Segala puji bagi Allah swt yang telah senantiasa memberikan rahmat dan nikmat yang
tiada terkira bagi kami. Sehingga dengan nikmat dan rahmat-Nya kami mampu untuk
menyelesaikan makalah sebagai tugas kelompok dalam mata kuliah “Manajemen Perpajakan”.
Terimakasih juga kami sampaikan kepada Bapak, yang telah memberikan tugas tersebut
sehingga kami menjadi semakin mengerti tentang mata kuliah “Manajemen Perpajakan”,
khususnya pada materi “Pemilihan Badan Usaha dalam Bentuk PT, CV, dan Perseorangan”.
Selanjutnya, terimakasih kepada teman-teman dari kelompok lain yang telah berkenan
mempelajari hasil dari tugas kami.
Sekian dari kami semoga bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi semua orang umumnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan APBN di Indonesia yang paling
besar. Keberadaan pajak secara langsung telah mempengaruhi jalannya pertumbuhan
ekonomi dan kegiatan-kegiatan usaha di indonesia. Salah satu unsur objek pajak adalah
penghasilan, maka tentu saja pemungutan pajak ini mencakup bentuk-bentuk usaha baik
yang perseorangan maupun berbentuk badan.
Setiap perusahaan pasti berharap untuk menjadi salah satu perusahaan yang maju
dan besar. Salah satu faktor yang paling mempengaruhi adalah faktor awal pendiriannya
yaitu pada saat pemilihan bentuk perusahaan tersebut. Oleh karena itu pemilihan bentuk
perusahaan adalah tahap awal dari pendirian suatu perusahaan harus dengan benar
demi kemajuan perusahaan tersebut. Untuk memilih bentuk perusahaan, tentunya harus
melalui pertimbangan yang matang dan perlu diperhatikan dengan cermat bagaimana
bentuk perusahaan tersebut.
Dalam ketentuan umum perpajakan, Wajib Pajak dapat dibagi dua yaitu Wajib
Pajak perorangan dan Wajib Pajak badan. Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan kepada
setiap Wajib Pajak, baik Wajib Pajak perorangan maupun Wajib Pajak badan atas
penghasilan yang diterimanya dalam setahun. Perbedaan utama antara Wajib Pajak
perorangan dan Wajib Pajak badan dalam penghitungan PPh adalah besarnya tarif pajak.
Lapisan terendah tarif pajak bagi perorangan adalah 5% dan lapisan tertinggi bagi
perorangan adalah 30% sedangkan bagi Wajib Pajak Badan tarifnya 25%.
Penghasilan dalam pengertian perpajakan memiliki makna yang sangat luas, yaitu
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang dapat dikonsumsi atau menambah
kekayaan. Sehubungan dengan usaha maka penghasilan sebagai tambahan kemampuan
ekonomis adalah laba usaha, yaitu penerimaan bruto dikurangi biaya-biaya, yang dalam
perpajakan disebut dengan penghasilan neto. Dalam menghitung besarnya laba usaha,
perpajakan mempunyai ketentuan mengenai penghasilan yang diperhitungkan dan biaya
yang tidak dapat dikurangkan yang diatur dalam UU PPh.
Laba usaha yang diterima oleh badan usaha maupun perorangan itulah yang akan
dikenai PPh. Namun demikian, bagi Wajib Pajak perorangan, sebelum laba dikenakan
pajak terlebih dahulu dikurangkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang
besarnya ditetapkan dan bergantung pada jumlah tanggungan keluarganya.
Sebenarnya, pihak yang memiliki sebuah usaha berbentuk badan adalah juga
perorangan sebagai investor. Hasil yang akan diterima oleh investor sebagai pemilik
usaha merupakan penghasilan kembali yang merupakan Objek PPh bagi perorangan.
Namun karena prinsip usaha adalah “going concern” maka keuntungan dari sebuah
badan usaha tidak selalu langsung dinikmati oleh investor (pemilik) tetapi dapat
ditanamkan kembali untuk memperbesar usaha. Sehingga penghasilan yang diterima
oleh perorangan atas investasinya di badan usaha bisa ditunda sampai keuntungan
tersebut dibagikan ke perorangan.
Selain itu dalam memungut pajak juga ditentukan dari omzet yang didapat.
