisili juga mengenakan pajak oleh karena itu terdapat kalimat
dapat, karena kedua negara yang terlibat dalam perjanjian mengenakan pajak.

Pasal 4 ayat 2 Tax Treaty


Seseorang yang memiliki Penduduk di kedua negara, dalam rangka perpajakan
ditentukan sebagai berikut:
1. hubungan pribadi dan ekonomi yang paling kuat ada di negara mana;
2. dimana penduduk itu biasanya berada;
3. warga negara (kewarganegaraan);
4. jika ke-3 hal tersebut diatas tidak bisa ditangani, maka ditentukan pejabat yang
berwenang dari kedua negara dengan persetujuan bersama.

Pasal 4 ayat 3 Tax Treaty


Dalam pasal ini menjelaskan bahwa badan hukum yang memiliki Penduduk di kedua
negara, dalam penentuan pemajakannya Tergantung manajemen perusahaan berada di
negara mana.

B. Perbedaan OECD dan Indonesia


Pada pasal 4 tentang Resident (Penduduk) perbedaannya pada Model Indonesia
mengganti istilah convention dengan agreement dan Model Indonsia tidak
menggunakan Pasal 4 ayat 2 huruf d. untuk model OECD tidak ada perbedaannya.

Pasal 5 tentang Permanent Establishment (Bentuk Usaha Tetap)

A. Penjelasan
Pasal 5 ayat 1 Tax Treaty model
BUT memiliki karakteristik sebagai berikut: yaitu adanya tempat usaha berupa
gedung atau pabrik dll., tempatnya bersifat tetap dan dalam menjalankan usahanya
melalui tempat yang tetap tersebut

Pasal ayat 2 dan 3 Tax Treaty model


Dalam pengertian ini juga termasuk proyek pembuatan gedung atau konstruksi yang
dilakukan dan melewati tes waktu yang ditentukan dalam Undang-undang di negara
domisili, di Indonesia diatur dalam Pasal 2 ayat 5 bahwa untuk dianggap BUT,
apabila mereka melakukan kegiatan di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan, sedangkan untuk pemberian jasa, waktu tes yang diberikan untuk
menjadi BUT apabila jasa yang diberikan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12
bulan.

Pasal 5 ayat 4 Tax Treaty model


Penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dengan maksud untuk menyimpan atau
memamerkan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan, atau untuk
diolah oleh perusahaan lain, atau untuk kegiatan yang bersifat persiapan atau
penunjang tidak dianggap BUT, karena Subjek Pajak tersebut belum melakukan
kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 5 UU PPh.

Pasal 5 ayat 5 Tax Treaty model


Orang atau Badan yang bertindak atas nama perusahaan dari negara lain dapat
dianggap sebagai BUT, hal ini dapat dibuktikan dengan surat kuasa untuk
menandatangani kontrak atau tanpa surat kuasa namun dapat menyerahkan barang-
barang dari perusahaan yang diwakilinya.

Pasal 5 ayat 6 Tax Treaty model


Untuk dikenakan pajak atas laba BUT, maka perusahaan asuransi tersebut harus
memenuhi sebagai berikut:
a. Bukan agen yang berdiri bebas (independent), agen bebas tidak
dikenakan pajak pada negara sumber, karena hanya bersifat promosi
atau dalam rangka pemasaran.
b. Ada karyawan tetap di negara sumber penghasilan.
c. Memungut Premi di negara sumber penghasilan.
d. Menanggung resiko tebusan asuransi di negara sumber penghasilan

Pasal 5 ayat 7 Tax Treaty model


Untuk agen yang berdiri bebas yang semata-mata menjadi makelar atau komisioner
atau agen lainnya, tidak dianggap BUT, namun bila mereka sebagai agen yang
menjualkan produk satu perusahaan saja, maka dapat dianggap sebagai BUT.

Pasal 5 ayat 8 Tax Treaty model


Perusahaan yang memiliki anak perusahaan dinegara lainnya, tidak dapat dianggap
sebagai BUT, jika usahanya tidak ada hubungan efektif dan sejenis dengan usaha di
luar negeri, atau perusahaan tersebut dapat menandatangani kontrak atas nama induk
perusahaannya.

