Anda di halaman 1dari 12

BAB 14

PERHITUNGAN DAN ASPEK PERPAJAKAN BENTUK USAHA TETAP


(BUT)
__________________________________________________________________
Disusun Oleh: Drs. H. Enan Trivansyah Sastri, M.Si

CAPAIAN PEMBELAJARAN
• Setelah mengikuti perkuliahan ini diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan :
1. Pengertian Bentuk Usaha Tetap (BUT)
2. Jenis BUT
3. Tipe-Tipe BUT
4. Contoh BUT
5. Tarif Pajak BUT
6. Pelunasan Pajak BUT
7. Jenis WP BUT
8. Ketentuan Pessetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dari BUT
9. Perbedaan Perlakuan Perpajakan BUT dengan WPDN
10. Non BUT dan PPh Non Residen
11. Perbedaan Perlakuan Perpajakan Antara WPDN dengan WPLN atau BUT
12. Kriteria BUT yang Menjadi Subjek Pajak
13. Objek PPh BUT
14. Cara Menghitung PKP BUT
15. Biaya-Biaya Pengurang PKP BUT
16. Bila BUT Rugi
17. Bentul Lain Setara BUT
18. Ketentuan Pengenaan Tarif BUT
19. Contoh Perhitungan PPh BUT

MATERI

PENGERTIAN BENTUK USAHA TETAP (BUT)


Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk badan usaha yang digunakan oleh subjek pajak luar
negeri untuk menjalankan kegiatan bisnis di Indonesia. BUT dapat berupa badan usaha individu
(nature person) atau badan usaha hukum (legal person) yang tidak berdomisili di Indonesia. Pada
umumnya, individu dan badan usaha luar negeri yang menggunakan BUT di Indonesia memiliki
kantor cabang, bangunan perusahaan, pabrik, atau melibatkan aktivitas manajemen di dalamnya.
Pengaturan terkait BUT diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan.

JENIS BUT
Berbagai jenis BUT di Indonesi, sebagai berikut:

1. Kantor Cabang
Kantor cabang bentuk usaha tetap adalah jenis BUT yang didirikan oleh perusahaan asing di
Indonesia, untuk memperluas aktivitas operasionalnya. Kantor cabang ini berfungsi sebagai
perwakilan perusahaan di Indonesia dan biasanya memiliki struktur manajemen
sendiri. Penghasilan yang diperoleh melalui kegiatan kantor cabang tersebut akan dikenakan
pajak sesuai dengan peraturan berlaku.

2. Bangunan Perusahaan
Keberadaan bangunan komersial juga dapat menjadi bukti fisik dari bentuk usaha tetap
perusahaan asing di Indonesia. Bangunan perusahaan ini tergolong penghasilan yang harus
dimasukkan ke dalam perpajakan. Misalnya, terdapat pendirian gedung kantor BEO
Company sebagai anak perusahaan asing dari suatu bisnis otomotif. Maka, semua
penghasilan dari kegiatan tersebut termasuk ke dalam kategori yang harus dikenakan pajak.

3. Bangunan Pabrik
Beberapa perusahaan asing yang bergerak di bidang manufaktur kerap mendirikan pabrik di
Indonesia untuk menunjang kegiatan bisnisnya. Keberadaan pabrik tersebut juga termasuk ke
dalam bentuk usaha tetap. Pendirian pabrik di Indonesia menandakan bahwa perusahaan
tersebut, memiliki kegiatan bisnis yang permanen dan menghasilkan pendapatan. Oleh karena
itu, pendapatan dari pabrik tersebut harus dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

4. Aktivitas Manajemen
Salah satu jenis lainnya dari bentuk usaha tetap adalah aktivitas manajemen. Aktivitas
manajemen ini mencakup pengelolaan sumber daya manusia dan komoditas bisnis yang
dilakukan oleh perusahaan. Keberadaan aktivitas manajemen tersebut menunjukkan adanya
kegiatan usaha yang aktif di Indonesia. Oleh karena itu, semua aktivitas manajemen dalam
kegiatan usaha asing di Indonesia termasuk ke kategori BUT, dan harus dikenakan pajak
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

5. Kantor Perwakilan BUT


Pendirian kantor perwakilan di Indonesia juga merupakan salah satu jenis bentuk usaha
tetap. Kantor perwakilan ini merupakan gedung yang didirikan oleh perusahaan asing di
Indonesia dan berfungsi sebagai perpanjangan dari cabang pusat. Pendapatan dari kantor
perwakilan ini dapat bercirikan sebagai aktivitas usaha dalam skala besar. Oleh karena itu,
penghasilan yang diperoleh dari kantor perwakilan akan dikenakan pajak sesuai dengan
ketentuan.