Semakin besar omzet/penghasilan yang didapat maka semakin besar pula pajak yang
dikenakan. Karena kondisi itulah menyebabkan terjadi cara-cara yang dilakukan Wajib
pajak untuk menghindari pajak atau meringankan beban pajak pajak yang didapat
dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum. Sehingga perencanaan perpajakan (tax
planning) dapat digunaan oleh badan usaha tersebut dalam melakukan kewajiban
perpajakannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Memilih bentuk usaha/business vehicle yang tepat merupakan hal pertama yang harus
diperhatikan oleh investor/pengusaha, selain untuk menentukan bentuk usaha apa yang dapat
memberikan kontribusi profit paling besar dengan tingkat risiko yang paling rendah. Terkait
ketentuan perpajakan yang berlaku, investor/pengusaha juga harus menentukan bentuk usaha
yang mana yang memberikan kontribusi profit yang paling besar namun dengan beban pajak
yang paling kecil, dan yang paling penting dari pemilihan bentuk usaha adalah tentu saja untuk
mempertimbangkan keberlangsungan usaha dalam jangka panjang.
1. Bagaimana hubungan antara tarif pajak penghasilan orang pribadi dan tarif pajak
penghasilan wajib pajak badan, termasuk ketentuan khusus yang mengatur hal itu
2. Pengenaan pajak penghasilan secara berganda, baik atas laba bruto usaha, maupun
penghasilan dari pembagian keuntungan (dividen) kepada para pemegang sahamnya
3. Kesempatan untuk menunda pembayaran pajak pada tarif pajak penghasilan lebih
kecil/besar apabila dibandingkan dengan kesempatan yang terdapat pada tarif pajak
penghasilan dari akumulasi penghasilan perusahaan
4. Adanya ketentuan mengenai kerugian hasil usaha neto (kompensasi kerugian) dan kredit
investasi yang berlaku bagi bentuk usaha tertentu
5. Kemungkinan pengajuan perlakuan khusus terhadap pajak atas akumulasi laba, pajak atas
penghasilan personal, holding company, dan seterusnya
6. Liberalisasi ketentuan yang mengatur fringe benefit dan atau payment in kind.
Keuntungan yang diperoleh dari suatu usaha yang dijalankan secara perorangan
seluruhnya akan dinikmati dan masuk ke kantong pribadi perorangan. Keuntungan tersebut
akan dikenai pajak sesuai dengan lapisan tarif pajak perorangan. Jika keuntungan yang
diperoleh di atas Rp500.000.000,00 kelebihannya akan dikenai tarif tertinggi perpajakan
sebesar 30%.
1. Menggunakan nomor pokok wajib pajak (NPWP) orang pribadi, yaitu pemilik yang
sebenarnya dari usaha tersebut untuk keperluan perpajakan.
4. Dalam penghitungan pajak terutang, berlaku tarif pajak progresif, yaitu tarif pajak
yang semakin meningkat seiring besarnya penghasilan kena pajak. Ketentuan
mengenai tarif pajak diatur dalam Pasal 17 UU PPh.
Atau Persekutuan Komanditer (CV) atau Firma pada dasarnya adalah bentuk usaha
yang didirikan oleh dua orang atau lebih yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham.
Atas bentuk usaha tersebut dan bentuk usaha lain yang modalnya tidak terbagi atas saham-
saham mempunyai perlakuan yang sama dari sudut perpajakan.
1. Persero Pengusaha atau pesero aktif/bekerja. Pesero ini selain menyerahkan modal ke
dalam perseroan, jika perseroan jatuh pailit atau bangkrut, pesero pengusaha
bertanggungjawab penuh atas seluruh harta-harta pribadinya terhadap hutang-hutang
perusahaan.
2. Persero Kommanditer atau pesero diam. Pesero ini hanya menyerahkan modal ke dalam
perseroan dan tidak bertanggung jawab tentang jalannya perseroan. Jika perseroan jatuh
pailit/bangkrut, pesero ini hanya bertanggungjawab sebesar modal penyertaannya.