B. Perbedaan OECD dan Indonesia


1. Dalam Pasal 5 ayat 1, Model Indonesia menggunakan istilah agreement
sedangkan OECD Model menggunakan istilah convention.
2. Dalam Pasal 5 ayat 2, Model Indonesia menambahkan bahwa BUT termasuk
gudang atau gerai penjualan dan sebuah pertanian atau perkebunan, serta tempat
pengeboran minyak atau kapal kerja yang digunakan untuk ekplorasi dan
eksploitasi sumber kekayaan alam.
3. Dalam Pasal 5 ayat 3 Tax Treaty, OECD hanya menjelaskan bahwa sebuah
Bangunan, konstruksi, atau proyek instalasi dianggap BUT kalau kegiatannya
berlangsung selama lebih dari 12 bulan, sedangkan, Indonesia Model
menambahkan atau aktivitas berlanjut selama periode lebih dari ....... bulan.
4. Dalam Pasal 4, Model Indonesua menambah pengecualian BUT adalah
pengurusan suatu tempat tertentu dari suatu usaha semata-mata dengan maksud
untuk tujuan iklan atau penyedia informasi.
5. Dalam Pasal 5 Model OECD hanya menjelaskan bahwa dapat juga dianggap
memiliki BUT di sebuah negara apabila memiliki kuasa untuk menandatangani
kontrak atas nama perusahaan tersebut, kecuali jika kegiatannya semata-mata
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 ayat 4
6. Model Indonesia menambahkan dalam Pasal 5 ayat 4, bahwa juga dianggap BUT
apabila membuat atau melakukan proses barang-barang perusahaan atau barang
persediaan untuk perusahaan induk di suatu negara lain.
7. Dalam Pasal 5 ayat 6, Model EOCD tidak mengatur tentang perusahaan asuransi
yang melakukan usaha di suatu negara lain.
8. Dalam Pasal 5 ayat 7 model OECD tidak mengatur adanya agen yang semata-
mata menjalankan atas nama perusahaannya saja atau tidak, yang penting jika
usahanya semata-mata sebagai agen maka tidak dianggap sebagai BUT,
sedangkan model Indonesia menambahkan, jika kegiatan agen seluruhnya atau
hampir seluruhnya dilakukan atas nama perusahaan itu, ia dianggap sebagai BUT,
karena bukan dianggap sebagai agen yang berdiri sendiri.

Pasal 6 Income From Immovable Property (Pendapatan dari harta tidak bergerak)

A. Penjelasan Pasal 6 Tax Treaty model


1. Penghasilan dari harta tak gerak pada umumnya dikenakan di negara harta itu
berada, termasuk penggunaan secara langsung misal disewakan, atau untuk
pelaksanaan jasa profesi, atau hak-hak yang diberikan atas penggunaan harta tersebut.
2. Dinegara Indonesia, untuk pengenaan pajak harta tak gerak berupa tanah dan
bangunan dikenakan pajak 5% dari nilai tertinggi antara Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP) dibanding harga jual. Sedangkan untuk harta lainnya bila dijual, maka akan
dikenakan pajak di PPh Badannya atau di BUT- nya.

B. Perbedaan OECD dan Indonesia


Perbedaan OECD dan Indonesia terkait pendapatan harta tidak bergerak:
1. Model OECD dan Model PBB tidak mengatur secara spesifik cara menghitung
keuntungan, baik berdasarkan neto maupun bruto. Ketentuan penghitungan
keuntungan dikembalikan pada ketentuan dalam negeri
2. Di Indonesia, penghasilan dari harta tak bergerak diatur dalam Pasal 6
(Penghasilan Dari Harta Tak Bergerak) P3B Model Indonesia

3. Sebagian besar pendapatan Indonesia berasal dari pajak properti atas harta tidak
bergerak (tanah, bangunan, dan struktur bangunan lainnya)

4. Di Indonesia, kenaikan nilai suatu harta hanya dikenakan pajak pada saat harta
tersebut dialihkan dan pengenaannya bersifat final, dan dikenakan hanya sebesar
nilai akhirnya, tidak dihitung berdasarkan selisih antara nilai perolehan harta
tersebut dengan nilai jualnya.

5. Konsep pajak capital gain di Indonesia berbeda dengan yang diterapkan di


berbagai negara. Di beberapa negara, keuntungan modal tidak dianggap sebagai
pendapatan biasa. Sedangkan di negara lain, capital gain yang diperoleh suatu
badan usaha dikenakan pajak, sedangkan capital gain yang diperoleh orang
pribadi di luar kegiatan usahanya tidak dikenakan pajak.

6. Perbedaan definisi dan perlakuan perpajakan atas capital gain di berbagai negara
menyebabkan OECD dan PBB tidak mengatur mengenai definisi capital gain,
baik dalam model P3B maupun Commentary-nya.

