Anda di halaman 1dari 24

PERENCANAAN PAJAK MELALUI PEMILIHAN

BADAN USAHA

Pajak merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam
penerimaan APBN di Indonesia. Keberadaan pajak secara langsung telah mempengaruhi
jalannya pertumbuhan ekonomi dan kegiatan-kegiatan usaha di Indonesia. Mengingat salah
satu unsur objek pajak adalah penghasilan, maka tentu saja pemungutan pajak ini mencakup
bentuk-bentuk usaha baik yang perseorangan maupun berbentuk badan. Bentuk-bentuk usaha
di Indonesia sendiri terdiri dari 3 macam yaitu BUMN, Koperasi dan Swasta. Namun yang
tentunya menjadi objek pajak penghasilan adalah bentuk usaha Swasta, yang mana hal itu
bertujuan semata-mata untuk mencari keuntungan dan menambah kekayaan.

Bentuk usaha Swasta sendiri terbagi 5 yaitu perseorangan, CV (persekutuan


komanditer), Firma, PT (Perseroan Terbatas) dan Yayasan. Di antara semua itu tentunya
memiliki perlakuan pajak yang berbeda-beda. Perusahaan perseorangan yang pemiliknya
hanya satu orang tentu akan mendapat pemungutan pajak yang berbeda dengan perusahaan
yang pemiliknya lebih dari satu orang seperti CV, Firma, PT dan Yayasan. Selain itu dalam
memungut pajak juga ditentukan dari omzet yang didapat. Semakin besar omzet/penghasilan
yang didapat maka semakin besar pula pajak yang dikenakan. Karena kondisi itulah
menyebabkan terjadi cara-cara yang dilakukan Wajib pajak untuk menghindari pajak atau
meringankan beban pajak pajak yang didapat dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum.
Sehingga perencanaan perpajakan (tax planning) dapat digunakan oleh badan usaha tersebut
dalam melakukan kewajiban perpajakannya.

Bentuk Usaha di Indonesia

Usaha bisnis dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk. Pembagian atas tiga bentuk
Badan Usaha tersebut bersumber dari Undang – Undang 1945 khususnya pasal 33. Di
Indonesia kita mengenal 3 macam bentuk badan yaitu :

1. Badan Usaha Milik Negara ( BUMN )


BUMN adalah suatu bangun usaha yang didirikan oleh Negara dan pemiliknya dipegang
oleh Pemerintah atau Negara Republik Indonesia. Dalam hal ini terdapat berbagai macam
antara lain yang berupa Perusahaan Jawatan ( PERJAN ), Perusahaan Negara ( PN ),
Perusahaan Umum ( PERUM ) dan Persero ( PT. Persero ).
2. Koperasi
Koperasi adalah bentuk badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan
hukum koperasi yang melandaskan kegiatannya pada prinsip koperasi sekaligus sebagai
gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan.

3. Swasta
Bentuk badan usaha ini adalah badan usaha yang pemiliknya sepenuhnya berada
ditangan individu atau swasta. Yang bertujuan untuk mencari keuntungan sehingga ukuran
keberhasilannya juga dari banyaknya keuntungan yang diperoleh dari hasil usahanya.
Perusahaan ini sebenarnya tidaklah selalu bermotif mencari keuntungan semata tetapi ada
juga yang tidak bermotif mencari keuntungan. Contoh : perusahaan swasta yang bermotif
nirlaba yaitu Rumah Sakit, Sekolahan, Akademik, dll.

Bentuk badan usaha ini dapat dibagi kedalam beberapa macam :

A. Perseorangan
Bentuk ini merupakan bentuk yang pertama kali muncul di bidang bisnis yang paling
sederhana, dimana dalam hal ini tidak terdapat pembedaan pemilikan antara hak milik
pribadi
dengan milik perusahaan. Harta benda yang merupakan kekayaan pribadi sekaligus juga
merupakan kekayaan perusahaan yang setiap saat harus menanggung utang – utang dari
perusahaan itu. Bentuk badan usaha semacam ini pada umumnya terjadi pada perusahaan –
perusahaan kecil, misalnya bengkel kecil, toko pengecer kecil, kerajinan, serta jasa dll.