6. Perikanan, Pertambangan, dan Penggalian


Usaha asing yang terlibat dalam sektor perikanan, pertambangan, dan penggalian di Indonesia
juga dapat dikategorikan sebagai bentuk usaha tetap. Pendapatan dari usaha-usaha ini menjadi
kewajiban untuk membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

TIPE-TIPE BUT

1. BUT Tipe Aset


BUT tipe aset mempunyai tiga karakteristik, antara lain:
✓ Place of bussiness, merupakan tempat menjalankan usaha, baik berupa satu ruangan
berukuran kecil maupun kantor berukuran lebih besar, baik tempat yang merupakan
milik sendiri maupun tempat sewaan, selama perusahaan luar negeri (perusahaan pusat)
memiliki hak untuk menggunakan tempat tersebut
✓ Fixed, merupakan suatu derajat kepermanenan tempat usaha, baik dari dimensi ruang
(geografis) maupun dari dimensi waktu (berkelanjutan)
✓ Doing bussines through that fixed place, yaitu menjalankan aktivitas operasional
perusahaan (bisnis) pada tempat usaha yang telah memenuhi kriteria fixed
place tersebut.

2. BUT Tipe Aktivitas


BUT tipe ini dibagi menjadi dua, yaitu: Proyek bangunan, perakitan, instalasi, konstruksi,
atau aktivitas supervisi untuk suatu proyek selama 12 bulan. Jangka waktu 12 bulan ini
merupakan penerapan dari OECD Model. Sedangkan, jika menerapkan UN Model Time Test
rentang waktunya menjadi 6 bulan saja Kegiatan jasa termasuk juga jasa konsultansi yang
dilaksanakan perusahaan di negara lain

3. BUT Tipe Agen


Agen memiliki banyak jenis, namun tidak semua termasuk dalam BUT. Secara garis besar
agen dibagi menjadi dua, yaitu agen bebas dan agen tidak bebas. Agen yang dikategorikan
sebagai BUT yaitu agen tidak bebas, sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 Ayat (5) pada
OECD Model yaitu seseorang maupun badan yang melakukan aktivitas melalui agen tidak
bebas dapat ditetapkan sebagai BUT. Agen bebas baik berupa badan maupun orang pribadi
selama memenuhi kriteria:
✓ Bergantung pada perusahaan yang diwakilinya, dimana ia selalu menjalankan dan
mengikuti petunjuk atau instruksi perusahaan yang diwakilinya
✓ Mempunyai kuasa atau kewenangan atas nama perusahaan untuk menandatangani
kontrak-kontrak. Dimana kewenangan ini bersifat tetap atau berlangsung secara terus
menerus, yang dapat diketahui dengan melihat kegiatan tersebut dari awal apakah
dimaksudkan untuk aktivitas jangka panjang atau hanya untuk sementara
✓ Tidak mempunyai kuasa seperti pada poin di atas, namun ia biasa melakukan
penyimpanan persediaan barang atau barang dagangan dan secara rutin menyerahkannya
atas nama perusahaan yang diwakilinya.