Pasal 9 (Hubungan istimewa)

A.Penjelasan
Pasal 9 ayat 1 Tax Treaty UN model adalah sebagai
berikut:
1. Apabila:
a) suatu perusahaan dari suatu Negara Pihak pada persetujuan baik secara langsung
maupun tidak langsung turut serta dalam manajemen, pengawasan atau modal suatu
perusahaan di Negara Pihak lainnya pada persetujuan, atau
b) orang atau badan yang sama baik secara langsung maupun tidak langsung turut serta
dalam manajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan dari salah satu negara, dan
dalam suatu perusahaan negara lainnya. dan dalam kedua hal itu antara kedua perusahaan
dimaksud dalam hubungan dagangnya atau hubungan keuangannya diadakan atau
diterapkan syarat-syarat yang menyimpang dari yang lazimnya berlaku antara perusahaan-
perusahaan yang sama sekali bebas satu sama lain,maka setiap laba yang seharusnya
diterima oleh salah satu perusahaan, namun tidak diterimanya karena adanya syarat-syarat
tersebut, dapat ditambahkan pada laba perusahaan itu dan dikenakan pajak.
2. Apabila suatu negara pihak pada persetujuan mencakup laba satu
perusahaan di negara itu dan dikenai pajak, laba yang telah dikenai pajak di negara lainnya
dan laba tersebut adalah laba yang memang seharusnya
diperoleh perusahaan-perusahaan independent, maka negara lain itu akan melakukan
penyesuaian-penyesuaian atas jumlah laba yang dikenai pajak. Penyesuaian-penyesuaian
itu harus memperhatikan ketentuan-ketentuan lain dalam persetujuan ini dan apabila
dianggap perlu, pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua negara pihak pada persetujuan
saling berkonsultasi.
3. Ketentuan-ketentuan pada ayat 2 tidak berlaku bila hasil sidang pengadilan memutuskan
bahwa dengan dilakukannya penyesuaian laba sebagaimana diatur pada ayat 1, salah satu
perusahaan dikenai hukuman
karena telah melakukan penggelapan, kelalaian yang disengaja atau kesalahan yang
disengaja.

B.Perbedaan OECD, UN dan Indonesia Model


1. Dalam Pasal 9 ayat 3, Model Indonesia menyatakan bahwa suatu negara
yang terikat persetujuan tidak akan merubah laba dari sebuah perusahaan dalam keadaan
sesuai pada ayat 2 setelah habis batas waktu yang disajikan
dalam hukum perpajakannya.
2. Sedangkan dalam Model OECD tidak terdapat Pasal 9 ayat 3.

Pasal 10 Dividends (Dividen)


A.Penjelasan
Pasal 10 Tax Treaty UN model adalah sebagai berikut:
1. Dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara Pihak
pada persetujuan kepada penduduk Negara Pihak
lainnya pada persetujuan dapat dikenakan pajak di negara lain tersebut.
2. Namun demikian dividen itu dapat juga dikenakan pajak di Negara Pihak pada
persetujuan di mana perseroan yang membayarkan dividen tersebut berkedudukan dan
sesuai dengan perundang-undangan negara tersebut, akan tetapi apabila penerima dividen
adalah pemilik saham yang menikmati dividen itu, maka pajak yang dikenakan tidak akan
melebihi:
a) ... persen (ditentukan berdasarkan kesepakatan antara kedua negara yang bersangkutan)
dari jumlah kotor dividen, jika penerima deviden adalah, suatu badan (selain persekutuan)
yang memiliki sekurang-kurangnya 10% modal dari badan yangmembayarkan deviden.
b) ... persen (ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama antara dua negara yang
bersangkutan) dari jumlah kotor deviden dalam hal lainnya.
Para pejabat yang berwenang kedua negara melalui persetujuan bersama akan
menentukan cara penerapan pembatasan ini. Ayat ini tidak mempengaruhi pengenaan pajak
perseroan atas laba dari mana dividen dibayar.
3. Istilah "dividen" sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan dari saham-
saham, atau hak-hak lainnya yang bukan merupakan surat-surat hutang, namun turut serta
dalam pembagian laba, demikian halnya penghasilan dari hak-hak perseroan lainnya yang
dalam
hal pengenaan pajaknya diperlakukan sama sebagai penghasilan dari saham-saham
menurut undang-undang perpajakan negara dimana perseroan yang melakukan
pembayaran berkedudukan.
4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila pemilik saham yang
menikmati dividen, yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada persetujuan,
melakukan kegiatan usaha di Negara Pihak lainnya pada persetujuan, dimana perseroan
yang membayarkan dividen berkedudukan, melalui suatu bentuk usaha tetap, atau
menjalankan pekerjaan bebas dengan suatu tempat tertentu dan pemilikan saham saham
atas mana dividen itu dibayarkan, mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha
tetap atau tempat tertentu itu. Dalam hal demikian berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau
Pasal 14, tergantung pada masalahnya.
5. Apabila suatu perseroan yang berkedudukan disuatu Negara Pihak pada persetujuan
memperoleh laba atau penghasilan dari Negara Pihak lainnya pada persetujuan, negara lain
tersebut tidak boleh mengenakan pajak apapun juga atas dividen yang dibayarkan oleh
perseroan itu, kecuali apabila dividen itu dibayarkan kepada penduduk di negara lain itu atau
apabila penguasaan saham-saham yang menghasilkan dividen itu mempunyai hubungan
yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tertentu yang berada di negara lain
tersebut, juga tidak boleh mengenakan pajak atas laba yang tidak dibagikan sekalipun
dividen-dividen yang dibayarkan atau laba yang tidak dibagikan itu terdiri dari seluruhnya
atau sebagian dari laba atau penghasilan yang berasal dari negara lain itu.