B. Firma
Bentuk ini merupakan perserikatan atau kongsi ataupun persatuan dari beberapa
pengusaha swasta menjadi satu kesatuan usaha bersama. Perusahaan ini dimiliki oleh
beberapa orang dan pimpin atau dikelola oleh beberapa orang pula. Tujuan perserikatan ini
adalah untuk menjadikan usahanya menjadi lebih besar dan lebih kuat dalam permodalannya.

C. Perseroan Komanditer (CV)


Bentuk ini banyak dilakukan untuk mempertahankan kebaikan – kebaikan dari bentuk
perseorangan yang memberikan kebebasan dan penguasaan penuh bagi pemiliknya atas
keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan. Disamping itu untuk menghilangkan atau
mengurangi kejelekan dalam hal keterbatasan modal yang dimilikinya maka diadakanlah
penyertaan modal dari para anggota yang tidak ikut aktif mengelola bisnisnya, yang hanya
menyertakan modalnya saja dalam bisnis itu.

D. Perseroan Terbatas (PT)


Perseroan Terbatas merupakan bentuk yang banyak dipilih, terutama untuk bisnis – bisnis
yang besar. Bentuk ini memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk menyertakan
modalnya kedalam bisnis tersebut dengan cara membeli saham yang dikeluarkan oleh
Perusahaan itu. Atas pemilikan saham itu maka mereka para pemegang saham itu berhak
memperoleh pembagian laba atau dividen dari perusahaan tersebut. Dalam bentuk ini
tanggung jawab pemilik atau pemegang saham adalah terbatas, yaitu sebatas modal yang
disetorkannya. Kekayaan pribadi pemilik tidak ikut menanggung utang – utang perusahaan.
Oleh karena itu bentuk ini disebut Perseroan Terbatas (Naamlose Venootschaap/NV).

E. Yayasan
Yayasan adalah bentuk organisasi swasta yang didirikan untuk tujuan sosial
kemasyarakatan yang tidak berorientasi pada keuntungan. Misalnya Yayasan Panti
Asuhan,Yayasan yang mengelola Sekolahan Swasta, Yayasan Penderita Anak Cacat dll.
Pemilihan Bentuk Usaha Orang Pribadi dan Badan

Pilihan bentuk badan usaha yang tersedia secara umum adalah berbentuk Perseroan
Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV) atau Perorangan (Pribadi).

1. Perseroan Terbatas (PT)


Perseroan Terbatas (PT) menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas, bab 1 pasal 1 ayat 1 adalah badan hukum yang didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini
serta peraturan pelaksanaannya. Masing-masing pemegang saham (Pesero) tidak bertanggung
jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama PT dan tidak bertanggung jawab
atas kerugian PT melebihi nilai saham yang telah diambilnya. Atas keuntungan PT dikenakan
pajak penghasilan badan dengan tarif pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan

Pembagian dividen kepada pemegang saham (pesero) tidak bisa dibebankan sebagai biaya
perusahaan, dikenakan pemotongan PPh pasal 4 ayat 2 sebesar 10% dan bersifat final.
Dengan demikian tidak terdapat double taxation.
Sesuai Undang-Undang Cipta Kerja/Omnibus Law, dividen dari PT yang diterima oleh orang
pribadi tidak dipotong pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 sebesar 10% asalkan diinvestasikan
dalam bentuk ORI, tabungan, deposito selama 3 tahun dan wajib dilaporkan selama 3 tahun
berturut-turut pada saat penyampaian SPT Tahunan Orang Pribadi secara online.

2. Perseroan Komanditer (CV)


Perseroan Komanditer (CV) adalah suatu persekutuan dua orang/lebih sebagai pesero
pengusaha (aktif) dan satu orang atau lebih sebagai pesero komanditer (tidak aktif) untuk
menjalankan suatu perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh laba.

Anggota perseroan komanditer ada dua golongan :

1. Pesero Pengusaha atau pesero aktif/bekerja. Pesero ini selain menyerahkan modal ke
dalam perseroan, jika perseroan jatuh pailit atau bangkrut, pesero pengusaha
bertanggungjawab penuh atas seluruh harta-harta pribadinya terhadap hutang-hutang
perusahaan.
2. Pesero Komanditer atau pesero diam. Pesero ini hanya menyerahkan modal ke dalam
perseroan dan tidak bertanggung jawab tentang jalannya perseroan. Jika perseroan jatuh
pailit/bangkrut, pesero ini hanya bertanggungjawab sebesar modal penyertaannya.