4. BUT Tipe Asuransi


Dari segi OECD Model dan UN Model memiliki perbedaan terkait BUT tipe asuransi.
Dalam OECD Model disarankan untuk perusahaan asuransi akan dianggap memiliki BUT
apabila telah memenuhi ketentuan Ayat (1) serta Ayat (5), yaitu dengan melalui agen tidak
bebas. Sementara itu, dalam UN Model disarankan untuk mengatur sendiri atau secara
terpisah terkait BUT untuk usaha bidang asuransi.
Dalam UN Model, perusahaan agen asuransi yang dianggap memiliki BUT yaitu apabila
perusahaan tersebut mengumpulkan atau memperoleh premi atau ia menanggung resiko di
negara sumber melalui badan maupun orang yang bukan merupakan age
independent sebagaimana disebutkan dalam Ayat (7).
CONTOH BUT
Dalam Pasal 2 Ayat 5 UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, terdapat
beberapa contoh bentuk usaha tetap yang menjadi subjek pajak. Adapun beberapa contoh bentuk
usaha tetap adalah sebagai berikut:
✓ Tempat kedudukan manajemen.
✓ Cabang perusahaan.
✓ Kantor perwakilan.
✓ Gedung kantor.
✓ Pabrik.
✓ Bengkel.
✓ Gudang.
✓ Ruang promosi atau penjualan.
✓ Pertambangan dan penggalian sumber daya alam.
✓ Wilayah kerja pertambangan MIGAS (minyak bumi dan gas).
✓ Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau pun perhutanan.
✓ Proyek pembangunan, pemasangan, atau perakitan.
✓ Pemberian jasa apapun selama di atas 60 hari dan dalam rentang 12 bulan.
✓ Agen dengan kedudukan yang tidak bebas.
✓ Agen atau pegawai usaha asuransi yang tidak berdiri dan tidak bertempat di Indonesia, tetapi
menanggung risiko atau menerima premi asuransi di Indonesia.
✓ Komputer, peralatan otomatis, atau agen elektronik yang dimiliki dan digunakan untuk
transaksi bisnis melalui internet.

TARIF PAJAK BUT


Berdasarkan ketentuan, besaran tarif pajak yang diterapkan pada bentuk usaha tetap adalah
25%. Tarif pajak ini sudah ada sejak tahun 2010 dan berlaku untuk wajib pajak luar negeri maupun
dalam negeri.Perlu dicatat bahwa penghasilan kena pajak dari BUT yang sudah dikurangi pajak
akan dikenai biaya tambahan sebesar 20%, kecuali jika pendapatan tersebut ditanamkan kembali
di Indonesia sesuai.
Ketentuan ini juga diatur dalam Pasal 36 Pasal 17 Pasal 2 Undang-Undang Pajak Penghasilan
2008, yang sebelumnya memiliki tarif pajak bentuk usaha tetap dalam negeri progresif tergantung
pada jumlah penghasilan kena pajak. Di sisi lain, Undang-undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun
2000 menetapkan tarif pajak sekitar 10-30% untuk penghasilan kena pajak dari Rp 50.000.000
menjadi lebih dari Rp 100.000.000.
Pendapatan kena pajak yang dapat dikurangkan dari bentuk usaha tetap Indonesia dikenakan
pajak sebesar 20%. Berdasarkan pembahasan di atas, pajak badan tetap sama dengan wajib pajak
dalam negeri lainnya, dengan perbedaan bahwa bentuk usaha tetap Indonesia tidak dapat
menikmati perjanjian perpajakan.

PELUNASAN PAJAK BUT


Wajib Pajak melunasi dan menghitung PPh pada dasarnya dengan dua cara, yaitu pajak untuk
tahun berjalan dan pajak pada akhir tahun, sebagai berikut:

1. Pelunasan Pajak Tahun Berjalan


✓ PPh 21 sebagai pengurang PPh atas pekerjaan, jasa dan kegiatan
✓ PPh 22 merupakan pungutan PPh atas kegiatan di daerah pengimpor atau kegiatan
usaha di daerah lain
✓ PPh 23 berlaku sebagai reservasi PPh untuk penggunaan properti oleh orang lain,
keuntungan modal, layanan, hadiah, dan penghargaan
✓ PPh 24 sebagai pembayaran PPh di luar negeri
✓ PPh 26 sebagai withholding tax atas penghasilan wajib pajak luar negeri. Pengurangan
terdiri dari bunga atas harta kekayaan berupa deposito, tabungan lainnya, transaksi
saham, tanah, atau bangunan.

2. Pelunasan Pajak Akhir Tahun


Jika pajak kurang dibayar, maka harus menghitung sendiri pajak penghasilan yang harus
dibayar untuk tahun pajak tersebut dan dikurangi dengan jumlah kredit pajak untuk tahun itu.
Dalam hal pajak kurang bayar, ketetapan pajak atau ketetapan pemungutan pajak oleh DJP
harus menentukan apakah terdapat indikasi jumlah pajak yang tidak wajar. Tujuan dari tarif
pajak ini adalah untuk mengetahui adanya insentif pajak untuk kepentingan perusahaan.