B.Perbedaan UN dan OECD model adalah sebagai berikut:


1. Dalam UN, pemajakan dividen tergantung kesepakatan kedua negara, pada umumnya
lebih rendah dari model OECD.
2. OECD tarif dividen ditentukan sebesar 5% jika kepemilikan sahamnya minimal 25%,
sedangkan lainnya 15%, sedangkan model UN ditentukan sebesar .... persen tergantung
hasil negoisasi, namun tarif lebih rendah jika kepemilikan sahamnya minimal 10%.
3. Model Indonesia, dalam Pasal 10 ayat 2, menambahkan bahwa pembebanan pajak tidak
melebihi ..... persen dari jumlah kotor dividen. Ayat ini tidak akan mempengaruhi pajak
perusahaan menyangkut dividen dibayar dari laba mana yang dikeluarkan.
4. Pasal 10 ayat 5, Model Indonesia menambahkan bahwa Laba BUT akan dikenakan pajak
tambahan menurut hukum Undang-undang perpajakan Indonesia, dan pajak tersebut tidak
melebihi ...... per sen dari jumlah laba setelah dikurangi Pajak Penghasilan.
5. Model Indonesia tidak menerapkan Pasal 10 ayat dalam UN Model.
6. Model Indonesia, menambahkan Pasal 10 ayat 6, ketentuan pada ayat 5 dari pasal ini
(Pasal 10), tidak mempengaruhi ketentuan yang terkandung dalam Kontrak Bagi Hasil
Minyak dan gas yang telah diputuskan oleh pemerintah Indonesia.

Pasal 11 tentang Interest (Bunga


A. Penjelasan
Model OECD
Bunga yang berasal dari suatu Negara Pihak pada persetujuan dan dibayarkan kepada
penduduk Negara Pihak lainnya pada persetujuan dapat dikenakan pajak di negara
lain tersebut.
Model Indonesia
Bunga dapat menjadi penghasilan yang bersifat passive income atau business income,
apabila passive income maka pengenaan pajaknya di Indonesia dengan with holding
tax PPh Pasal 26 UU PPh, namun jika business income maka pengenaan pajaknya
melalui penghitungan Bentuk Usaha Tetap.
B. Perbedaan OECD Dan Indonesia
Model OECD
Dalam Pasal 11 ayat 2, OECD jelas menegaskan bahwa pemajakan bunga tidak boleh
melebihi 10% dari jumlah bruto. Sedangkan Model Indonesia menegaskan persentase
tergantung kesepakatan kedua negara.

Pasal 12 Royalties (Royalti)

A. Penjelasan
Model OECD
Istilah royalty menurut penulis adalah hak yang diterima oleh pemilik hak cipta, hak
paten atau pemberi informasi atas penggunaan hasil cipta atau penggunaan merk oleh
pihak ketiga.
Modal Indonesia
Jika karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar dengan pemilik hak
yang menikmati atau antara kedua-duanya dengan pihak ketiga, maka jumlah royalti
dengan memperhatikan penggunaan, hak dan keterangan untuk mana royalty itu
dibayar melebihi dari jumlah yang seharusnya disepakati oleh pembayar dan pemilik
hak seandainya tidak ada hubungan istimewa semacam itu, maka ketentuan-ketentuan
Pasal ini hanya akan berlaku terhadap jumlah yang disebut terakhir.
B. Perbedaan Model OECD Dan Indonesia
Dalam Pasal 12 ayat 2, OECD tidak dijelaskan lebih lanjut tarif persentase atas royalti
tersebut, Sedangkan Modal Indonesia mengatur tentang tarif royalti berdasarkan
kesepakatan kedua negara dalam persetujuan.

Pasal 19 Government service (Jasa Pemerintahan)

A. Penjelasan
Pasal 19 Tax Treaty model
Untuk PNS atau pegawai pemerintah terdapat aturan sebagai berikut:
1. Jika gajinya dibayar oleh pemerintah negara dimana mereka bekerja, maka
pemajakannya tetap di negara yang membayarkan.
2. Jika gajinya berasal dari perusahaan milik negara, maka berlaku ketentuan pasal 15
tentang pegawai swasta dan pasal 18 tentang jabatan direktur.
3. Jika penduduk asing bekerja di kedutaan Indonesia di luar negeri, maka
pemajakannya tetap berada di negara dimana kedutaan tersebut berada.
4. Untuk pensiunanya akan dikenakan pajak di negara mana ia berstatus menjadi PNS
atau pegawai pemerintah.

B. Perbedaan OECD dan Indonesia


Untuk ke-2 jenis Model pemajakan, tidak ada perbedaan.