Atas keuntungan CV dikenakan pajak penghasilan badan dengan tarif pasal 17 Undang-
Undang Pajak Penghasilan (sama dengan PT). Pembagian keuntungan kepada pemegang
saham (pesero) tidak bisa dibebankan sebagai biaya CV, tidak dipotong PPh pasal 23 dan
bagi yang menerima bukan sebagai obyek pajak. Dengan kata lain, Pajak penghasilan hanya
dikenakan pada Perusahaan (Badan) saja dan tidak ada double taxation.

3. Perorangan (Pribadi)
Usaha Perorangan adalah perorangan (pribadi) yang menjalankan suatu usaha dengan
tujuan untuk memperoleh laba. Perorangan tersebut bertanggung jawab penuh atas jalannya
usaha. Jika usaha tersebut pailit atau bangkrut, perorangan ini bertanggungjawab penuh atas
seluruh harta-harta pribadinya terhadap hutang-hutang usahanya. Ini adalah bentuk usaha
yang paling sederhana dan tidak perlu pembuatan akte pendirian.Dalam menghitung besarnya
pajak penghasilan, usaha perorangan wajib melakukan pembukuan (jika omzet setahun Rp
4,8 milyar ke atas) atau hanya melakukan pencatatan dengan Norma Penghitungan (jika
omzet setahun dibawah Rp 4,8 milyar). Atas pendapatan (keuntungan) usaha perorang
tersebut, sesudah dikurangi penghasilan tidak kena pajak (PTKP), dikenakan pajak
penghasilan orang pribadi dengan tarif pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pengaruh Pemilihan Bentuk Usaha Untuk Alternatif Perpajakan


Dalam ketentuan umum perpajakan, Wajib Pajak dapat dibagi dua yaitu Wajib Pajak
perorangan dan Wajib Pajak badan. Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan kepada setiap Wajib
Pajak, baik Wajib Pajak perorangan maupun Wajib Pajak badan atas penghasilan yang
diterimanya dalam setahun. Perbedaan utama antara Wajib Pajak perorangan dan Wajib Pajak
badan dalam penghitungan PPh adalah besarnya tarif pajak. Lapisan terendah tarif pajak bagi
perorangan adalah 5% dan lapisan tertinggi bagi perorangan adalah 35% sedangkan bagi
Wajib Pajak Badan tarifnya 22% (berlaku dari tahun 2020 sampai sekarang).

Fasilitas pajak untuk WP badan (pasal 31E Undang-Undang pajak penghasilan):

 WP badan dengan omzet dibawah Rp 4,8 milyar setahun,mendapat pengurangan tarif

Sebesar 50%

 WP badan dengan omzet Rp 4,8 milyar sampai dengan Rp 50 milyar setahun,


mendapat fasilitas pengurangan sebagian

Penghasilan Kena Pajak yg dapat fasilitas = 4,8 milyar/peredaran bruto x penghasilan


kena pajak

Penghasilan Kena Pajak yg tidak dapat fasilitas=total penghasilan kena pajak dikurangi

Penghasilan kena pajak yg dapat fasilitas


 WP badan dengan omzet diatas Rp 50 milyar setahun tidak mendapat fasilitas pajak

Perbandingan Beban Pajak Penghasilan


Walaupun masing-masing bentuk usaha tersebut di atas mempunyai karakter yang
berbeda-beda beserta keunggulan dan kelemahannya, akan diberikan perbandingan atas
beban pajak untuk masing-masing bentuk usaha. Supaya perbandingan beban pajak ini dapat
dilakukan secara obyektif, akan diberikan asumsi- asumsi pendapatan, pembebanan biaya dan
pembagian keuntungan yang sama untuk masing- masing bentuk usaha tersebut, seperti yang
ada di tabel 1 dibawah ini:
Tabel 1: Perbandingan Beban Pajak Penghasilan untuk Penjualan Rp. 1,5 Miliar

Perorangan
Perorangan
Dgn Norma
No. Keterangan PT CV Dgn
Penghitungan
Pembukuan
*1)