Kelebihan dan kekurangan bentuk usaha CV, sebagaimana diuraikan Santoso dan Rahayu,
(2013:91) antara lain:
Kelebihan
5. Lebih fleksibel karena bagi sekutu pasif akan lebih mudah untuk menginvestasikan
maupun mencairkan kembali modalnya
7. Anggaran dasar tidak perlu mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM
Kekurangan:
1. Kelangsungan hidup tidak menentu karena banyak tergantung dari sekutu aktif yang
bertindak sebagai sekutu pemimpin CV
2. Tanggung jawab para sekutu komanditer yang terbatas dapat berpengaruh terhadap
semangat untuk memajukan perusahaan
Sebagai sebuah badan usaha maka CV atau Firma berkewajiban untuk mendaftarkan
NPWP yang terpisah dengan kewajiban para pemiliknya. Keuntungan usaha merupakan
penghasilannya CV atau Firma yang akan dikenai pajak dan dilaporkan oleh CV atau Firma
sebagai Wajib Pajak. Sedangkan penghasilan seorang investor dari penanaman modal di CV
atau Firma adalah penghasilan berupa pembagian laba. Jika seorang investor juga aktif
menjalankan usaha, investor dapat saja menerima tambahan penghasilan lain berupa gaji dan
tunjangan-tunjangan lainnya.
Dalam ketentuan perpajakan, bergesernya aliran penghasilan dari CV atau Firma kepada
pemilik tidak dianggap sebagai terjadinya aliran penghasilan, sehingga pajak tidak mengakui
adanya pengurangan berupa biaya gaji pemilik di CV atau Firma. Sebaliknya penerimaan
berupa gaji oleh pemilik tidak dianggap sebagai adanya penghasilan bagi si pemilik.
Demikian juga atas pembagian laba yang diterima oleh pemilik.
Pajak memandang bahwa antara anggota atau pemilik dengan CV atau Firma
diperlakukan sebagai satu kesatuan dalam penghitungan PPh atas keuntungan usaha. Satu
kesatuan dalam hal ini adalah tambahan kemampuan ekonomis dari usaha CV atau Firma
hanya akan dikenai PPh satu kali yaitu di CV atau Firma.
1. CV merupakan subjek pajak badan dalam negeri. Dalam UU PPh dijelaskan pengertian
subjek pajak badan, bahwa subjek pajak badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal
yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan
usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa
pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk
badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap
2. Karena CV merupakan subjek pajak badan, maka CV harus mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
3. Selain harus mendaftarkan NPWP dan/atau PKP atas nama CV, CV juga harus
menyelenggarakan pembukuan.
4. Laba yang didistribusikan kepada sekutu tidak dikenai pajak. Hal ini sebagaimana diatur
dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPh yang menyebutkan bahwa bagian laba yang diterima atau
diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-
saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit
penyertaan kontrak investasi kolektif dikecualikan sebagai objek pajak
5. Gaji yang dibebankan oleh CV kepada para sekutu tidak dapat menjadi pengurang
sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU PPh
6. Dalam mengitung PPh nya CV menggunakan tarif tunggal 25% atau 12,5% apabila
memenuhi ketentuan Pasal 31E UU PPh.
Atas keuntungan CV dikenakan pajak penghasilan badan dengan tarif pasal 17 undang-
undang Pajak Penghasilan (sama dengan PT). Pembagian keuntungan kepada pemegang
saham (pesero) tidak bisa dibebankan sebagai biaya CV, tidak dipotong PPh pasal 23 dan
bagi yang menerima bukan sebagai obyek pajak. Dengan kata lain, Pajak penghasilan hanya
dikenakan pada Perusahaan (Badan) saja dan tidak ada double taxation.
Berbeda dari usaha berbentuk CV atau Firma, Perseroan Terbatas (PT) adalah bentuk
usaha yang modalnya terdiri atas saham-saham. Kepada pemilik biasanya diberikan sertifikat
atau tanda kepemilikan atas sahamnya di perusahaan. Saham yang dimiliki tersebut dikenal
sebagai surat berharga (marketable securities) yang dapat diperjualbelikan kepada pihak lain.
Keuntungan yang diperoleh pemegang saham adalah hanya dari pembagian keuntungan atau
dividen saja, meskipun dalam beberapa kasus –dan sebenarnya tidak dibenarkan secara
aturan–, ada beberapa pemegang saham yang merangkap juga sebagai pengurus yang ikut
aktif menjalankan roda usaha sehingga kepadanya juga diberikan penghasilan lain berupa
gaji.