Pasal 20 Student (Pelajar)

A. Penjelasan
Pasal 20 Tax Treaty model
Seorang pelajar atau pemagang yang memperoleh penghasilan semata-
mata dari negara domisili, tidak akan dikenakan pajak di negara dimana mereka
belajar atau ikut pelatihan.

B. Perbedaan OECD dan Indonesia


1. Untuk Pasal 20 Model OECD, tidak ada perbedaan, namun untuk students Model
Indonesia diatur dalam Pasal 21.
2. Ketentuan dalam Pasal 20, Model Indonesia bukan pelajar, namun ada ketentuan
lain mengenai guru dan peneliti, dimana tidak diatur tentang pemajakan atas
penghasilan guru dan peneliti.
3. Pasal 20 Model Indonesia menjelaskan tentang Perorangan yang mengunjungi
untuk sementara ke suatu Negara Pihak pada persetujuan dan yang diundang oleh
Pemerintah dari negara yang terikat persetujuan tersebut pertama atau dari suatu
Universitas, perguruan tinggi, sekolah, musium atau institusi budaya di negara
Yang yang disebut pertama, atau dibawah suatu program acara pemerintahan
tentang pertukaran budaya, hadir oleh karena Contracting State/negara yang
terikat persetujuan untuk suatu periode tidak melebihi dua tahun yang berurutan
semata-mata untuk kepentingan pengajaran, memberi ceramah kuliah atau
menyelesaikan riset pada institusi tersebut akan dibebaskan pajak di negara yang
terikat persetujuan atas sejumlah penggajian yang diperoleh dari aktivitas tersebut,
dengan ketentuan bahwa pembayaran dari penggajian tersebut diperoleh dari
negara lain yang Terikat persetujuan.

Pasal 13 Capital Gain

A. Penjelasan
Pasal 13 mengatur tentang perpajakan alokasi hak pemajakan antara dua negara atas
keuntungan (Gain) dari pengalihan harta. Dalam konteks harta tak bergerak, secara
umum negara sumber memiliki hak pemajakan utama atas keuntungan dari
pengalihan harta tersebut. Selain itu negara tempat BUT berada memiliki hak
pemajakan utama atas keuntungan dari pengalihan harta bergerak yang masih bagian
dari BUT. Sementara itu untuk pemajakan atas keuntungan dari pengalihan kapal atau
pesawat yang berada dijalur internasional diberikan eksklusif kepada negara tempat
kedudukan manajemen dan untuk keuntungan harta lainnya diberikan kepada negara
domisili.

B. Perbedaan OECD dan Indonesia


Pasal 13 ayat (5) mengatur tentang pemberian hak pemajakan utama kepada negara
sumber atas gains dari pengalihan saham suatu perusahaan yang berdomisili dinegara
sumber jika pihak penjual memiliki kepemilikan saham yang substansial dalam kurun
waktu tertentu diperusahaan yang saham nya dijual tersebut.
Sedangkan, beberapa isu pemajakan atas capital gains dalam P3B Indonesia
jika pasal capital gains tidak ada dalam P3B. Dalam model Indonesia yang berlaku
dengan singapura tidak memiliki pasal pemajakan atas capital gains. Dalam kasus ini,
perlakuan pajak atas capital gains tunduk pada pasal 21 P3B Indonesia dan Singapura
tentang income not expressly mentioned. Dalam kententuan pasal 21, masing masing
negara berhak untuk menerapkan kententuan domistiknya terhadap penghasilan yang
tidak diatur dalam P3B Singapura.

Pasal 14 Penghasilan Pekerjaan Bebas


A. Penjelasan
Pasal 14 OECD model dalam P3B mengatur tentang pajak atas penghasilan pekerjaan
bebas. Pekerjaan bebas dilakukan oleh individu dalam bentuk pemberian jasa
berdasarkan keahlian dan tidak terikat hubungan kerja. Pada pasal 14 ayat (2) terdapat
istilah “pekerjaan bebas meliputi terutama, bidang ilmu pengetahuan, kesusastraan,
kesenian, pendidikan, atau pengajaran, demikian pula pekerjaan bebas yang dilakukan
oleh dokter, ahli hukum, ahli tehnik, arsitek, dokter gigi, dan akuntan”.
Pengertian kegiatan yang termasuk dalam pasal 14 adalah other activties of an
indenpendent character. Hal ini berdampak pada interprestasi yang luas atas pasar
tersebut, artinya semua penghasilan yang diperoleh individu diakui, termasuk
business profits. Sehingga akan dikenakan pajak berdasarkan pasal 7 dengan alat uji
berupa permanent establishment pada pasal 5.
Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa konsep permanent
establishment pada pasal 5 dan konsep vixed based pada pasal 14 adalah dua hal yang
sama. Oleh karena itu OECD memutuskan untuk menghapus pasal 14 dan
memasukan ke dalam pasal 7 yang terkait dengan permanent establishment.