1 Penjualan 1,500,000,000 1,500,000,000 1,500,000,000 1,500,000,000


Beban
2 Usaha *2) 1,200,000,000 1,200,000,000 1,200,000,000
(80%x1,5 (80%x1,5 (80%x1,5
milyar) milyar) milyar)
3 Laba Usaha 300,000,000 300,000,000 300,000,000 450,000,000
(1,5 milyar-1,2 (1,5 milyar-1,2 (1,5 milyar-1,2 (30%x1,5
milyar) milyar) milyar) milyar)
4 PTKP *3) - - 72,000,000 72,000,000
Penghasilan
5 Kena Pajak 300,000,000 300,000,000 228,000,000 378,000,000
(300 juta-72 (450 juta-72
juta) juta)
PPh
6 Terutang 33,000,000 33,000,000 28.200,000 63,500,000
(50%x22%x30 (50%x22%x30 (5%x60 juta) + (5%x60 juta) +
0 juta) 0 juta) (15%x168 juta) (15%x190 juta)
+ (25%x128
juta)
Laba
Sesudah
7 PPh 267,000,000 267,000,000 199,800,000 314,500,000

(300 juta-33 (300 juta-33 (228 juta-28,2 (378 juta-63,5


juta) juta) juta) juta)
PPh 4 ayat 2
Atas
8 Dividen *4) 26,700,000 - - -

(10%x267 juta)
Total
Beban
9 Pajak 59,700,000 33,000,000 28,200,000 63,500,000

(33 juta + 26,7 (hanya PPh (hanya PPh (hanya PPh


juta) terutang) terutang) terutang)
% beban
10 pajak 19,9% 11% 12,4% 16,8%
(59,7 juta / 300 (33 juta / 300 (28,2 juta / 228 (63,5 juta / 378
terhadap juta) juta) juta) juta)
penghasil
an kena
pajak
Asumsi:
*1) Norma Penghitungan Untuk Pedagang Eceran 30% dari Peredaran Bruto
*2) Beban Usaha 80% dari Penjualan
*3) PTKP K/3 = Rp. 72.000.000 (Rp 54.000.000 + 4.500.000 + (4.500.000x3))
*4) Semua laba dibagikan dalam bentuk dividen, dipotong PPh Pasal 4 ayat 2 dengan tarif
10%

Dari Tabel 1 di atas, terlihat bahwa total beban pajak terkecil adalah usaha perorangan
dengan pembukuan sebesar Rp. 28.200.000, sedangkan total beban pajak terbesar adalah
pada usaha perorangan dengan Norma penghitungan sebesar Rp. 63.500.000. Hal ini terjadi
karena secara umum Norma Penghitungan menetapkan margin keuntungan usaha yang lebih
besar (30%) daripada keuntungan usaha sebenarnya (20% dengan pembukuan). Pada
prakteknya, usaha perorangan/orang pribadi mengalami dilema, jika menggunakan
Pencatatan peredaran bruto (yang mudah/sederhana) dengan Norma penghitungan, Persentase
keuntungan yang sebenarnya masih jauh lebih kecil daripada % Keuntungan yang diterapkan
dalam Norma penghitungan. Sebaliknya, jika mau melakukan pembukuan, masih sulit dan
membutuhkan biaya yang cukup besar.

Secara umum (seperti ilustrasi di Tabel 1), total beban pajak PT akan selalu lebih
besar dari CV, karena adanya tambahan PPh pasal 4 ayat 2 yang harus dipotong dari dividen
yang dibayarkan oleh PT, sedangkan pembagian hasil untuk CV tidak dikenakan pajak
(bukan obyek pajak). Maka motivasi seseorang untuk lebih memilih bentuk usaha PT dari
pada CV adalah faktor-faktor lain selain faktor pajak.