JENIS WP BUT
Dari penjelasan apa itu BUT tersebut, maka yang merupakan jenis wajib pajak BUT adalah
orang pribadi maupun wajib pajak badan. PMK No. 35/2019 menjelaskan pengertian dari orang
pribadi atau badan asing sebagai subjek pajak luar negeri adalah sebagai berikut:
1. Orang pribadi asing adalah warga yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau orang
pribadi yang berada di Indonesia selama 183 hari atau 12 bulan untuk menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan di Indonesia
2. Badan asing adalah badan yang tidak didirikan di Indonesia dan tidak berkedudukan di
Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

KETENTUAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) DARI


BUT
Merujuk UU PPh 36/2008, batasan waktu sebanyak 183 hari dalam satu tahun diterapkan
pada BUT jika Indonesia dan negara asal perusahaan/BUT tersebut tidak memiliki tax
treaty atau P3B. Namun, jika antara Indonesia dengan negara asal perusahaan/BUT tersebut
terdapat tax treaty (P3B), maka batasan waktu sebagai BUT yang berlaku mengikuti perjanjian
yang disepakati kedua negara tersebut.
Kemudian. ketentuan yang mengatur tentang Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
(P3B) diatur kembali dalam Peraturan Dierktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2017 tentang
Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Bergenda. Merujuk Pasal 6 PMK 53
Tahun 2019, bentuk usaha yang mendapatkan persetujuan penghindaran pajak berganda atau
P3B adalah usaha yang melakukan kegiatan bersifat persiapan atau (preparatory) atau penunjang
(auxiliary). Artinya, bentuk usaha yang sifatnya persiapan atau penunjang dikecualikan dari
pengenaan pajak BUT. Jika ada bentuk usaha tetap, maka ada juga yang namanya Non BUT.

PERBEDAAN PERLAKUAN PERPAJAKAN BUT DENGAN WPDN


Pemerintah sedemikian rupa mengatur perlakuan perpajakan bagi wajib pajak dalam negeri
dengan WP BUT. Setidaknya ada dua perbedaan perlakuan perpajakan WP BUT dengan wajib
pajak dalam negeri, diantaranya:
No WP BUT
1 Tidak dapat menikmati tax treaty Indonesia dengan negara tax treaty partner lainnya
karena BUT tersebut bukan penduduk Indonesia
2 Laba bersih setelah pajak yang diterima atau diperoleh BUT dikenakan branch profit
tax.

NON BUT DAN PPh NON RESIDEN


Pengertian Non BUT atau non resident artinya orang pribadi atau badan usaha tetap / badan
asing yang berada di Indonesia namun tidak termasuk sebagai subjek bentuk usaha tetap. Berikut
beberapa ketentuan yang bukan termasuk subjek BUT atau Non BUT / BUT non resident yang
dikenakan PPh menurut PMK 35/2019:
✓ Tempat usaha yang digunakan di Indonesia hanya untuk menyimpan data dan/atau
pengelolaan data secara elektronik oleh orang pribadi asing atau badan asing
✓ Orang pribadi asing atau badan asing memiliki akses yang terbatas untuk mengoperasikan
tempat usaha

PERBEDAAN PERLAKUAN PERPAJAKAN ANTARA WPDN DENGAN WPLN ATAU


BUT
Dengan adanya ketentun BUT, ada kepastian hukum perpajakan antara wajib pajak dalam
negeri dengan wajib pajak luar negeri atau asing (WP BUT pajak). Meski sama-sama memiliki
kewajiban pajak penghasilan, namun ketentuan perlakukan perpajakan BUT di Indonesia dengan
wajib pajak dalam negeri lainnya adalah:
1. Bentuk Usaha Tetap atau BUT tidak dapat memanfaatkan tax treaty Indonesia dengan
negara treaty partner lainnya, sebab tidak termasuk penduduk Indonesia
2. Perolehan laba bersih setelah pajak yang diterima atau diperoleh suatu Bentuk Usaha Tetap
(BUT) dikenakan pajak laba cabang (branch profit tax)

KRITERIA BUT YANG MENJADI SUBJEK PAJAK


Kriteria usaha atau kegiatan yang tergolong BUT adalah sebagai berikut:
✓ Adanya suatu tempat usaha di Indonesia
✓ Tempat usaha bersifat permanen
✓ Tempat usaha digunakan orang pribadi asing atau badan hukum untuk menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan

OBJEK PPh BUT


Secara umum, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan. Sedangkan yang merupakan
penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib
pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apa pun.
Merujuk Pasal 5 UU No. 10 Tahun 1994, objek pajak BUT atau jenis penghasilan yang
diterima oleh BUT yang dikenakan pajak adalah:

1. Penghasilan BUT dari Attribution Rule


Penghasian BUT dari attribution rule adalah penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk
usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasakan. Contoh, perusahaan asing
bergerak di bidang jasa, maka penghasilan yang diperoleh BUT di Indonesia adalah
penghasilan yang berasal dari semua kegiatan usaha jasa yang dilakukan di Indonesia.