Kelebihan dan kelemahan PT sebagaimana diuraikan oleh Santoso dan Rahayu
(2013:100-101) adalah sebagai berikut :
Kelebihan
Kekurangan
3. bidang usaha PT relative susah diubah karena harus mengubah akta pendirian dan
sulit mengubah investasi yang telah ditanamkan
Perpajakan memandang bahwa antara pemegang saham dengan PT adalah dua Wajib
Pajak yang berbeda dan terpisah. Sehingga jika ada pengalihan kekayaan atau harta baik
berupa sumber daya atau resources dari perusahaan kepada pemilik dianggap telah terjadi
arus mengalirnya penghasilan. Dengan demikian dividen yang diterima oleh pemegang
saham dianggap sebagai penghasilan yang akan dikenai pajak. Sebaliknya karena dividen itu
dihitung dari laba setelah pajak, maka di sisi perusahaan dividen tersebut tidak berpengaruh
terhadap besarnya keuntungan usaha atau laba usaha yang dikenai pajak. Bisa dikatakan
bahwa atas keuntungan atau laba usaha akan dikenai pajak di PT dan ketika keuntungan atau
laba tersebut dibagi kepada para pemegang saham akan dikenai pajak lagi di pemegang
saham (perorangan).
1. Sama seperti CV, PT juga merupakan subjek pajak dalam negeri berbentuk badan
4. Pengenaan pajak pada PT terjadi dua kali, yaitu pada saat diakui sebagai laba usaha
oleh PT dan pada saat laba usaha tersebut dibagikan kepada para pemegang saham
dalam bentuk dividen, dikenai PPh Final sesuai Pasal 4 ayat (3) UU PPh dan Pasal 17
ayat (2c) sebesar 10%
5. Gaji yang dibayarkan kepada para pemegang saham dan komisaris dapat dibiayakan
oleh PT
6. Penghitungan PPh terutang mengikuti tarif Pasal 17 UU PPh atau Pasal 31E UU PPh.
Pembagian dividen kepada pemegang saham (pesero) tidak bisa dibebankan sebagai
biaya perusahaan, dikenakan pemotongan PPh pasal 23 sebesar 15% dan sebagai kredit
pajak bagi pihak yang dipotong (tidak final). Dengan demikian terdapat double taxation.
2. Perlakuan keuntungan
Tabel 1: Perbandingan Beban Pajak Penghasilan untuk Penjualan Rp. 1,5 Miliar
Asumsi:
*1) Norma Penghitungan Untuk Pedagang Eceran 30% dari Peredaran Bruto
*4) Semua laba dibagikan dalam bentuk dividen, dipotong PPh Pasal 23 dengan
tarif 15%
Dari Tabel 1 di atas, terlibat bahwa total Beban PPh Terutang terendah
adalah usaha perorangan dengan pembukuan sebesar Rp. 40.500.000, sedangkan
total Beban PPh Terutang terbesar adalah pada usaha perorangan dengan Norma
penghitungan sebesar Rp. 78.000.000. Hal ini terjadi karena secara umum Norma
Penghitungan menetapkan margin keuntungan usaha yang lebih besar (30%)
daripada keuntungan usaha sebenarnya (20% dengan pembukuan). Pada
prakteknya, usaha perorangan/orang pribadi mengalami dilemma, jika
menggunakan Pencatatan peredaran bruto (yang mudah/sederhana) dengan
Norma penghitungan, Persentase keuntungan yang sebenarnya masih jauh lebih
kecil daripada % Keuntungan yang diterapkan dalam Norma penghitungan.
Sebaliknya, jika mau melakukan pembukuan, masih sulit dan membutuhkan biaya
yang cukup besar.
Secara umum (seperti ilustrasi di Tabel 1), total beban pajak PT akan
selalu lebih besar dari CV ataupun perorangan, karena adanya tambahan PPh
pasal 23 yang harus dipotong dari dividen yang dibayarkan oleh PT, sedangkan
pembagian hasil untuk CV tidak dikenakan pajak (bukan obyek pajak). Maka
motivasi sesorang untuk lebih memilih bentuk usaha PT dari pada CV adalah
factor-faktor lain selain factor pajak.
Asumsi :
*c) Semua laba dibagikan dalam bentuk dividen dengan tarif 15%
Dari Tabel 2 di atas terlihat bahwa total beban pajak penghasilan terkecil
adalah CV sebesar Rp. 450.000.000, diikuti Usaha Perorangan Rp. 479.600.000
dan yang terbesar adalah PT sebesar Rp. 652.500.000. Dengan demikian
perbedaan besarnya total beban pajak yang dibayar oleh usaha perorangan dan
PT/CV tergantung pada besarnya Penghasilan kena pajak (laba). Hal ini dapat
terjadi karena adanya perbedaan tarif PPh pasal 17 untuk badan (dengan tariff
maximum 25%) dan orang pribadi (dengan tariff maximum 30%).