Apakah total beban pajak penghasilan orang pribadi selalu lebih kecil dari pada PT
atau CV seperti yang ada di tabel 1 di atas? Kita coba kaji lebih dalam di Tabel 2 berikut
ini:

Tabel 2: Perbandingan Beban Pajak Penghasilan Dengan Penjualan Rp. 3 Miliar

Perorangan
No. Keterangan PT CV Dgn
Pembukuan

1 Penjualan 3,000,000,000 3,000,000,000 3,000,000,000


Beban
2 Usaha *a) 1,200,000,000 1,200,000,000 1,200,000,000
(40%x3 milyar)
3 Laba Usaha 1,800,000,000 1,800,000,000 1,800,000,000
(3 milyar-1,2
milyar)
4 PTKP *b) - - 72,000,000
Penghasilan
5 Kena Pajak 1,800,000,000 1,800,000,000 1,728,000,000
(1,8 milyar-72
juta)
PPh
6 Terutang 198,000,000 198,000,000 462,400,000
(50%x22%x1,8 (5%x60 juta) +
milyar) (15%x190 juta)
+ (25%x 250
juta) + (30%x
1,228 milyar)
Laba
Sesudah
7 PPh 1,602,000,000 1,602,000,000 1,265,600,000

(1,8 milyar-198 (1,8 milyar-198 (1,728 milyar-


juta) juta) 462,4 juta)
PPh 4 ayat 2
Atas
8 Dividen *c) 160,200,000 - -

(10%x1,602
milyar)
Total
Beban
9 Pajak 358,200,000 198,000,000 462,400,000

(198
juta+160,2
juta)
% beban 19,9% 11% 26,75%
10 pajak (358,2 juta / 1,8 (198 juta / 1,8 (462,4 juta /
terhadap milyar) milyar) 1,728 milyar)
penghasilan
kena pajak

Asumsi :
*a) Beban Usaha 40% dari Penjualan
*b) PTKP K/3 = Rp. 72.000.000
*c) Semua laba dibagikan dalam bentuk dividen

Dari Tabel 2 di atas terlihat bahwa total beban pajak penghasilan terkecil adalah CV
sebesar Rp. 198.000.000, diikuti PT Rp. 358.200.000 dan yang terbesar adalah Perorangan
sebesar Rp. 462.400.000. Dengan demikian perbedaan besarnya total beban pajak yang
dibayar oleh usaha perorangan dan PT/CV tergantung pada besarnya Penghasilan kena pajak
(laba). Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan tarif PPh pasal 17 untuk badan dan
orang pribadi (dengan tarif maximum 35%).

PPh pasal 4 ayat 2 yang dipotong oleh PT atas dividen yang dibagikan sebesar 10%
adalah final, sehingga tidak perlu digabung dengan penghasilan lainnya yang diperoleh oleh
pemegang saham PT tersebut.
Kesimpulan
Usaha bisnis dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk. Pembagian atas tiga bentuk
Badan Usaha tersebut bersumber dari Undang – Undang 1945 khususnya pasal 33. Di
Indonesia kita mengenal 3 macam bentuk badan yaitu Badan Usaha Milik Negara
( BUMN ), Koperasi dan Swasta. Bentuk badan usaha swasta dapat dibagi kedalam
beberapa macam : Perseorangan, Firma, Perseroan Komanditer (CV), Perseroan Terbatas
(PT), Yayasan

Pilihan bentuk badan usaha yang tersedia secara umum adalah berbentuk
Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV) atau Perorangan (Pribadi).

Secara umum (seperti ilustrasi di Tabel 1), total beban pajak PT akan selalu lebih
besar dari CV, karena adanya tambahan PPh pasal 4 ayat 2 yang harus dipotong dari
dividen yang dibayarkan oleh PT, sedangkan pembagian hasil untuk CV tidak dikenakan
pajak (bukan obyek pajak). Sedangkan (seperti ilustrasi tabel 2) perbedaan besarnya total
beban pajak yang dibayar oleh usaha perorangan dan PT/CV tergantung pada besarnya
Penghasilan kena pajak (laba). Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan tarif PPh
pasal 17 untuk badan dan orang pribadi (dengan tarif maximum 35%).

Pajak bukanlah satu-satunya alasan dalam pemilihan bentuk usaha, namun


pemilihan bentuk usaha yang tepat dapat memberikan penghematan pajak. Sehingga
dalam melakukan penghematan tersebut bisa dengan cara perencanaan pajak agar
kewajiban perpajakan dapat dilakukan oleh wajib pajak dengan baik.