2. Penghasilan BUT dari Force of Attraction


Penghasilan BUT dari force of attraction adalah penghasilan kantor pusat dari usaha atau
kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang
dijalankan atau dilakukan oleh BUT di Indonesia. Sehingga penghasilan yang diterima atau
diperoleh kantor pusat perusahaan yang berada di luar negeri tersebut juga dianggap sebagai
penghasilan BUT di Indonesia.

3. Penghasilan BUT dari Effectively Connected


Penghasilan BUT dari effectively connected adalah penghasilan sebagaimana tersebut dalam
Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif
antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan yang dimaksud dalam
Pasal 26 disebutkan:
✓ Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia dikenakan
pajak sebesar 20%
✓ Kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia yang ketentuannya
ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan (KMK)

CARA MENGHITUNG PKP BUT


Merujuk Pasal 6 UU 36/2008, disebutkan bahwa besarnya Penghasilan Kena pajak bentuk
usaha tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan.

BIAYA-BIAYA PENGURANG PKP BUT


Jenis biaya yang dapat digunakan untuk mengurangi penghasilan kena pajak BUT adalah:
1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, seperti:
✓ Biaya pembelian bahan
✓ Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,
gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentu uang
✓ Bunga, sewa, dan royalti
✓ Biaya perjalanan
✓ Biaya pengolahan limbah
✓ premi asuransi
✓ Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan PMK
✓ Biaya administrasi
✓ Pajak kecuali pajak penghasilan
2. Biaya penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih
dari 1 tahun
3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
5. Kerugian selirih kurs mata uang asing
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia
7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan
8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
✓ Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial
✓ Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada DJP
✓ Telah diserahkana perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai
penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan;
atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan
dari debitur bahwa utangnya telah dihauskan untuk jumlah utang tertentu
9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah (PP)
10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengabangana yang dilakukan di Indonesia yang
ketentuannya diatur dengan PP
11. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yanag ketentuannya diatur dengan PP
12. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan PP
13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan PP.

BILA BUT RUGI


Jika bentuk usaha tetap mengalami kerugian setelah penghasilan bruto dikurangi dengan
biaya-biaya, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak
berikutnya. Kompensasi kerugian tersebut dapat dilakukan secara berturut-turut hingga 5 tahun.

BENTUK LAIN SETARA BUT


Beberapa jenis usaha yang bisa dikategorikan sebagai jenis WP BUT Pajak adalah bentuk lain
yang dikategorikan jenis WP BUT pajak sebagaimana diatur dalam PMK No. 35/2019, yakni:

1. Jenis WP BUT Proyek Konstruksi, Instalasi, atau Proyek Perakitan.


Jenis proyek ini merupakan usaha atau kegiatan orang pribadi asing atau badan asing di
Indonesia. Proyek konstruksi ini meliputi jasa konsultansi, pekerjaan konstruksi dan
pekerjaan konstruksi terintegrasi. Instalasi atau proyek perakitan adalah pekerjaan yang
terkait dengan proyek konstruksi dan perakitan mesin atau peralatan.

2. Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang
dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
Pemberian jasa merupakan BUT sepanjang memenuhi kriteria sebagai berikut:
✓ Pegawai atau orang lain tersebut dipekerjakan oleh orang pribadi asing atau badan asing
atau subkontraktor dari orang pribadi asing atau badan asing tersebut.
✓ Pemberian jasa dilakukan di Indonesia; dan
✓ Pemberian jasa dilakukan kepada pihak di Indonesia atau di luar Indonesia.