Pasal 21 Other Income (Pendapatan lain-lain)

A. Penjelasan
Pasal 21 Tax Treaty model
1. Atas penghasilan lainnya, yang tidak diatur dalam pasal-pasal terdahulu, pada ayat
1, hanya dikenakan pajak di negara domisili, namun hal ini bertentangan dengan
ayat 3, yang menyatakan dapat juga dikenakan di negara sumber. Hal ini nantinya
akan menimbulkan multi tafsir, jika Indonesia mengenakan pemajakan atas
penghasilan lainnya tersebut karena dalam Undang-undang Pajak Penghasilan
telah diatur adanya jenis obyek PPh yang tidak tercantum dalam P3B.

2. Namun jika penghasilan lainnya terkait dengan BUT, maka tetap digabung dalam
penghasilan BUT dan dikenakan pemajakannya di negara sumber.

B. Perbedaan OECD dan Indonesia


MODEL OECD
Pendapatan lain-lain yang menyangkut pendapatan lain sehubungan pekerjaan bebas
pada suatu tempat tertentu di negara lain, tidak diatur

MODEL INDONESIA
Hanya mengatur satu ayat dalam pasal 22 tentang pendapatan lain-lain, yaitu jenis-
jenis penghasilan lainnya dari salah satu negara, dari mana pun asalnya, dan tidak
tunduk kepada Pasal-pasal terdahulu dalam persetujuan ini hanya akan dikenakan
pajak di negara tersebut, selain dari pendapatan dalam wujud lotere, hadiah akan
dikenakan pajak di negara itu.

Pasal 22 Tax Treaty ( Kekayaan )


A. Penjelasan Pasal 22

1. Kekayaan berupa harta tak gerak dapat dikenai pemajakannya di negara domisili atau di
negara sumber, jika Undang-undang negara sumber mengatur pemajakan tersebut. Di
Indonesia pengenaan pajak atas harta tak gerak berupa pengalihan hak atas tanah dan
bangunan (kekayaan) dikenakan pajak 5% dari nilai tertinggi antara harga jual atau Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP).

2. Kekayaan berupa harta bergerak yang dimiliki BUT, dapat dikenakan pajak di negara
sumber dimana BUT tersebut berada.

3. Untuk kekayaan berupa kapal dan pesawat dalam jalur lalu lintas internasional dan perahu
untuk angkutan dan harta yang merupakan bagian dari harta tersebut, dikenakan pajak hanya
di negara domisili.

B. Perbedaaan UN, OECD dan Indonesia Model


1. Model Indonesia tidak mengatur pajak atas kekayaan namun mengatur pajak pendapatan,
Pengalihan Tanah dan Bangunan juga dimaksudkan adalah pendapatannya yang dikenakan
pajak.

2. Model OECD, tidak mengatur suatu tempat tertentu untuk melaksanakan pekerjaan bebas
dianggap sebagai BUT.

Pasal 23A ( Metode Pengecualian )

A. Penjelasan Pasal 23a

1. Penghasilan atau kekayaan yang telah dikenakan pajak di negara lainnya atau negara
sumber, negara domisili membebaskan penghasilan atau kekayaan tersebut dari pengenaan
pajak.

2. Untuk dividen, bunga dan royalty, dikenakan pajak di negara sumber, dan pajak-pajak
yang telah dibayar tersebut dapat dikurangkan di negara domisili, karena penghasilannya
dihitung kembali di negara domisili.

3. Penghasilan yang dibebaskan pemajakannya di negara sumber, maka penghasilan tersebut


dikenai pajak di negara domisili.

B. Perbedaaan UN, OECD dan Indonesia Model

1. Model OECD menambahkan ketentuan ayat 4, yaitu ketentuan dari ayat 1 tidak berlaku
bagi pendapatan yang diperoleh atau kekayaan yang dimiliki oleh penduduk dari suatu negara
yang terikat persetujuan di mana negara lain yang terikat persetujuan menggunakan ketentuan
dari perjanjian ini untuk membebaskan pendapatan atau kekayaan dari pajak atau
menggunakan ketentuan dari Pasal 10 ayat 2 dan Pasal 11 untuk pendapatan seperti itu.

2. Model Indonesia hanya mengatur satu ayat dalam Pasal 23 A, Tax Treaty, yaitu Di mana
penduduk dari suatu negara yang terikat persetujuan memperoleh pendapatan dari negara
Lain yang Terikat persetujuan, jumlah pajak terutang di negara Lain yang Terikat persetujuan
menurut Perjanjian ini, dapat dikreditkan terhadap pajak di negara yang terikat persetujuan
yang tersebut pertama di tempat ia berkedudukan. Jumlah kredit, bagaimanapun, tidak
melebihi jumlah pajak atas negara yang terikat persetujuan yang tersebut pertama pada
pendapatan itu dihitung menurut peraturan dan hukum perpajakan nya.