PPh pasal 23 yang dipotong oleh PT atas dividen yang dibagikan sebesar
15% adalah tidak final, sehingga besarnya tariff efektif akan tergantung pada
besarnya penghasilan pemegang saham (sebagai perorangan). Contoh: jika
penghasilan kena pajak pemegang saham (perorangan) diluar dividen ini sudah
mencapai Rp. 200.000.000, maka tariff efektif atas dividen ini menjadi 35%
sehingga total beban pajak atas PT menjadi lebih besar lagi.
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Pilihan bentuk usaha ternyata berpengaruh terhadap aspek PPh yang akan
dihadapi oleh seorang investor. Kajian dari tiga pilihan apakah usaha perorangan, badan
usaha yang modalnya tidak terbagi atas saham seperti CV atau Firma atau PT ternyata
menunjukkan bahwa pilihan bentuk usaha yang tidak terbagi atas saham memiliki
keuntungan pajak tersendiri. Keuntungan tersebut jika dibandingkan dengan usaha
perorangan adalah pengenaan tarif pajak tertinggi yang lebih rendah dibandingkan tarif
pajak tertinggi perorangan. Jika dibandingkan dengan bentuk PT maka keuntungan CV
atau Firma adalah tidak dikenakannya pajak ganda (double tax) atas pembagian laba atau
dividen.
Kajian di atas tentunya hanya memandang dari sudut perpajakan khususnya PPh
dengan kondisi apapun bentuk usaha yang dipilih memberikan hasil yang sama bagi
seorang investor. Secara lebih mendalam tentu pertimbangan pemilihan bentuk usaha
tidaklah sesederhana itu. Banyak aspek lain yang perlu dipertimbangkan, seperti aspek
tanggung jawab pemegang saham, aspek kemudahan akses ke pihak lain seperti bank,
dan lain sebagainya. Namun demikian sudut pandang aspek pajak ini setidaknya dapat
dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam memilih bentuk usaha.
Usaha bisnis dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk. Pembagian atas tiga
bentuk Badan Usaha tersebut bersumber dari Undang – Undang 1945 khususnya pasal
33. Di Indonesia kita mengenal 3 macam bentuk badan yaitu Badan Usaha Milik Negara
( BUMN ), Koperasi dan Swasta. Bentuk badan usaha swastadapat dibagi kedalam
beberapa macam : Perseorangan, Firma, Perserikatan Komanditer (CV), Perseroan
Terbatas (PT), Yayasan Pilihan bentuk badan usaha yang tersedia secara umum adalah
berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Kommanditer (CV) atau Perorangan
(Pribadi). Secara umum (seperti ilustrasi di Tabel 1), total beban pajak PT akan selalu
lebih besar dari CV, karena adanya tambahan PPh pasal 23 yang harus dipotong dari
dividen yang dibayarkan oleh PT, sedangkan pembagian hasil untuk CV tidak dikenakan
pajak (bukan obyek pajak). Sedangkan (seperti ilustrasib tabel 2) perbedaan besarnya
total beban pajak yang dibayar oleh usaha perorangan dan PT/CV tergantung pada
besarnya Penghasilan kena pajak (laba). Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan
tariff PPh pasal 17 untuk badan (dengan tariff maximum 30%) dan orang pribadi
(dengan tariff maximum 35%).
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak bukanlah satu-satunya
alasan dalam pemilihan bentuk usaha, namun pemilihan bentuk usaha yang tepat dapat
memberikan penghematan pajak.
3.2. Saran
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan undang undang nomor 16
tahun 2009
Undang-undang republic Indonesia nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas
undang undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan
Santoso, imam dan ning rahayu (2013. Corporate tax management, mengulas upaya pergelolaan
pajak perusahaan secara konseprual-praktikal. Ortax
Nasikhudin. (2016. Artikel. Mengulas tentang memilih badan usaha yang tepat bagi perencanaan
pajak. Ortax
http://www.ortax.org/ortax/?mod=issue&page=show&id=85
https://books.google.co.id/books?
id=9nAeg3xbW48C&pg=PA3&lpg=PA3&dq=pemilihan+bentuk+usaha+dalam+tax+planning&
source=bl&ots=Q6MaQk1OSd&sig=kLsmTTQr59cOMO2eq8nWJE30Z0k&hl=id&sa=X&ved=
0ahUKEwjr4v3EoanWAhUHTo8KHb3iDYUQ6AEIYjAJ#v=onepage&q=pemilihan%20bentuk
%20usaha%20dalam%20tax%20planning&f=true