3. Jenis WP BUT orang atau badan yang bertindak selaku agen.


Wajib Pajak Orang atau badan yang bertindak selaku agen merupakan BUT sepanjang
orang pribadi atau badan bertindak untuk dan atas nama orang pribadi asing atau badan
asing, sepanjang orang pribadi atau badan tersebut:
✓ Menerima instruksi untuk kepentingan orang pribadi atau badan asing; atau
✓ Tidak menanggung sendiri risiko usaha atau kegiatannya.
Orang pribadi asing atau badan asing tidak dianggap mempunyai bentuk badan usaha
tetap BUT jika menggunakan agen, broker atau perantara yang mempunyai kedudukan
bebas. Dan agen, broker atau perantara tersebut dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya
dalam rangka menjalankan perusahaannya sendiri.

4. Agen atau pegawai asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia.
Agen atau pegawai yang disebutkan di atas merupakan BUT sepanjang mereka menerima
premi asuransi di Indonesia. Begitu juga jika pihak yang menanggung risiko di Indonesia
menerima premi asuransi di Indonesia. Atau menanggung risiko di Indonesia dimana pihak
tertanggung bertempat tinggal, bertempat kedudukan, atau berada di Indonesia. Ketentuan
tersebut tidak berlaku untuk reasuransi.

KETENTUAN PENGENAAN TARIF BUT


1. Tarif Pajak BUT, Dikenai Tarif PPh Pasal 26
UU PPh Pasal 26 mengatur tentang kebijakan tarif pajak BUT sebesar 20% yang bersifat
Final atas jumlah bruto dari pendapatan yang diperoleh dari:
✓ Dividen
✓ Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang
✓ Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
✓ Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
✓ Hadiah dan penghargaan
✓ Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
✓ Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya
✓ Keuntungan karena pembebasan utang

2. Selain pajak atas pendapatan bruto, BUT yang dikenai PPh Pasal 26 juga terkena
kebijakan tarif pajak dari laba bersih, yakni 20% dari jenis penghasilan sebagai
berikut:
✓ Pendapatan dari penjualan aset di Indonesia
✓ Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung ataupun melalui pialang
kepada perusahaan asuransi di luar negeri

3. Ketentuan tarif 20 % mengikuti kriteria sebagai berikut:


✓ Tarif 20% (Final) dari laba bersih juga berlaku atas penjualan atau pengalihan saham
perusahaan yang didirikan atau bertempat di negara yang memberikan perlindungan
pajak.
✓ Tarif 20% yang dipungut dari Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi dengan pajak.
Tidak berlaku bagi BUT yang penghasilannya tersebut ditanamkan kembali di
Indonesia.
✓ Tax Treaty antara Indonesia dan negara-negara lain yang berada dalam perjanjian bisa
saja berbeda satu sama lain. Tarifnya mungkin berbeda dari tarif biasa yang sebesar
20% dan dalam beberapa kasus mungkin memiliki tarif 0%.
✓ Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia
dianggap mempunyai BUT di Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut menerima
pembayaran premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia melalui pegawai,
perwakilan atau agennya di Indonesia.

CONTOH PERHITUNGAN PPh BUT


Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari Bentuk Usaha Tetap di Indonesia
dipotong pajak sebesar 20%.
Berikut contoh perhitungan PPh BUT atau pajak Badan Usaha Tetap:
Peneghasilan Kena Pajak = Rp20.500.000.000
BUT Tahun 2021
PPh = 22% x Rp20.500.000.000 = Rp4.510.000.000 (-)

Penghasilan Kena Pajak = Rp15.990.000.000


setelah pajak
PPh 26 yang terutang = 20% x Rp15.990.000.000 = Rp3.198.000.000

Apabila penghasilan setelah pajak sebesar Rp15.990.000.000 tersebut ditanamkan kembali


di Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku, atas penghasilan tersebut tidak dipotong pajak.
BUT dikenakan pajak atas penghasilan yang berasal dari usaha atau kegiatan dan dari harta yang
dimiliki atau dikuasainya, karena pada dasarnya BUT merupakan subjek pajak yang perlakuan
perpajakannya disamakan dengan subjek pajak badan.