Macam-macam Bentuk Usaha (PT,CV,Koperasi,Yayasan)


Perusahaan persekutuan adalah badan usaha yang dimiliki oleh dua orang atau lebih

yang secara bersama-sama bekerja sama untuk mencapai tujuan bisnis. Yang

termasuk dalam badan usaha persekutuan adalah firma dan perseroan komanditer
alias CV. Untuk mendirikan badan usaha persekutuan membutuhkan izin khusus pada

instansi pemerintah yang terkait.


1. Firma

Firma adalah suatu bentuk persekutuan bisnis yang terdiri dari dua orang atau lebih

dengan nama bersama yang tanggung jawabnya terbagi rata tidak terbatas pada setiap

pemiliknya dengan ciri dan sifat firma seperti berikut ini:

- Apabila terdapat hutang tak terbayar, maka setiap pemilik wajib melunasi dengan

harta pribadi yang dimiliki oleh setiap pemilik termasuk rumah, mobil dan

lainnya.

-Setiap anggota firma memiliki hak untuk menjadi pemimpin.

- Seorang anggota tidak berhak memasukkan anggota baru tanpa seizin anggota lain.

-Keanggotaan firma melekat dan berlaku seumur hidup

-Seorang anggota mempunyai hak untuk membubarkan firma

-Pendiriannya memerlukan akte pendirian.

-Mudah memperoleh kredit usaha.

2. Persekutuan Komanditer / CV / Commanditaire Vennotschaap

CV adalah suatu bentuk badan usaha bisnis yang didirikan dan dimiliki oleh dua

orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama dengan tingkat keterlibatan yang

berbeda-beda di antara anggotanya. Satu pihak dalam CV mengelola usaha secara

aktif yang melibatkan harta pribadi dan pihak lainnya hanya menyertakan modal saja

tanpa harus melibatkan harta pribadi ketika krisis finansial. Yang aktif mengurus
perusahaan CV disebut sekutu aktif, dan yang hanya menyetor modal disebut

sekutu
pasif.

Ciri dan sifat CV :

1. Sulit untuk menarik modal yang telah disetor

2. Modal besar karena didirikan banyak pihak

3. Mudah mendapatkan kredit pinjaman

4. Ada anggota aktif yang memiliki tanggung jawab tidak terbatas dan ada yang

pasif tinggal menunggu keuntungan

5. Relatif mudah untuk didirikan

6. Kelangsungan hidup perusahaan CV tidak menentu/selamanya.

3. Perseroan Terbatas / PT / Korporasi / Korporat

Perseroan terbatas adalah organisasi bisnis yang memiliki badan hukum resmi

yang dimiliki oleh minimal dua orang dengan tanggung jawab yang hanya berlaku

pada perusahaan tanpa melibatkan harta pribadi atau perseorangan yang ada di

dalamnya. Di dalam PT pemilik modal tidak harus memimpin perusahaan, karena

dapat menunjuk orang lain di luar pemilik modal untuk menjadi pimpinan. Untuk

mendirikan PT / perseroan terbatas dibutuhkan sejumlah modal minimal dalam jumlah

tertentu dan berbagai persyaratan lainnya.

Ciri dan sifat Perseroan Terbatas diantaranya seperti berikut ini:

1. Kewajiban terbatas pada modal tanpa melibatkan harta pribadi.

2. Modal dan ukuran perusahaan besar.

3. Kelangsungan hidup perusahaan PT ada di tangan pemilik saham


4. Dapat dipimpin oleh orang yang tidak memiliki bagian saham

5. Kepemilikan mudah berpindah tangan

6. Mudah mencari tenaga kerja untuk karyawan / pegawai

7. Keuntungan dibagikan kepada pemilik modal / saham dalam bentuk

dividen

8. Kekuatan dewan direksi lebih besar daripada kekuatan pemegang

saham

9. Sulit untuk membubarkan Perseroan Terbatas.

10. Pajak berganda pada pajak penghasilan / PPh badan dan pajak dividen

4. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum

koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus

sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Koperasi

bertujuan untuk menyejahterakan anggotanya. Berdasarkan pengertian tersebut,

yang dapat menjadi anggota koperasi yaitu:

1. Perorangan, yaitu orang yang secara sukarela menjadi anggota koperasi;

2. Badan hukum koperasi, yaitu suatu koperasi yang menjadi anggota

koperasi yang memiliki lingkup lebih luas.