Pasal 23B ( Metode Kredit )

A. Penjelasan Pasal 23b


1. Penghasilan atau harta dapat dikenakan pajak di negara lainnya, pajak yang dibayar
dinegara lainnya tersebut dapat dikreditkan sepanjang tidak melebihi jumlah pajak
penghasilan di negara domisili.

2. Penghasilan yang dibebaskan di negara lainnya tersebut merupakan obyek penghasilan dan
dikenakan pajak di negara domisili

B. Perbedaaan UN, OECD dan Indonesia Model

Model Indonesia tidak mengatur Pasal 23 B tax treaty, sedangkan untuk ketentuan Pasal 23B,
baik UN dan OECD, tidak ada perbedaan ketentuan.

Pasal 24 Tax Treaty ( Tidak Diskriminasi )

A. Penjelasan Pasal 24

Kedudukan tax treaty adalah menjamin adanya kesamaan hak dan kewajiban kedua warga
negara yang terlibat dalam perjanjian, negara yang mengadakan perjanjian tidak boleh
membedakan atau memberatkan pajak bagi penduduk yang bukan warga negaranya. Bahkan
tanpa ada perjanjian pun, negara domisili tidak boleh melakukan pemajakan yang lebih
memberatkan kepada penduduk asing lainnya.

B. Perbedaaan UN, OECD dan Indonesia Model

Model UN dan OECD, tidak ada perbedaan, sedangkan Model Indonesia, tidak menerapkan
Pasal 24 ayat 2 dan ayat 6 model UN, danmenambah ketentuan pada ayat 5, yaitu; pada pasal
ini istilah perpajakan berarti pajakpajak yang tunduk pada perjanjian ini.

Pasal 28 Tax Treaty (Perluasan Wilayah Perjanjian)

A. Penjelasan
MODEL OECD
Perjanjian tax treaty dapat diperluas, secara keseluruhan, dengan prinsip dapat
dipertanggungjawabkan, tidak memberatkan kedua belah pihak, termasuk pembatalan nota
kesepahaman.

MODEL INDONESIA
Persetujuan ini dapat diperluas, baik keseluruhannya maupun dengan penyesuaian
seperlunya, terhadap setiap bagian dari wilayah yang secara khusus dikeluarkan dari
penerapan. Persetujuan ini dan yang mengenakan pajak yang sifatnya serupa dengan
pengenaan pajak dalam Persetujuan ini. Setiap perluasan tersebut akan berlaku sejak
tanggal tersebut dan tunduk kepada penyesuaian dan persyaratan-persyaratan, termasuk
persyaratan penghentian Persetujuan, yang dapat diperinci dan disetujui antara Negara
negara pihak pada Persetujuan dalam suatu nota untuk dipertukarkan melalui saluran-
saluran diplomatik.

B. Perbedaan OECD dan Indonesia


Ketentuan dalam Pasal 28, Model OECD tentang perluasan wilayah Perjanjian tax treaty
dapat diperluas, secara keseluruhan, dengan prinsip dapat dipertanggungjawabkan dan
tidak memberatkan kedua belah pihak, termasuk pembatalan nota kesepahaman.
Sedangkan Model Indonesia Persetujuan ini dapat diperluas, baik keseluruhannya maupun
dengan penyesuaian seperlunya, terhadap setiap bagian dari wilayah yang secara khusus
dikeluarkan dari penerapan. Setiap perluasan tersebut akan berlaku sejak tanggal tersebut
dan tunduk kepada penyesuaian dan persyaratan-persyaratan, termasuk persyaratan
penghentian Persetujuan

Pasal 29 Tax Treaty (Berlakunya Persetujuan)

A. Penjelasan
MODEL OECD
Persetujuan ini akan berlaku sejak tanggal pertukaran nota ratifikasi atau pemberitahuan
kepada negara treaty partner.

MODEL INDONESIA
1. Pemerintah Negara pihak pada Persetujuan akan saling memberitahukan satu sama
lainnya bahwa persyaratan konstitusional untuk memberlakukan Persetujuan ini telah
dipenuhi.
2. Persetujuan ini akan diberlakukan pada tanggal dari pemberitahuan yang terakhir oleh
suatu Negara pihak pada Persetujuan sebagaimana disebutkan dalam ayat 1 dan ketentuan
ketentuannya berkenaan dengan pajak-pajak untuk tahun diperolehnya penghasilan akan
berlaku bersamaan dengan atau menggantikan tahun takwim berikutnya dimana
Persetujuan ini mulai diberlakukan dan tahun-tahun diperolehnya penghasilan berikutnya.