SOAL-SOAL LATIHAN
1. Jelaskan Pengertian Bentuk Usaha Tetap (BUT)
2. Jelaskan Jenis BUT
3. Jelaskan Tipe-Tipe BUT
4. Jelaskan Contoh BUT
5. Jelaskan Tarif Pajak BUT
6. Jerlaskan Pelunasan Pajak BUT
7. Jelaskan Jenis WP BUT
8. Jelaskan Ketentuan Pessetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dari BUT
9. Jelaskan Perbedaan Perlakuan Perpajakan BUT dengan WPDN
10. Jelaskan Non BUT dan PPh Non Residen
11. Jelaskan Perbedaan Perlakuan Perpajakan Antara WPDN dengan WPLN atau BUT
12. Jelaskan Kriteria BUT yang Menjadi Subjek Pajak
13. Jelaskan Objek PPh BUT
14. Jelaskan Cara Menghitung PKP BUT
15. Jelaskan Biaya-Biaya Pengurang PKP BUT
16. Jelaskan Bila BUT Rugi
17. Jelaskan Bentul Lain Setara BUT
18. Jelaskan Ketentuan Pengenaan Tarif BUT
19. Jelaskan Contoh Perhitungan PPh BUT
REFERENSI :

Anonim, (2023), Pajak Pengahasilan (PPh) Badan, Keuangan Bisnis:


https://flip.id/business/blog/ketentuan-tarif-dan-perhitungan-p-ph-badan
Anonim, (2023), Tarif PPh Badan, flippajak, https://flip.id/business/blog/ketentuan-tarif-dan-
perhitungan-p-ph-badan
Baderi, F. (2022), PT Perorangan dan Aspek Pajak Penghasilannya, Harian Ekonomi Neraca,
BPHN, (2013), Naskah Akademik RUU tentang Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma dan
Persekutuan Komanditer,
https://bphn.go.id/data/documents/naskah_akademik_ruu_tentang_persekutuan_perdata,_per
sekutuan_firma_dan_persekutuan_komanditer.pdf
De Lue,et al (2016). Political Thinking, Political Theory, and Civil
Society Routledge. ISBN 9781317243656.
Fitriya, (2023), Bentuk Usaha Tetap dan Jenis WP BUT, https://klikpajak.id/blog/bentuk-usaha-
tetap-tarif-pajaknya-dan-bentuk-lain-dikategorikan-but/
Fitriya, (2023), Jenis Pajak Perseroan Terbatas atau Badan Usaha PT. Klikpajak,
https://klikpajak.id/blog/pajak-badan-usaha-pt/
Fitriya, (2023), Pajak Penghasilan Pasal 25 : Contoh dan Tarif PPh 25 Badan, Klik Pajak:
Gramedia Blog, (2023), Pengertian Lembaga Sosial: Fungsi, Ciri, Tipe, Jenis dan Contoh
https://www.gramedia.com/literasi/lembaga-sosial-4/
Gunadi, (2014). Panduan Komprehensif Pajak Penghasilan. 02. Bee Media Indonesia.
Jakarta. ISBN: 9789793122120.
Hendrik, (2023), Pengertian Firma: Ciri-ciri, Jenis, dan Langkah-langkah Pendirian Firma,
https://www.gramedia.com/literasi/firma/
https://klikpajak.id/blog/pajak-penghasilan-pph-pasal-25/
Hutagaol, J. (2017), Perpajakan Isu-Isu Kontemporer, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Khairizka, P.N, (2023), Pajak Profesi: Status Karyawan, Objek Penghasilan, dan Kewajiban
Pajak Pegawai BUMN,
https://www.pajakku.com/read/62678d64a9ea8709cb189e89/Pajak-Profesi:-Status-
Karyawan-Objek-Penghasilan-dan-Kewajiban-Pajak-Pegawai-BUMN
Klikpajak, (2023), Aturan Baru Natura Pajak : Fasilitas Kantor yang Kena Pajak,
https://klikpajak.id/blog/natura-pajak/
Mardiasmo, (2021), Perpajakan, Yogyakarta: Penerbit Andi.
Muljono, D, (2020), Panduan Brevet Pajak: Pajak Penghasilan, Yogyakarta: Penerbit Andi.
Muljono, D. (2020), Panduan Brevet Pajak: Akuntansi Pajak dan Ketentuan Umum Perpajakan,
Yogyakarta: Penerbit Andi.
Murtopo, P, (2020), Undang-Undang perpajakan 2020, Jakarta: Mitra Waca Media.
Nugroho, F.T. (2021), Pengertian BUMD, Ciri-Ciri, Bentuk, Peran, Kelebihan, dan
Kelemahannya, https://www.bola.com/ragam/read/4724529/pengertian-bumd-ciri-ciri-
bentuk-peran-kelebihan-dan-kelemahannya
OCBC NISP, (2023), Bentuk Usaha Tetap: Pengertian, Jenis, Tarif Pajak & Contoh,
https://www.ocbcnisp.com/id/article/2023/07/26/bentuk-usaha-tetap-
adalah#:~:text=BUT%20atau%20Bentuk%20Usaha%20Tetap%20adalah%20bentuk%20bad
an%20usaha%20yang,yang%20tidak%20berdomisili%20di%20Indonesia.
OCBC NISP, (2023), Dana Pensiun - Fungsi, Jenis, dan Contoh Perhitungannya,
https://www.ocbcnisp.com/id/article/2021/03/31/dana-pensiun
Online Pajak, (2022), Tarif PPh Badan Terbaru dalam Penghitungan Pajak Badan,
https://www.online-pajak.com/tentang-efiling/tarif-pph-badan
Pohan, C.A. (2013). Manajemen Perpajakan Strategi Perencanaan Pajak dan Bisnis.
Penerbit : Gramedia.
Prabandaru, A. (2019). Kewajiban Pajak yang Harus Dipenuhi Direktur PT, Klikpajak,
https://klikpajak.id/blog/kewajiban-pajak-direktur-pt/
Prabandaru, A. (2018), Kewajiban Pajak Perusahaan Baru yang Pengusaha Harus Pahami,
https://klikpajak.id/blog/2-kewajiban-pajak-perusahaan-baru/
Prastowo, Y. (2018), Panduan lengkap Pajak, Bogor: Penerbit Raih Asa Sukses.
Putra & Widya. E, (2006). Peningkatan Kapasitas Organisasi Masyarakat Sipil dalam Penerapan
Transparansi Dan Akuntabilitas Studi Kasus: Konsorsium Pengembangan Masyarakat
Madani (KPMM)" unpad.ac.id pdf
Ramadhan, N.I. (2023), Pengertian Koperasi: Sejarah, Fungsi, Tujuan, Prinsip dan Jenisnya,
Gramedia Blog, https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-koperasi/
Rambing, N.Y.M. (2013). Syarat-Syarat Sahnya Pendirian Perseroan Terbatas (PT) di
Indonesia. Privatum, Vol.I/No.2/Apr-Jun/2013
Redaksi Indo Pajak (2023), Mendirikan Perusahaan, https://indopajak.id/baru-mendirikan-
perusahaan-ketahui-dulu-4-kewajiban-pajak/
Redaksi Indonesia Baik, (2023), Cara Mudah Membuat NPWP Secara Online,
https://indonesiabaik.id/infografis/cara-mudah-buat-npwp-secara-online
Redaksi Pajak Online (2021), Bikin Perusahaan Baru? Perhatikan Ini untuk Hindari Sanksi Perpajakan,
https://www.pajakonline.com/bikin-perusahaan-baru-perhatikan-yang-ini-untuk-hindari-
sanksi-perpajakan/
Salaki, R.M. & Sabijono, H. (2020), Evaluasi Pelaksanaan Pemungutan, Penyetoran dan
Pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Wajib Pungut BUMN pada PT.
Telekomunikasi Indonesia Cabang Manado, Jurnal Riset Akuntansi 15(2), 2020, 83-87,
file:///C:/Users/hp/Downloads/cdatu,+Template.pdf
Sufyanto, (2001) Masyarakat Tamaddun; Kritik Hermeneutis Masyarakat Madani Nurcholis
Madjid. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, .
Suhartono, R. & Ilyas, W,B (2018), Ensiklopedia Perpajakan Indonesia, Jakarta: Salemba Empat.
Waluyo, (2018), Perpajakan Indonesia, Jakarta: Salemba Empat.
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, (2023), Organisasi Kemasyarakatan,
https://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Kemasyarakatan
Yudistira, (2023), Cara Mengurus NPWP Badan untuk Perusahaan PT, CV, dan UKM,
https://www.bhinneka.com/blog/npwp-badan/
Yuniarti, (2023), Ciri-Ciri BUMD: Dari Pengertian Hingga Asal Modalnya,
https://www.hukumonline.com/klinik/a/ciri-ciri-bumd--dari-pengertian-hingga-asal-
modalnya-lt59c1d986cb252/

Anda mungkin juga menyukai