Pada Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 27 (Revisi 1998),

disebutkan bahwa karakteristik utama koperasi yang membedakan dengan badan

usaha lain, yaitu anggota koperasi memiliki identitas ganda. Identitas ganda
maksudnya anggota koperasi merupakan pemilik sekaligus pengguna jasa

koperasi.

Umumnya koperasi dikendalikan secara bersama oleh seluruh anggotanya, di

mana setiap anggota memiliki hak suara yang sama dalam setiap keputusan yang

diambil koperasi. Pembagian keuntungan koperasi (biasa disebut Sisa Hasil

Usaha atau SHU) biasanya dihitung berdasarkan andil anggota tersebut dalam

koperasi, misalnya dengan melakukan pembagian dividen berdasarkan besar

pembelian atau penjualan yang dilakukan oleh anggota.

5. Yayasan
Yayasan termasuk di dalam definisi badan usaha sehingga merupakan Subjek

Pajak Penghasilan, hal ini diatur dalam Pasal 2 ayat 1 (b) UU PPh. Badan adalah

sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan

usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan

komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan

nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,

persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik,

atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan

lainnya termasuk reksadana.

Penghasilan yayasan atau organisasi yang sejenis adalah bukan merupakan

Objek Pajak, namun penerimaan yayasan atau organisasi yang sejenis dapat
dibedakan antara penerimaan yang bukan Objek Pajak dan penerimaan yang
merupakan Objek Pajak Penghasilan.

Penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak adalah sebagai berikut:

(a)Bantuan atau sumbangan, (b)Dividen atau bagian laba yang diterima atau

diperoleh yayasan atau organisasi yang sejenis dari penyertaan modal pada badan

usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, dan (c)Bantuan atau

sumbangan dari Pemerintah.

Sedangkan, penghasilan yayasan atau organisasi yang sejenis yang merupakan Objek

Pajak terdiri dari:

1. Penghasilan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak

Penghasilan antara lain adalah: (a) Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari

usaha pekerjaan, kegiatan atau jasa, (b) Bunga deposito, bunga obligasi , diskonto

SBI dan bunga lain, (c) Sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan

harta, dan (d) Keuntungan dari pengalihan harta termasuk keuntungan pengalihan

harta yang semula berasal dari bantuan sumbangan atau hibah.

2. Bagi yayasan atau organisasi yang sejenis yang bergerak di bidang pendidikan

termasuk penghasilan pada butir 1 huruf a adalah: (a)Uang pendaftaran dan uang

pangkal, (b)Uang seleksi penerimaan siswa/mahasiswa/peserta pendidikan, (c)Uang

pembangunan gedung/pengadaan prasarana atau pembayaran lainnya dengan nama

apapun yang berkaitan dengan keberadaan siswa/ mahasiswa/peserta pendidikan,

(d)Uang SPP, uang SKS, uang ujian, uang kursus, uang seminar/lokakarya, dan
sebagainya; (e)Penghasilan dari kontrak kerja dalam bidang penelitian dan
sebagainya; dan (f)Penghasilan lainnya yang dikaitkan dengan jasa penyelenggaraan

pengajaran/pendidikan/pelatihan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Atas laba yang diperoleh yayasan pendidikan tidak dikenakan pajak penghasilan selama

4 tahun asalkan diinvestasikan untuk pembangunan sarana dan prasarana gedung,

fasilitas pendidikan.

3. Bagi yayasan atau organisasi yang sejenis yang bergerak dibidang pelayanan kesehatan

termasuk penghasilan pada butir 3.1 huruf a adalah : (a)Uang pendaftaran untuk

pelayanan kesehatan, (b)Sewa kamar/ruangan di rumah sakit, poliklinik, pusat

pelayanan kesehatan, (c) Penghasilan dari perawatan kesehatan seperti uang

pemeriksaan dokter, operasi rontgent, scaning, pemeriksaan laboratorium, dan

sebagainya, (d)Uang pemeriksaan kesehatan termasuk "General Check Up",

(e)Penghasilan dari penyewaan alat-alat kesehatan, mobil ambulance dan sebagainya,

(f)Penghasilan dari penjualan obat, dan (g) penghasilan lainnya sehubungan dengan

penyelenggaraan pelayanan kesehatan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Anda mungkin juga menyukai