B. Perbedaan OECD dan Indonesia


1. Ketentuan dalam Pasal 29, untuk model OECD Persetujuan ini akan berlaku sejak
tanggal pertukaran nota ratifikasi. Model Indonesia, lebih menjelaskan bahwa
persetujuan ini akan memiliki kekuatan setelah Pemerintah yang terkait dalam
persetujuan memberitahu satu sama lain secara tertulis melalui saluran diplomatik,
bahwa pembentukan yang diperlukan secara konstitusional yang menyangkut negara
yang terikat persetujuan untuk memberlakukan persetujuan harus ditatati.

Pasal 30 Tax Treaty (Berakhirnya Persetujuan)


A. Penjelasan
MODEL OECD
Persetujuan ini akan tetap berlaku sampai diakhiri oleh salah satu Pihak pada persetujuan.
Masing-masing Pihak pada persetujuan dapat mengakhiri berlakunya persetujuan ini,
melalui perwakilan diplomatik, dengan menyampaikan pemberitahuan tertulis tentang
berakhirnya persetujuan sekurang-kurangnya 6 bulan sebelum berakhirnya tahun takwim
berikutnya setelah jangka waktu ..............tahun sejak berlakunya persetujuan. Dalam hal
demikian, persetujuan ini akan tidak berlaku:
a) negara A.....................
b) negara B.....................

MODEL INDONESIA
Persetujuan ini akan tetap berlaku sampai dihentikan oleh salah satu Negara pihak pada
Persetujuan. Salah satu dari kedua Negara pihak pada Persetujuan dapat mengakhir
persetujuan ini melalui saluran-saluran diplomatik, dengan menyampaikan pemberitahuan
penghentian pada atau sebelum tanggal 30 Juni pada suatu tahun yang berikutnya setelah
masa lima tahun sejak tahun diberlakukannya Persetujuan ini. Dalam hal demikian,
Persetujuan ini akan tidak berlaku lagi sehubungan dengan pajak-pajak untuk tahun
diperolehnya penghasilan yang bersamaan dengan atau menggantikan tahun takwim yang
berikutnya dimana pemberitahuan penghentian persetujuan diberikan dan tahun-tahun
diperolehnya penghasilan berikutnya.
B. Perbedaan
1. Ketentuan dalam Pasal 30. Model OECD dan Model Indonesia Persetujuan ini akan
tetap berlaku sampai diakhiri oleh salah satu Pihak pada persetujuan. Hanya
perbedannya menyampaikan pemberitahuan tertulis tentang berakhirnya persetujuan
sekurang-kurangnya 6 bulan sebelum berakhirnya tahun takwim pada model OECD
sedangkan model Indonesia menyampaikan pemberitahuan penghentian pada atau
sebelum tanggal 30 Juni pada suatu tahun yang berikutnya setelah masa lima tahun
sejak tahun diberlakukannya Persetujuan ini.

RANGKUMAN

Tax Treaty untuk model OECD Model yang dikembangkan oleh negara-negara Eropa
Barat, prinsip yang digunakan adalah azas pengenaan pajak domisili. Indonesia dalam
kebijakan di bidang perjanjian penghindaran pajak berganda atau P3B menggunakan
campuran antara kedua model tersebut dan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Menurut
Rachmanto Surachmat, Indonesia menggunakan Model Indonesia yang dijadikan pijakan
dalam perundingan P3B. Perjanjian perpajakan mula-mula dicetuskan pada tahun 1921 oleh
Liga Bangsa-Bangsa.

Model ini merupakan dasar dari model yang dibuat pada tahun 1928 yang dipakai
oleh negara-negara yang kemudian tergabung dalamOrganization For Economic Cooperation
and Development (OECD) yang semula merupakan konvensi bilateral yang tergabung dalam
The Council of theOrganization for European Economic Cooperation (OEEC) dengan 70
anggota negara. Model ini kemudian disempurnakan dalam Model Mexico pada tahun 1943
dan Model London tahun 1946. Komite Fiskal dalam OECD kemudian membuat draft
konvensi guna memecahkan permasalahan pajak ganda agar dapat diterima oleh semua
anggota OECD, kemudian pada tahun 1963 dibuatlah laporan final dengan judul Draft
Double Taxation Convention on Income and Capital yang diubah lagi pada tahun 1992, 1997,
2000, dan terakhir 2005.

Kemudian untuk perjanjian tax treaty negara berkembang, dibuat oleh The Economic
and Social Council of the United Nations, pada tahun 1967. Pada tahun 1980 dikembangkan
lagi dan namanya berubah menjadi The Group of Experts yang terdiri dari 25 anggota negara,
10 negara maju dan 15 negara yang sedang berkembang. Kemudian diubah lagi pada tahun
1974 dan 1979. Pada tahun 1979 The Group of Expert me-review lagi draft United Nations
Model Convention. Diubah lagi pada tahun 1995, 1997, 1998, 1999,2000 dan terakhir 2005.
Model Indonesia adalah model P3B yang merupakan pengembangan dari kedua model
tersebut, yaitu UN dan OECD.

Anda mungkin juga menyukai